LP PEB Dan Leukositosis
LP PEB Dan Leukositosis
LP PEB Dan Leukositosis
Oleh:
Vieocta Apsari Paradise
105070201111008
LAPORAN PENDAHULUAN
PRE EKLAMPSIA BERAT (PEB)
1. DEFENISI
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema
akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum.3
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia,
namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada
wanita hamil umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya
stasis pembuluh darah.4
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan
tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau
kenaikan tekanan diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu
ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.4
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang
kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+
atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau
midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya
proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.4
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia,
namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh
harus teteap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh.
Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu.
Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya preeklampsia.4
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan
terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas
iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.4
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
a) Faktor Trofoblast
Semakin
banyak
jumlah
trofoblast
semakin
besar
kemungkina
terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.1
b) Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan Blocking
Antibodies akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya,
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
-
e) Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak
essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan
Loss
Angiotensin
Refraktoriness
yang
memicu
terjadinya
preeklampsia.1
f) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi
deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.8
4. PATOGENESIS / PATOFISIOLOGI PRE EKLAMPSIA
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi
perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa
dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi
sirkulasi darah plasenta yang berkurang.9
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya
terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan
penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang
mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang
peningkatan
aktifitas
enzim-enzim
hati
pada
pre-eklampsia,
yang
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang
terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir
kehamilan.
-
karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan
nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai
hipoksia dan kematian janin.4
6. PEMERIKSAAN FISIK
Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi
pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu atau peningkatan berat badan
secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.4
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk
preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia,
namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun,
peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik
menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada
wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan
kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin
24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan
pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk
memantau progresifitas penyakit.4
8. KOMPLIKASI
Hipofibrinogenemia
Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
Edema paru
Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
Prematuritas
9. PENATALAKSANAAN PEB
A. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip,
kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan
kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan
dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut:
a) Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
b) Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
c) Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen,
cairan infus dextrose/ringer laktat.
d) Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
e) Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam
perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance
drops.
Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue
spatel.2
B. Penanganan di Rumah Sakit
b) Pengobatan Medisinal
1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari
IGD.
2) Tirah baring miring ke satu sisi.
3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4) Antasida.
5) Anti kejang:
a. Sulfas Magnesikus (MgSO4)
7) Anti hipertensi
Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obatobat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis
yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press
disesuaikan dengan tekanan darah.
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin
yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.7
8) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.7
9) Lain-lain
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata.
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc
IM.
- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.
Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya
2 jam sebelum janin lahir.7
- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)8
c) Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih
dan dengan fetal heart monitoring.
Seksio sesaria bila :
Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
Fase aktif :
Amniotomi saja
Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).7
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan
vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan
sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada
kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24
jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan kortikosteroid.7,8
2. Perawatan Konservatif
a) Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
b) Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan
aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup
intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong
kanan.
c) Pengobatan obstetri :
Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
LEUKOSITOSIS
Definisi
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000
selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama
masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000
hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama.
Pada
awal post
partum,
bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi
dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari
titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasukipersalinan awal, maka pasien
dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak.
Etiologi
Leukositosis umumnya terjadi pada berbagai keadaan inflamasi. Seri tertentu
leukosit yang terkena bergantung pada penyebab yang mendasari:
1. Leuositosis polimorfonuklear (granulositosis neutrofil, neutrofilia) menyertai
inflamasi akut yang berkaitan dangan infeksi atau nekrosis jaringan. Sepsis
atau kelainan inflamasi yang berat menyebabkan terbentuknya sel-sel
neutrofil yang dinamakan perubahan toksik:
- Granul neutrofilik yang berwarna gelap dan secara abnormal tampak
-
pada sitoplasma.
- Vakuola dalam sitoplasma.
2. Leukositosis eosinofilik (eosinofilia) terlihat pada:
- Kelainan alergi (misalnya asma, penyakit alergi kulit).
- Investasi parasit
- Reaksi obat
- Keganasan tertentu (misal limfoma Hodgkin dan beberapa limfoma nonHodgkin)
- Kelainan vascular kolagen dan beberapa vaskulitis
- Penyakit ateroemboli (secara transien)
3. Leukositosis basofilik jarang ditemukan; keadaan ini menunjukkan kelainan
mieloproliferasi yang mendasari (misalnya leukemia mielogenik kronik).
Etiologi leukositosis pada kehamilan belum jelas. Leukositosis yang terjadi selama
persalinan menyerupai leukositosis yang berhubungan dengan latihan fisik berat
dimana sel darah putih yang sebelumnya tidak tampak kembali masuk ke sirkulasi
aktif.
Patofisiologi
Kenaikan jumlah neutrofil yang beredar dalam darah (bentuk leukositosis yang
paling sering ditemukan) terjadi karena berbagai makanisme :
1. Ekspansi sel progenitor neutrofilik sumsum tulang dan depot simpanan terjdai
dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari akibat kenaikan faktor-faktor
penstimulasi koloni yang dilepas dari unsure-unsur stroma sumsum tulang.
Zat-zat stimulant yang merangsang faktor penstimulasi koloni meliputi
kenaikan persisten interleukin-1 (IL1) dan tumor necrosis factor (TNF)
misalnya pda penyakit infeksi dan kelainan inflamasi.
2. Peningkatan pelepasan sel-sel neutrofil matur dari depot simpanan sumsum
tulang terjdai dengan cepat sesudah kenaikan IL1 dan TNF.
3. Peningkatan demarginasi sel-sel neutrofil darah perifer terlihat dalam
keadaan stress akut atau setelah pemberian glukokortikoid.
4. Faktor-faktor lain menyebabkan berbagai bentuk leukositosis;
menyebabkan
leukositosis eosinofilik
sementara
ligan
c-kit dan
IL5
IL7
menginduksi limfopoiesis.
Manifestasi Klinis
-
Kesulitan Bernapas
Berkeringat
Kelemahan
Berat Badan Berkurang
Rasa Geli
Gangguan Visual
Kehilangan nafsu makan
Pusing
Perdarahan
Demam
Kebingungan
Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan diagnostic untuk leukositosis yaitu dengan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan laboratorium rutin, laboratorium khusus
meliputi biopsy jaringan, pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan laboratorium rutin
meliputi:
1. Pemeriksaan darah.
a. Darah lengkap, dilakukukan untuk mengetahui adanya anemia, adanya
leukositosis. Leukositosis yang berlebihan ada kemungkinan leukemia,
terutama bila disertai anemia.
b. Waktu perdarahan dan pembekuan, dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan pembekuan darah.
2. Pemeriksaan urin
Adanya leukosit dalam urin memungkinkan adanya infeksi kandung kemih
atau ginjal.
3. Kultur/ bakteriologis
Dilakukan bila dipandang perlu untuk mengetahui infeksi.
Penatalaksanaan
1. Memberikan terapi antibiotic seperti cefotaxim, Ceftriaxon, dan lain-lain
2. Melakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin untuk memeriksa jumlah
leukosit
3. Mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi pada ibu post partum
4. Melakukan monitor tanda-tanda vital
Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina
Rencana Tindakan Keperawatan
1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali
normal
Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt
Intervensi :
a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien
b. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas tambahan
c. Atur posisi pasien semi fowler
Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan
O2 terpenuhi.
Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis
Interensi :
a. Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : untuk mengetahui kelemahan otot pernapasan.
b. Awasi tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui tingkat kegawatan klien.
c. Pantau BGA
Rasional : asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel.
d. Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit
Rasional : meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien dapat
terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan
Intervensi :
a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kelemahan
b. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi
Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang
/menghilang
Kriteria hasil : wajah tidak menyeringai, tidak pusing
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional : mengetahui intensitas nyeri
b. Pertahankan tirah baring
Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi
c. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya,
mengejan, batuk panjang
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit
d. Ajarkan taknik relaksasi dan distraksi
Rasional : membantu menghilangkan rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam
Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan, edisi 3, Cetakan Kelima, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1999 : 281 300
2. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur. Di
unduh dari:
http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-berat-dan-
Preeklampsia
Berat
Eklampsia.
Di
unduh
dari
Preeklampsia
Berat.
Di
unduh
dari
Penanganan
Preeklampsia
Berat.
Di
unduh
dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/10_Penanga
nanPreeklampsiaBerat.html. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010.
9. Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, Jakarta, EGC, 2004 : 198 - 203.