Khudriyah - Revisi Makalah Islam Indonesia - IAT 3A
Khudriyah - Revisi Makalah Islam Indonesia - IAT 3A
Khudriyah - Revisi Makalah Islam Indonesia - IAT 3A
Disusun oleh:
Khudriyah (19010887)
Dosen Pengampu: Pak Nurul Kholis
1
A. Pendahuluan
Mencermati perkembangan pemikiran Islam kontemporer, setidaknya ada lima tren besar
percaya kepada doktrin Islam sebagai satu-satunya alternatif bagi kebangkitan umat dan
manusia. Mereka ini dikenal sangat commited dengan aspek religius budaya Islam. Bagi
mereka, Islam sendiri telah cukup, mencakup tatanan sosial, politik dan ekonomi sehingga
tidak butuh segala metode maupun teori-teori dari Barat. Garapan utama mereka adalah
kembali kepada sumber asli (al-Qur`an dan al-sunnah) dan menyerukan untuk mempraktekkan
ajaran Islam sebagaimana yang dipraktekkan Rasul dan khulafa al-râsyidîn. Sunnah-sunnah
Rasul harus dihidupkan dalam kehidupan modern dan itulah inti dari kebangkitan Islam.1.
Indonesia sebagai salah satu bagian dari kebudayaan melayu secara keseluruhan yang
berada di wilayah Asia Tenggara, menjadi salah satu daerah yang dipengaruhi oleh tradisi
intelektual Islam yang berkembang mulai dari abad ke-7 M yang digambarkan Sir Thomas
Arnold bahwa “tradisi ini masuk dengan pengaruh dari para pedagang yang berasal dari
Semenanjung Arab pada pertama dari Hijrah Nabi. Intelektualitas kaum muslim/Islam yang
pedagang Persia, Gujarat (India) dan Arabia yang dilakukan di tempat para pedagang ini
tinggal. Tempat tinggal para pedagang yang memiliki fungsi ganda sebagi guru agama
(religious teachers), mengajarkan Islam sebagai sebuah ajaran yang mendekatkan pemeluknya
kepada ilmu pengetahuan di tempat yang dikenal pada saat ini sebagai “Pondok” yang
Indonesia masih menjadi salah satu dunia Muslim yang mendapatkan perhatian dari para
peneliti dan akademisi. Satu karya yang muncul dan mewarnai kajian Islam Indonesia kali
adalah ditulis oleh seorang sarjana kebangsaan Belanda, Carrol Kersten, yang juga merupakan
seorang dosen senior di King’s College London dan juga peneliti pada School of Oriental and
African Studies (SOAS). Buku memaparkan dinamika perkembangan pemikiran intelektual dan
gerakan Islam Indonesia kontemporer yang didasarkan pada penelitian penulisanya selama
bertahun-tahun di Indonesia. Buku ini telah mengisi kekosongan atau lebih tepatnya
1
Drs. A. Khudori Soleh, M.Ag, “Pemikiran Islam Kontemporer”, Yogyakarta 2003.
2
Fabian Fadhly, “TRADISI INTELEKTUAL ISLAM DI INDONESIA ABAD VII-XXI M”, Universitas Sunan Gunung
Jati. Hlm. 30-31.
2
melengkapi literatur untuk kajian tentang sejarah intelektual Muslim Indonesia yang pada
tahun-tahun 1990an dan awal 2000an pernah ditulis oleh sarja-sarjana lainnya seperti Robert
tahun 1980an dan 1990an telah merupaya mencurahkan enerji dan pemikirannya untuk
sebuah agenda pembaruan pemikiran Islam dalam konteks Islam dan kenegaraan maupun
Islam dan keindonesiaan. Memahami substansi pemikiran yang berkembang tentang Islam di
Indonesia, seperti gerakan pemikiran di kalangan muyda Muhammadiyah, NU, dan juga
gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh MUI (Majelis Ulama Indoensia), Hizbut Tahrir, FPI dan
lain sebagainya3.
B. Sejarah Intelektual Islam
Di antara kebudayaan Islam Indonesia dalam bidang intelektual, barangkali, pemikiran
kalam (akidah) adalah yang paling susah ditelusuri. Hal ini disebabkanobjek akidah adalah
barang gaib, soal keimanan, pelakunya hati manusia. Ditambahlagi, perkembangan pemikiran
ini di Indonesia kurang membedakan antara akidah,syariah, dan tasawuf. Dalam praktiknya,
ketiga ilmu itu menyatu, hanya gelarnyayang tampak berbeda. Sumber ketiganya juga sama,
cuma penekanannya yang lain;kalau akidah af’al hati, syariah af’al tubuh lahiriyah, maka
tasawuf adalah penghayatan terhadap ibadah.Pemikiran kalam ini di Indonesia datang dan
berkembang bersamaan dengandatangnya Islam yang dibawa oleh pedagang berasal dari
Arab, Persi, dan keturunanArab Gujarat di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Mereka ada yang
berpaham Sunni dan Syi’ah. Pada mulanya kedua aliran tersebut berkembang hanya dalam
segiteologinya, lambat laun bergulat pada bidang politik. Hal ini terjadi ketika golongan Syi’ah
yang pernah menjadi kekuatan politik di Nusantara pada kerajaan Perlakdengan sultannya
Alauddin Maulana Ali Mughayat Syah (303-305 H/915-918 M),ditumbangkan oleh kelompok
Sunni dengan sultannya Mahdum Alauddin Abd.Qodir Johan (306-310 H/918-922 M). Dalam
kekalahan ini, orang Syi’ah mengadakan perlawanan. Puncaknya, pada masa Sultan Mahdum
Alauddin Abd.Malik Syah Johan Berdaulat (334-362 H/956-983 M), orang Syi’ah memaksakan
a. Perlak pesisir, dikuasai Syi’ah dengan sultannya Alauddin Sayid Maulana Syah.
3
Hilman Latief, “Wajah Islam Indonesia Kontemporer yang Terus Berhadap-hadapan”, dalam jurnal
Afkaruna. Vol. 12 No. 1 Juni 2016. Hlm. 136-136.
3
b. Perlak pedalaman, dikuasai Sunni dengan sultannya Mahdun Alauddin Malik Ibrahim Syah
Setelah sultan dari golongan Syi’ah wafat, sultan dari golongan Sunni berhasil menyatukan
Perlak. Hal ini berlanjut dengan dipersatukannya kerajaan Perlak dengan Samudra Pasai
melalui lisan Nabi Muhammad saw. Tradisi ini dalam perkembangnya memiliki corak yang
berbeda dalam tiap zaman peradaban yang telah berlangsung dalam Islam. Corak yang
berbeda itu terjadi mulai zaman klasik, zaman pertengahan dan dan zaman modern. Zaman
dipraktekkan mulai zaman Nabi Muhammad saw yaitu metode metode, tulisan, dan hafalan.
Metode ini menjadi cara mempengaruhi pengajaran dan pendidikan terhadap kaum muslim
pada zaman klasik di Indonesia dengan munculnya pondok dan/atau pesantren sebagai
membantu dan mengembang tradisi intelektual Islam. Pengembangan ini dibentuk oleh
institusi yang dilembagakan melalui aliran-aliran teologi, sufisme, maupun mazhab yang telah
jauh berkembang dibandingkan dengan zaman klasik. Keberkembangan ini pun memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap tradisi intelektual Islam di Indonesia dengan dibuktikan
menguatnya aliran teologi (ilmu kalam) ahluu sunnah wa al-Jama’ah yang beraliran mazhab
Syafi’i, dengan tidak menafikan terdapatnya aliran dan pemikiran Syi’ah yang berkembang
bersamaan dengan aliran arus utama Islam di Indonesia pad saat itu.
Zaman Modern merupakan pergulatan tradis intelektual Islam Indonesia, yang melahirkan
dua kelompok kaum muda dan kaum tua. Kaum muda mengedepankan pentingnya
Islam pada tempatnya melalui pemahaman ajaran Islam yang menghilangkan sisi taqlid dan
memurnikan ajaran Islam dari tahayul, khurafat, bid’ah dan kembali kepada ajaran Islam
berdasarkan kepada al-Quran dan al-Hadits. Gerakan pembaharuan Islam ini dipelopori oleh
Syeih Ahmad Khatib yang kemudian melalui pengajaran yang dilakukannya melahirkan tokoh-
4
tokoh seperti Mohd. Tahir bin Djalaluddin, M. Djamil Djambek, Abdullah Ahmad, Abdul Karim
Amrullah (Hadji Rasul), M. Thaib Umar, Achmad Dachlan, dan Agus Salim4.
D. Tokoh Intelektual Islam
Dilahirkan pada tahun 1869 di Kauman Yogyakarta dengan nama Muhamad Darwis.
Ayahnya bernama Kiai Haji Abu Bakar bin Kiai Sulaiman, seorang khatib tetap di masjid
Sultan. Sementara ibunya bernama Siti Aminah, adalah anak seorang penghulu di Kraton
Yogyakarta, Haji Ibrahim. Kauman adalah suatu tempat yang biasanya berada di sekitar
kraton atau kompleks penguasa seperti bupati, atau kepala daerah, yang dilengkapi
dengan alun-alun dan masjid besar. Penduduknya terkenal sangat taat beragama.8 KH.
Ahmad Dahlan berasal dari keluarga berpengaruh dan terkenal di lingkungan kesultanan
Yogyakarta, yang secara biografis silsilahnya dapat ditelusuri sampai pada Maulana Malik
Ibrahim.5
Silsilah KH. Ahmad Dahlan hingga Maulana Malik Ibrahim melalui 11 keturunan, yaitu
Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana Muhamad Fadlullah, Maulana Sulaiman,
Ki Ageng Giring (Jatinom), Demang Jurang Juru Sapisan, Demang Jurang Juru Kapindo, Kiai
Ilyas, Kiai Murtadha, Kiai Muhammad Sulaiman, Kiai Haji Abu Bakar dan KH. Ahmad
Dahlan.6 KH. Ahmad Dahlan mempunyai saudara sebanyak 7 orang, yaitu Nyai Ketib
Harum, Nyai Mukhsin atau Nyai Nur, Nyai Haji Saleh, Ahmad Dahlan, Nyai Abdurrahim,
Nyai Muhammad Pakin dan Basir. KH. Ahmad Dahlan pernah nikah dengan Nyai Abdullah,
janda dari H. Abdullah. Pernah juga nikah dengan Nyai Rumu (bibi Prof. A. Kahar Muzakir)
adik ajengan penghulu Cianjur, dan beliau juga pernah nikah dengan Nyai Solekhah putri
kanjeng Penghulu M. Syari’ adiknya kiai Yasin Paku Alam Yogyakarta. Dan terakhir KH.
Ahmad Dahlan nikah dengan Nyai Walidah binti Kiai penghulu Haji Fadhil (terkenal dengan
nama Nyai KH. Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga beliau meninggal dunia.7
yang besar dalam pendidikan awal KH. Ahmad Dahlan. Semenjak kecil, KH. Ahmad Dahlan
diasuh dan dididik sebagai putra kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar
4
Fabian Fadhly, “TRADISI INTELEKTUAL ISLAM DI INDONESIA ABAD VII-XXI M”, Universitas Sunan Gunung
Jati. Hlm. 40-41.
5
Putri Yuliasari, RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM KH. AHMAD DAHLAN DI ABAD 21, Jurnal As-
Salam, Vol V, No. 1, Th 2014, hlm. 49.
6
Ibid.
7
Ibid.,
5
membaca, menulis, mengaji al Quran dan kitab-kitab agama. KH. Ahmad Dahlan tidak
mengenai agama Islam, seperti juga anak-anak kecil lain ketika itu. KH. Ahmad Dahlan
Jawa, di antaranya KH.Ahmad Dahlan belajar pelajaran nahwu kepada KH. Muhsin,
qiraatkepada syekh Amin dan sayyid Bakri, fiqih kepada KH. Muhamad Saleh,ilmu hadits
kepada KH. Mahfudz dan syekh Khayyat Sattokh, dan ilmu falak kepada KH. R. Dahlan.8
dan sekitarnya, di saat usianya mencapai 22 tahun KH. Ahmad Dahlan berangkat ke
Mekkah untuk pertama kali pada tahun 1890. Selama setahun beliau belajar dan
memperdalam ilmu agama diMekkah. Dalam kesempatan tersebut, KH. Ahmad Dahlan
banyak belajar ilmu agama dari para ulama terkenal. Di antara gurunya adalah Sayyid Bakri
Syata’, salah seorang mufti Madzhab Syafi’i yang bermukim di Makkah. Bahkan Sayyid
Bakri Syata’-lah yang memberikan atau mengganti nama Muhammad Darwis menjadi
Ahmad Dahlan.9
Sekembalinya dari Mekkah dengan berbekal ilmu yang cukup, KH. Ahmad Dahlan
berusia empat puluh tahun, 1909, KH. Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan
strategi dakwah; beliau memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, KH.
Ahmad Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya.
Lebih dari itu, karena anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan
agama di sekolah-sekolah pemerintah. Rupanya, pelajaran dan cara mengajar agama yang
diberikan KH. Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo.10
pengajaran Rasulullah kepada penduduk bumi putera dan memajukan hal agama Islam
kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai maksud ini, KH. Ahmad Dahlan bersama
8
Ibid.
9
Ibid., hlm. 50.
10
Ibid., hlm 51.
6
perkumpulan Muhamadiyah mendirikan lembaga pendidikan (tingkat dasar sampai
perguruan tinggi), mengadakan rapat-rapat, dan tabligh, mendirikan badan wakaf, dan
masjid, serta menerbitkan buku-buku, brosur, surat kabar dan majalah.11 Semangat dan
cita-cita pembaharuan KH. Ahmad Dahlan, kendati menghadapi berbagai kendala, namun
peradaban umat.12
KH. Hasyim Asy’ari memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin Abdul
Wahid bin Abdul Halim atau yang populer dengan nama Pangeran Benawa bin Abdul
Rahman yang juga dikenal dengan julukan Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) bin Abdullah
bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq bin Ainul Yakin yang populer dengan
sebutan Sunan Giri. Sementara dari jalur ibu adalah Muhammad Hasyim binti Halimah binti
Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran
Benawa bin Jaka Tingkir atau juga dikenal dengan nama Mas Karebet bin Lembu Peteng
(Prabu Brawijaya VI). Penyebutan pertama menunjuk pada silsilah keturunan dari jalur
bapak, sedangkan yang kedua dari jalur ibu. Kiai Hasyim dilahirkan dari pasangan Kiai
Asy’ari dan Halimah pada hari Selasa kliwon tanggal 14 Februari tahun 1871 M atau
bertepatan dengan 12 Dzulqa’dah tahun 1287 H. Tempat kelahiran beliau berada disekitar
2 kilometer ke arah utara dari kota Jombang, tepatnya di Pesantren Gedang. Gedang
KH Hasyim Asyari merupakan sosok yang gemar menimba ilmu, dari kegemaran itu
beliau belajar kepada beberapa ulama pesantren, bahkan beliau juga belajar hingga ke
timur tengah. Latar belakangnya yang merupakan putra dari seorang ulama pesantren,
beliau pun dididik oleh ayahnya tentang kelimuan islam hingga usianya 13 tahun. Belum
puas dari ilmu yang didapat dari ayahnya, beliaupun melanjutkan belajarnya keluar rumah.
Langitan (Tuban).
11
Ibid., hlm. 52.
12
Ibid.
13
Qona’atun Putri Rahayu, “Biografi Lengkap Hadratusy Syekh KH Hasyim Asyari”,
https://tebuireng.online/biografi-lengkap-kh-m-hasyim-asyari/ Diakses pada Minggu, 24 Januari 2021, 18:47.
7
Merasa belum cukup, Kiai Hasyim melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke
(Bangkalan), yang saat itu diasuh oleh Kiai Kholil. Setelah dari pesantren Kiai Kholil, Kiai
Hasyim melanjutkan di pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo) yang diasuh oleh Kiai Ya’kub
intelektual Kiai Hasyim. Selama tiga tahun Kiai Hasyim mendalami berbagai bidang kajian
islam, terutama tata bahasa arab, sastra, fiqh dan tasawuf kepada Kiai Kholil. Sementara, di
bawah bimbingan Kiai Ya’kub, Kiai Hasyim berhasil mendalami Tauhid, fiqh, Adab, Tafsie
dan Hadits. Atas nasihat Kiai Ya’kub, Kiai Hasyim akhirnya meninggalkan tanah air untuk
berguru pada ulama-ulama terkenal di Makkah sambal menunaikan ibadah haji untuk kali
kedua. Di Makkah, Kiai Hasyim berguru pada syaikh Ahmad Amin al-Attar, Sayyid Sultan
bin Hashim, Sayyid Ahmad bin Hasan al-Attas, Syaikh Sa’id al-Yamani, Sayyid Alawi bin
Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Abdullah al-Zawawi, Syaikh Salih Bafadal,
dan Syaikh Sultan Hasim Dagastana, Syaikh Shuayb bin Abd al-Rahman, Syaikh Ibrahim
Arab, Syaikh Rahmatullah, Sayyid Alwi al-Saqqaf, Sayyid Abu Bakr Shata al-Dimyati, dan
Pemikiran KH. Hasjim Asy'ari tentang Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah adalah "ulama
dalam bidang tafsir Al-Qur'an, sunnah Rasul, dan fiqh yang tunduk pada tradisi Rasul dan
tersebut termasuk "mereka yang mengikuti mazhab Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hambali."
Doktrin ini diterapkan dalam NU yang menyatakan sebagai pengikut, penjaga dan
pandangan KH. Hasjim Asy'ari tidak memiliki makna tunggal, tergantung perspektif yang
digunakan. Paling tidak terdapat dua perspektif yang digunakan untuk mendefinisikan Ahl
al-sunnah wa al-jama'ah, yaitu teologi dan fiqh. Namun, jika ditelusuri lebih lanjut melalui
karya-karya K.H. Hasjim Asy'ari, maka sebenarnya dapat diambil sebuah kesimpulan yaitu
bermadzhab kepada generasi Muslim masa lalu yang cukup otoritatif secara religius.
8
E. Kesimpulan
Perkembangan inetelektualisme Islam Indonesia menunjukkan bahwa kaum Muslim pada
tahun 1980an dan 1990an telah merupaya mencurahkan enerji dan pemikirannya untuk
sebuah agenda pembaruan pemikiran Islam dalam konteks Islam dan kenegaraan maupun
Islam dan keindonesiaan. Memahami substansi pemikiran yang berkembang tentang Islam di
Indonesia, seperti gerakan pemikiran di kalangan muyda Muhammadiyah, NU, dan juga
gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh MUI (Majelis Ulama Indoensia), Hizbut Tahrir, FPI dan
lain sebagainya.
Dalam makalah ini menjelaskan tokoh intelektual Islam di Indonesia yaitu K.H. Ahmad
Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. K.H Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869 di Kauman
Yogyakarta dengan nama Muhamad Darwis. Ayahnya bernama Kiai Haji Abu Bakar bin Kiai
Sulaiman, seorang khatib tetap di masjid Sultan. Sementara ibunya bernama Siti Aminah,
adalah anak seorang penghulu di Kraton Yogyakarta, Haji Ibrahim. Pada 18 November 1912,
perkumpulan ini adalah menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada penduduk bumi putera
dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai maksud ini,
(tingkat dasar sampai perguruan tinggi), mengadakan rapat-rapat, dan tabligh, mendirikan
badan wakaf, dan masjid, serta menerbitkan buku-buku, brosur, surat kabar dan majalah.
KH Hasyim Asyari. Yang mana merupakan pemikir kontemporer atau modern, dari
pemikirannya kelak akan menjadi aliran yang besar di Indonesia, yakni aliran ahlus sunnah wal
jamaah dan menjadi ormas besar Nahdlatul Ulama. Dalam makalah ini, akan membahas
tentang sejarah dan perkembangan pemikiran KH Hasyim Asyari, mulai dari sejarahnya, faktor
kemunculan pemikirannya hingga berdirinya Nahdlatul Ulama. Pemikiran KH. Hasjim Asy'ari
tentang Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah adalah "ulama dalam bidang tafsir Al-Qur'an, sunnah
Rasul, dan fiqh yang tunduk pada tradisi Rasul dan Khulafaur Rasyidin." beliau selanjutnya
menyatakan bahwa sampai sekarang ulama tersebut termasuk "mereka yang mengikuti
mazhab Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hambali." Doktrin ini diterapkan dalam NU yang
menyatakan sebagai pengikut, penjaga dan penyebar faham Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Ahl
al-sunnah wa al-jama'ah dalam pandangan KH. Hasjim Asy'ari tidak memiliki makna tunggal,
tergantung perspektif yang digunakan. Paling tidak terdapat dua perspektif yang digunakan
9
untuk mendefinisikan Ahl al-sunnah wa al-jama'ah, yaitu teologi dan fiqh. Namun, jika
ditelusuri lebih lanjut melalui karya-karya K.H. Hasjim Asy'ari, maka sebenarnya dapat diambil
sebuah kesimpulan yaitu Ahl al-sunnah wa al-jama'ah pada dasarnya lebih mengandaikan pola
keberagaman bermadzhab kepada generasi Muslim masa lalu yang cukup otoritatif secara
religius.
10
Daftar Pustaka
Putri Rahayu, Qona’atun, “Biografi Lengkap Hadratusy Syekh KH Hasyim Asyari”,
https://tebuireng.online/biografi-lengkap-kh-m-hasyim-asyari/ Diakses pada Minggu, 24
Januari 2021, 18:47.
Drs. Soleh, A. Khudori M.Ag. “Pemikiran Islam Kontemporer”, Yogyakarta 2003.
Fadhly, Fabian. “TRADISI INTELEKTUAL ISLAM DI INDONESIA ABAD VII-XXI M”,
11