Per Sanding An Uu PPN Existing - Uu No 42 TH 2009
Per Sanding An Uu PPN Existing - Uu No 42 TH 2009
Per Sanding An Uu PPN Existing - Uu No 42 TH 2009
TENTANG TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA
TERAKHIR DENGAN DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2000
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang: Menimbang:
bahwa dalam rangka lebih meningkatkan kepastian a. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan kepastian
hukum dan keadilan, serta menciptakan sistem hukum dan keadilan, menciptakan sistem perpajakan
perpajakan yang sederhana dengan tanpa mengabaikan yang lebih sederhana, serta mengamankan
pengawasan dan pengamanan penerimaan negara agar penerimaan negara agar pembangunan nasional
pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara dapat dilaksanakan secara mandiri perlu dilakukan
mandiri, perlu dilakukan perubahan terhadap Undang- perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994; dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah;
Mengingat: Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 23 ayat 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan 1945;
Perubahan Pertama Tahun 1999;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa
Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984); Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
1
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3985);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264)
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
3568). Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3986);
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN: MEMUTUSKAN:
Menetapkan: Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KETIGA
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN
JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH. MEWAH.
UMUM UMUM
Dalam era reformasi saat ini, perkembangan sosial Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi
ekonomi dan politik berlangsung sangat cepat barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan
sehingga perubahan sistem perpajakan yang pernah secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
dilakukan belum dapat menampung perkembangan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat
dunia usaha karena masih dijumpai kelemahan- dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta
kelemahan dalam Undang-Undang Perpajakan, yaitu : pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari
a. belum adil walaupun sudah dilaksanakan sesuai Pajak Pertambahan Nilai. Perkembangan ekonomi
ketentuan, yang sangat dinamis baik di tingkat nasional, regional,
b. kurang memberikan hak-hak Wajib Pajak, maupun internasional terus menciptakan jenis serta
c. kurang memberikan kemudahan kepada Wajib pola transaksi bisnis yang baru. Sebagai contoh, di
Pajak dalam melaksanakan kewajibannya, bidang jasa, banyak timbul transaksi jasa baru atau
d. kurang memberikan kepastian hukum serta modifikasi dari transaksi sebelumnya yang pengenaan
kurang sederhana. Pajak Pertambahan Nilainya belum diatur dalam
Untuk itu dalam rangka menampung perkembangan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
dunia usaha dipandang perlu penyempurnaan
peraturan perundang-undangan perpajakan dengan Dalam rangka menjawab perubahan yang sangat cepat
menitikberatkan pada peningkatan : tersebut, perlu dilakukan pembaruan dan
a. asas keadilan, penyempurnaan Undang-Undang Pajak Pertambahan
b. asas kepastian hukum, Nilai. Pembaruan (reformasi) sistem pajak konsumsi
c. asas legalitas, dan telah dilakukan pada tahun 1983 dengan diterbitkannya
d. asas kesederhanaan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Berlandaskan pada hal-hal tersebut di atas, maka Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
sasaran yang ingin diwujudkan dalam pelaksanaan Penjualan atas Barang Mewah. Langkah pembaruan
perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan penyempurnaan terus dilakukan secara konsisten
2
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tahun 2000 pada tahun 1994 dengan diterbitkannya Undang-
adalah menciptakan sistem perpajakan yang lebih Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan terakhir tahun 2000
adil, sederhana, dan memberikan kepastian hukum dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18
bagi masyarakat serta dapat mengamankan dan Tahun 2000.
meningkatkan penerimaan negara.
Adapun pokok-pokok perubahan yang dilakukan Perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
antara lain : ini bertujuan sebagai berikut.
a. Untuk lebih memberikan kepastian hukum 1. Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi
mengenai barang-barang yang tidak dikenakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
pajak, maka dalam perubahan Undang-Undang Perkembangan transaksi bisnis, terutama jasa, telah
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas menciptakan jenis dan pola transaksi baru yang
Barang Mewah Tahun 2000 hanya terhadap perlu ditegaskan lebih lanjut pengenaannya dalam
barang-barang yang merupakan kebutuhan pokok; Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
barang-barang yang sudah dikenakan pajak
daerah; barang-barang hasil pertambangan atau 2. Menyederhanakan sistem Pajak Pertambahan Nilai.
pengeboran yang diambil langsung sumbernya; Penyederhanaan sistem Pajak Pertambahan Nilai
barang-barang yang merupakan alat tukar; serta dilakukan dengan mengubah atau
barang-barang lain yang berdasarkan menyempurnakan ketentuan dalam Undang-Undang
pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya tidak Pajak Pertambahan Nilai yang menyulitkan Wajib
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan
Penjualan Atas Barang Mewah. kewajiban perpajakannya.
3
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
BAB I BAB I
KETENTUAN UMUM KETENTUAN UMUM
PASAL 1 PASAL 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia 1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia
yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang
udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di
Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di
dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur
1995 tentang Kepabeanan. mengenai kepabeanan.
2. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat 2. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat
atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau
barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
3. Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana 3. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai
dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
berdasarkan Undang-undang ini.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap 4. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap
kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak.
sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
5. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan 5. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang
suatu perikatan atau perbuatan hukum yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum
menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau yang menyebabkan suatu barang, fasilitas,
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan
barang karena pesanan atau permintaan dengan barang karena pesanan atau permintaan dengan
bahan dan atas petunjuk dari pemesan. bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
6. Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana 6. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak
dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
berdasarkan Undang-undang ini.
7. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan 7. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan
pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pemberian Jasa Kena Pajak.
dalam angka 6.
8. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah 8. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean. Daerah Pabean.
9. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang 9. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang
dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
10. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud 10. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean karena suatu perjanjian di dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
dalam Daerah Pabean.
11. Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang 11. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap
dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean. kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak
Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah
Pabean.
4
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
12. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan 12. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan
menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang,
tanpa mengubah bentuk atau sifatnya. tanpa mengubah bentuk dan/atau sifatnya.
13. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal 13. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
14. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan 14. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam
sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengimpor barang, mengekspor barang, barang, mengekspor barang, melakukan usaha
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud
barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa
luar Daerah Pabean. dari luar Daerah Pabean.
15. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha 15. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang
sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk
Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
16. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui 16. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui
proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang
bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau
daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah
daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi
badan lain melakukan kegiatan tersebut. atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
17. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, 17. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain
Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk yang terutang.
menghitung pajak yang terutang.
18. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk 18. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk
semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan
harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
5
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
19. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk 19. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk
semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang
Undang-undang ini dan potongan harga yang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk
dicantumkan dalam Faktur Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut
Undang-Undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa
uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh
Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean.
20. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi 20. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi
dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan
lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk undangan yang mengatur mengenai kepabeanan
impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang- termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
undang ini. Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
menurut Undang-Undang ini.
21. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang 21. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang
menerima atau seharusnya menerima penyerahan menerima atau seharusnya menerima penyerahan
Barang Kena Pajak dan yang membayar atau Barang Kena Pajak dan yang membayar atau
seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak
tersebut. tersebut.
22. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang 22. Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang
menerima atau seharusnya menerima penyerahan menerima atau seharusnya menerima penyerahan
Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau
seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena
Pajak tersebut. Pajak tersebut.
23. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang 23. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang
dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan
Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena Jasa Kena Pajak.
impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
24. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai 24. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak
dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor
Barang Kena Pajak. Barang Kena Pajak.
25. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai 25. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai
terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang
Barang Kena Pajak. Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
26. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk 26. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk
6
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh eksportir. oleh eksportir.
27. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah 27. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah
bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi bendahara pemerintah, badan, atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak
yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara
Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah pemerintah, badan, atau instansi pemerintah
tersebut. tersebut.
PASAL 1A PASAL 1A
(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan (1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang
Barang Kena Pajak adalah: Kena Pajak adalah:
a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena
suatu perjanjian; suatu perjanjian;
b. pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu b. pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu
perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing; perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa
guna usaha (leasing);
c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang
pedagang perantara atau melalui juru lelang; perantara atau melalui juru lelang;
d. pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma- d. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-
cuma atas Barang Kena Pajak; cuma atas Barang Kena Pajak;
e. persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau
menurut tujuan semula tidak untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak pembubaran perusahaan;
Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut
menurut ketentuan dapat dikreditkan;
f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke f. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke
Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan
Kena Pajak antar Cabang; Barang Kena Pajak antar cabang;
g. penyerahan Barang Kena Pajak secara g. penyerahan Barang Kena Pajak secara
konsinyasi. konsinyasi; dan
h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha
Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari
Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.
(2) Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan (2) Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak adalah: Barang Kena Pajak adalah:
a. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar a. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar
7
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
undang Hukum Dagang; Undang Hukum Dagang;
b. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan b. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan
utang piutang; utang-piutang;
c. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana c. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf f dalam hal dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal
Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan
pemusatan tempat pajak terutang; tempat pajak terutang;
d. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan
syarat pihak yang melakukan pengalihan dan
yang menerima pengalihan adalah Pengusaha
Kena Pajak; dan
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Huruf b Huruf b
Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat Penyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi
terjadi karena perjanjian sewa beli atau karena perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian
perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun sewa guna usaha (leasing).
yang dimaksud dengan penyerahan karena Yang dimaksud dengan “pengalihan Barang
perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa guna
penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian usaha (leasing)” adalah penyerahan Barang
sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Kena Pajak yang disebabkan oleh perjanjian
Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi.
Barang Kena Pajak belum dilakukan dan Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh
pembayaran Harga Jual Barang Kena Pajak Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian
tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi,
karena penguasaan atas Barang Kena Pajak Barang Kena Pajak dianggap diserahkan
telah berpindah dari penjual kepada pembeli atau langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok
dari lessor kepada lessee, maka Undang-undang (supplier) kepada pihak yang membutuhkan
ini menentukan bahwa penyerahan Barang Kena barang (lessee).
Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian
ditandatangani, kecuali apabila saat
berpindahnya penguasaan secara nyata atas
Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu
daripada saat ditandatanganinya perjanjian.
Huruf c Huruf c
Yang dimaksud dengan pedagang perantara Yang dimaksud dengan “pedagang perantara”
ialah orang pribadi atau badan yang dalam adalah orang pribadi atau badan yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama
sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas
8
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
dan untuk tanggungan orang lain dengan dan untuk tanggungan orang lain dengan
mendapat upah atau balas jasa tertentu, mendapat upah atau balas jasa tertentu,
misalnya komisioner. Yang dimaksud dengan misalnya komisioner.
juru lelang di sini adalah juru lelang Pemerintah Yang dimaksud dengan “juru lelang” adalah juru
atau yang ditunjuk oleh Pemerintah. lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
Huruf d Huruf d
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk Yang dimaksud dengan “pemakaian sendiri”
kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha
karyawannya, baik barang produksi sendiri sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang
maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri.
pemberian cuma-cuma diartikan sebagai Yang dimaksud dengan “pemberian cuma-cuma”
pemberian yang diberikan tanpa pembayaran adalah pemberian yang diberikan tanpa
baik barang produksi sendiri maupun bukan pembayaran baik barang produksi sendiri
produksi sendiri, antara lain pemberian contoh maupun bukan produksi sendiri, seperti
barang untuk promosi kepada relasi atau pemberian contoh barang untuk promosi kepada
pembeli. relasi atau pembeli.
Huruf e Huruf e
Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau
menurut tujuan semula tidak untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, disamakan dengan pembubaran perusahaan, disamakan dengan
pemakaian sendiri, sehingga dianggap sebagai pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai
penyerahan Barang Kena Pajak. Khusus untuk penyerahan Barang Kena Pajak.
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk Dikecualikan dari ketentuan pada huruf e ini
diperjualbelikan tersebut, hanya dikenakan Pajak adalah penyerahan sebagaimana dimaksud
Pertambahan Nilai apabila memenuhi dalam Pasal 1A ayat (2) huruf e.
persyaratan, yaitu bahwa Pajak Pertambahan
Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
Huruf f Huruf f
Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih
satu tempat pajak terutang, yaitu tempat dari satu tempat pajak terutang baik sebagai
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak pusat maupun sebagai cabang perusahaan,
kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun pemindahan Barang Kena Pajak antartempat
sebagai cabang perusahaan, maka Undang- tersebut merupakan penyerahan Barang Kena
undang ini menganggap bahwa pemindahan Pajak.
Barang Kena Pajak antar tempat-tempat tersebut Yang dimaksud dengan “pusat” adalah tempat
merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. tinggal atau tempat kedudukan.
Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan Yang dimaksud dengan “cabang” antara lain
ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan
unit pemasaran dan sejenisnya. tempat kegiatan usaha sejenisnya.
Huruf g Huruf g
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak
Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada
waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan
diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak
terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang
dititipkan tersebut. dititipkan tersebut.
Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan
tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk
dikembalikan kepada pemilik Barang Kena dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak,
Pajak, Pengusaha yang menerima titipan pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat
tersebut dapat menggunakan ketentuan menggunakan ketentuan mengenai
mengenai pengembalian Barang Kena Pajak pengembalian Barang Kena Pajak (retur)
(retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A Undang-
9
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Undang-undang ini. Undang ini.
Huruf h
Contoh:
Dalam transaksi murabahah, bank syariah
bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli
sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha
Kena Pajak A atas pesanan nasabah bank
syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip
syariah, bank syariah harus membeli dahulu
kendaraan bermotor tersebut dan kemudian
menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan
Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan
bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung
oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.
Huruf b Huruf b
Cukup jelas. Cukup jelas.
Huruf c Huruf c
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai
lebih dari satu tempat usaha, baik sebagai pusat lebih dari satu tempat kegiatan usaha, baik
maupun cabang-cabang perusahaan, dan sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan
Pengusaha Kena Pajak tersebut telah Pengusaha Kena Pajak tersebut telah
memperoleh ijin pemusatan tempat pajak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
terutang dari Direktur Jenderal Pajak, maka kepada Direktur Jenderal Pajak, pemindahan
pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat Barang Kena Pajak dari satu tempat kegiatan
usaha ke tempat usaha lainnya (pusat ke cabang usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya (pusat
atau sebaliknya, atau antar cabang) dianggap ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang)
tidak termasuk dalam pengertian penyerahan dianggap tidak termasuk dalam pengertian
Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali
Kena Pajak antar tempat-tempat pajak terutang. pemindahan Barang Kena Pajak antartempat
pajak terutang.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pemecahan usaha”
adalah pemisahan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai perseroan terbatas.
Huruf e
Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang
masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, yang Pajak Masukan atas
perolehannya tidak dapat dikreditkan karena
tidak mempunyai hubungan langsung dengan
10
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) huruf b dan/atau aktiva berupa
kendaraan bermotor sedan dan station wagon
yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) huruf c tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.
PASAL 2 PASAL 2
(1) Dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi Tidak diubah
oleh hubungan istimewa, maka Harga Jual atau
Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar
pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak itu dilakukan.
Ayat (2)
Hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak
dengan pihak yang menerima penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat terjadi
karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan
yang lain yang disebabkan karena :
- faktor kepemilikan atau penyertaan;
- adanya penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi.
11
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
a. Hubungan istimewa dianggap ada apabila
terdapat hubungan kepemilikan yang berupa
penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih, baik secara langsung ataupun
tidak langsung.
Contoh:
Kalau PT. A mempunyai 50% (lima puluh persen)
saham PT. B, pemilikan saham oleh PT. A
merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya
apabila PT. B tersebut mempunyai 50% (lima
puluh persen) saham PT. C, maka PT. A sebagai
pemegang saham PT. B secara tidak langsung
mempunyai penyertaan pada PT. C sebesar 25%
(dua puluh lima persen). Dalam hal demikian,
antara PT. A, PT. B dan PT. C dianggap terdapat
hubungan istimewa. Apabila PT. A juga memiliki
25% (dua puluh lima persen) saham PT. D, maka
antara PT. B, PT. C dan PT. D dianggap terdapat
hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan
seperti tersebut diatas juga dapat terjadi antara
orang pribadi dan badan.
BAB II BAB II
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
PASAL 3 PASAL 3
PASAL 3A PASAL 3A
(1) Pengusaha yang melakukan penyerahan (1) Pengusaha yang melakukan penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh
wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Mewah yang terutang. dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang.
(2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan (2) Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan (3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
d dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak (1) huruf d dan/atau yang memanfaatkan Jasa Kena
dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana
dalam Pasal 4 huruf e wajib memungut, menyetor, dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e wajib
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan
dengan Keputusan Menteri Keuangan. dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
PASAL 4 PASAL 4
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: (1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean; atau Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh
Pajak. Pengusaha Kena Pajak;
14
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Ayat (1)
Huruf a Huruf a
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Pengusaha yang melakukan kegiatan
Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik
yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dalam Pasal 3A ayat (1) maupun pengusaha
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi yang seharusnya dikukuhkan menjadi
belum dikukuhkan. Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum
dikukuhkan.
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Penyerahan barang yang dikenai pajak harus
a. barang berwujud yang diserahkan merupakan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Barang Kena Pajak, a. barang berwujud yang diserahkan
b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;
merupakan Barang Kena Pajak Tidak b. barang tidak berwujud yang diserahkan
Berwujud, merupakan Barang Kena Pajak Tidak
c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Berwujud;
Pabean, dan c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah
d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan Pabean; dan
usaha atau pekerjaannya. d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan
usaha atau pekerjaannya.
Huruf b Huruf b
Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak juga dipungut pada saat impor Barang
Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui
Jenderal Bea dan Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak
tersebut pada huruf a, maka siapapun yang pada huruf a, siapapun yang memasukkan
memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean,
Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau
pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak. tidak, tetap dikenai pajak.
Huruf c Huruf c
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Pengusaha yang melakukan kegiatan
Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik
telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan dalam Pasal 3A ayat (1) maupun pengusaha
sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum yang seharusnya dikukuhkan sebagai
dikukuhkan. Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum
dikukuhkan.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus Penyerahan jasa yang terutang pajak harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena
Pajak, Pajak;
b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah
Pabean, dan Pabean; dan
c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya. atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa
Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
15
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan atau dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau
Jasa Kena Pajak yang diberikan secara cuma- yang diberikan secara cuma-cuma.
cuma.
Huruf d Huruf d
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan
pajak yang sama dengan impor Barang Kena pajak yang sama dengan impor Barang Kena
Pajak, maka atas Barang Kena Pajak Tidak Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang berasal dari luar Daerah Pabean yang
yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah
Daerah Pabean juga dikenakan Pajak Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Pertambahan Nilai.
Contoh:
Contoh: Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta
Pengusaha “A” yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang
memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di
dimiliki Pengusaha “B” yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut
Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut oleh oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean
pengusaha “A” di dalam Daerah Pabean terutang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai.
Huruf e Huruf e
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang
dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah
Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Misalnya, Pengusaha Kena Pajak “C” di Surabaya
memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Misalnya, Pengusaha Kena Pajak C di Surabaya
“B” yang berkedudukan di Singapura. Atas memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha
pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang B yang berkedudukan di Singapura. Atas
Pajak Pertambahan Nilai. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang
Pajak Pertambahan Nilai.
Huruf f Huruf f
Berbeda dengan Pengusaha yang melakukan Berbeda dengan pengusaha yang melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan atau huruf c, maka Pengusaha yang dan/atau huruf c, pengusaha yang melakukan
melakukan ekspor Barang Kena Pajak hanya ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya
Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3A ayat (1). dalam Pasal 3A ayat (1).
Huruf g
Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor
Barang Kena Pajak Berwujud, pengusaha yang
melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud hanya pengusaha yang telah
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1).
Huruf h
Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena
Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari
dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean
oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan
dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan
di luar Daerah Pabean.
Ayat (2)
Cukup jelas.
PASAL 4A PASAL 4A
(2) Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak (2) Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang
ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya; yang diambil langsung dari sumbernya;
17
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
b. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
dibutuhkan oleh rakyat banyak; oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau katering; dan
d. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. d. uang, emas batangan, dan surat berharga.
(3) Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak (3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai
ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa berikut:
sebagai berikut:
a. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; a. jasa pelayanan kesehatan medis;
c. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
g. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah h. jasa kesenian dan hiburan;
dikenakan pajak tontonan;
h. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
iklan;
i. jasa angkutan umum di darat dan di air; j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa
angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri;
l. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum. rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
18
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Ayat (1) Ayat (1)
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf b Huruf b
Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
ayat ini adalah beras dan gabah, jagung, sagu, oleh rakyat banyak meliputi:
kedelai, garam baik yang berjodium maupun yang a. beras;
tidak berjodium. b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai;
f. garam, baik yang beryodium maupun yang
tidak beryodium;
g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah,
tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti,
dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas
atau tidak dikemas, digarami, dikapur,
diasamkan, diawetkan dengan cara lain,
dan/atau direbus;
19
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang
dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan
pada suhu rendah, termasuk sayuran segar
yang dicacah.
Huruf c Huruf c
Untuk menghindari pajak berganda, karena sudah Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari
merupakan objek pengenaan Pajak Daerah. pengenaan pajak berganda karena sudah
merupakan objek pengenaan Pajak Daerah.
Huruf d Huruf d
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf b
Jasa pelayanan sosial meliputi:
1. jasa pelayanan panti asuhan dan panti
jompo;
2. jasa pemadam kebakaran;
3. jasa pemberian pertolongan pada
kecelakaan;
4. jasa lembaga rehabilitasi;
5. jasa penyediaan rumah duka atau jasa
pemakaman, termasuk krematorium; dan
6. jasa di bidang olah raga kecuali yang
bersifat komersial.
Huruf c
Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi
jasa pengiriman surat dengan menggunakan
perangko tempel dan menggunakan cara lain
pengganti perangko tempel.
Huruf d
Jasa keuangan meliputi:
1. jasa menghimpun dana dari masyarakat
berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain
yang dipersamakan dengan itu;
2. jasa menempatkan dana, meminjam dana,
20
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
atau meminjamkan dana kepada pihak lain
dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk,
cek, atau sarana lainnya;
3. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) sewa guna usaha dengan hak opsi;
b) anjak piutang;
c) usaha kartu kredit; dan/atau
d) pembiayaan konsumen;
4. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum
gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia;
dan
5. jasa penjaminan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “jasa asuransi” adalah
jasa pertanggungan yang meliputi asuransi
kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang
dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa
penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai
kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.
Huruf f
Jasa keagamaan meliputi:
1. jasa pelayanan rumah ibadah;
2. jasa pemberian khotbah atau dakwah;
3. jasa penyelenggaraan kegiatan
keagamaan; dan
4. jasa lainnya di bidang keagamaan.
Huruf g
Jasa pendidikan meliputi:
1. jasa penyelenggaraan pendidikan
sekolah, seperti jasa penyelenggaraan
pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan,
pendidikan keagamaan, pendidikan akademik,
dan pendidikan profesional; dan
2. jasa penyelenggaraan pendidikan luar
sekolah.
Huruf h
Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis
jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan
hiburan.
Huruf i
Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi
jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan
oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang
bertujuan komersial.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Jasa tenaga kerja meliputi:
1. jasa tenaga kerja;
2. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang
21
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari
tenaga kerja tersebut; dan
3. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi
tenaga kerja.
Huruf l
Jasa perhotelan meliputi:
1. jasa penyewaan kamar, termasuk
tambahannya di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang
terkait dengan kegiatan perhotelan untuk
tamu yang menginap; dan
2. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan
acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, dan hostel.
Huruf m
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum
meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin
Mendirikan Bangunan, pemberian lzin Usaha
Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib
Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “jasa penyediaan tempat
parkir” adalah jasa penyediaan tempat parkir
yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir
dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat
parkir dengan dipungut bayaran.
Huruf o
Yang dimaksud dengan “jasa telepon umum
dengan menggunakan uang logam” adalah jasa
telepon umum dengan menggunakan uang logam
atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun swasta.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
PASAL 5 PASAL 5
(1) Disamping pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud (1) Di samping pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
dalam Pasal 4, dikenakan juga Pajak Penjualan Atas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
Barang Mewah terhadap: dikenai juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah
terhadap:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong
Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah
22
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan
b. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah. b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
(2) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan (2) Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya
hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor. menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah.
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak Yang Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah dalam ayat ini adalah: tergolong mewah” adalah:
1. bahwa barang tersebut bukan merupakan barang 1. barang yang bukan merupakan barang
kebutuhan pokok; atau kebutuhan pokok;
2. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat 2. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu; atau tertentu;
3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh 3. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh
masyarakat berpenghasilan tinggi; atau masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau
4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan 4. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan
status; atau status.
5. apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan
moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban
masyarakat, seperti minuman beralkohol.
Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas
impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tidak
tidak memperhatikan siapa yang mengimpor Barang memperhatikan siapa yang mengimpor Barang Kena
Kena Pajak tersebut serta tidak memperhatikan Pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah
apakah impor tersebut dilakukan secara terus impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau
menerus atau hanya sekali saja. hanya sekali saja.
Selain itu, pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Selain itu, pengenaan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah terhadap suatu penyerahan Barang Kena Mewah terhadap suatu penyerahan Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah tidak memperhatikan Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan
apakah suatu bagian dari Barang Kena Pajak tersebut apakah suatu bagian dari Barang Kena Pajak tersebut
telah dikenakan atau tidak dikenakan Pajak Penjualan telah dikenai atau tidak dikenai Pajak Penjualan atas
Atas Barang Mewah pada transaksi sebelumnya. Barang Mewah pada transaksi sebelumnya.
Yang termasuk dalam pengertian menghasilkan Yang termasuk dalam pengertian menghasilkan pada
dalam ayat ini adalah kegiatan: ayat ini adalah kegiatan:
a. merakit: a. merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian
23
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu lepas dari suatu barang menjadi barang setengah
barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang
jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, elektronik, dan perabot rumah tangga;
perabot rumah tangga, dan sebagainya;
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Dengan demikian prinsip pemungutannya hanya satu Dengan demikian, prinsip pemungutannya hanya 1
kali saja yaitu pada waktu: (satu) kali saja, yaitu pada waktu:
a. penyerahan oleh Pabrikan atau Produsen Barang a. penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah, atau Kena Pajak yang tergolong mewah; atau
b. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Mewah. Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai
Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
PASAL 5A PASAL 5A
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas (1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas
dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai atau
terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Kena Pajak tersebut yang tatacaranya ditetapkan Barang Mewah yang terutang dalam Masa Pajak
oleh Menteri Keuangan. terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut.
Ayat (1)
Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan
ternyata dikembalikan (retur) oleh pembeli, maka ternyata dikembalikan (retur) oleh pembeli, Pajak
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Barang Mewah dari Barang Kena Pajak yang Mewah dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan
dikembalikan tersebut mengurangi: tersebut mengurangi Pajak Keluaran dan Pajak
a. Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan Atas Barang Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh
Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pengusaha Kena Pajak penjual dan mengurangi:
Pajak penjual,
b. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak a. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena
pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas Barang Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas
Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan, Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah
c. Biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak dikreditkan;
pembeli, dalam hal Pajak atas Barang Kena Pajak b. biaya atau harta bagi Pengusaha
yang dikembalikan tersebut telah dibebankan Kena Pajak pembeli, dalam hal pajak atas Barang
sebagai biaya atau telah ditambahkan Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak
(dikapitalisasikan) dalam harga perolehan harta dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya
tersebut. atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam
harga perolehan harta tersebut; atau
c. biaya atau harta bagi pembeli yang
bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal pajak
atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan
tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau
telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan” adalah pembatalan seluruhnya atau
sebagian hak atau fasilitas atau kemudahan oleh
pihak penerima Jasa Kena Pajak.
25
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
b. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak
penerima Jasa Kena Pajak, dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan telah
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan
(dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta
tersebut; atau
c. biaya atau harta bagi penerima Jasa Kena Pajak
yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal
Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak
yang dibatalkan tersebut telah dibebankan
sebagai biaya atau telah ditambahkan
(dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta
tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
PASAL 6 PASAL 6
BAB IV BAB IV
TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK
PASAL 7 PASAL 7
(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh (1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh
persen). persen).
(2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang (2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol
Kena Pajak adalah 0% (nol persen). persen) diterapkan atas:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
(3) Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak (3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen)
menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang
setinggi-tingginya 15% (lima belas persen). perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
26
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Ayat (2) Ayat (2)
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan
dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah
dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Pabean. Oleh karena itu,
Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar a. Barang Kena Pajak Berwujud
Daerah Pabean, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yang diekspor;
dengan tarif 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol b. Barang Kena Pajak Tidak
persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan Berwujud dari dalam Daerah Pabean yang
Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau
Masukan yang telah dibayar dari barang yang c. Jasa Kena Pajak yang diekspor
diekspor tetap dapat dikreditkan termasuk Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan
melakukan ekspor Barang Kena Pajak atas dasar
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean,
dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol
persen).
PASAL 8 PASAL 8
(1) Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah (1) Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan
paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi
75% (tujuh puluh lima persen). 200% (dua ratus persen).
(2) Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong (2) Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
(3) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok (3) Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan
dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana
dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(4) Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas (4) Ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai Pajak
Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
Tergolong Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau
(3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
27
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
PASAL 8A
PENJELASAN PASAL 8A
28
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Ayat (1)
Ayat ini mengatur cara menghitung Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang. Untuk jelasnya
diberikan contoh cara penghitungan sebagai berikut.
Contoh:
a. Pengusaha Kena Pajak A
menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga
Jual Rp25.000.000,00.
Ayat (2):
Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam
hal:
a. Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan
Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan/atau
b. penyerahan Barang Kena Pajak yang dibutuhkan
oleh masyarakat banyak, seperti air minum dan
listrik.
PASAL 9 PASAL 9
29
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
(2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan (2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan
dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang
sama. sama.
(2a) Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu (2a) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum
Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan
dikreditkan. yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan
dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
(3) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran (3) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pajak Masukan, maka lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya
selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus
yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
(4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan (4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak
Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak
pajak yang dapat dimintakan kembali atau yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
30
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
(4c) Pengembalian kelebihan Pajak Masukan kepada
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (4b) huruf a sampai dengan huruf e, yang
mempunyai kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak
berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan
perubahannya.
(5) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena (5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena
Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak pajak juga melakukan penyerahan yang tidak
terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang
terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat
dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. dengan penyerahan yang terutang pajak.
(6) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena (6) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena
Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak pajak juga melakukan penyerahan yang tidak
terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk
penyerahan yang terutang pajak tidak dapat penyerahan yang terutang pajak tidak dapat
diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang
yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang
terutang pajak dihitung dengan menggunakan pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang
pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Keuangan.
31
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Pajak tersebut mengalami keadaan gagal
berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
tahun sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak
Masukan dimulai.
(7) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (7) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan oleh Pengusaha Kena Pajak yang peredaran
dengan menggunakan Norma Penghitungan usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi
Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam jumlah tertentu, kecuali Pengusaha Kena Pajak
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7a), dapat
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dihitung dengan menggunakan pedoman
dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
dapat dihitung dengan menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(7a) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
kegiatan usaha tertentu dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan.
(8) Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara (8) Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana
sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan
pengeluaran untuk: bagi pengeluaran untuk:
a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak; Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha; dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor
sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi berupa sedan dan station wagon, kecuali
kecuali merupakan barang dagangan atau merupakan barang dagangan atau disewakan;
disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak; sebagai Pengusaha Kena Pajak;
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
13 ayat (5); 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak
mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok
Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (6); dalam Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak; penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu
waktu dilakukan pemeriksaan. dilakukan pemeriksaan; dan
(9) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum (9) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa
berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan. belum dilakukan pemeriksaan.
(13) Penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan (13) Ketentuan mengenai penghitungan dan tata cara
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat pengembalian kelebihan Pajak Masukan
(4) diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. sebagaimana dimaksud pada ayat (4a), ayat (4b),
dan ayat (4c) diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
(14) dihapus. (14) Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak
dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan
usaha, Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak
yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh
Pengusaha Kena Pajak yang mengalihkan dapat
dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
menerima pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya
diterima setelah terjadinya pengalihan dan Pajak
Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya
atau dikapitalisasi.
33
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Contoh:
a) Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai Barang
Kena Pajak dengan Harga Jual Rp
25.000.000,00.
34
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Pabean wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai Pabean wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai
dan berhak menerima bukti pungutan pajak. Pajak dan berhak menerima bukti pungutan pajak. Pajak
Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar
tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli
Barang Kena Pajak, atau penerima Jasa Kena Pajak, Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak,
atau pengimpor Barang Kena Pajak, atau pihak yang pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pabean yang berstatus sebagai Pengusaha Kena
Pajak. Pajak.
Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut di atas Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut oleh
oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan dengan
dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak
Masa Pajak yang sama. yang sama.
Dapat terjadi dalam suatu Masa Pajak terdapat Pajak Dalam suatu Masa Pajak dapat terjadi Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada
daripada Pajak Keluaran. Kelebihan Pajak Masukan Pajak Keluaran. Kelebihan Pajak Masukan tersebut
tersebut dapat diminta kembali atau dapat tidak dapat diminta kembali pada Masa Pajak yang
dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. bersangkutan, tetapi dikompensasikan ke Masa
Pajak berikutnya.
Contoh : Contoh:
Masa Pajak Mei 2001: Masa Pajak Mei 2010
35
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Pajak Keluaran = Rp 2.000.000,00 Pajak Keluaran = Rp2.000.000,00
Pajak Masukan yang Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan = Rp 4.500.000,00 dapat dikreditkan = Rp4.500.000,00
-----------------------(-) -----------------------(-)
Pajak yang lebih dibayar = Rp 2.500.000,00 Pajak yang lebih dibayar = Rp2.500.000,00
Pajak yang lebih dibayar tersebut dapat diminta Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan
kembali atau dapat dikompensasikan pada Masa ke Masa Pajak Juni 2010.
Pajak Juni 2001.
Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak
Mei 2001 yang dikompensasikan ke Mei 2010 yang dikompensasikan ke
bulan Juni 2001 = Rp 2.500.000,00 Masa Pajak Juni 2010 = Rp2.500.000,00
-----------------------(-) ------------------------(-)
Pajak yang lebih dibayar Pajak yang lebih dibayar
Juni 2001 = Rp 1.500.000,00 Masa Pajak Juni 2010 = Rp1.500.000,00
Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan
ke Masa Pajak Juli 2010.
Ayat (4a)
Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak
sesuai dengan ketentuan pada ayat (4)
dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.
Namun, apabila kelebihan Pajak Masukan terjadi
pada Masa Pajak akhir tahun buku, kelebihan Pajak
Masukan tersebut dapat diajukan permohonan
pengembalian (restitusi).
Ayat (4b)
Cukup jelas.
Ayat (4c)
Cukup jelas.
Ayat (4d)
Cukup jelas.
Ayat (4e)
Untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian
kemudahan percepatan pengembalian kelebihan
pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan
pemeriksaan setelah memberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak.
Ayat (4f)
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, sanksi kenaikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (5)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
36
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan
perubahannya tidak diterapkan walaupun pada tahap
sebelumnya sudah diterbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
Sebaliknya, sanksi administrasi yang dikenakan
adalah bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan
perubahannya.
Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak
terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa
dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
sebagaimana dimaksud Pasal 16B.
Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa
Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak
dan penyerahan yang tidak terutang pajak, hanya dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya
dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut
harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan
Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak.
Contoh: Contoh:
Pengusaha Kena Pajak melakukan beberapa macam Pengusaha Kena Pajak melakukan beberapa macam
penyerahan yaitu: penyerahan, yaitu:
a. penyerahan terutang pajak = Rp25.000.000,00 a. penyerahan yang terutang pajak =
Pajak Keluaran = Rp2.500.000,00 Rp25.000.000,00
Pajak Keluaran = Rp2.500.000,00
b. penyerahan yang tidak dikenakan PPN = b. penyerahan yang tidak terutang Pajak
Rp5.000.000,00 Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00
Pajak Keluaran = nihil
c. penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan c. penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan
PPN = Rp5.000.000,00 Pajak Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00
Pajak Keluaran = NIHIL Pajak Keluaran = nihil
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan: Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan:
a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang
berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak berkaitan dengan penyerahan yang terutang
= Rp1.500.000,00 pajak = Rp1.500.000,00
b. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang b. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang
berkaitan dengan penyerahan yang tidak berkaitan dengan penyerahan yang tidak dikenai
dikenakan PPN = Rp300.000,00 Pajak Pertambahan Nilai = Rp300.000,00
37
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
c. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang c. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang
berkaitan dengan penyerahan yang dibebaskan berkaitan dengan penyerahan yang dibebaskan
dari pengenaan PPN = Rp500.000,00 dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai =
Rp500.000,00
Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan yang dapat Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran sebesar Rp dikreditkan dengan Pajak Keluaran sebesar
2.500.000,00 hanya sebesar Rp1.500.000,00. Rp2.500.000,00 hanya sebesar Rp1.500.000,00.
Contoh: Contoh:
Pengusaha Kena Pajak melakukan dua macam Pengusaha Kena Pajak melakukan 2 (dua) macam
penyerahan yaitu: penyerahan, yaitu:
a. penyerahan terutang pajak = Rp35.000.000,00 a. penyerahan yang terutang pajak =
Pajak Keluaran = Rp3.500.000,00 Rp35.000.000,00
Pajak Keluaran = Rp3.500.000,00
b. penyerahan tidak terutang pajak = b. penyerahan yang tidak terutang pajak =
Rp15.000.000,00 Rp15.000.000,00
Pajak Keluaran = NIHIL Pajak Keluaran = nihil
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang
Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan
dengan keseluruhan penyerahan sebesar dengan keseluruhan penyerahan sebesar
Rp2.500.000,00, sedangkan Pajak Masukan yang Rp2.500.000,00, sedangkan Pajak Masukan yang
berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak
tidak dapat diketahui dengan pasti. Menurut tidak dapat diketahui dengan pasti. Menurut
ketentuan ini, Pajak Masukan sebesar ketentuan ini, Pajak Masukan sebesar
Rp2.500.000,00 tidak seluruhnya dapat dikreditkan Rp2.500.000,00 tidak seluruhnya dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran sebesar Rp3.500.000,00. dengan Pajak Keluaran sebesar Rp3.500.000,00.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
dihitung berdasarkan pedoman yang diatur dengan dihitung berdasarkan pedoman yang diatur dengan
Keputusan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan.
Ayat (6a)
Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan atas
pengeluaran dalam rangka impor dan/atau perolehan
barang modal juga harus memenuhi syarat bahwa
pengeluaran tersebut harus berhubungan dengan
adanya penyerahan yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mengalami
keadaan gagal berproduksi, tidak ada penyerahan
yang terutang pajak sehingga tidak ada Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan. Oleh karena itu,
sebagai konsekuensinya, Pajak Masukan atas impor
dan/atau perolehan barang modal yang telah
dikembalikan harus dibayar kembali.
Ayat (6b)
Cukup jelas.
Ayat (7a)
Dalam rangka memberikan kemudahan dalam
menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang harus
disetor, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
kegiatan usaha tertentu menghitung besarnya Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan dengan
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan.
Ayat (7b)
Cukup jelas.
Huruf a Huruf a
Ayat ini memberikan kepastian hukum bahwa Ketentuan ini memberikan kepastian hukum
Pajak Masukan yang diperoleh sebelum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum
pengusaha melaporkan usahanya untuk pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Pajak tidak dapat dikreditkan.
tidak dapat dikreditkan.
Contoh: Contoh:
Pengusaha A melaporkan usahanya untuk Pengusaha A melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
pada tanggal 3 Januari 2001. Pengukuhan pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai
sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal
tanggal 5 Januari 2001 dan berlaku surut sejak 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19
tanggal 3 Januari 2001. Pajak Masukan yang April 2010. Pajak Masukan yang diperoleh
diperoleh sebelum tanggal 3 Januari 2001 tidak sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat
dapat dikreditkan berdasarkan ayat ini. dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
Huruf b Huruf b
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang Yang dimaksud dengan pengeluaran yang
langsung berhubungan dengan kegiatan usaha langsung berhubungan dengan kegiatan usaha
adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi,
produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.
usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga
harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran
tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan
yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh
karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah
memenuhi syarat adanya hubungan langsung
39
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan
Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan,
yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada
kaitannya dengan penyerahan yang terutang
Pajak Pertambahan Nilai.
Huruf c Huruf c
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf d Huruf d
Ayat ini memberikan kepastian hukum bahwa Ketentuan ini memberikan kepastian hukum
Pajak Masukan yang diperoleh sebelum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum
pengusaha melaporkan usahanya untuk pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Pajak tidak dapat dikreditkan.
tidak dapat dikreditkan.
Contoh: Contoh:
Pengusaha A melaporkan usahanya untuk Pengusaha A melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
pada tanggal 3 Januari 2001. Pengukuhan pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai
sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal
tanggal 5 Januari 2001 dan berlaku surut sejak 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19
tanggal 3 Januari 2001. Pajak Masukan atas April 2010. Pajak Masukan atas pemanfaatan
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang
yang diperoleh sebelum tanggal 3 Januari 2001 diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak
tidak dapat dikreditkan berdasarkan ayat ini. dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
Huruf e Huruf e
Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak Cukup jelas.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (7).
Oleh karena Faktur Pajak Sederhana merupakan
Faktur Pajak yang isinya tidak mencantumkan
secara lengkap hal-hal yang diatur dalam Pasal
13 ayat (5), maka Faktur Pajak Sederhana hanya
merupakan bukti pungutan Pajak Pertambahan
Nilai dan tidak dapat dipakai sebagai dasar
pengkreditan Pajak Masukan.
Huruf f Huruf f
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf g Huruf g
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf h Huruf h
Dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak, baru Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena
membayar Pajak Pertambahan Nilai yang Pajak baru membayar Pajak Pertambahan Nilai
terutang atas perolehan atau pemanfaatan yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
setelah diterbitkan ketetapan pajak. Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak. Pajak
Pertambahan Nilai yang dibayar atas ketetapan Pertambahan Nilai yang dibayar atas ketetapan
pajak tersebut bukan merupakan Pajak Masukan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan. yang dapat dikreditkan.
Huruf i Huruf i
Sesuai dengan sistem self assessment, Sesuai dengan sistem self assessment,
Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
seluruh kegiatan usahanya dalam Surat seluruh kegiatan usahanya dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Disamping itu, kepada Pengusaha Kena Pajak Selain itu, kepada Pengusaha Kena Pajak juga
juga telah diberikan kesempatan untuk telah diberikan kesempatan untuk melakukan
40
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Masa Pajak Pertambahan Nilai, sehingga sudah Pertambahan Nilai sehingga sudah selayaknya
selayaknya jika Pajak Masukan yang tidak jika Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. Nilai tidak dapat dikreditkan.
Contoh: Contoh:
Dalam Surat Pemberitahuan Masa dilaporkan : Dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dilaporkan:
Pajak Keluaran = Rp10.000.000,00 Pajak Keluaran = Rp10.000.000,00
Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00 Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00
Dari hasil pemeriksaan diketahui: Dari hasil pemeriksaan diketahui:
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00 Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00
PajakMasukan = Rp11.000.000,00 Pajak Masukan = Rp11.000.000,00
Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan bukan sebesar Rp11.000.000,00 dikreditkan tidak sebesar Rp11.000.000,00,
tetapi tetap sebesar Rp8.000.000,00, sesuai tetapi tetap sebesar Rp8.000.000,00 sesuai
dengan yang dilaporkan dalam Surat dengan yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa. Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Huruf j
Cukup jelas.
Contoh: Contoh:
41
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
yang Faktur Pajaknya tertanggal 7 Juli 2001 dapat yang Faktur Pajaknya tertanggal 7 Juli 2010 dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak
Juli 2001 atau pada Masa Pajak berikutnya paling Juli 2010 atau pada Masa Pajak berikutnya paling
lambat Masa Pajak Oktober 2001. lama Masa Pajak Oktober 2010.
PASAL 10 PASAL 10
(1) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang Tidak diubah
dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dengan Dasar Pengenaan
Pajak.
Ayat (2)
Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut pada setiap tingkat penyerahan, Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah hanya dipungut pada
tingkat penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak
yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang
42
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah. Dengan demikian,
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah bukan
merupakan Pajak Masukan sehingga tidak dapat
dikreditkan. Oleh karena itu, Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah dapat ditambahkan ke dalam harga
Barang Kena Pajak yang bersangkutan atau
dibebankan sebagai biaya sesuai ketentuan
perundang-undangan Pajak Penghasilan.
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak “A” mengimpor Barang Kena
Pajak dengan Nilai Impor Rp5.000.000,00. Barang
Kena Pajak tersebut, selain dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai, misalnya juga dikenakan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif 20%.
Dengan demikian, penghitungan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang terutang atas impor Barang Kena Pajak
tersebut adalah:
- Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
- Pajak Pertambahan Nilai:
10% x Rp5.000.000,00 = Rp 500.000,00
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah :
20% x Rp5.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
Kemudian, Pengusaha Kena Pajak “A”
menggunakan Barang Kena Pajak tersebut sebagai
bagian dari suatu Barang Kena Pajak lain yang atas
penyerahannya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
10% dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 35%.
Oleh karena Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang telah dibayar atas Barang Kena Pajak yang
diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebesar
Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga
Barang Kena Pajak yang dihasilkan oleh Pengusaha
Kena Pajak “A” atau dibebankan sebagai biaya.
Ayat (3)
43
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Pengusaha Kena Pajak yang telah membayar Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah pada saat perolehan
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah,
sepanjang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
tersebut belum dibebankan sebagai biaya,
Pengusaha Kena Pajak berhak meminta kembali
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
dibayarnya, apabila Pengusaha Kena Pajak
dimaksud telah mengekspor Barang Kena Pajak
Yang Tergolong Mewah tersebut.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak “A” membeli mobil dari Agen
Tunggal Pemegang Merk seharga Rp
100.000.000,00.
Dia membayar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah masing-masing
sebesar Rp 10.000.000,00 dan Rp 35.000.000,00.
Apabila mobil tersebut kemudian diekspornya, maka
Pengusaha Kena Pajak “A” berhak untuk meminta
kembali Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp
10.000.000,00 dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah sebesar Rp 35.000.000,00 yang telah
dibayarnya pada saat membeli mobil tersebut.
BAB V BAB V
SAAT DAN TEMPAT TERUTANG DAN SAAT DAN TEMPAT TERUTANG DAN
LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK
PASAL 11 PASAL 11
(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat: (1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak; a. penyerahan Barang Kena Pajak;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dari luar Daerah Pabean;
dalam Pasal 4 huruf d;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Pabean;
huruf e; atau
(2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan (2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum
Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum
Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal
sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dari luar atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat
Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat
pembayaran.
44
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
(4) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain (4) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain
sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat
terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi
perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan
ketidakadilan. ketidakadilan.
Huruf a Huruf a
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf b Huruf b
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf c Huruf c
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf d Huruf d
Dalam hal orang pribadi atau badan Dalam hal orang pribadi atau badan
memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean, atau memanfaatkan Jasa Kena Daerah Pabean atau memanfaatkan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean, maka terutangnya pajak terjadi pada Pabean, terutangnya pajak terjadi pada saat
saat orang pribadi atau badan tersebut mulai orang pribadi atau badan tersebut mulai
memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut di Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut di
dalam Daerah Pabean. Hal ini dihubungkan dalam Daerah Pabean. Hal itu dihubungkan
dengan kenyataan bahwa yang menyerahkan dengan kenyataan bahwa yang menyerahkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak tersebut di luar Daerah Pabean, Kena Pajak tersebut di luar Daerah Pabean
sehingga tidak dapat dikukuhkan sebagai sehingga tidak dapat dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu, saat Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu, saat
pajak terutang tidak lagi dikaitkan dengan saat pajak terutang tidak lagi dikaitkan dengan saat
penyerahan, tetapi dikaitkan dengan saat penyerahan, tetapi dikaitkan dengan saat
pemanfaatan. pemanfaatan.
Huruf e Huruf e
Cukup jelas Cukup jelas.
Huruf f Huruf f
Cukup jelas Cukup jelas.
45
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
PASAL 12 PASAL 12
(1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan (1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
c dan huruf f terutang pajak di tempat tinggal atau a, huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h terutang
tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan
dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau
Keputusan Direktur Jenderal Pajak. tempat lain selain tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
(2) Atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena (2) Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha
Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai
terutang. tempat pajak terutang.
(3) Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat (3) Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat
Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan (4) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf d dan huruf e terutang pajak di tempat tinggal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e terutang pajak di
atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha. tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau
tempat kegiatan usaha.
46
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu
atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat
tinggal atau tempat kedudukannya, maka setiap tinggal atau tempat kedudukannya, setiap tempat
tempat tersebut merupakan tempat terutangnya tersebut merupakan tempat terutangnya pajak dan
pajak, dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Pengusaha Kena Pajak. Kena Pajak.
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih
dari satu tempat pajak terutang yang berada di dari satu tempat pajak terutang yang berada di
wilayah kerja satu Kantor Direktorat Jenderal Pajak, wilayah kerja 1 (satu) Kantor Direktorat Jenderal
maka untuk seluruh tempat-tempat terutang tersebut, Pajak, untuk seluruh tempat terutang tersebut,
Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat
kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang yang kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang yang
bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan
usahanya. usahanya, kecuali apabila Pengusaha Kena Pajak
tersebut menghendaki lebih dari 1 (satu) tempat
pajak terutang, Pengusaha Kena Pajak wajib
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Contoh 1: Contoh 1:
Orang pribadi “A” yang bertempat tinggal di Bogor Orang pribadi A yang bertempat tinggal di Bogor
mempunyai usaha di Cibinong. Apabila di tempat mempunyai usaha di Cibinong. Apabila di tempat
tinggal orang pribadi “A” tidak ada penyerahan tinggal orang pribadi A tidak ada penyerahan Barang
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, maka Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi
orang pribadi “A” hanya wajib melaporkan usahanya A hanya wajib melaporkan usahanya untuk
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Cibinong sebab tempat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong sebab
terutangnya pajak bagi orang pribadi “A” adalah di tempat terutangnya pajak bagi orang pribadi A adalah
Cibinong. Sebaliknya, apabila penyerahan Barang di Cibinong. Sebaliknya, apabila penyerahan Barang
Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak dilakukan oleh Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan oleh
orang pribadi “A” hanya di tempat tinggalnya saja, orang pribadi A hanya di tempat tinggalnya saja,
maka orang pribadi “A” hanya wajib mendaftarkan orang pribadi A hanya wajib mendaftarkan diri di
diri di Kantor Pelayanan Pajak Bogor. Namun Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor. Namun,
demikian, apabila baik di tempat tinggal maupun di apabila baik di tempat tinggal maupun di tempat
tempat kegiatan usahanya orang pribadi “A” kegiatan usahanya orang pribadi A melakukan
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Jasa Kena Pajak, maka orang pribadi “A” wajib Kena Pajak, orang pribadi A wajib mendaftarkan diri
mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Bogor di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor dan
dan Kantor Pelayanan Pajak Cibinong, karena Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong karena
tempat terutangnya pajak berada di Bogor dan tempat terutangnya pajak berada di Bogor dan
Cibinong. Cibinong.
Berbeda dengan orang pribadi, Pengusaha Kena Berbeda dengan orang pribadi, Pengusaha Kena
47
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Pajak badan wajib mendaftarkan diri baik di tempat Pajak badan wajib mendaftarkan diri baik di tempat
kedudukan maupun di tempat kegiatan usaha karena kedudukan maupun di tempat kegiatan usaha karena
bagi Pengusaha Kena Pajak badan di kedua tempat bagi Pengusaha Kena Pajak badan di kedua tempat
tersebut dianggap melakukan penyerahan Barang tersebut dianggap melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Contoh 2: Contoh 2:
PT A mempunyai 3 tempat melakukan kegiatan PT A mempunyai 3 (tiga) tempat kegiatan usaha,
usaha, masing-masing di kota Bengkulu, Curup dan yaitu di kota Bengkulu, Bintuhan, dan Manna yang
Manna yang ketiganya berada dibawah pelayanan ketiganya berada di bawah pelayanan 1 (satu) kantor
satu Kantor Pelayanan Pajak, yaitu Kantor pelayanan pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak
Pelayanan Pajak Bengkulu. Ketiga tempat usaha Pratama Bengkulu. Ketiga tempat kegiatan usaha
tersebut masing-masing melakukan penyerahan tersebut melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dan dan/atau Jasa Kena Pajak dan melakukan
masing-masing melakukan administrasi penjualan administrasi penjualan dan administrasi keuangan
dan administrasi keuangan, sehingga PT A terutang sehingga PT A terutang pajak di ketiga tempat atau
pajak di ketiga tempat atau kota itu. Dalam keadaan kota itu. Dalam keadaan demikian, PT A wajib
demikian PT A wajib memilih salah satu tempat memilih salah satu tempat kegiatan usaha untuk
kegiatan usaha, misalnya tempat kegiatan usaha melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai
yang berada di Bengkulu untuk melaporkan Pengusaha Kena Pajak, misalnya tempat kegiatan
usahanya guna dikukuhkan sebagai Pengusaha usaha di Bengkulu. PT A yang bertempat kegiatan
Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Bengkulu. PT usaha di Bengkulu ini bertanggung jawab untuk
A yang bertempat kegiatan usaha di Bengkulu ini melaporkan seluruh kegiatan usaha yang dilakukan
bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh oleh ketiga tempat kegiatan usaha perusahaan
kegiatan usaha yang dilakukan oleh ketiga cabang tersebut.
perusahaan tersebut.
Dalam hal PT A menghendaki tempat kegiatan usaha
di Bengkulu dan Bintuhan ditetapkan sebagai tempat
pajak terutang untuk seluruh kegiatan usahanya, PT
A wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu.
PASAL 13 PASAL 13
(1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak (1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak
untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak untuk setiap:
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c. huruf f dan/atau Pasal 16D;
b. penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c;
c. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf g; dan/atau
d. ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h.
(2) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat
membuat satu Faktur Pajak meliputi seluruh membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang
Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang
sama selama sebulan takwim. sama selama 1 (satu) bulan kalender.
(5) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan (5) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan
tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit
memuat: memuat:
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak
49
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak; Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak
pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa
Kena Pajak; Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau
Penggantian, dan potongan harga Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dipungut; dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur
Pajak; dan Pajak; dan
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak g. nama dan tanda tangan yang berhak
menandatangani Faktur Pajak. menandatangani Faktur Pajak.
(6) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen (6) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen
tertentu sebagai Faktur Pajak. tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan
Faktur Pajak.
(7) Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak (7) Dihapus.
Sederhana yang persyaratannya ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Ayat (1a)
Pada prinsipnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat
penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran
50
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan.
Dalam hal tertentu dimungkinkan saat pembuatan
Faktur Pajak tidak sama dengan saat-saat tersebut,
misalnya dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
bendahara pemerintah. Oleh karena itu, Menteri
Keuangan berwenang untuk mengatur saat lain
sebagai saat pembuatan Faktur Pajak.
Ayat (2a)
Untuk meringankan beban administrasi, Pengusaha
Kena Pajak diperkenankan membuat Faktur Pajak
gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah
terjadi pembayaran baik sebagian maupun
seluruhnya.
Contoh 1:
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak kepada pengusaha
B pada tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31
Juli 2010, tetapi sampai dengan tanggal 31 Juli 2010
sama sekali belum ada pembayaran atas
penyerahan tersebut, Pengusaha Kena Pajak A
diperkenankan membuat 1 (satu) Faktur Pajak
gabungan yang meliputi seluruh penyerahan yang
dilakukan pada bulan Juli, yaitu paling lama tanggal
31 Juli 2010.
Contoh 2:
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak kepada pengusaha B pada
tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29, dan 30
September 2010. Pada tanggal 28 September 2010
terdapat pembayaran oleh pengusaha B atas
penyerahan tanggal 2 September 2010. Dalam hal
Pengusaha Kena Pajak A menerbitkan Faktur Pajak
gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada
tanggal 30 September 2010 yang meliputi seluruh
penyerahan yang terjadi pada bulan September.
Contoh 3:
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak kepada pengusaha B pada
tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29, dan 30
September 2010. Pada tanggal 28 September 2010
terdapat pembayaran atas penyerahan tanggal 2
September 2010 dan pembayaran uang muka untuk
penyerahan yang akan dilakukan pada bulan
Oktober 2010 oleh pengusaha B. Dalam hal
Pengusaha Kena Pajak A menerbitkan Faktur Pajak
51
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada
tanggal 30 September 2010 yang meliputi seluruh
penyerahan dan pembayaran uang muka yang
dilakukan pada bulan September.
Ketentuan ini diperlukan karena: Ketentuan ini diperlukan, antara lain, karena:
a. Faktur penjualan yang digunakan oleh a. faktur penjualan yang digunakan oleh pengusaha
Pengusaha telah dikenal oleh masyarakat luas telah dikenal oleh masyarakat luas, seperti
dan memenuhi persyaratan administratif sebagai kuitansi pembayaran telepon dan tiket pesawat
Faktur Pajak. Misalnya, kuitansi pembayaran udara;
telepon dan tiket pesawat udara.
b. Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada b. untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada
52
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Faktur Pajak, sedangkan pihak yang seharusnya Faktur Pajak, sedangkan pihak yang seharusnya
membuat Faktur Pajak, yaitu pihak yang membuat Faktur Pajak, yaitu pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak, berada di luar Daerah Pabean. Kena Pajak, berada di luar Daerah Pabean,
Misalnya, dalam hal pemanfaatan Jasa Kena misalnya, dalam hal pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean, maka Surat Pajak dari luar Daerah Pabean, Surat Setoran
Setoran Pajak dapat ditetapkan sebagai Faktur Pajak dapat ditetapkan sebagai Faktur Pajak;
Pajak. dan
Ayat (8)
Faktur Pajak yang dibetulkan adalah, antara lain,
Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah
dalam penulisan. Termasuk dalam pengertian salah
dalam pengisian atau salah dalam penulisan adalah,
antara lain, adanya penyesuaian Harga Jual akibat
berkurangnya kuantitas atau kualitas Barang Kena
Pajak yang wajar terjadi pada saat pengiriman.
Ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila
diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (6).
PASAL 14 PASAL 14
(1) Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan Tidak diubah
sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat
Faktur Pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
PASAL 15 PASAL 15
54
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Surat Pemberitahuan Masa dihapus dan dipindahkan ke
dalam Undang-undang nomor 9 Tahun 1994 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
PASAL 15A
PASAL 16 PASAL 16
55
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
BAB VA BAB VA
KETENTUAN KHUSUS KETENTUAN KHUSUS
(1) Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Tidak diubah
Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor,
dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
(1) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan (1) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau
bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,
seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau baik untuk sementara waktu maupun selamanya,
selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk:
untuk:
a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu
di dalam Daerah Pabean; di dalam Daerah Pabean;
b. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau b. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau
penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
c. impor Barang Kena Pajak tertentu; c. impor Barang Kena Pajak tertentu;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean; Daerah Pabean; dan
56
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang (2) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang
Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak
yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan Pertambahan Nilai dapat dikreditkan.
(3) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang (3) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang
Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak
yang atas penyerahannya dibebaskan dari yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat
dikreditkan. dikreditkan.
e. menjamin tersedianya data batas dan photo e. menjamin tersedianya data batas dan foto udara
udara wilayah Republik Indonesia yang dilakukan wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh
oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk
mendukung pertahanan nasional; mendukung pertahanan nasional;
58
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Ayat (2) Ayat (2)
Adanya perlakuan khusus berupa Pajak Adanya perlakuan khusus berupa Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang tetapi tidak Pertambahan Nilai yang terutang, tetapi tidak
dipungut diartikan bahwa Pajak Masukan yang dipungut, diartikan bahwa Pajak Masukan yang
berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak yang mendapat perlakuan dan/atau Jasa Kena Pajak yang mendapat perlakuan
khusus dimaksud tetap dapat dikreditkan, dengan khusus dimaksud tetap dapat dikreditkan. Dengan
demikian Pajak Pertambahan Nilai tetap terutang demikian, Pajak Pertambahan Nilai tetap terutang,
akan tetapi tidak dipungut. tetapi tidak dipungut.
Contoh: Contoh:
Pengusaha Kena Pajak “A” memproduksi Barang Pengusaha Kena Pajak A memproduksi Barang Kena
Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari Negara, Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu
yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak tersebut tidak penyerahan Barang Kena Pajak tersebut tidak
dipungut selamanya (tidak sekedar ditunda). dipungut selamanya (tidak sekadar ditunda).
Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut,
Pengusaha Kena Pajak “A” menggunakan Barang Pengusaha Kena Pajak A menggunakan Barang
Kena Pajak lain dan atau Jasa Kena Pajak sebagai Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai
bahan baku, bahan pembantu, barang modal bahan baku, bahan pembantu, barang modal,
ataupun sebagai komponen biaya lain. ataupun sebagai komponen biaya lain.
Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain
atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena
Pajak “A” membayar Pajak Pertambahan Nilai Pajak A membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada
kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak tersebut. Pajak tersebut.
Jika Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Jika Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak “A” kepada Pengusaha Kena Pengusaha Kena Pajak A kepada Pengusaha Kena
Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran,
maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dengan Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dengan Pajak
Pajak Keluaran, walaupun Pajak Keluaran tersebut Keluaran walaupun Pajak Keluaran tersebut nihil
nihil karena menikmati fasilitas Pajak Pertambahan karena menikmati fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
Nilai tidak dipungut dari Negara berdasarkan tidak dipungut dari negara berdasarkan ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Contoh: Contoh:
Pengusaha Kena Pajak “B” memproduksi Barang Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena
Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari Negara, Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu atas
yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Nilai.
Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut,
Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B menggunakan Barang
Pengusaha Kena Pajak “B” menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai
Kena Pajak lain dan atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal,
59
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
bahan baku, bahan pembantu, barang modal ataupun sebagai komponen biaya lain.
ataupun sebagai komponen biaya lain.
Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain
Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena
atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada
Pajak “B” membayar Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau
kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.
Pajak tersebut.
Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh
Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar Pengusaha Kena Pajak B kepada Pengusaha Kena
oleh Pengusaha Kena Pajak “B” kepada Pengusaha Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak
Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, karena tidak ada
Masukan yang dapat dikreditkan, akan tetapi karena Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas
tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana
fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak dimaksud pada ayat (1), Pajak Masukan tersebut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Pajak menjadi tidak dapat dikreditkan.
Masukan tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan
PASAL 16C PASAL 16C
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan
aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena
sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak
saat perolehannya dapat dikreditkan. Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Penyerahan mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau Penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain, berupa
aktiva lain yang menurut tujuan semula tidak untuk mesin, bangunan, peralatan, perabotan, atau Barang
diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, dikenakan Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk
60
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
pajak sepanjang memenuhi persyaratan, yaitu bahwa diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak dikenai
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat pajak.
perolehannya, sesuai ketentuan Undang-undang ini,
dapat dikreditkan.
Dengan demikian, penyerahan aktiva tersebut tidak Namun, Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas
dikenakan pajak apabila Pajak Pertambahan Nilai yang pengalihan Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai
dibayar pada waktu perolehannya tidak dapat dikreditkan hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan
berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
jika tidak dapat dikreditkannya Pajak Pertambahan Nilai diperjualbelikan, yaitu kendaraan bermotor berupa sedan
tersebut karena bukti pengkreditannya tidak memenuhi dan station wagon, yang menurut ketentuan Pasal 9 ayat
persyaratan administratif, misalnya Faktur Pajaknya tidak (8) huruf b dan huruf c Pajak Masukan atas perolehan
diisi lengkap sesuai dengan ketentuan sebagaimana aktiva tersebut tidak dapat dikreditkan.
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).
PASAL 16E
61
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Ayat (1)
Dalam rangka menarik orang pribadi pemegang
paspor luar negeri untuk berkunjung ke Indonesia,
kepada orang pribadi tersebut diberikan insentif
perpajakan. Insentif tersebut berupa pengembalian
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang sudah dibayar atas pembelian
Barang Kena Pajak di Indonesia yang kemudian
dibawa oleh orang pribadi tersebut ke luar Daerah
Pabean.
Ayat (2)
Barang Kena Pajak yang dibeli dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sebelum orang pribadi pemegang
paspor luar negeri meninggalkan Indonesia dianggap
akan dikonsumsi di luar Daerah Pabean. Oleh
karena itu, Faktur Pajak yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk meminta kembali Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dipersyaratkan hanya untuk Faktur Pajak
yang diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sebelum orang pribadi pemegang paspor luar negeri
meninggalkan Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
62
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Cukup jelas.
PASAL 16F
BAB VI BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN KETENTUAN LAIN-LAIN
PASAL 17 PASAL 17
PASAL 18 PASAL 18
Huruf b
Semua peraturan pelaksanaan yang ada, yang
dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan Undang-
undang Pajak Penjualan 1951, yang tidak
bertentangan dengan isi dan maksud Undang-
undang ini, masih tetap berlaku selama belum
dicabut dan diganti dengan peraturan
pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan
Undang-undang ini.
Ayat (2)
Ketentuan ayat (2) ini dimaksudkan untuk mengatasi
kesulitan yang timbul dalam masa peralihan sebagai
akibat berlakunya Undang-undang tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dan tidak berlakunya
lagi Undang-undang Pajak Penjualan 1951, terhadap
obyek pengenaan yang sama, seperti :
- kontrak jangka panjang atau kontrak yang masa
berlakunya meliputi dua masa undang-undang
seperti tersebut di atas;
- sisa Harga Jual atau Penggantian yang belum
dibayar;
- persediaan Barang yang belum ada Pajak
Masukannya.
64
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
PASAL 19 PASAL 19
PASAL 20 PASAL 20
Huruf a
Fasilitas berupa penundaan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
65
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
Mewah yang telah diberikan sebelum berlakunya
Undang-undang ini, tetap dapat dinikmati oleh
Pengusaha sampai dengan habisnya jangka waktu
penundaan tersebut. Untuk kepastian hukum perlu
ada pembatasan yaitu berakhir paling lambat pada
tanggal 31 Desember 1999.
Huruf b
Ketentuan mengenai pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
diatur secara khusus dalam Kontrak Bagi Hasil,
Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama
pengusahaan pertambangan yang masih berlaku
pada saat berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan
tetap berlaku sampai dengan Kontrak Bagi Hasil,
Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama
pengusahaan pertambangan tersebut berakhir.
PASAL II
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2009
ttd
ANDI MATTALATTA
66
UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 5069
67