Partus Prematurus

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

LATAR BELAKANG
Persalinan preterm adalah persalinan pada kehamilan antara 20
37 minggu. Meskipun angka kejadian 10 15% kehamilan namun
kontribusinya terhadap morbiditas dan mortalitas neonatal adalah
sekitar 50 70%. 75% kematian neonatus pada persalinan preterm
disebabkan oleh karena kelainan kongenital.
Untuk menurunkan dampak medis dan ekonomis dari
persalinan preterm, tujuan utama dari perawatan obstetri tidak hanya
menurunkan angka kejadian persalinan preterm namun juga untuk
meningkatkan usia kehamilan dimana persalinan preterm tidak dapat
dihindari.
Kasus perdarahan sebagai sebab utama kematian materal dapat
terjadi pada masa kehamilan, persalinan, dan pada masa nifas.
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan
yang berbahaya. Pada masa kehamilan muda perdarahan disebut
keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut
perdarahan ante partum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan
kehamilan tua adalah 28 minggu, mengingat kemampuan janin hidup
diluar uterus.

I.2

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan partus prematurus ?
Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan partus prematurus?

I.3

TUJUAN
Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan partus prematurus.
Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan partus prematurus.

I.4

MANFAAT
-

Menambah wawasan mengenai penyakit di bidang kebidanan


khususnya partus prematurus.

Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang


mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan
kandungan.

BAB II
STATUS PASIEN
II.1

IDENTITAS PASIEN
No Reg : 375962
Nama penderita

: Ny. R

Nama suami

Umur penderita

: 24 tahun

Umur suami

:23tahun

Alamat

: Jln. Sambigede 03/01 Sumber pucung

Pekerjaan penderita

: IRT

Pekerjaan suami

Pendidikan penderita : SMA


II.2

Tn.F

: Swasta

Pendidikan suami : SMA

ANAMNESA
1.

Masuk rumah sakit tanggal : 14 mei 2015 pukul 00.10 WIB

2.

Keluhan utama : Keluar Darah

3.

Riwayat penyakit sekarang :


Tanggal 13 mei 2015 (23.00 WIB) pasien mengeluh
perut terasa kenceng-kenceng disertai keluar cairan merah segar
lewat jalan lahir kemudian pergi ke bidan dan dirujuk ke RSUD
Kanjuruhan. Kemudian tanggal 14 mei 2015 (00.10 WIB) pasien
tiba di IGD mengeluh mengeluarkan darah merah segar lewat
jalan lahirnya. Kemudian pasien dikirim ke KABER.

4.

Riwayat kehamilan yang sekarang : hamil ini (anak pertama),


ANC 7 kali ke bidan, pijat oyok 2 kali.

5.

Riwayat menstruasi : menarche 14 tahun, , HPHT : 15


September 2015, HPL : 22 Juni 2015, UK : 34-35 minggu.

6.

Riwayat perkawinan : 1 kali, lama 1 tahun, umur pertama kawin


23 tahun.

7.

Riwayat persalinan sebelumnya : (-)

8.

Riwayat penggunaan kontrasepsi

: tidak ditemukan.

9.

Riwayat penyakit dahulu

Kardiovaskuler: disangkal
Hipertensi
: disangkal

DM
TBC
Asma

: disangkal
: disangkal
: disangkal

10. Riwayat penyakit keluarga :

Hipertensi
DM
TBC
Asma

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

11. Riwayat kebiasaan dan sosial

: alcohol (-), Jamu (-), Kopi (-)

12. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : vitamin dari bidan


II.3

PEMERIKSAAN FISIK
a.

Status present

Keadaan umum : cukup, Kesadaran compos


mentis

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Nadi: 86x/menit

Suhu: 36,5C

RR: 20x/menit.

b.

Pemeriksaan umum

Kulit : gatal (-) luka (-), warna : sawo matang.

Kepala :
Mata

: conjungtiva anemi +/+, sclera ikterik -/-,

odem palpebra -/Wajah

: simetris

Mulut

: kebersihan gigi geligi cukup, stomatitis (-),


hiperemi pharyng (-), pembesaran tonsil(-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-),


pembesaran kelenjar tyroid (-)

Thorax
Paru :

Inspeksi : Pergerakan pernafasan simetris, tipe pernapasan


normal.
Retraksi costa -/Palpasi : teraba massa abnormal -/-, pembesaran kelenjar
axilla -/Perkusi : sonor +/+, hipersonor -/-, pekak -/Auskultasi : vesikuler +/+, suara nafas menurun -/-,
wheezing -/-, ronchi -/Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : thrill Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : denyut jantung regular, S1/S2

Abdomen
Inspeksi : : nampak membujur, bekas SC (-), striae livide
(-), striae albican (-), lenea alba (-), lenea nigra (+)
Palpasi

: Tinggi fundus uteri 4 jari dibawah prosesus

xipoideus
Perkusi : tympani (+)
Auskultasi : suara bising usus normal, metalic sound (-)

c.

Ekstremitas: odema -/Status obstetri :

Pemeriksaan luar :
Leopold I

: diatas bulat, besar, lunak, kurang lenting, TFU :


pusat-prosesus xiphoideus (26 cm), kesan bagian
teratas janin : bokong.

Leopold II

: tahanan memanjang di sebelah kiri, bagian kanan


teraba bagian kecil janin, punggung janin :
punggung kiri, tunggal

Leopold III

: di bagian bawah teraba bulat, besar, keras,


melenting, bagian terendah

janin : kepala belum

masuk PAP
Leopold IV

: 5/5 , kepala Hodge I

Bunyi jantung janin: 144x/menit, regular, tunggal


Pemeriksaan Dalam
Dilakukan oleh

: bidan

Pengeluaran pervaginam :
Vulva / vagina

: blood slym(+)

Pembukaan

: menutup

Penipisan portio

: belum bisa di evaluasi

Kulit Ketuban

: belum teraba

Bagian terdahulu

: belum teraba

Bagian tersamping terdahulu : belum teraba

II.4

Bagian terendah

: belum teraba

Hodge

:I

Molase

:-

Ringkasan

Anamnesa

Ny. R Usia 24 tahun GI P0000 Ab000 usia kehamilan 34-35


minggu datang ke RSUD Kanjuruhan atas rujukan bidan puskesmas
karena pasien mengeluarkan darah warna merah segar dari jalan
lahirnya.
Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup,


kesadaran compos mentis, Tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi:
86x/menit, suhu: 36,5C, RR: 20x/menit. Conjungtiva anemi +/+
Pemeriksaan luar

Leopold I

: Tinggi fundus uteri : 25 cm, kesan : bokong.

Leopold II

: Kesan : punggung sebelah kiri

Leopold III

: kesan : kepala, belum masuk PAP

Leopold IV

: 5/5

Bunyi jantung janin: 144 x/menit, regular, tunggal

Pemeriksaan Dalam
Pengeluaran pervaginam

V/V: blood slym(+),belum ada pembukaan


penipisan portio belum dapat dievaluasi
kulit ketuban belum dapat dievaluasi.
2.5 DIAGNOSA
GI P0000 AB000 Usia Kehamilan 34-35 minggu
letak kepala belum masuk PAP punggung kiri
Belum inpartu
Perdarahan pervaginam
Anemia
2.6 RENCANA TINDAKAN
1. Pengawasan TTV dan DJJ
2. Tranfusi darah 2 labu
3. IVFD RL 20 tpm
4. Pasang DC
5. Dexamethasone injeksi 2x2ampul
6. Antibiotik : ceftriakson 2x1 gram
7. Nifedipin 20 mg : tiap 6 jam
8. Pemeriksaan Lab lengkap ( HB, leukosit, trombosit, PTT, APTT,
golongan darah, urine lengkap)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. DEFINISI
Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat
hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000 sampai
2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu.
III.2 FAKTOR RESIKO
Sejumlah kelainan obstetrik, medis dan anatomis berkaitan dengan
kejadian persalinan preterm seperti terlihat pada tabel dibawah :

III.3 ETIOLOGI
1. komplikasi medis dan obstetrik
28% persalinan preterm kehamilan tunggal disebabkan oleh
beberapa hal :

50% akibat pre eklampsia

25% akibat gawat janin

25% akibat IUGR (intra uterin growth retardation), solusio


plasenta atau kematian janin
72% persalinan preterm kehamilan tunggal sisanya adalah

persalinan spontan preterm dengan atau tanpa disertai KPD (ketuban


pecah dini).
2. abortus iminen
Perdarahan pervaginam pada awal kehamilan seringkali
berkait dengan meningkatnya perubahan pada outcome kehamilan.
Weiss dkk (2002) : melaporkan adanya kaitan antara
perdarahan pervaginam pada kehamilan 6 13 minggu dengan
kejadian meningkatnya persalinan sebelum kehamilan 24 minggu,
persalinan preterm dan solusio plasenta.
3. gaya hidup
Merokok, kenaikan BB selama kehamilan yang tidak
memadai serta penggunaan obat-obatan tertentu memiliki peranan
penting dalam angka kejadian dan outcome BBLR.
Casaenuva 2005 : menyimpulkan bahwa faktor maternal lain
yang berkaitan dengan persalinan preterm adalah :
1. Kehamilan remaja atau kehamilan pada usia tua
2. Tubuh dengan posture pendek
3. Sosial ekonomi kurang
4. Defisiensi vit C
5. Faktor pekerjaan (berjalan jauh, berdiri lama, pekerjaan
berat, jam kerja yang terlalu lama).

10

4. faktor genetik
Perkiraan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik
dengan persalinan preterm adalah berdasarkan pada sifat persalinan
preterm yang seringkali berulang, menurun dalam keluarga dan
banyak dijumpai pada ras tertentu.
5. chorioamnionitis
Infeksi selaput ketuban dan cairan amnion yang disebabkan
oleh berbagai jenis mikroorganisme dapat menjelaskan peristiwa
KPD (ketuban pecah dini) dan atau persalinan preterm.
Jalan masuk mikroorganisme kedalam cairan amnion pada
kondisi selaput ketuban yang masih utuh tidak jelas.
Endotoksin sebagai produk dari bakteri dapat merangsang
monosit desidua untuk menghasilkan cytokine yang selanjutnya
dapat merangsang asam arachidonat dan produksi prostaglandine.
Prostaglandine E2 dan F2 bekerja dengan modus parakrin
untuk merangsang terjadinya kontraksi miometrium.
III.4 IDENTIFIKASI PASIEN YANG MEMILIKI RESIKO TINGGI
TERJADINYA PERSALINAN PRETERM

sistem skoring
Berdasarkan penelitian, sistem skoring tidak memberikan
manfaat dalam identifikasi pasien resiko tinggi mengalami
persalinan preterm.

riwayat persalinan preterm


Tabel berikut ini memperlihatkan adanya hubungan yang
kuat antara riwayat persalinan preterm dengan kejadian persalinan
preterm berikutnya.

11

Meskipun pasien hamil dengan riwayat persalinan preterm


jelas memiliki resiko tinggi mengalami persalinan preterm ulangan,
namun peristiwa ini hanya 10% dari keseluruhan persalinan preterm.
Dengan kata lain, 90% kejadian persalinan preterm tak dapat
diramalkan berdasarkan riwayat persalinan preterm saja.

inkompetensia servik
Berdasarkan naskah dari American College of Obstetrician
and Gynecologist ( 2001) disebutkan bahwa Inkompetensia servik
adalah peristiwa klinis berulang yang ditandai dengan dilatasi servik
yang berulang, persalinan spontan pada trimester II yang tidak
didahului dengan KPD, perdarahan atau infeksi.

dilatasi servik
Dilatasi servik asimptomatik pada kehamilan setelah
trimester II adalah faktor resiko terjadinya persalinan preterm, ahli
lain berpendapat bahwa hal tersebut adalah variasi normal terutama
pada pasien multipara.
Pemeriksaan

servik

pada

kunjungan

prenatal

untuk

memperkirakan adanya persalinan preterm adalah hal yang tak perlu


dan berbahaya.

panjang servik
Pemeriksaan

ultrasonografi

transvaginal

(TVS)

dapat

dilakukan untuk mengukur panjang serviks. Panjang servik pada


kehamilan 24 minggu = 3.5 cm

12

Owen dkk (2001) : Terdapat hubungan antara panjang servik


pada kehamilan 16 24 minggu dengan kejadian persalinan preterm
pada kehamilan < 35 minggu
Owen dkk ( 2003) : Nilai panjang servik untuk meramalkan
terjadinya persalinan preterm sebelum kehamilan 35 minggu hanya
sesuai untuk kehamilan dengan resiko tinggi persalinan preterm.
Iams (2003) pemeriksaan ultrasonografi secara rutin pada
kasus kehamilan resiko rendah tidak perlu dikerjakan.

fetal fibronectin
Adalah glikoprotein yang dihasilkan dalam 20 bentuk
molekul dari berbagai jenis sel antara lain hepatosit, fibroblas , sel
endothel serta amnion janin.
Kadar yang tinggi dalam darah maternal serta dalam cairan
amnion diperkirakan berperan dalam adhesi interseluler selama
implantasi dan dalam mempertahankan adhesi plasenta pada
desidua.
Deteksi fibronectin dalam cairan servikovaginal sebelum
adanya ketuban pecah adalah marker adanya partus prematurus
iminen.
Nilai >; 50 ng/mL adalah positif (pemeriksaan dengan
metode ELISA dan harus menghindari kontaminasi dengan darah
dan cairan ketuban)
Goldenberg dkk (2000) : pemeriksaan fibronectin bahkan
pada kehamilan 8 22 minggu merupakan prediktor kuat untuk
terjadinya persalinan preterm.
Lowe dkk (2004) pemeriksaan fibronectin pada kasus partus
prematurus iminen dapat menurunkan lama waktu tinggal di RS.
Intervensi pada pasien dengan Fibronectin positif
Pemeriksaan fibronectin yang positif sering disebabkan oleh
adanya infeksi.

13

Andrews

dkk

(2003)

melihat

efektivitas

pemberian

antimikroba pada kasus dengan fibronectine positif pada kehamilan


21 26 minggu untuk mencegah terjadinya persalinan preterm.

vaginosis bakterial
Vaginosis bakterial sebenarnya bukan keadaan infeksi namun
adalah satu keadaan dimana flora vagina normal ( laktobasilus
penghasil hidrogen peroksida) diganti oleh kuman-kuman anerobik
(Gardnerella

vaginalis,

spesies

Mobiluncus

dan

Mycoplasmahominis).
Vaginosis bakterial sering dikaitkan dengan abortus spontan,
persalinan preterm, KPD, chorioamnionitis dan infeksi cairan
amnion. Vaginosis bakterial menyebabkan terjadinya persalinan
preterm melalui mekanisme yang sama dengan yang terjadi akibat
infeksi dalam cairan amnion.
Dari penelitian yang ada, tak ada keraguan bahwa perubahan
flora vagina yang normal seperti vaginosis bakterial memiliki kaitan
erat dengan persalinan preterm spontan. Namun demikian, sampai
saat ini skrining maupun terapi dari kondisi tersebut terbukti tidak
dapat mencegah terjadinya persalinan preterm.

infeksi traktus genitalis bagian bawah


Infeksi chlamydia trachomatis nampaknya tidak berperan
dalam proses persalinan preterm.
Goepfert dkk (2002) : angka kejadian pada pasien dengan
atau tampa infeksi chlaydia atau trichomonas adalah sama.
Ramsey dkk ( 2003) : hapusan vagina dengan pengecatan
gram pada trimester kedua yang menghasilkan peningkatan rasio
polimorfonuclear dengan sel epitel adalah prediktif untuk terjadinya
persalinan preterm sebelum minggu ke 35.
Knudtson dkk (2003) : wanita tidak hamil yang menderita
endometritis kronis diluar kehamilan yang ditandai dengan sel
plasma, resiko terjadinya persalinan preterm meningkat 2.5 kali
lipat.

14

penyakit periodontal
Pasien hamil yang menderita periodontitis memiliki resiko
mengalami persalinan preterm 7.5 kali lipat. Goepfert dkk (2003) :
Persalinan preterm sebelum usia kehamilan 32 minggu seringkali
disertai dengan periodontitis berat.

III.5 PERANAN PROGESTERON DALAM MEMPERTAHANKAN


KEHAMILAN
Pada hewan percobaan, pemberian medroxyprogesteron dapat
mencegah terjadinya persalinan dan memiliki aktivitas anti-inflamasi in
vivo.
Dalam kaitan ini, terjadi penekananan pada aktivasi jalur cytokine
TH1 dan TH2 uterus dan servik. Cytokine ini berperan dalam
mempertahankan kehamilan dan mengawali proses persalinan.
Progestin

yang

paling

sering

digunakan

adalah

17

hydroxyprogesteron caproate. Pemberian tiap minggu secara intramuskuler


pada pasien resiko tinggi dapat menurunkan kejadian persalinan preterm.
Da Fonseca dkk (2003) : menunjukkan efektivitas pemberian suppositoria
vagina 100 mg progesteron natural dalam mencegah terjadinya persalinan
preterm
III.6 GEJALA dan TANDA
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos
dari kewaspadaan tenaga medis.

15

III.7 DIAGNOSIS PERSALINAN PRETERM :


American

College

of

Obstetricans

and

Gynecologist

1997

menyampaikan kriteria diagnosa persalinan preterm :


1. Terdapat 4 kontraksi uterus dalam waktu 20 menit atau 6 dalam 60
menit disertai dengan perubahan progresif pada servik
2. Dilatasi servik > 1 cm
3. Pendataran servik > 80%
III.8 PENATALAKSANAAN PERSALINAN PRETERM
Prinsip : Bila mungkin, hindari persalinan sebelum kehamilan 34
minggu
kontraindikasi menghentikan proses persalinan preterm :
Faktor Maternal :
o

Penyakit hipertensi dalam kehamilan yang berat ( misal


eksaserbasi akut hipertensi kronik eklampsia, preeklampsia
berat )

Penyakit jantung atau paru (mis. Edema paru , ARDS,


penyakit katub jantung, takiaritmia)

Dilatasi servik sudah > 4 cm

Perdarahan pervaginam ( misal. Solusio plasenta, plasenta


previa , DIC )

Faktor Janin
o

Bayi mati atau anomali kongenital yang lethal

Fetal distress

Infeksi intra uterine ( korioamnionitis )

Gawat janin berkaitan dengan usaha mempertahankan


kehamilan

TBJ > 2500 gram

Eritroblastosis fetalis

16

PJT berat

RINCIAN PENATALAKSANAAN :
1. Rehidrasi dan tirah baring
2. Kortikosteroid Diberikan untuk percepatan pematangan paru
a. Betamethasone 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam
b. Dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam
Efek optimal terjadi 24 jam setelah pemberian terakhir mencapai
puncak dalam waktu 48 jam dan bertahan sampai 7 hari.
Pemberian ulangan kortikosteroid tak berguna oleh karena dapat
mengganggu perkembangan psikomotor janin
Tokolitik :
Nifedipine ( calcium channel blocker ) , pemberian per oral
efektif dalam menekan kontraksi uterus dengan efek samping maternal
dan janin yang minimal (nyeri kepala), flushing, hipotensi dan
takikardia.
Protokol :

Sediaan : Kapsul gelatin oral 10 atau 20 mg

loading dose : 30 mg . bila setelah 90 menit kontraksi


uterus masih ada berikan dosis ulang 20 mg

Dosis pemeliharaan : 20 mg tiap 6 jam selama 24 jam dan


dilanjutkan dengan 20 mg untuk 24 jam berikut

Kriteria gagal : kontraksi uterus menetap setelah 60 menit


pemberian dosis ulangan.

Prostaglandine sintetase inhibitor (dapat digunakan untuk jangka


pendek) obat yang sering digunakan indomethacine
Magnesium Sulfat (MgSO4)
Syarat pemberian Mg SO4 :

Pemberian harus diawasi dengan ketat dengan pemeriksaan :


reflek patela, frekuensi pernafasan, produksi urine

17

Harus tersedia antidotum calcium gluconat 10 ml dalam


larutan 10%

Protocol

Sediaan Larutan : larutan awal mengandung 6 gram MgSO4 (


12 ml laritan 50% ) dalam 100 ml Dextrose 5%. Larutan
maintanance : 10 gram MgSO4 ( 20 ml larutan 50% ) dalam
500 ml Dextrose 5%

Dosis awal : 6 gram selama 15 20 menit parenteral

Dosis titrasi : 2 gram per jam sampai kontraksi uterus mereda


dan diikuti pemeriksaan serum sebesar 5 7 mg/dL ; dosis
maksimum 4 gram per jam

Dosis maintanance : Dosis maintanance untuk 12 jam ,


kemudian 1 gram per jam untuk 24 48 jam dan kemudian
diganti dengan betta agonis.

Tokolitik lain :
Indomethacine (Prostaglandine syntetase inhibitors)

Pemberian dapat per-oral atau per-rektal.

Dosis 50 100 mg diikuti dengan pemberian selama 24 jam


yang tak melebihi 200 mg.

Peck dan Lutheran (2003) : pemberian Indomethacine selama


7 hari atau lebih pada kehamilan < 33 minggu tidak
meningkatkan resiko medis pada neonatus.

Atosiban
Kompetitif antagonis dari kontraksi uterus akibat oksitosin. US
FDA menolak penggunaan Atosiban dalam pencegahan persalinan
prematur oleh karena efektivitas dan keamanan bagi janin atau neonatus
meragukan.
3. Antibiotika
Terapi antibiotika pada kasus persalinan preterm diperkirakan oleh
sebagian besar ahli tidak memberikan manfaat dalam menghambat
persalinan preterm.

18

Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah infeksi GBS pada


neonatus. Terapi pilihan adalah pemberian Penicilline atau Ampicilline.
Clindamycin diberikan pada pasien yang alergi terhadap penicilline.
Rekomendasi Penatalaksanaan Persalinan Preterm
1. Konfirmasi diagnosa persalinan preterm.
2. Kehamilan < 34 minggu dengan kemajuan persalinan progresif
(dilatasi servik > 4 cm) tanpa disertai indikasi ibu dan atau anak
untuk terminasi kehamilan Observasi ketat kontraksi uterus dan
DJJ dan lakukan pemeriksaan servik serial untuk menilai kemajuan
persalinan.
3. Kehamilan < 34 minggu : beri kortikosteroid untuk pematangan
paru.
4. Kehamilan < 34 minggu pada wanita dengan kemajuan persalinan
yang tidak progresif [ dilatasi servik < 4 cm] cegah kontraksi uterus
dengan pemberian tokolitik dan berikan kortikosteroid serta
antibiotika profilaksis untuk GBS.
5. Pada kehamilan > 34 minggu : lakukan observasi kemajuan
persalinan dan kesehatan janin intrauterin.
6. Pada kasus dengan persalinan aktif yang progresif dilatasi servik > 4
cm] berikan antibiotika untuk profilaksis infeksi GBS pada neonatus.
Penatalaksanaan persalinan :

Bila perlu lakukan episiotomi pada kasus dengan perineum yang


kaku.

Persalinan dengan cunam dengan maksud untuk melindungi kepala


janin tak perlu dilakukan oleh karena manfaatnya tidak didukung
dengan data out come perinatal.

Diperlukan kehadiran neonatologis yang kompeten untuk melakukan


resusitasi bayi preterm.

19

PERDARAHAN ANTERPARTUM
Perdarahan antepartum yang berbaya umumnya bersumber dari
kelainan plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada
kelainan

plasenta biasanya lebih banyak sehingga dapat menganggu

sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi ibu kejanin. Sedangkan perdarahan yang
tidak bersumber dari kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya
relatif tidak berbahaya. Oleh karna itu, pada setiap perdarahan antepartum
pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada
kelainan plasenta.
KLASIFIKASI
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang
secara klinis biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah
plasenta previa dan solusio plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis
perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut :
i.

Plasenta previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplant pada

tempat abnormal, yaitu segmen bawah rahim sehingga menutupi sebahagian


atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum ).
Klasifikasi plasenta pervia dibuat atas dasar hubungan dengan
ostium uteri internum waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal
empat macam plasenta previa, yaitu :
a. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir
(ostium uteri internum ) tertutup oleh plasenta.
b. Plasenta previa lateralis, apabila hanya sebahagian dari jalan
lahir (ostium uteri internum ) tertutup oleh plasenta.

20

c. Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat


pada pinggir pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal ).
d. Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi
pada segme bawah uterus, akan tetapi belum menutupi
pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4
cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir.
Klasifikasi menurut Buku AS
a.
b.

Palcenta previa totalis; bila seluruh ostea ditutupi oleh placenta


Palcenta previa partialis; bila sebagian ostea ditutupi oleh

c.

placenta
Palcenta letak rendah/low lying placenta; bila pinggir placenta
berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan. Pada periksa dalam
tidak teraba.

Klasifikasi menurut Browne


a. Tingkat 1: lateral palcenta previa; bila pinggir bawah palcenta
berinsersi sampai ke SBR, namun tidak sampai ke pinggir
pembukaan
b. Tingkat 2: marginal palcenta previa; bila placenta mencapai
pinggir pembukaan ostea
c. Tingkat 3: complete palcenta previa; bila placenta menutupi
ostea waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir
lengkap.
d. Tingkat 4: central placenta previa: bila placenta menutupi
seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap pun.

Gambar 1 (klasifikasi plasenta previa)

21

Penentuan macamnya plasenta previa tergangtung pada besarnya


pembukaan jalan lahir. Misalnya plasenta previa marginalis pada
pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 5
cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm dapat menjadi
plasenta previa lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya
plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya
pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm.
ii.

Solusio Plasenta
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasenta, abruptio

plasenta, accidental heamorrahage, dan prematur separation of normally


implanted placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang
letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.
Berdasarkan gejalan klinik dan luasnya plasenta yang lepas, maka
solusio plasenta dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu :
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas kurang dari bagian, perut ibu
masih lemas dan bagian janin mudah teraba, janin masih hidup,
tanda persalinan belum ada, jumlah darah yang keluar biasanya
kurang dari 250 ml, terjadi perdarahan pervagina kehitamhitaman.
b. Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas lebih dari bagian tapi belum
sampai 2/3 bagian, perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit
diraba, jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tapi
belum mencapai 1000 ml, ibu mungkin telah jatuh ke dalam
syok, janin dalam keadaan gawat, tanda-tanda persalinan
biasanya telah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.
c. Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas telah mencapai 2/3 bagian atau lebih,
uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, serta bagian
janin sulit diraba, ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janin

22

telah meninggal, jumlah darah yang keluar telah mencapai 1000


ml lebih, terjadi gangguan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
Pada dasarnya disebabkan oleh hipovolemi dan penyempitan
pembuluh darah ginjal.

Gambar 2. Solusio plasenta


Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunyan
mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya,
yaitu:
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre
renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3
bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,
janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau
keseluruhan.
iii.

Perdarahan Antepartum Yang Belum Jelas


Sumbernya
perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya terdiri dari :
a. Pecahnya sinus marginalis

23

Sinus marginalis adalah tempat penampungan sementara darah


retroplasenter. Perdarahan ini terjadi menjelang persalinan,
jumlahnya tidak terlalu banyak, tidak membahayakan janin dan
ibunya, karena persalinan akan segera berlangsung. Perdarahan
ini terjadi menjelang persalinan, perdarahan ini sulit diduga
asalnya dan baru diketahui setelah plasenta lahir. Pada waktu
persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan menjelang
pembukaan lengkap yang perlu dipikirkan kemungkinan
perdarahan karna sinus marginalis pecah.
b. Pecahnya vasa previa
Perdarahan yang terjadi segera setelah ketuban pecah, karena
pecahnya pembuluh darah yang berasal dari insersio vilamentosa
(keadaan tali pusat berinsersi dalam ketuban).

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau
menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk
kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama
kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari
10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney H, 2006).
Secara umum gejala dan tanda anemia pada kehamilan hampir sama
dengan gejala dan tanda anemia pada umumnya,berupa :

Pucat pada kulit, bibir, kuku, telapak tangan, serta tampak


konjungtiva yang anemis

Mudah lelah

Vertigo, dizziness

Takhikardia

Jaundice/ikterik

Klasifikasi anemia menurut Setiawan Y (2006), anemia dalam


kehamilan dapat dibagi menjadi :
a. Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)

24

Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat


kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang
masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi,
dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi.
b. Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena
defisiensi asam folat.
c. Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%)
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum
tulang kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana
etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar
rontgen, racun dan obat-obatan.

d. Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)


Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria.
e. Anemia Lain
Komplikasi anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh
langsung terhadap janin, sedangkan pengaruh komplikasi pada
kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut :
a. Bahaya Pada Trimester I
Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed
abortion, kelainan congenital, abortus / keguguran.
b. Bahaya Pada Trimester II
Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus
premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan
janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian,
gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu.
c. Bahaya Saat Persalinan

25

Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his


primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan
tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan
perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk,
2008).

BAB IV
PENUTUP
IV.1

KESIMPULAN
Dari anamnesa didapatkan Ny.R 24 tahun mengeluhkan
keluar darah warna merah segar dari jalan lahir.
Dari pemeriksaan fisik Tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi:
86x/menit, suhu: 36,5C, RR: 20x/menit. TFU pusat-prosesus
xiphoideus (26 cm), PUKI, letak kepala, belum masuk PAP, DJJ
144x/mnt. V/V: blood slym(+), portio belum bias di evaluasi,
Penipisan portio: 50%, kulit ketuban (+), Bagian terdahulu belum
teraba, Bagian tersamping terdahulu: belum teraba, Bagian terendah:
belum teraba, Hodge : I.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan Diagnosa
GIP0000Ab000, Usia kehamil 34-35 minggu.

IV.2

SARAN
Untuk menghindari terjadinya morbiditas dan mortalitas
akibat partus prematurus, dilakukan penatalaksanaan yang baik
terhadap pasien dan janin. Diberikan dexamethasone untuk
pematangan paru janin jika sudah inpartu.

26

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG et al. Preterm Labor in Williams Obstetric, 22st ed.


Mc.Graw Hill Publishing Division, New York, 2005.
Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya. Ilmu
Kebidanan,

edisi

ke-3.

Yayasan

Bina

Pustaka

Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta 2005


Prawirohardjo, Sarwono, Asuhan Maternal dan Neonatal , YBP-SP,
Jakarta : 2002.
Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri, EGC. Jakarta : 1998.
Prawirohardjo, Sarwono, Ilmu Bedah Kebidanan, YBP-SP, Jakarta :
1999.
Anonym.

2010.

Persalinan

preterm.

Available

http://www.scribd.com/doc/17953330/Persalinan-Preterm.

at

diunduh

tanggal 5 agustus 2011.


Widjanarko, B. 2009. Persalinan preterm FK UMJ Jakarta. Available at
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/persalinan-preterm.html.
diunduh tanggal 5 agustus 2011.
Gultom, Ernawati., 2009. Karakteristik penderita perdarahan Antepartum
yang dirawat inap di Rumah sakit Santa Elisabeth Medan tahun
2004-2008.

27

Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Sumatera


Utara/R.S Dr. Pringadi Medan, Pedoman Diagnosis dan Therapi
Obstetri-Ginekologi R.S. Dr. Pringadi Medan, 1993, halo 6-10,

Anda mungkin juga menyukai