BAB 1 Irbang RF

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 144

BAB 1

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam

rangka

tetap

menjaga

keseimbangan

antara

penyediaan kebutuhan pangan terutama beras dan tingkat


permintaan pangan yang senantiasa meningkat, sebagai
akibat dari penambahan jumlah penduduk dan peningkatan
konsumsi perkapita pertahun, maka pembangunan sektor
pertanian

masih

tetap

difokuskan

pada

usaha-usaha

peningkatan produksi pangan khususnya beras. Sehingga


boleh dikatakan saat ini komoditas pertanian ini masih
menempati urutan pertama bagi kebutuhan hajat hidup
masyarakat kita.
Walaupun dalam hal pemenuhan permintaan kebutuhan
beras, negara kita pernah mencapai taraf swasembada,
tetapi

mengingat

pertambahan

jumlah

penduduk

dan

terdesaknya lahan pertanian di kota-kota besar karena


pengembangan industri maupun pemukiman, maka banyak
diantaranya lahan sawah yang sudah beririgasi itu beralih
fungsi menjadi daerah pemukiman, daerah industri, maupun
lahan bidang usaha lainnya sehingga swasembada tersebut
tidak dapat dipenuhi lagi.
Untuk menjaga keseimbangan antara volume pelayanan dan
tingkat permintaan akan kebutuhan beras, maka perlu
dilakukan langkah-langkah preventif, agar swasembada di
bidang pangan ini tetap terjaga kesinambungannya.
Sebagai penerapan atau implementasi dari program
swasembada perlu dilakukan intensifikasi pertanian pada
lahan-lahan irigasi yang sudah ada, perlu juga dalam hal ini
dilakukan pengembangan dan pembukaan lahan baru untuk
pengembangan Daerah Irigasi, sebagai pengganti lahan-

lahan pertanian yang sudah beralih fungsi seperti tersebut


diatas.
Kabupaten Mukomuko termasuk salah satu wilayah yang
mempunyai

potensi

didalam

penyelidikan

lahan

untuk

pengembangan Daerah Irigasi dengan areal yang tersebar di


beberapa tempat, hingga hal ini akan merupakan salah satu
sasaran

yang

termasuk

diutamakan

didalam

upaya

memndukung program keseimbangan di bidang pangan.


Dalam rangka mendukung program tersebut, Profinsi
Bengkulu

telah

mencanangkan

pengembangan

daerah

pertanian di beberapa wilayah kabupaten yang meliputi


beberapa daerah irigasi. Sebagai tindak lanjut dari program
pengembangan
pengadaan

dan

yang

telah

dicanangkan,

pengembangan

prasarana

dilakukan
pengairan,

khususnya irigasi. Pembangunan prasarana irigasi di Wilayah


Bengkulu lebih diarahkan untuk kepentingan rakyat banyak
yang tersebar di beberapa Kabupaten, sebagai perwujudan
dari

pemerataan

dan

kemudahan

bagi

masyarakat

memperoleh air untuk pengairan.


Dengan adanya kegiatan ini diharapkan produksi pangan
akan bertambah dimana intensitas tanam akan meningkat
dari 100 % pada saat ini menjadi 300 % dalam rencana
pengembangannya. Yaitu pada saat sebelum ada proyek
merupakan sawah tadah hujan 1 tanam/tahun menjadi 3 kali
tanam/tahun, padi-padi, palawija.

1.2

Penjelasan Umum
Nama Pekerjaan : Review Desain Jaringan Tersier dan desain
Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) (3,479 Ha) D.I
Mukomuko Kanan
Lokasi

: Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu

Tahun Anggaran : 2005


Lingkup pekerjaan

Melaksanakan

Tinjauan

ulang

terhadap tata letak jaringan tersier, desain konstruksi saluran

dan bangunan, Perencanaan Peniapan Lahan Berpengairan


(PLB),

survai

pengukuran

terhadap

areal

rencana,

penyelidikan geologi dan mekanika tanah dan Pengambaran


terhadap hasil survai dan perencanaannya.
Pemberi Tugas

Departemen

Pekerjaan

Umum,

Dirjen

Sumber Daya Air, cq Satuan Kerja Sementara Irigasi dan


Rawa Bengkulu Jalan Prof. Dr. Hazairin, SH No. 901 Bengkulu
Sumber Dana

: Pekerjaan ini dibiayai dari sumber dana

APBN dan tercantum dalam DIPA Tahun Anggaran 2005, dan


akan dibayarkan melalui Kantor Perbendaharaan Kas Negara
di Bengkulu.

1.3

Lokasi Pekerjaan
Daerah Irigasi Mukomuko Kanan berada di Kecamatan Lubuk
Pinang

dan

Kecamatan

Mukomuko

Utara,

Kabupaten

Mukomuko Provinsi Bengkulu.


Lokasi Pekerjaan dapat dicapai dari Bengkulu dengan jarak
sekitar 350 km dan memerlukan 6 s/d 8 jam perjalanan
dengan menggunakan kendaraan roda empat.
Areal daerah irigasi ini berbatasan dengan Provinsi Sumatra
Barat.

1.4

Maksud dan Tujuan Pekerjaan

Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk melakukan kaji ulang


review

desain

jaringan

tersier

dan

Penyiapan

Lahan

Berpengairan (PLB) yang sudah ada/terdahulu dengan cara


melakukan survai, investigasi dan cheking desain yang telah
dilakukan oleh proyek Irigasi dan Rawa Bengkulu pada tahun
1999/2000
Sedangkan tujuan dari pekerjaan ini adalah didapatkannya
gambar desain yang benar dan lengkap sesuai dengan
kondisi

lapangan,

yang

nantinya

apabila

dilakukan

pelaksanaan konstruksi tidak banyak terdapat perbedaan


gambar dengan kondisi di lapangan

Sasaran pekerjaan ini adalah miniadakan kendala yang


berarti

dalam

pelaksanaan

konstruksi

Penyiapan

Lahan

Berpengairan (PLB) dan konstruksi jaringan tersier beserta


jaringan pembuang tersier

1.5

Lingkup Pekerjaan
Secara umum lingkup pekerjaan Review

Perbaikan

Desain tersier dan (PLB) D.I. Mukomuko Kanan (3,497


ha) dapat diuraikan sebagai berikut:
Melaksanakan tinjauan ulang terhadap tata letak jaringan
tersier berdasarkan hasil review desain terhadap jaringan

utama yang telah dilaksanakan PLSL-II pada tahun 2002.


Melaksanakan tinjauan ulang desain konstruksi saluran
dan bangunan jaringan tersier yang terletak pada areal

D.I Mukomuko Kanan.


Melaksanakan tinjauan ulang dan melakukan Perencanaan
Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) yang mengalami
perubahan.
Survei pengukuran

terhadap

areal

rencana

untuk

pemuktakhiran data teknis.


Penyelidaikan Geologi dan Mekanika Tanah.
Melakukan penggambaran terhadap hasil survey dan
perencanaannya.

1.6

Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan pekerjaan ini direncanakan tidak lebih
dari 5,5 (lima stengah) bulan atau 165 (seratus enam puluh
lima) hari kalender terhitung sejak tanggal penandatanganan
kontrak.

BAB 2
Inventarisasi Data
2.1

...
a.
b.
c.
d.

2.2

Keadaan Topografi
Keadaan Penduduk
Keadaan sosial ekonomi
Dan lainnya

Lokasi dan Pencapaian

Secara administratif lokasi Daerah Irigasi Mukomuko Kanan


berada di kecamatan yang meliputi 8 (delapan) desa yaitu
Kecamatan Mukomuko Utara yang terdiri yaitu (1) Tanjung
Mulya (SP IX) serta kecamatan Lubuk Pinang yang terdiri atas
6 (enam) desa yaitu (1) Sumber Makmur (SP VIII), (2) Lubuk
Pinang, (3) Suka Pindah, (4) Pondok Panjang, (5) Rasno dan
(6) Lalang Luas, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Lokasi daerah Irigasi Mukomuko Kanan secara geografis
berada diantara 2o16-2o32 LS dan 100o52-101o16 BT
dengan batas-batas derah irigasi yaitu:
Sebelah Utara : Provinsi Daerah Tingkat I Sumatra Barat
Sebelah Timur: Sungai Kiang
Sebelah Selatan
: Sungai Air Hitam
Sebelah Barat : Samudera Indonesia
Lokasi rencana kegiatan dihubungkan oleh jalan provinsi dari
Kotamadya Bengkulu menuju Provinsi Sumatera Barat. Dari
Ibukota provinsi (Kotamadya Bengkulu) dapat ditempuh
selama 9 sampai 10 jam dengan kendaraan roda empat atau
kendaraan

bermotor

lainnya,

sedangkan

dari

Ibukota

Kabupaten Mukomuko yaitu 18 km.


Kondisi jalan cukup baik dengan jumlah dan frekuensi sarana
perhubungan berupa kendaraan umum jenis bus antar
provinsi yang melewati lokasi studi dan bus-bus menengah
yang melayani route Bengkulu-Mukomuko berjumlah rata-rata
10 bus setiap harinya.
Untuk mencapai lokasi survai SP.8 dan 9 (Desa Sumber
Makmur, Tanjung Mulya) dapat melalui Desa Lubuk Pinang

atau melalui jembatan gantung di simpang SP.9. selain


dengan jalan darat, daerah survai dapat pula dicapai dengan
menggunakan transportasi udara sampai Mukomuko, tetapi
hingga saat ini lapangan terbang perintis ini hanya digunakan
pada waktu dan kesempatan-kesempatan tertentu saja.

2.3
2.3.1

Kondisi Umum Daerah

Iklim dan Curah Hujan


Dengan memperhatikan keadaan iklim suatu daerah dan
menyesuaikan

cara

pemanfaatannya,

maka

dapat

dilaksanakan suatu pola tanam yang tepat sesuai dengan


keadaan tanah daerah tersebut.
Keadaan iklim suatu daerah berperan dalam pengelolaan
pertanian. Iklim di Kabupaten Mukomuko tergolong iklim
tropis, hal mana unsur-unsur iklim seperti suhu udara dan
tekanan udara tidak menunjukkan fluktuasi yang cukup besar.
Curah hujan bulanan rata-rata bervariasi antara 33,12 oC
sampai dengan 34,54oC dengan rata-rata bulanan dalam
setahun 33,87oC. Suhu minimum bulanan antara 19,95oC
sampai 21,35oC dengan rata-rata bulanan dalam setahun
20,68oC. Dengan demikian suhu rata-rata bulanan dalam
setahun 27,28oC.
2.3.2 Kondisi Geologi
Kondisi geologi daerah termasuk dalam formasi Qal formasi
Quarter, menempati daerah tepi sungai dan rawa-rawa yang
tergenang

sepanjang

tahun

maupun

rawa-rawa

semi

permanen. Jenis ini terdiri atas endapan alluvial muda yang


berupa lempengan dan pasiran sentra endapan gambut.
Adapun formasi tersier menempati hampir seluruh areal
berupa dataran dan bukit-bukit tersier serta lembah-lembah
sempit. Formasi ini terdiri dari andesit yang telah terpengaruh
oleh proses hidrothermal. Temperatur dan curah hujan yang
tinggi mempercepat proses hancuran dan pembebasab basabasa yang terkandung dalam bahan induk tanah secara

intensif. Pada beberapa tempat drainase terhambat, bahan


induk tanah merupakan batu liat berupa lapisan kedap air.
2.3.3 Potensi Daerah
Kabupaten Mukomuko merupakan kabupaten paling utara di
Provinsi Bengkulu. Kabupaten ini pun langsung berhadapan
dengan

Samudera

hindia

di

sebelah

barat.

Wilayah

kabupaten Mukomuko memiliki garis pantai sepanjang 270


km.
Kabupaten Mukomuko selama ini berada di balik kelambu
kabupaten induknya, Bengkulu Utara. Kini setelah kelambu
itu dibuka dan daerah tersebut muncul sebagai Kabupaten
Otonom, maka dari banyak kalangan bisa melihat langsung
kemolekan tubuhnya. Kabupaten Mukomuko bukan saja
memiliki bentangan pantai yang indah lebih dari itu daerah
ini mempunyai kawasan pertanian khususnya perkebunan.
Sejak lama Mukomuko telah menjadi sentra perkebunan
kelapa sawit di Provinsi Bengkulu.
Sektor perkebunan merupakan primadona di Kabupaten
Mukomuko. Selain perkebunan rakyat, beberapa perkebunan
besar milik swasta pun telah memanfaatkan kesuburan tanah
Mukomuko. Sebagian besar merupakan perkebunan sawit.
2.3.4 Kondisi Tata Guna Lahan
Kondisi tata guna lahan di areal D.I Mukomuko Kana perlu
diketahui untuk keperluan perencanaan dan perhitungan
selanjutnya. Pada umumnya penggunaan lahan didominasi
oleh hutan primer. Selain itu terdapat hutan sekunder yang
pada umumnya terdiri dari vegetasi yang masih kecil dan
semak belukar. Dalam luasan kecil dan letaknya tersebar,
ditemui

hutan

karet

dan

ladang

maupun

persawahan.

Perkebunan kelapa sawit masih memiliki luasan yang cukup


besar dibandingkan dengan karet.

Tata guna lahan yang dijumpai terdiri dari beberapa jenis


vegetasi antara lain lahan kering sawah, semak belukar,
pohon campuran, sawit, karet dan hutan.
2.3.5 Kondisi Tanah
Dalam upaya peluasan areal untuk pengembangan pertanian,
tanah merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
Dalam rangka perencanaan pengembangan pertanian disuatu
daerah, sifat-sifat tanah perlu diketahui untuk mewujudkan
perencanaan yang optimal tanpa mengganggu lingkungan.
Kondisi lahan pun dapat dijaga dalam waktu yang relatif lebih
lama.
Tanah di Kabupaten Mukomuko pada umumnya berasal dari
order inceptisol dan order entisol, order histasol, yang
terbentuk pada daerah cekungan dan berisi lahan gambut.
Tanah ini banyak dipengaruhi olehaktifitas air. Ketebalan
gambut yang masuk dalam order ini adalah tanah yang
memiliki ketebalan gambut lebih dari 50 cm.
Tanah yang terbentuk pada zone leeve termasuk dalam order
incaetisol.

Daerah

ini

merupakan

batas

antara

daerah

gambut dan bermineral.


Pengaruh air cukup dominan karena kadang-kadang jenuh
dengan air. Namun belum menunjukkan adanya proses
gleilasi sehingga tidak dijumpai tanah-tanah yang berkroma
minimal. Tanah belum menunjukkan adanya perkembangan
yang lebih lanjut. Struktur belum terbentuk jelas dan tingkat
kematangan tanah masih lemah.
2.3.6 Kesesuaian Lahan
Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian lahan
secara sistematis dan menggolongkannya ke dalam beberapa
kategori berdasarkan atas sifat-sifat tanah dan lingkungan
yang menjadi faktor pembatas bagi usaha pengembanga
pertanian.

Penilaian kesesuaian lahan bertujuan untuk mengetahui


potensi lahan baik secara aktual maupun potensial. Klasifikasi
ini selanjutnya dapat menetapkan jenis usaha tani yang
sesuai dan macam perlakuan yang dilakukan agar dapat
dipergunakan untuk berproduksi dalam jangka waktu yang
tidak terbatas didaerah Mukomuko.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan oleh Departemen
Transmigrasi ditemukan 5 (lima) jenis tanah dominan, yaitu:
1. Kesuburan tanah
2. Drainase
3. Keasaman (pH)
4. Kemiringan lereng
5. Gambut

2.4

Keadaan Topograf

Kondisi topografi daerah irigasi ini pada umumnya meliputi


keadaan yang sedikit bergelombang, dengan ketinggian
permukaan tanah antara 0 s/d 3- m diatas permukaan laut.
2.5

Kependudukan

2.5.1 Luas Areal dan Jumlah Penduduk


Secara administratif Daerah Irigasi Mukomuko Kanan terletak
di 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Mukomuko Utara dan
Kecamatan Lubuk Pinang.
Luas Kecamatan Mukomuko Utara adalah 395 km 2, jumlah
penduduk 28.248 jiwa dengan kepadatan penduduk 71,51
jiwa/km2, termasuk kategori kurang padat. Luas Kecamatan
Lubuk pinang adalah 435,32 km2 jumlah penduduk 23.706
jiwa dengan kepadatan penduduk 54,46 jiwa/km 2 termasuk
kategori tidak padat.
Berdasarkan

hasil

sensus

tahun

2000,

di

Kecamatan

Mukomuko Utara termasuk kecamatan Lubuk Pinang, 97 %


menganut agama Islam, 2,6 % menganut agama Kristen dan
0,4 % menganut agama Hindu.

Sumber:
a. Kecamatan dalam Angka
b. Data Badan Pembangunan Daerah/Bappeda tahun 2000
2.5.2 Struktur Penduduk
Berdasarkan struktur umur atau ditinjau dari kelompok usia,
maka penduduk Kabupaten Mukomuko memiliki konsentrasi
kelompok usia 0-19 tahun cukup besar, yaitu:
Sekitar 48,93 %, Besaran konsentrasi kelompok usia 0-19
tahun

yang

hampir

setengah

dari

keseluruhan

jumlah

penduduk ini memberikan indikasi bahwa kabupaten ini harus


mempersiapkan ketersediaan lapangan kerja yang lebih
banyak pada tahun-tahun mendatang.
2.5.3 Tingkat Pendidikan
Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten
Mukomuko khususnya di 2 (dua) kecamatan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Belum sekolah
: 14 %
Sekolah Dasar
: 63 %
SLTP
: 18 %
SLTA
: 4%
Akademi/Perguruan Tinggi : 1 %

2.6 Keadaan Sosial Ekonomi


2.6.1 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Kabupaten Mukomuko 85 %
adalah petani dan sisanya adalah pedagang dan pekerja jasa
termasuk pegawai negeri. Penduduk yang memiliki kerja
sampingan berjumlah 35 % yang bekerja sebagai buruh non
tani terutama sebagai buruh pabrik kelapa sawit Agro
Sentosa Abadi.
2.6.2 Pola Usaha Tani

Pola tanam dilakukan umumnya adalah berkebun dengan


komoditi sawit, karet, dan jengkol.
Sistim pertanian yang ada cukup baik. Untuk tanaman jagung
sudah menggunakan bibit hibrida yang hanya satu kali pakai
seperti SIBI, Pioneer dll.
2.6.3 Pola Pemilikan Lahan
Pola pemilik lahan di lokasi pada umumnya adalah hak milik
dengan status tanah girik (sampai pengesahan Kades) dan
tanah adat. Untuk pemilikan lahan di daerah Transmigrasi
sesuai, dengan peraturan dari Departemen Transmigrasi
bahwa sertifikat akan diberikan sesudah bermukim selama
paling sedikit delapan tahun.
2.6.4 Sarana dan Prasarana
a. Penerangan
Fasilitas penerangan yang ada adalah listrik yang dikelola
oleh PLN dan pribadi (mesin Genset Diesel), lampu
petromak dan lampu pelita. Penggunaan listrik dari PLN
digunakan terutama oleh penduduk Desa Lubuk Pinang
dan Lubuk Sanai. Di Kabupaten Mukomuko listrik PLN
dilayani secara bergiliran karena kurangnya daya listrik.
Listrik berfungsi hanya malam hari, sedangkan siang hari
rata-rata dua jam/hari. Sebagian masyarakat memiliki
tenaga genset diesel pribadi dan ada sebagian lagi
memakai listrik tenaga surya.
b. Pos dan Telekomunikasi
Kantor pos terdapat di dua kecamatan yaitu di Kecamatan
Mukomuko Utara dan satu lagi di Kecamatan Lubuk
Pinang. Pada tahun 2001 jumlah surat yang dikirim
berjumlah

4468

surat

di

Kecamatan

Lubuk

Pinang,

sedangkan surat yang diterima masing-masing 7.586

buah si Kecamatan Mukomuko Utara dan 6.170 buah di


Kecamatan Lubuk Pinang.
Fasilitas telekomunikasi berupa

telepon

pribadi

dan

wartel, sebanyak 10 buah di Kecamatan Mukomuko Utara


sedangkan di Kecamatan Lubuk Pinang hanya 3 buah
wartel.
2.6.5 Transportasi
Prasarana dan

sarana

yang

lazim

digunakan

adalah

transportasi darat.
Kondisi prasarana transportasi di kedua kecamatan adalah
sebagai berikut:
Nama Daerah
A. Panjang
Jalan
a. Aspal
b. Koral
c. Tanah
B. Kelas Jalan
a. Kelas I
b. Kelas II
c. Kelas III
d. Kelas III B
C. Kondisi
a. Baik
b. Sedang
c. Rusak
d. Rusak berat

Kecamatan
Mukomuko
Utara
Lubuk Pinang

8,90
22,60
15,15

75,70
15,75
13,10

0
0
0
8,90

0
0
0
75,70

26,50
15,10
2
3,05

48
33,60
12,70
10,25

Sumber : bengkulu dalam Angka 2001, BPS Bengkulu data 2003

Berdasarkan tabel diatas baru 19,0 % jalan yang diaspal di


Kecamatan Mukomuko Utara, sedang di Lubuk Pinang sebesar
72 % Jalan aspal yang ada merupakan jalan kelas III B.
Kondisi jalan yang baik terdapat di Desa Lubuk Pinang dan
Lubuk Sanai, karena terletak dijalan lintas Sumatera.

2.7 Data Teknis Sungai Majunto dan Bendungan


Majunto
2.7.1 Sungai Majunto
Luas DAS

: 407 km2

Q100
: 1.780 m3/det
Q rata-rata harian
: 54 m3/det
Lebar sungai rata-rata : 90 m
Kemiringan sungai rata-rata : i= 1,0008
2.7.2 Bendung Majunto
Pembangunan Bendung : tahun 1983/1984
Type bendung

: lugter dengan upturned bucket

Lebar Bendung

100

m,

termasuk

pilar

dan

penguras
Elevasi lantai muka bendung : + 25,90 m
Elevasi mercu

: + 29,40 m

Tinggi mercu

: 4,50 m

Kapasitas intake kiri

: 10,13 m3/det

Kapasitas intake kanan : 10,13 m3/det

2.8 Debit Sungai


Debit bulanan rata-rata Sungai Majunto mencapai nilai
maksimum pada bulan Januari sebesar 38,18 m3/det dan nilai
minimum 13,70 m3/det pada bulan Desember.
Pada pengukuran debit sesaat yang dilakukan pada tanggal
17

Januari

2005

pada

Bendung

Mukomuko

dengan

menggunakan Current meter diperoleh Q= 51,332 m 3/det.


Velocity 0,995 m/det.
Dari hasil pengukuran sesaat yang telah dilakukan oleh Team
sursey

dari

Proyek

Irigasi

dan

Rawa

Bengkulu

bahwa

penampang sungai didapat debit Q= 51,332 m 3/det masih


mencukupi untuk melayani kebutuhan debit pada intake kiri
dan intake kanan.

2.9 Kebutuhan Air Irigasi dan Drain Modul

Kebutuhan

air

tanaman

diperlukan

untuk

menentukan

dimensi saluran yang akan megairi petak-petak sawah dan


drain modul untuk menentukan dimensi saluran pembuang.
Dari hasil laporan desain terdahulu yang dikerjakan oleh PT.
Bantardawa Konsult Bandung tahun 1998/1999 didapat:

Kebutuhan air irigasi dipakai 1,12 l/det/ha


Drain Modul dipakai 5,01 l/det/ha
Kebutuhan air disawah 0,9 l/det/ha

BAB 3
Pelaksanaan

Pekerjaan

Survai

Lapangan
Survey lapangan rinci terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
3.1

Pembuatan Peta Topografi skala 1:2000


Survai Topografi dan Situasi Jaringan Drainase
Survai Geologi dan Mekanika Tanah
Survey Topografi dan Jaringan Tersier
Pengukuran dan Pemetaan Topograf
Maksud dan tujuan dari Pekerjaan Pengukuran dan Pemetaan
Topografi adalah untuk memperbaharui peta topografi yang
ada oleh karena sebagian besar dari peta skala 1:2000 yang
ada hampir tidak bisa dipergunakan, dimana hilangnya
cetakan garis kontur pada beberapa peta cetak biru dan juga
tidak

tersedianya

menggambar

gambar

ulang

semua

asli

(kalkir).

peta

skala

Konsultan
1:2000

akan

dangan

beberapa perubahan sesuai dengan data survai pengukuran


yang baru.
Agar Peta Topografi skala 1:2000 yang baru dapat memenuhi
syarat untuk dipakai kegiatan design, maka peta dasar
tersebut dibuat dalam suatu sistem koordinat tunggal. Pada
peta tersebut memuat data ketinggian dan planimetris jelas
yang benar-benar sesuai dengan keadaan lapangan yang
diukur.
Pedoman

Penggambaran

kontur

akan

mengacu

kepada

spesifikasi yang dikeluarkan olleh PTSL II, adalah sebagi


berikut:
Kemiringa
n (%)
<3
3-<5

Interval Vertikal
Kontur (meter)
0,25
0,50

5-<8
>8

0,75
1,00

Secara garis besar pekerjaan pengukuran dan pemetaan


situasi (1:2000) baru adalah sebagi berikut:

Persiapan
Pemasangan Patok dan Benchmark (BM)
Pengukuran Kerangka Horizontal
Pengukuran Kerangka Vertikal
Pengukuran Situasi Detail
Pengukuran Titik-titik Detail
Ketelitian Pengukuran
Perhitungan

Pelaksanaan pengukuran untuk D.I Mukomuko Kanan


dilakukan menjadi 7 (tujuh) loop, Benchmark yang terpasang
terdiri dari 9 (sembilan) buah. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada laporan topografi.
Hasil pengukuran lapangan kemudian dilakukan prosesing
data, untuk selanjutnya di plot pada kertas milimeter dibuat
draft peta sesuai dengan skala 1:1000 dan difinalkan dengan
cara digitasi pada system AutoCAD dan diprint out pada
kertas kalkir ukuran A1.
3.1.1 Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan merupakan salah satu awal kegiatan di
lapangan yang akan menunjang kelancaran pekerjaan
pengukuran, sehingga perncanaan dan pelaksanaan
pekerjaan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya.
Hasil orientasi lapangan yang dilakukan bersama dengan
direksi pekerjaan, meliputi:

Pelaksanaan pengukuran dimulai dari BmKn 0 sebagai


awal dari refernsi tetap untuk Daerah Irigasi Mukomuko
Kanan

Menentukan awal pengukuran di areal D.I Mukomuko


Kanan dimulai dari titik BmKn 0 dan berakhir di titik BM

PLB 2
Penyiapan base camp tim pengukuran untuk pengukuran
di areal SP VIII Desa Sumber Makmur Kecamatan Lubuk

Pinang
Penyiapan base camp tim pengukuran untuk pengukuran
di areal SP IX Desa Tanjung Mulya Kecamatan Mukomuko
Utara

3.1.2 Penentuan Titik Referensi


Kegiatan ini sangat penting karena titik referensi ini
digunakan sebagai awal hitungan, sehingga koordinat yang
akan didapat merupakan satu sistem koordinat yang sudah
ada.
Tabel 3.1 Daftar Titik Referensi Pengukuran
N
o

Lokasi

BmKn
0

Koordinat (m)
+
+
29.078.27 5.743.67
1
1

PLB 2

+
12.864.58
6

+
2.955.52
1

Elevasi
(m)

Keterangan

+ 36.081

+ 4.839

Desa Lalang Luas


Kec. Lubuk Pinang
Kec. Mukomuko
Desa Tanjung
Mulya
Kec. Mukomuko
Utara
Kab. Mukomuko

Sumber : Description of Bench Makr Deka Pentra PT tahun 2003

3.1.3 Pembutan dan Pemsangan BM


Pembuatan BM disesuaikan dengan kebutuhan, berikut daftar
BM ynag dipasang pada kegiatan pengukuran.
Tabel 3.2 Daftar BM yang terpasang di D.I Mukomuko Kanan
N
o
1

Nama
BM
BM.01

Desa
Sumber

Kecamatan
Lubuk

Kabupate
n
Mukomuk

Ket.

CP.A1

BM.02

BM.03

Makmur
Sumber
Makmur
Sumber
Makmur
Sumber
Makmur

BM.04

Tanjung Mulya

BM.05

Tanjung Mulya

BM.06

CP.3

CP.4

Tanjung Mulya
Sumber
Makmur
Sumber
Makmur

Pinang
Lubuk
Pinang
Lubuk
Pinang
Lubuk
Pinang
Lubuk
Pinang
Lubuk
Pinang
Lubuk
Pinang
Lubuk
Pinang
Lubuk
Pinang

o
Mukomuk
o
Mukomuk
o
Mukomuk
o
Mukomuk
o
Mukomuk
o
Mukomuk
o
Mukomuk
o
Mukomuk
o

Sumber : hasil Pengukuran PT. Tri Tunggal P. Konsultan & Ass, 2005

3.1.4 Hitungan Data dan Ketelitian Hasil Pengukuran


Setelah pengukuran selesai dilakukan selanjutnya data-data
tersebut disusun dan diperiksa oleh pihak Direksi Pekerjaan
dan Konsultan. Tahap berikutnya data tersebut diolah melalui
hitungan

menurut

metoda

hitungan

yang

digunakan.

Pengolahan data lapangan menyangkut:

3.1.4.1

Hitungan Poligon
Hitungan sifat datar
Hitungan situasi
Hitungan Poligon

Pada pengukuran ini, jalur pengukuran diikatkan pada titik


ikat yang ada dilapangan. Untuk lokasi D.I Mukomuko Kanan
adalah BmKn 0 yanh juga merupakan koordinat awal dan
akhir dari proses perhitungan poligon.
Karena jalur pengukuran berbentuk kring (loop), maka
azimuth awal merupakan azimuth akhir juga, adapun azimuth
tersebut didapat dengan melakukan pengamatan matahari.

Data hasil perhitungan dilaporkan pada Laporan Topografi


(Topographic Report).
3.1.4.2

Hitungan sifat datar

Dalam

perhitungan

sifat

datar,

tiap-tiap

beda

tinggi

mempergunakan harga rata-rata antara stand I dan II,


sedangkan jarak yang dipergunakan adalah jarak optis untuk
jalur kerangka vertikal. Jarak optis yang dimaksud diambil
dari hasil ukuran pada stand I dengan menghitung D = C (BABB), dimana:
D

= Jarak optis yang dihitung

BA = Bacaan benang atas


BB = Bacaan benang bawah
C

= Konstanta (=100)

3.1.4.3

Hitungan Situasi

Untuk hitungan situasi (detail) dilakukan pengikatan erhadap


titik-titik kerangka baik untuk penentuan posisi planimetris
(x,y) maupun untuk penentuan posisi tingi (h).
Posisi tinggi titik-titik detail ditentukan dengan cara polar1
dengan unsur-unsur vertikal (zenith/sudut miring), benang
atas dan beang bawah.
Rumus-rumus yag digunakan:
1. Rumus Jarak Datar
D = 100 (BA-BB) cos2 m
Dimana:
D
= jarak datar
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
m = sudut miring
2. Rumus Beda Tinggi
H = t + ta BT
= 50 (BA-BB) sin2 m + ta BT
Dimana:
H = beda tinggi titik detail dengan titik ikatnya
ta = tinggi alat

BA = bacaan benang atas


BB = bacaan benang bawah
BT = bacaan benang tengah
m = sudut miring
3. Rumus Tinggi Titik Detail
Hn = Hi + H
Dimana:
Hn = tinggi titik detail
H = beda tinggi titik detail dengan titik ikatnya
Hi = tinggi titik ikat
Data hasil prhitungan dilaporkan pada Laporan Topografi
(Topographic Report).
3.1.5 Penggambaran
Penggambaran merupakan cara untuk menajikan data hasil
ukuran di lapangan yang telah diproses. Dalam pelaksanaan
pengambaran

akan

memberi

informasi

yang

mudah

dimengerti ole pemakai, juga diperlukan simbol-simbol yang


menerangkan unsur-unsur yang terletak diatas permukaan
bumi sehingga segala sesuatunya tercakup dalam peta
tersebut, misalnya: jalan, jembatan, saluran, dan lain-lain.
Pelaksanaan

penggambaran

situasi

dilakukan

dengan

software AutoCAD 2000 dengan sistim Digitasi, sedangkan


untuk

memanjang

&

melintang

menggunakan

software

Irrigation Design.
3.1.6 Hasil Akhir yang Disajikan
Pad akhir pekerjaan lapanan dan prosesing data ma hasil
akhir yang harus disajikan untuk pekerjaan pengukuran
topografi, adalah:
1. Peta situasi sala 1:2000 pada kalkir
2. Data dan hasil hitungan (prosesing data) pengukuran
3. Laporan topografi (Topographic Report)
3.1.7 Deskripsi BM

BM yang telah dipasang dilokasi, untuk memudahkan mencari


kembali dilapangan maka M tersebut buat deskripsinya.
Berikut Daftar BM Referensi dan BM Baru yang terpasan
dilapangan sebanyak 9 buah.
N
o

Koordinat
Absis (X)
Ordinat
(m)
(Y) (m)

No.
BM

19676.1
63
19666.5
76
17364.2
75
15540.8
86
12875.3
08
13643.4
65
13350.5
83
19282.4
26
18588.5
39

1 BM.01
2 CP.A1
3 BM.02
4 BM.03
5 BM.04
6 BM.05
7 BM.06
8 CP.3
9 CP.4

8948.15
8
8988.00
8
7669.09
2
6776.06
6
5584.79
5
5226.29
2
4181.68
1
8469.33
3
9929.00
4

Elevasi
Z
(m)

21.172
21.738
18.203
9.491
8.243
7.640
4.662
13.665
12.711

Sumber : Hasil Pengukuran PT. Tritunggal P. Konsultan & Ass, 2005

Untuk lebih jelasna dapat dlihat pada Dskripsi BM pada


Laporan Topografi.

3.2 Survai

Topograf

dan

Situasi

Jaringan

Drainase
Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk mengetahui kondisi
dilapangan dari saluran pembuang alam termasuk bangunanbangunan yang ada, untuk menentukan rencana trase
saluran dari jaringan drainase dan untuk mendapatkan data
situasi trase sepanjang rute saluran termasuk potongan
memanjang, melintang.

Rata-rata rencana trase dari jaringan drainase berupa saluran


buatan dan pembuang alam.
3.2.1 Inventarisasi dan Pengecekan di Lapangan
Lingkup pekerjaan secara garis besar yang dikerjakan pada
kegiatan survai/ inventarisasi jaringan saluran pembuang
alam

termasuk

bangunan-bangunan

yang

ad,

antara

Konsultan, Juru Pengairan, P3A dan Gabungan P3A bersamasama melakukan penelusuran setiap ruas saluran pembuang
dan rencana jalur jaringan tersier dan pembuang juga seiap
bangunan disepanjang saluran dan menginventarisasi kondisi
saluran.
Hasil invenarisasi dan pengecekan di lapangan, bahwa
jaringan drainase utama yang terdiri dari saluran pembuang
primer dan sekunder semuanya sudah ada dan sebagian
merupakan saluran alam yang kondisinya rata-rata perlu
adanya kegiatan normalisasi karena kendala pada saat
musim

hujan

menampung

saluran
debit

tersebut

ntern

maupun

rata-rata
ekstern,

tidak

bisa

sedangkan

bangunan yang ada semua jembatan kayu yang kondisinya


rata-rata cukup layak untuk dilewati kendaraan roda empat
(mobil).
3.2.2 Pembuatan

Rencana

Trase

Saluran

dan

Jringan

Drainase
Pada kegiatan ini konsultan bersama-sama dengan Juru
Pengairan, P3A dan Gabungan P3A bersama-sama melakukan
rencana trase saluran untuk membuat rencana trase saluran
dari jaringan drainase bagi areal yan belum mempunyai
jaringan drainase. Jaringan drainase yang direncanakan
semua merupakan saluran buatan dan alam. Pada item
kegiatan ini konsultan menentukan jalur trase drainase

sementara untuk didiskusikan pada waktu diadakannya


sosialisasi dengan petani penerima manfaat. Membuat sketsa
detail semua bangunan yang diperlukan.
3.2.3 Survai Situasi dan Survai Rute Saluran Drainase
Pekerjaan ini meliputi hal-hal, sebagai berikut:
a. Pemasangan BM dan CP
b. Koordinat dan elevasi BM lama/baru diukur kembali
c. Membuat deskripsi BM baru yang menunjukan pososo
letak (x,y) dan ketinggian (z) dan serta sketsa peta
lokasinya.
d. Semua elevasi sawh tertinggi pada setiap petak tersier
harus dikur untuk menentukan elevasi muka air yang
tepat unuk pekerjaan desain hidrolis.
e. Semua tanda muka air pada saluran (coklat) yang
membekas agar dicatat, juga bekas muka air pada
bangunan,

harus

diidentifikasi

guna

memberikan

informasi dalam menentukan muka air yang tepat untuk


pekerjaan desain hidrolis.
f. Menguur dan menyipat datar tampang memanjang dan
melintang,
g. Pengukuran tampang memanjang
h. Pengukuran tampang melintang
Alat yang digunakan Penyipat Datar Otomatik Ni2, NAK1
,NAK2

atau

yang

sejenis,

apabila

kondisi

tidak

memungkinkan dapat dipakai Theodolite T-0, jarak diukur


dengan optis atau pita ukur baja.

3.3 Survai Geologi dan Mekanika Tanah


Pekerjaan

investigasi

geoteknik

ini

dilaksanakan

untuk

memastikan kondisi pondasi struktur. Perkiraan jumlah lokasi


struktur adalah sekitar lokasi yang harus dipastikan untuk
persiapan

perencanaan

tata

letak

saluran

drainase.

Penyelidikan dilakukan dengan bor tangan (Hand Auger) dan


Pengujian Penetrasi Kerucut Belanda (Dutch Cone Penetraton

Test). Pekerjaan ini juga harus dilaksanakan setelah adanya


penegasan dari lokasi dan persyaratan dari Direksi.
Lingkup dan kebutuhan pekerjaan ini pad umumnya meliputi
2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan Lapangan dan Laboratorium.
3.3.1 Pekerjaan Lapangan
3.3.1.1

Kegiatan Pemboran Teknik

Pemboran

tenik

ini

dimaksudkan

untuk

mendapatkan

susunan jenis batuan atau tanah yang erada debawah


permukan, tingkat kekerasan dan penyebaran lapisan tanah.
Alat bor yang digunakan yaitu dengan bor mesin YSO-1 yang
digerakan dengan diputar dan ditekan. Chopping bit (mata
bor) diputar dengan perataan stang bor (drilling rods) 2
dengan

tenaga

hidrolis

dari

mesinnya

sehingga

tanah

menjadi pecah dan lepas.


Mata bor ang diguakan untuk kegiatan geologi teknik ini yaitu
tungsten (steel) bit, karena lapisan tanahnya relatif lunak
sampai

keras

yang

mampu

untuk

menembus

lapisan

tersebut. Sedangkan selama pemboran berlangsung, dipakai


casing dengan diameter luar (OD) 89 mm bor master akan
selalu memperhatkan tanah yang keluar dari lubang bor,
mencatat kedalaman, jenis, warna, material yang terkandung
dan sebagainya.
Pada kegiatan pemboran ini sekaligus dilakukan pengambilan
sampel tak terganggu (Undisturbed Sample) dan sampel
terganggu

(Disturbed

Sample)

serta

SPT

(Standard

Penetration Test). Lokasi penyelidikan Bor Msin daijelaskan


dalam betuk tabel berikut ini.

Tabel 3.4 Lokasi Penyelidikan Sondir


N
o

Nomo
r Tes

MB 1

MB 2

MB 3

MB 4

MB 5

MB 6

MB 7

MB 8

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3

MB 9
MB
10
MB
11
MB
12
MB
13
MB
14
MB
15
MB
16
MB
17
MB
18
MB
19
MB
20
MB
21
MB
22
MB
23

Lokasi
BmKn
25
BmKn
25 A
BmKn
25 B
BmKn
25 C
BmKn
25 D
BmKn
26
BmKn
26 A
BmKn
26 B
BmKn
26 C
BmKn
26 D
BmKn
26 E
BmKn
27
BmKn
27 A
BmKn
27 B
BmKn
27 C
BmKn
27 D
BmKn
27 E
BmKn
28
BmKn
28 A
BmKn
28 B
BmKn
28 C
BmKn
28 D
BmKn
29

Koordinat
Absis
Ordinat
(X) (m)
(Y) (m)
6760,09
12330
6
6456,09
13129
4

Elevasi
(m)
7830
7120

12980
13297,9
99

6280
6375,09
4

7080

13545

5820

8462

11650
12440,7
58

6050
6191,54
5

6215

12050

5550

6284

12629

6029

7290

12700

5500

696

12900

4900

7650

11200

5190

6090

11845

5140

5649

11785
12297,7
56
12326,7
55

4745
4836,54
6
4842,54
6

5361

12420

4120

5370

11100

4650

4625

11300

4345

3875

11100
11952,7
58
11724,7
59

3200
4260,54
6
4039,54
6

3200

11550

375

3553

6400

6240

5568
5727

4789
4509

Keterang
an

2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0

MB
24
MB
25
MB
26
MB
27
MB
28
MB
29
MB
30

BmKn
29 A
BmKn
29 B
BmKn
29 C
BmKn
30
BmKn
30 A
BmKn
30 B
BmKn
30 C

11550

3320

3850

12095

3595

4726

11000

3050

3690

11100

3340

3365

11250

2950

3595

11170

2940

3430

11580

3000

3910

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

Sampel tak terganggu akan digunakan untu pengujian


dilaboratorium,

sedangkan

sampel

terganggu

umumnya

diperlukan untuk mengetahui jenis dan susunan lapisan


tanah.
Kedalaman pemboran untuk di lokasi ini berkisar antara 12,60
sampai 20,00 m, yaitu sampai lapisan tanah keras dan
letaknya titik pemboran berada pada lokasi-lokasi yang
diperkirakan

kemungkinan

rencana

bangunan,

(sesuai

perintah dari team pengawas lapangan).


Selanjutnya hasil-hasil dari pemboran ini setelah di deskripsi,
akan susunan jenis lapisan tanah, kedalaman muka air tanah,
nilai SPT, da lain ebagainya, seperti yang terlihat pada
Lampiran. Semua peralatan maupun prosedur yang dipakai
dalam penyelidikan ini pada umumnya mengikuti metoda
menurut standard di Amerika maupun di Indonesia (ASTM,
ASHTO, maupun standard BINA MARGA).
3.3.1.2

Standard Penetration Test (SPT)

SPT adalah salah satu test dengan menghitung jumlah


tumbukan dari alat penumbuk, untuk memasukkan sampling
spons khusus kedalaman tanah sedalam 45 cm, dicatat
jumlah tumbukan setiap 3 x 15 cm penetrasi.
Sampling spons khusus tersebut berupa tabung pengambilan
contoh yang dapat dibelah atau tabung pengambil contoh
standard yang utuh.
Ukuran dari pengambil contoh ini adalah:

Diameter luar 2
Diameter dalam 10
Panjang 24

Batang penumbuk dipakai adalah batang bor ukuran A. Berat


penumbuk adalah 63,50 kg dengan tinggi jatuh bebas adalah
0,762 m. Pengambil contoh tanah disambungkan pada ujung

batang penumbuk dan diturunkan sampai dasar lobang bor


pada kedalaman yang benar. Alat penumbuk dilepaskan
bebas terhadap ujung atas batang penumbuk diulang-ulang,
sampai turun 15 cm, jumlah tumbukan dicatat. Proses ini
diulang untuk kedalaman 2 x 15 cm berikutnya.
Perlawanan

penetrasi

atau

harga

SPT

adalah

jumlah

tumbukan untuk kedalaman 2 x 15 cm yang terakhir, yang


dinamakan sebagai N.
Pengujian Standard Penetration Test (SPT) dilakukan pada
lubang bor setiap interval 2,00 meter. Cara dan standard
pelaksanaan berdasarkan ASTM D-2586-(140 lb) dan jumlah
tumbukan maksimum 60.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung relatif
dan ketahanan (resisten) tanah terhadap penetrasi penginti
(sampler)

dan

sekaligus

untuk

mendapatkan

contoh

tanah/bangunan yang Moderately Undisturbed.


3.3.1.3

Pendeskripsian

Pendeskripsian

sampel

hasil

pemboran

tersebut,

selain

dilakukan oleh bor master sendiri, juga dicek dan di logging


kembali oleh seorang geologist. Pendeskripsian tersebut
untuk menentukan jenis (macam) lapisan tanah/ batuan,
konsistensi,

sifat,

dan

warna.

Sedangkan

klasifikasi

berdasarkan Standard UCS (Unified Classification System).


3.3.1.4

Pengambilan Sample

Contoh tanah untuk pengujian di laboratorium di dapat dari


hasil Pemboran Mesin, Pemboran Tangan, dan test pit,
dengan pengambilan total rata-rata 1 (satu) sample perlokasi
titik pemboran atau test pit. Kedalaman sample yang diambil
berdasarkan perbedaan jenis lapisan dan karakteristik lapisan
tanahnya, yaitu bersifat lunak sampai kaku (stiff).

3.3.1.5

Pengujian Permeabilitas

Uji permeabilitas dilakukan pada rencana struktur bangunan


dengan Falling Head. Metoda ini digunakan karena secara
umum sepanjang rencana saluran irigasi, jenis lapisan
tanahnya adalah: lempung sampai pasiran yang bersifat
lunak sampai lepas.
Sesuai

instruksi

dari

pengawas

lapangan

pengujian

permeabilitas ini rata-rata 2 m/tes, sepanjang kedalaman


pemboran.
Prinsip kerja dari metoda ini secara umum yaitu menghitung
penurunan air yang terjadi pada pipa pelindung dalam hal ini
Cassing, dia 80 /cm2, yang sudah terisi penuh dengan air.
Pengetesan dilakukan selama 5 kali pengukuran dengan ratarata 5 menit/test, jadi total waktu pengujian adalah = 25
menit/test.
Selanjutnya hasil pengujian dilapangan, kemudian dianalisis
untuk

menentukan

rembesan

yang

terjadi

dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:


K=

Ls . 103 . ln L/r
2 L . H x 60

Dimana:
K

= Nilai permeabilitas (cm/det)

= Debit air (lt/menit)

= panjang pengujian (cm)

= Jari-jari pipa pelindung (cm)

= Total Hand yang digunakan (cm)

3.3.1.6

Kegiatan Sondir

Kegiatan sondir ini diperuntukan pada lokasi rencana struktur


bangunan dan letaknya berada bersebrangan pada tiap

rencana bangunan. Lokasi penyelidikan sondir dijelaskan


pada tabel berikut:

Tabel 3.5 Lokasi Penyelidikan Sondir


N
o

Nomo
r Tes

DC-1

DC-2

DC-3

DC-4

DC-5

DC-6

DC-7

DC-8

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2

DC-9
DC10
DC11
DC12
DC13
DC14
DC15
DC16
DC17
DC18
DC19
DC20
DC21
DC22

Lokasi
BmKn
25
BmKn
25 A
BmKn
25 B
BmKn
25 C
BmKn
25 D
BmKn
26
BmKn
26 A
BmKn
26 B
BmKn
26 C
BmKn
26 D
BmKn
26 E
BmKn
27
BmKn
27 A
BmKn
27 B
BmKn
27 C
BmKn
27 D
BmKn
27 E
BmKn
28
BmKn
28 A
BmKn
28 B
BmKn
28 C
BmKn
28 D

Koordinat
Absis
Ordinat
(X) (m)
(Y) (m)
6760,09
12330
6
6456,09
13129
4

Eleva
si (m)
7830
7120

12980
13297,9
99

6280
6375,09
4

7080

13545

5820

8462

11650
12440,7
58

6050
6191,54
5

6215

12050

5550

6284

12629

6029

7290

12700

5500

696

12900

4900

7650

11200

5190

6090

11845

5140

5649

11785
12297,7
56
12326,7
55

4745
4836,54
6
4842,54
6

5361

12420

4120

5370

11100

4650

4625

11300

4345

3875

11100
11952,7
58
11724,7
59

3200
4260,54
6
4039,54
6

3200

6400

6240

5568
5727

4789
4509

Keterang
an

2
3
2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0

DC23
DC24
DC25
DC26
DC27
DC28
DC29
DC30

BmKn
29
BmKn
29 A
BmKn
29 B
BmKn
29 C
BmKn
30
BmKn
30 A
BmKn
30 B
BmKn
30 C

11550

375

3553

11550

3320

3850

12095

3595

4726

11000

3050

3690

11100

3340

3365

11250

2950

3595

11170

2940

3430

11580

3000

3910

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

Pengujian Penetrasi Konus (Cone Penetration Test) dilakukan


dengan menggunakan alat Dutch Cone Penetration Test
atau disebut Sondir yang mempunyai kapasitas 2,5 ton.
Alat yang digunakan 1 (satu) unit sondir merk Gouda
kapasitas 2,5 ton lengkap dengan perlengkapannya.Bekonus
yang dipakai jenis Begemen, dimana nilai yang dibaca
meliputi bacaan perlawanan konus dan jumlah perlawanan
geseran. Konus ditekan kedalaman tanah dengan perantaan
barang-barng sondir. Pembacaan manometer untuk nilai
tekanan konus dan friction dilakukan setiap interval 20,00 cm
penetrasi

dengan

kecepatan

1-2

cm/det.

Kedalaman

pelaksanaan sondir maksimum 20,60 m dari permukaan


tanah setempat/ kurang dari kedalaman tersebut, apabila
nilai perlawanan konus telah mencapai Qc > 150 kg/cm 2
dengan catatan 3 kali berturut-turut tetap menunjukkan nilai
tersebut. Hasil pelaksanaan sondir ini dinyatakan dalam
diagram

sondir

yang

memperlihatkan

hubungan

sondir

dengan besarnya tekanan konus, jumlah hambatan lekat dan


niali perlawanan geser lokal.
Sedangkan

prosedur

yang

digunakan

dalampenyelidikan

dengan sondir ini adalah: Standard Prosedure of Sounding


Test PB 0101-76.
3.3.1.7

Kegiatan Pemboran Tangan

Lokasi

pemboran

ini

dilakukan

pada

rencana

struktur

bangunan dan lokasi bahan timbunan. Pada lokasi struktur


bangunan berdekatan dengan kegiatan sondir dengan jarak
5,00 m. Sedangkan pada lokasi bahan timbunan berdekatan
dengan titik test pit.

Tabel 3.6 Lokasi Penyelidikan Pemboran Tangan


N
o

Nomo
r Tes

HB 1

HB 2

HB 3

HB 4

5
6

HB 5
HB 6

HB 7

HB 8

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3

HB 9
HB
10
HB
11
HB
12
HB
13
HB
14
HB
15
HB
16
HB
17
HB
18
HB
19
HB
20
HB
21
HB
22
HB
23

Koordinat
Lokasi
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
E

25
25

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
E

27
27

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D

28
28

Elevas
i (m)

Absis (X)
(m)
12330

Ordinat
(Y) (m)
6760,096

13129

6456,094

7120

12980
13297,99
9

6280

7080

6375,094

6400

7830

25
25
25
26
26

13545
11650
12440,75
8

5820
6050

8462
6215

6191,545

6240

12050

5550

6284

12629

6029

7290

12700

5500

696

12900

4900

7650

11200

5190

6090

11845

5140

5649

11785
12297,75
6
12326,75
5

4745

5361

4836,546

5568

4842,546

5727

12420

4120

5370

11100

4650

4625

11300

4345

3875

11100
11952,75
8
11724,75
9

3200

3200

4260,546

4789

4039,546

4509

11550

375

3553

26
26
26
26

27
27
27
27

28
28
28

BmKn 29

Keterang
an

2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0

HB
24
HB
25
HB
26
HB
27
HB
28
HB
29
HB
30

BmKn 29
A
BmKn 29
B
BmKn 29
C
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C

30
30

11550

3320

3850

12095

3595

4726

11000

3050

3690

11100

3340

3365

11250

2950

3595

11170

2940

3430

11580

3000

3910

30
30

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

Pemboran dilaksanakan dengan Hand Auger Boring, dimana


dalam pelaksanaan pekerjaannya mengacu kepada ASTM D
1452-72. Untuk setiap titik bor dilakukan pengambilan sampel
tanah terganggu dan tak terganggu.
Pengambilan sampel tanah terganggu, untuk mengetahui
susunan tanah serta pemberian dari setiap lapisan tanah
yang dijumpai. Sedangkan tanah tak terganggu diambil pada
kedalaman

lapisan

yang

representatif

untuk

dibawa

kelaboratorium Mekanika Tanah.


3.3.1.8 Test Pit (Sumur Uji)
Lokasi penyelidikan test pit (sumur uji) ditetapkan sebagai
berikut:
Tabel 3.7 Lokasi Penyelidikan Test Pit (Sumur Uji)
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0

Nom
or
Tes

Koordinat
Lokasi

Desa Sumber
Makmur
Desa Sumber
TP-2 Makmur
Desa Sumber
TP-3 Makmur
Desa Sumber
TP-4 Makmur
Desa Sumber
TP-5 Makmur
Desa Tanjung
TP-6 Mulya
Desa Tanjung
TP-7 Mulya
Desa Tanjung
TP-8 Mulya
Desa Tanjung
TP-9 Mulya
Desa Tanjung
TP-10 Mulya
TP-1

Elevas
i (m)

Absis
(X) (m)

Ordinat
(Y) (m)

12050

5550

12629

6029

12700

5500

12900

4900

11200

5190

11550

3645

11550

3320

12095

3595

11000

3050

11170

2540

Ket

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

Kegiatan test pit ini diperuntukan pada lokasi sumber bahan


timbunan, dimana lubang Test Pit dibuat dengan ukuran
100 x 100 cm dengan kedalaman 300 cm. Pendeskripsian
tanah dilakukan pada lubang tersebut dan juga pengambilan
contoh

tanah,

kelaboratorium.

tidak

asli

(Disturbed),

untuk

dibawa

3.3.2 Hasil Pekerjaan dari Laboratorium


3.3.2.1
N
o

Nomor
Tes

MB 1

MB 2

MB 3

MB 4

MB 5

MB 6

MB 7

MB 8

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3

MB 9

Duct Cone Test


Lokasi

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D

25
25

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
E

26
26

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
E

27
27

28
28

MB 22

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D

MB 23

BmKn 29

MB 10
MB 11
MB 12
MB 13
MB 14
MB 15
MB 16
MB 17
MB 18
MB 19
MB 20
MB 21

25
25
25

26
26
26
26

27
27
27
27

28
28
28

Kedalaman

0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m

HK
kg/cm

JH
kg/cm

HAT
kg/cm

(Ho
20/10)
kg/cm

JHP
kg/cm

JHS
kg/cm

83

86

44

564

0.3

68

71

144

0.4

80

83

12

120

0.6

59

70

22

126

1.1

47

60

20

40

222

2.0

50

58

16

94

0.8

40

46

12

134

0.6

72

84

12

12

142

1.2

55

67

12

24

278

1.2

20

30

10

10

179

1.0

58

65

14

114

0.7

38

50

12

24

150

1.2

79

84

10

128

0.5

68

72

94

0.6

75

86

11

22

168

1.1

10

52

0.5

66

74

16

148

0.8

90

105

16

30

152

1.5

45

56

11

144

1.1

56

65

18

124

0.9

27

38

25

50

166

2.5

45

54

18

160

0.9

64

76

12

24

212

1.2

s/d 6.00
s/d 6.00
s/d 6.00
s/d 5.20
s/d 5.40
s/d 5.60
s/d 5.60
s/d 5.60
s/d 5.80
s/d 5.40
s/d 5.80
s/d 6.00
s/d 5.80
s/d 6.00
s/d 5.80
s/d 4.40
s/d 6.20
s/d 4.00
s/d 3.40
s/d 5.00
s/d 5.00
s/d 6.00
s/d 6.00

2
BmKn 29 0.00 s/d 6.40
4 MB 24 A
m
44
50
6
12
102
1.2
2
BmKn 29 0.00 s/d 5.60
5 MB 25 B
m
51
58
7
14
114
0.7
2
BmKn 29 0.00 s/d 6.20
6 MB 26 C
m
56
69
13
26
180
1.3
2
0.00 s/d 5.60
7 MB 27 BmKn 30 m
38
45
7
14
102
0.7
2
BmKn 30 0.00 s/d 5.60
8 MB 28 A
m
46
58
12
24
112
1.2
2
BmKn 30 0.00 s/d 5.80
9 MB 29 B
m
51
58
7
14
94
0.7
3
BmKn 30 0.00 s/d 5.80
0 MB 30 C
m
37
47
10
20
40
1.0
Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan & As, 2005

3.3.2.2
N
o
1

10

11

13

14

Hand Auger
Nomo
r Bor
BT.01

BT.02

BT.03

BT.04

BT.05

BT.06

BT.07

BT.08

BT.09

BT.10

BT.11

BT.13

BT.14

Lokasi

Kedalaman

BkMn 25

0.00 s/d 2.40


m

BkMn 25
A

BkMn 26

0.00 s/d 3.50


m

0.00 s/d 3.50


m

BkMn 26
A

0.00 s/d 2.80


m

BkMn 26
B

0.00 s/d 2.40


m

BkMn 26
C

0.00 s/d 2.40


m

BkMn 27

0.00 s/d 2.80


m

BkMn 27
A

0.00 s/d 4.50


m

BkMn 28

1.0 s/d 2.60 m

BkMn 28
A

0.00 s/d 3.00


m

BkMn 28
A

0.00 s/d 3.20


m

BkMn 29

0.00 s/d 4.00


m

BkMn 29

0.00 s/d 3.40

Deskripsi Tanah
pd 0.80 m = MAT
0.00 s/d 1.00 m =
1.00 s/d 2.00 m =
Coklat
2.00 s/d 2.40 m =
abu
0.80 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 3.00 m =
Coklat
3.00 s/d 3.50 m =
Keabuan
0.80 m = MAT
1.00 s/d 3.00 m =
3.00 s/d 3.50 m =
Coklat
0.80 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 2.40 m =
2.40 s/d 2.80 m =
Coklat Muda
0.40 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 2.40 m =
Coklat
0.80 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 2.40 m =
Keabuan
0.80 m = MAT
0.00 s/d 0.80 m =
0.80 s/d 2.40 m =
Lembek
2.40 s/d 2.80 m =
abu
0.80 m = MAT
0.00 s/d 2.40 m =
2.40 s/d 4.00 m =
4.00 s/d 4.50 m =
Coklat Muda
0.80 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 2.60 m =
abu
0.80 m = MAT
0.00 s/d 1.80 m =
1.80 s/d 3.00 m =
Coklat Muda
0.40 m = MAT
0.40 s/d 2.20 m =
2.20 s/d 3.20 m =
Keputihan
1.00 m = MAT
1.00 s/d 3.40 m =
3.40 s/d 4.00 m =
Keabuan
0.80 m = MAT

Tanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Lempung AbuTanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Lanau Kehitaman
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung Putih
Tanah Gambut
Tanah Keabuan
Tanah Lempung AbuTanah Gambut
Tanah Coklat Lembek
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung AbuTanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung Putih

15

BT.15

BkMn 29
B

0.00 s/d 3.00


m

0.80 s/d 2.00 m


2.00 s/d 3.40 m
Keabuan
0.80 m = MAT
0.80 s/d 2.00 m
2.00 s/d 3.00 m
Keabuan

= Tanah Gambut
= Tanah Lempung Putih
= Tanah Gambut
= Tanah Lempung Putih

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

3.3.2.3
N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Berat Jenis Tanah


Lokasi
BmKn 25
BmKn 25
A
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C

26
26
26
26

BmKn 27
BmKn 27
A
BmKn 25
A

10 BmKn
BmKn
11 A
BmKn
12 B
BmKn
13 C

26
26
26
26

14 BmKn 27
BmKn 27
15 A

Berat Jenis
Tanah (kg/cm)

Kedalaman
2.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m

Keterang
an

s/d 2.40
2.48
s/d 3.50
2.40
s/d 3.50
2.74
s/d 2.80
2.62
s/d 2.40
2.57
s/d 2.40
2.89
s/d 2.80
2.92
s/d 4.50
2.20
s/d 3.50
2.54
s/d 3.50
2.24
s/d 2.80
2.55
s/d 2.40
2.78
s/d 2.40
2.97
s/d 2.80
2.70
s/d 4.50
2.91

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

3.3.2.4
N
O
1
2
3
4
5

Dray Density/Kadar Air


Lokasi
BmKn 25
BmKn 25
A
BmKn 26
BmKn 26
A
BmKn 26

Kedalaman
3.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00

Kadar
Air (%)

s/d 2.40
40.21
s/d 3.50
46.76
s/d 3.50
49.12
s/d 2.80
s/d 2.40

51.73
36.17

Keterang
an

6
7
8
9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5

B
BmKn 26
C
BmKn 27
BmKn 27
A
BmKn 25
A
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C

26
26
26
26

BmKn 27
BmKn 27
A

m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m

s/d 2.40
45.52
s/d 2.80
49.12
s/d 4.50
37.07
s/d 3.50
41.03
s/d 3.50
37.79
s/d 2.80
43.20
s/d 2.40
47.67
s/d 2.40
42.65
s/d 2.80
47.36
s/d 4.50
53.44

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

3.3.2.5
N
o

Atterberg
Liquid
Lokasi

BmKn
1 25
BmKn
2 25 A
BmKn
3 26
BmKn
4 26 A
BmKn
5 26 B
BmKn
6 26 C
BmKn
7 27
BmKn
8 27 A
BmKn
9 25 A
1 BmKn
0 26
1 BmKn
1 26 A
1 BmKn
2 26 B
1 BmKn
3 26 C
1 BmKn
4 27
1 BmKn
5 27 A
Sumber : Hasil
As, 2005

Kedalaman

Limit

Plastis

Indeks

Ket
.

(%)
Limit (%)
Plastis (%)
4.00 s/d 2.40
m
LL 40.95
PL 38.75
PI 33.57
0.00 s/d 3.50
m
LL 51.43
PL 37.44
PI 27.40
0.00 s/d 3.50
m
LL 40.73
PL 35.04
PI 24.00
0.00 s/d 2.80
m
LL 41.93
PL 38.95
PI 27.63
0.00 s/d 2.40
m
LL 56.01
PL 48.64
PI 31.20
0.00 s/d 2.40
m
LL 58.69
PL 46.34
PI 32.90
0.00 s/d 2.80
m
LL 53.15
PL 35.09
PI 27.41
0.00 s/d 4.50
m
LL 56.98
PL 42.06
PI 27.21
0.00 s/d 3.50
m
LL 56.32
PL 34.36
PI 27.45
0.00 s/d 3.50
m
LL 52.00
PL 30.73
PI 22.35
0.00 s/d 2.80
m
LL 57.14
PL 29.61
PI 31.00
0.00 s/d 2.40
m
LL 55.17
PL 35.09
PI 26.31
0.00 s/d 2.40
m
LL 52.78
PL 42.27
PI 27.35
0.00 s/d 2.80
m
LL 51.52
PL 38.88
PI 28.25
0.00 s/d 4.50
m
LL 48.03
PL 44.58
PI 23.45
Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &

3.3.2.6
N

Grain Size Analisis


San

Jenis Tanah

Kedalaman

Grave

Silt

Clay

BmKn

5.00 s/d 2.40

l (%)
0.00

(%)
11.3

(%)
61.9

(%)
26.6

25

BmKn

0.00 s/d 3.50

16.6

57.1

26.2

25 A

BmKn

0.00 s/d 3.50

13.0

58.0

29.0

Coklat
Lempung

26

Coklat

BmKn

0.00 s/d 2.80

26 A

BmKn

0.00 s/d 2.40

26 B

BmKn

0.00 s/d 2.40

26 C

BmKn

0.00 s/d 2.80

27

BmKn

0.00 s/d 4.50

27 A

BmKn

0.00 s/d 3.50

25 A

BmKn

0.00 s/d 3.50

26

BmKn

0.00 s/d 2.80

26 A

BmKn

0.00 s/d 2.40

26 B

BmKn

0.00 s/d 2.40

26 C

BmKn

0.00 s/d 2.80

27

o
1
2
3

Lokasi

0.00
0.00

Warna
Lempung
Abu-abu
Lempung

Muda
4
5
6
7
8

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.00

0.00

6.55

64.7

28.7

65.2

26.1

15.5

60.8

23.6

5.24

59.7

35.0

61.2

33.2

Coklat
Lempung

Coklat

58.8

36.6

Muda
Lempung

Putih

65.6

30.1

Keabuan
Lempung

Coklat

10.3

52.1

37.4

8.50

42.3

49.2

Keputihan
Lempung

Putih

55.3

40.8

Keabuan
Lempung

Putih

71.3

25.2

Keabuan
Lempung

Putih

8.65

5.44

4.48

4.27

Lempung
Coklat
Lempung
Coklat
Lempung
Keabuan
Lempung

Muda
0.00
0.00

0.00

0.00

3.82

3.41

Lempung

Keabuan

BmKn

0.00 s/d 4.50

27 A

0.00

5.03

64.2

30.7

Lempung

Putih

Keabuan
Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &
As, 2005

3.3.2.7

Unconfned Compressision Test

N
o

Nom
or
Tes

Lokasi

MB 1

BmKn 25

MB 2

BmKn 25 A

MB 3

BmKn 25 B

MB 4

MB 5

BmKn 25 C
BmKn 25
D

MB 6

BmKn 26

MB 7

BmKn 26 A

MB 8

BmKn 26 B

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0

MB 9
MB
10
MB
11
MB
12
MB
13
MB
14
MB
15
MB
16
MB
17
MB
18
MB
19
MB
20

BmKn 26 C
BmKn 26
D
BmKn 26 E
BmKn 27
BmKn 27 A
BmKn 27 B
BmKn 27 C
BmKn 27
D
BmKn 27 E
BmKn 28
BmKn 28 A
BmKn 28 B

Kedalaman
0.00
6.00
0.00
6.00
0.00
6.00
0.00
5.20
0.00
5.40
0.00
5.60
0.00
5.60
0.00
5.60
0.00
5.80
0.00
5.40
0.00
5.80
0.00
6.00
0.00
5.80
0.00
6.00
0.00
5.80
0.00
4.40
0.00
6.20
0.00
4.00
0.00
3.40
0.00
5.00

s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m

qu maks
(kg/cm)
4.17
3.28
3.54
3.81
3.96
3.54
3.91
3.44
3.98
4.32
3.91
3.91
4.12
4.13
3.75
3.83
4.28
3.75
4.32
3.70

Keteranga
n

2 MB
0.00 s/d
1 21
BmKn 28 C 5.00 m
3.60
2 MB
BmKn 28
0.00 s/d
2 22
D
6.00 m
4.29
2 MB
0.00 s/d
3 23
BmKn 29
6.00 m
4.67
2 MB
0.00 s/d
4 24
BmKn 29 A 6.40 m
3.74
2 MB
0.00 s/d
5 25
BmKn 29 B 5.60 m
3.92
2 MB
0.00 s/d
6 26
BmKn 29 C 6.20 m
3.10
2 MB
0.00 s/d
7 27
BmKn 30
5.60 m
3.81
2 MB
0.00 s/d
8 28
BmKn 30 A 5.60 m
3.65
2 MB
0.00 s/d
9 29
BmKn 30 B 5.80 m
3.12
3 MB
0.00 s/d
0 30
BmKn 30 C 5.80 m
3.10
Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &
As, 2005

3.4 Survey

Topograf

dan

Jaringan

Tersier

Termasuk Jalan Pertanian


Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah penyusunan
daftar petani penerima manfaat dan survey kepemilikan,
menentukan tata letak jaringa definitive, membuat peta
situasi rute saluran tersier termasuk potongan memanjang
dan melintang.
3.4.1 Persiapan Daftar Pernyataan Pemilik Lahan
Hasil ini akan dicantumkan kedalam tata letak saluran tersier
definitive. Daftar Pernyataan Pemilik Lahan akan digunakan
untuk acuan pembentukan Perkumpulan Petani Pemakai Air
(P3A) dimasa akan datang. Berdasarkan data tersebut, peta
kepemilikan lahan daerah irigasi akan disiapkan dengan
menggunakan peta topografi yang ada dan dengan survey
lapangan pada batas kepemilikan lahan.
Berdasarkan survey inventarisasi lapangan

yang

telah

dilakukan jumlah Petani Penerima Manfaat adalah 2098


Orang (KK), yang berada di 2 (dua) kecamatan yang tersebar
di 6 (enam) desa.
3.4.2 Persiapan Tata Letak Jaringan Tersier Defnitive
Peembuatan tata letak haringan tersier dilakukan dalam 3
(tiga) tahap, yaitu:
1. Pembuatan Tata Letak (Lay Out) Sementara
Pembuatan tata letak sementara dengan menggunakan
topografi skala 1:2000, yang diusulkan harus dikontrol
dilapangan sebelum perhitungan hidraulika akhir dibuat.
Dalam

penentuan

tata

letak

petak-petak

sawah

di

lapangan, para petani dan petugas pengairan di lapangan


harus dilibatkan. Desain tata letak petak-petak sawah
dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Direksi. Diusahakan
satu petak tersier terletak pada satu desa atau dihindari
dalam satu petak tersier ada dalam dua desa. Luas satu

petak tersier diusahakan antara 50 sampai 80 hektar dan


luas satu petak kwarter antara 8 sampai 15 hektar.
Perencanaan tata letak sementara termasuk pembawa
dan pembuang tersier digambar secara terpisah dan
dituangkan

pada

gambar

ukuran

A1.

Penampang

memanjang sementara digunakan standar sesuai untuk


perencanaan saluran tersier dan kwarter., perencanaan
didasarkan pada titik-titik ketinggian dalam peta topografi
berskala 1:2000. Diusahakan saluran tersier dan kwarter
melalui batas kepemilikan lahan atau batas petak lahan.
2. Pembahasan Tata Letak (Lay Out)
Maksud diskusi dan pembahasan tata letak petak sawah
dengan Kepala Desa, Kelompok Tani, P3A, Petugas Operasi
dan Pemeliharaan (O&P) Irigasi dan Petugas Proyek
adalah untuk mendapatkan masukan yang berupa usulanusulan,

perubahan-perubahan

penyempurnaan
mempermudah

pencetakan
upaya

dan
sawah

pemanfaatan

saran-saran
dan

untuk

usaha

berpengairan untuk masa yang akan datang.


3. Pembuatan Tata Letak (Lay Out) Definitif
Setalah tata letak sementara disesuaikan

tani

dengan

pendapat atau usulan dari petani pemilik lahan, Kelompok


Tani, Kepala Desa, P3A, Petugas Operasi dan Pemeliharaan
(O&P) Irigasi dan Petugas Proyek, maka selanjutnya dibuat
tata letak definitif yang diketahui oleh Kepala Desa
dengan membuat surat persetujuan yang ditandatangani
oleh Kepala Desa dan Petugas.
3.4.3 Sosialisasi Tata Letak Jaringan Tersier Defnitive
Tujuan dari Konsultasi Publik (Sosialisasi) adalah memperoleh
persetujuan terhadap rencana tata letak saluran. Pekerjaan
ini akan dilaksanakan di bawah koordinasi dengan Proyek,
Pemerintah Daerah dan Konsultan PTSL-II. Konsultasi dengan
masyarakat akan dilaksanakan dalam beberapa kali untuk

masing-masing petani yakni, penjelasan umum di konsultasi


awal dan memperoleh persetujuan dari petani.
Adapun kegiatan publik (Sosialisasi) untuk tata letak saluran
tersier termasuk jalan pertanian meliputi 1 (satu) kabupaten,
2(dua) kecamatan yang terdiri dari 7 (tujuh) desa.
Tabel 3.8 Daftar Kegiatan Publik (Sosialisasi)
N
o
1
2

Kecamatan
Desa/Keluraha
n
Sumber
Makmur

Hari
Kamis
Kamis

Tanjung Mulya
Pondok
Panjang

Resno

Jumat

Suka Pindah

Sabtu

Lubuk Pinang

Senin

Lalang Luas

Selasa

Kamis

Tgl/Bln/Thn
1 September
2005
1 September
2005
1 September
2005
2 September
2005
3 September
2005
5 September
2005
6 September
2005

Tempat
Balai Desa
Balai Desa
Balai Desa
Balai Desa
Balai Desa
Aula
Kecamatan
Balai Desa

Sumber : Berita Acara Sosialisasi Jaringan Tersier PT.Tritunggal P.Konsultan


& Ass, 2005

Hasil dari kegiatan ini dituangkan ke dalam Berita Acara, yang


ditanda tangani oleh kepala desa/kepala kelurahan dan petani
penerima manfaat yang terkena rencana saluran tersier.
Bagi pemilik lahan yang lahannya terkena saluran
Tersier

tidak

mendapat

ganti

rugi

Tanah

dan

pembuatan saluran Tersier diusahakan pada batas


pemilik lahan.
3.4.4 Survai Jaringan
Survai trase saluran, yang meliputi jaringan irigasi dan
jaringan drainase dilaksanakan setelah tata letak definitive
disetujui. Pekerjaan survai ini meliputi:

Peta Situasi sepanjang rute saluran


Potongan memanjang
Potongan melintang

3.4.5 Persiapan Pekerjaan Gambar


Persiapan gambar survey yang mesti dipersiapkan sebelum
dilakukan perencanaan teknis adalah sebagai berikut:
(1)Peta situasi dengan skala 1:2000
(2)Skema irigasi dan drainase dari masing-masing petak
tersier,
a. Skema Irigasi (Saluran tersier dan Pembuang)
b. Skema Bangunan
(3)Tata letak saluran tersier pada skala topografi 1:2000
(4) Penggambaran penampang memanjang dan melintang
dari rencana saluran
(5)Peta topografi di lokasi sturktur utama
Gambar hasil pengukuran akan digambaar dengan komputer,
dengan output penggambara bisa di keluarkan dengan
software

AutoCAD.

Penggambaran

mengacu

atau

berpedoman kepada spesifikasi teknis yang telah ditentukan


dan arahan dari Direksi, sehingga produk dari kegiatan
berupa file dan print out.

BAB 4
Perencanaan teknis
4.1

Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB)


Perencanaan Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) adalah
suatu tahap atau langkah yang dilakukan terhadap suatu
lahan yang akan direncanakan unuk pengembngan sawah
baru. Adapun tahap pekerjaan perencanaan PLB terdiri dari:
Tahap persiapan;
Tahap perencana pekerjan; dan
Tahap desain detail

4.1.1 Tahap Persiapan


Pada

tahap

ini

pekerjaan

yangakan

dilakukan

adalah

pengmulan data melalui Inventarisasi dan Sosialisasi yang


akan digunakan dalam menunjang perencanaan pekerjaa dan
desain detail. Adupun data yang dikumpulkan terdiri dari:

Surat pernyataan pendaftaran dan konsnsus peserta PLB;


Daftar pemilik lahan;
Luas dan status kepemilikan lahah;
Pola tanam;
Institusi pertanian yang ada;
Ketersediaan tenaga kerja;
Informasi tentang distribusi sarana produksi dan hasil

pertanian;
Keadaan lapsan tanah atas;
Peta batas kepemilkan lahan skala 1:1000; dan
Peta batas tata guna lahan sekarang skala 1:1000.

4.1.1.1

Sosialisasi
Sosialisasi dilakuan disetiap Desa. Adapun peserta dari
sosialisasi

ini

adalah

pemilik

lahan,

penguasa

lahan,

penggarap lahan, Cerdik pandai, serta aparat setempat.


Adapun materi Sosialisasi, meliputi:
a. Menumbuhkan peran serta masyarakat pemilik lahan,
penguasa lahan, penggarap lahan untuk mendukung dan
membantu terlaksananya program PLB.
b. Mengajak masyarakat pemilik lahan, penguasa lahan,
penggarap lahan yang lahannya belum menjadi sawah
irigasi, mau dan setju beralih fungsi menjadi lahan
berpengairan atau menjadi sawah irigasi dengan cara
mendaftarkan diri melalui surat persetujuan menjadi
peserta PLB.
c. Mengajak masyarakat pemilik lahan, penguasa lahan,
penggarap lahan peserta PLB untuk berperan serta dalam
menetapkan batas-batas kepemilikan lahan dilapangan.
d. Menjelaskan bahwa lahan yang akan dicetak menjadi
sawah baru atau lahan PLB tidak ada ganti rugi tanah,
tanaman atau dalam bentuk apapun.
e. Menjelaskan bahwa lahan yang akan dibangun saluran
pembawa maupun pembuang tersier dan kuarter tidak
ada ganti rugi tanah, tanaman atau dalam bentuk apapun.
f. Melakukan
pendaftaran
dan
persetujuan
pemilik,
penguasa serta penggara lahan peserta PLB dengan
mengunakan surat persetujuan menjadi peserta PLB
dalam

bentuk

formulir

surat

persetujuan

yan

telah

disetujui.
4.1.1.2

Penetapan dan Pengukuran Batas Kepemilikan Lahan


Penetapan Batas Kepemilikan Lahan
Setelah pendaftaran dilaksanakan dan pemilk, penguasa atau
penggarap lahan calon peserta PLB menyerahkan surat
perseujuan menjadi calon peserta PLB, maka selanjutnya

dlaksanakan penetapan batas kepemilikan lahan calon PLB


dilakukan sebagai berikut:
1) Penetapan batas kepemilikan lahan dilakukan secara lokal
karya yaitu menunjukkan dan menetapkan batas-batas
kepemilikan lahan secara langsung dilapangan.
2) Penetapan batas kepemilikan lahan diusahakan tiap petak
tersier dalam setiap Desa.
3) Penetapan batas kepemilikan lahan disaksikan langsung
oleh pemilik atau penguasa lahan yang bersebelahan.
4) Setelah ada kesepakatan antara pemilk lahan atau
penguasa lahan yang bersebelahan/sempadan, kemudian
dilakukan pemancangan patok kayu ukuran 5 x 7 x 50 cm
pada sudut batas kepemlikan lahan secara bersama-sama
diatas tanah dan disetiap sudut batas kepemilikan lahan
harus

ada

titik

tinggi.

Jarak

antara

titik

bervariasi

tergantung kecuraman dan ketidak teraturan terain.


4.1.1.3

Survai Tanah dan Tata Guna Lahan


Lingkup pekerjan survai tanah dan tata guna lahan sekarang
terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
a. Survai tanah pada tingkat detail
b. Survai tata guna lahan
c. Perhitungan dan pengukuran kerapatan jenis vegetasi
pohon berdasarkan diameter pohon pada garis setinggi
dada.
a. Survai Tanah
1) Pengamatan tanah dilapangan dilakukan sepanjang
rintisan yang berjarak antar rintisan 200,00 m
2) Jarak antara rintisan diukur dengan alat

GPS,

sedangkan jarak antara titik pengamatan diukur oleh


meet band dengan jarak 200 m. Tiap titik pengamatan
dicek

dengan

GPS

koordinat peta.
3) Pengamatan
untuk

dengan
tanah

koreksi

()

mineral

dengan
dengan

menggunakan alat bor tangan (tipe Belgia) sampai


kedalama efektif tanah > 80 cm.

4) Kerapatan titik bor tahan mineral minimum 1 (satu)


pemboran mewakili 5 (lima) hektar, yaitu 1 (satu)
pemboran tanah setiap 250 m sepanjang rintisan
dengan jarak antar rintisan 200 m.
5) Pengamatan tanah organik (gambut) minimum 1
(satu) pemboran mewakili 1 (satu) hektar, yaitu 1
(satu) pemboran tanah organik setiap 50 m sepanjang
rintisan dengan jarak antar rintisan 200 m.
6) Hasil pemboran tanah dilapangan dilakukan deskripsi
tanahyang meliputi : kedalaman tanah, warna matriks
dan karatan tanah, tekstur tanah, konsistensi, ada
atau tidak adanya konkresi, kerikil, persentase dan
penyebaran batuan dan fragmen serta muka air tanah.
Khusus

untuk

tanah

organik

(gambut)

dilakukan

deskripsi ketebalan dan tingkat kematangan gambut.


7) Deskripsi profil tanah (Test Pit) pada kedalaman > 1,50
m minimum 1 (satu) mewakili setiap Satuan Peta
Tanah (SPT).
8) Disamping melakukan deskripsi tanah, perlu dilakukan
pengamatan disekitar titik pemboran tanah dan profil
tanah, yang meliputi: bahan induk tanah, fisiografi
lahan, lereng, pembuang (tanah), genangan atau
banjir, tata guna lahan sekarang dan vegetasi.
b. Survai Tata Guna Lahan Sekarang
1) Pengamatan kategori tata guna lahan di lapangan
dilakukan sepanjang rintisan yang berjarak antara
rintsan 100 m.
2) Untuk wilayah tertutup oleh semak belukar/hutan dan
atau tata guna lahan heterogen dibuat jalur rintisan
yang berjarak 100 m. Tiap jalur rusuk harus melalui
titik ini berjarak 100 m satu sama lain yang
ditetapkan

dengan

menggunakan

GPS.

Tiap

titik

pengamatan berjarak 50 m pada jalur rusuk, dicek


koordinatnya pada peta kerja skala 1:2000, dan arah

batasnya menggunakan metoda Contoh Petak Ukur


(LPSS). Sedangkan untuk wilayah terbuka, posisi jenis
TGL-nya dicek dengan GPS, harus memakai koordinat
peta, selanjutnya arah dan batas-batasnya dijelajahi
dan diplot pada peta kerja skala 1:2000 dengan
memperhatikan ciri-ciri alam yang ada pada peta kerja
dan lapangan. Untuk memudahkan pengamatan, maka
jenis-jenis

TGL

yang

berkelompok

atau

luasnya

dominan di poligon mini selanjutnya TGL nya dirincik.


Penetapan jenis TGL dan sebarannya untuk SBR. HR
ditetapkan dengan metoda Petak Ukur (Line Plot
Systematic Sampling).
3) Pengamatan kategori
dilapangan
mewakii

tata

guna

dengan kerapatan
0,50

(setengah)

lahan

minimum

hektar

sekarang
1

(satu)

lahan,

yaitu

pengamatan dilakukan setiap 50 m sepanjang rintisan


dan jarak antar rintisan 100 m.
4) Pengamatan dilapangan harus dibuat dan dicatat pada
semua kategori tata guna lahan sekarang ynag
diidentifikasi sepanjang rintisan.
5) Status lahan dan tata guna lahan sekarang harus
diteliti melalui wawancara dengan tokoh masyarakat
formal,

serta

beberapa

petani

pemilik/penggarap/penguasa lahan.
6) Invetarisasi penghitungan kerapatan
pengukuran

diameter

pohon

pohon

dengan

dan

rancangan

penarikan contoh Petak Ukur (PU) dlakuka dengan


metodeLine

Plot

penambilan

contoh

Systematic
beberapa

Samping
jalur

dengan

yaitu
arah

ditetapkan terlebih dahulu, dimana jarak antar sumbu


jalur adalah 200 m dan petak ukur tersebut terletak
pada jalur tersebut dengan intensitas sampling 1 %
(satu persen) dari luas areal setiap kategori tata guna

lahan

yag

memiliki

vegetasi

pohon,

petak

ukur

berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 20 x 20 m.


7) Perhitungan dan pengukuran pohon pada petak ukur
dilakukan

terhadap

semua

jenis

pohon

untuk

intensitas sampling 1 % (satu persen) mulai dari


diameter pohon 10 cm ke atas. Pohon yang tepat
tercatat adalah yang berada pada garis petak ukur
yang posisi batangnya setengah atau lebih dari garis
tengah. Sedangkan pohon dengan posisi garis tengah
kurang dari setengah pohon tidak dicatat.
8) Pengukuran diameter pohon dilakukan dengan alat ukr
berupa pita keliling (phiband) pada garis setingi dada
(dbh) atau 130 cm di atas permukan tanah untuk
pohon yang idak berbanjir, diameter pohon di ukur
pada ketinggian 20 cm di atas banjir.
9) Setiap pohon harus di catat mengunakan nama jenis
(species) atau klompok jenisnya dan berdasarkan
kelas diameter pada garis setinggi dada (dbh) ,yaitu
diameter : 10 -30 cm, 31-60 cm, 91-120 cm, dan>120
cm.
10)
Tata guna lahan sekarang harus menunjukkan
kategori tata guna lahan sekarang beserta batasbatasnya, pengertan tentang kategori tata guna lahan
sekarang dan kerapatan vegetasi poon adalah sebagai
berikut:
Sawah Tadah Hujan (STH)
Lahan Kering/Ladang (LD)
Alang-Alang (A)
Rumput (R)
Semak Belukar Ringan (SBR)
Kebun Campuran (KC)
Kebun Sawit (KS)
Kebun Karet (KK)
Hutan Ringan (HR)
4.1.1.4

Pembuatan Peta Topograf Kepemilikan Lahan PLB

Peta topografi dan batas kepemilikan lahan sekala 1:1000


yang memuat informasi sebagai berikut:
o Grid penuh dan berkoordinat interval 10 cm pada peta;
o Nama desa dan kampung/dusun yang ada;
o Batas administratif (desa, kecamatan, kabupaten dan
propinsi)
o Sawah yang ada, lahan yang akan di cetak menjadi sawah
dan lahan yang tidak dapat dijadikan sawah;
o Batas kategori tata guna lahan sekarang
o
o
o
o

dengan

klasifikasi vegetasi;
Batas rencana petak tersier;
Titik-titik tetap dan titik ketinggian dengan interval 20 m;
Sungai dengan nama dan arah alirannya;
Tata letak jalan negara, provinsi, kabupaten, kecamatan,

desa, jalan usaha tani, setapak dan bangunan lainnya;


o Tata letak saluran (pembawa dan pembuang) dan
bangunan irigasi yang ada dan rencana yang baru serta
namanya;
o Petak kepemilikan lahan peserta PLB dan nomor urut
kepemilikan lahan dan nomor urut petak;
o BM yang ada dan BM baru; dan
o Garis kontur dengan interval kontur sebagai berikut:
Tabel 4.1. Interval Kontur Dalam Sekala Peta
Skala Peta
1:1000
1:2000
1:5000
4.1.1.5

Interval kontur
(m)
0,50
0,50
1,00

Pembuatan Peta Tata Letak Saluran Sementara Skala

1:1000
Peta tata letak saluran sementara skala 1:1000 yang memuat
informasi sebagai berikut:
a. Skala peta 1:1000
b. Ukuran kertas gambar A1
c. Bentuk-benuk topografi antara lain bentuk rawa , sungai,
jalan, pemukiman, kontur danlain-lan mengacu pada hasil

pembesaran peta toporaf dari skala 1:5000 menjadi skala


d.
e.
f.
g.

1:1000.
Petunjuk lembar peta atau indeks peta.
Grid penuh dan koordinat interval 10 cm pada peta.
Titik lokasi Bench Mark (BM) Dan Azimuth Mark (AM)
Interval kontur digambar setiap 0,05 m dengan ukuran
tebal garis 0,10 mm dan setiap interval kontur 2,50 m
ditarik lebih tebal dengan ukuran tebal garis 0,30 mm,
berikut dengan angka ketingian di tulis dengan angka

h.
i.
j.
k.
l.

ketinggian ditulis dengan ukuran 1,50 mm.


Batas kabupaten dan kecamatan
Batas desa yang ada berikut dengan batas-batasnya.
Sawah irigasi dan sawah tadah hujan yang ada
Saluran irigasi dan pemuang yang ada
Kategori tata guna lahan sekarang berikut dengan batas-

batasnya
m. Sungai berikt namanya serta arah aliran nya
n. Tata letak jalan, jalan aspal, jalan batu, jalan tanah, jalan
usaha tani, jalan setapak, dan bangunan yang ada.
o. Tata letak saluran dan banguan irisi yang ada (Eksisting)
berikut dengan namanya.
p. Bangunan-bangunan yang ada, seperti jembatan, sekolah,
masjid, kantor, pasar dan lain sebagainya.
q. Batas petak kepemilikan lahan
r. Nama pemilik lahan peserta PLB
s. Daftar kepemilikan lahan serta PLB, yang berisi nomor
urut, nama pmilik lahan, alamat dan luas lahan PLB
4.1.1.6

Pembuatan Peta Rancangan Petak Sawah Skala 1:1000


Peta rancangan peta-petak sawah sementara skala 1:2000
yang memuat informasi sebaga berkut:
a. Grid penuh dan berkoordnat iteval 10 cm pada peta;
b. Petak-petak sawah rencana, harus mencantum kode petak
tersier,nomor

urut

kepemilikan

lahan,

nomor

urut

petaksawah dan luas areal petak sawah rencana;


c. Garis kontur sama dengan peta topografi skala 1:2000;
d. Nama desa dan kampung yang ada;
e. Batas desa,kecamata, kabupaten dan propinsi;

f. Sawah yang ada, lahan yang akan dicetak menjadi sawah


dan lahan yang tidak dapat dijadikan sawah;
g. Batas rencana petak tersier;
h. Titik-titik tetap, titik ketinggian dan daftar kordinat serta
elevasinya;
i. Sungai dengan nama dan arah alirannya;
j. Tata letak jalan negara, propinsi, kabupaten, kecamatan,
desa, usaha tani, setapak dan bangunan lainnya.
k. Tata letak saluran (pembawa dan pemuang)

dan

bangunan irigasi yang ada dan rencana baru;


l. Nama saluran dan bangunan; dan
m. Dafta pemilik lahan dan luasnya masing-masing.
4.1.2 Tahap Pekeraan Perencanaan PLB
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam perencanaan PLB.
1) Lebar

maksimum

teras

ditentukan

berdasarkan

kemiringan lereng muka tanah asli;


2) Lebar dan panjang maksimum petak sawah antara 6-50 m
dan 50-100 m, tergantung lereng dan keadaan lapangan,
yang pentin pembagian air dalam satu petak sawah bisa
bcepat;
3) Batas petak sawah sedapat mungkin mengkuti batas
kepemilikan lahan. Apabila ukuran petak sawah terlalu
besar,petak sawah harus di bagi menjadi beberapa petak
dengan mengacu pada poin 2) di atas;
4) Peencanaan pekerjaan terasering di buat sedemikian rupa
, sehinga kedalaman galian maksimum antara 15-30 cm
(tergantung kemirinan lereng muka tanah asli, kedalaman
lapisan

tanah

atas

dan

kondisi

meminimumkan volume pekerjan tanah.

batuan)

unuk

Adapun pekerjaan perancagan PLB terdiri dari:

4.1.2.1

Penentuan batas areal PLB


Pembuatan tata leak sementara;
Peninjauan lapangan;
Sosialisasi tata letak sementara;
Pembuatan tata letak definitif; dan
Pertimbangan menenai keracunan besi.

Penentuan Batas Areal Penyiapan Lahan Berpengairan

(PLB)
Batas areal PLB akan ditentukan berdasarkan penggabungan
dari:
a. Batas kepemilikan tanah;
b. Batas kesesuaian lahan untul PLB /padi sawah; dan
c. Pertimbangan kapasitas debit saluran yang ada.
4.1.2.2

Pembantuan Tata Letak Sementara


1) Tata letak petak sawah yang direncanakan sedapat
mungkin mengikuti garis kontur dan batas kepemilikan
lahan;
2) Tata letak yang di rencanakan sudah mencakup tata letak
jaringan (pembawa dan pembuang) tersier dan kwarter;
dan
3) Tata letak jalan usaha tani diusahakan sedemikian rupa,
sehingga dapat menjangkau seluruh areal.

4.1.2.3

Peninjauan Lapangan
Peninjauan lapangan adalah untuk mengonfirmasikan dan
mendapat masukan dalam pembuatan tata letak definitif.

4.1.2.4

Sosialisasi
Sosialisasi

dilakukan

untuk

mengklarifikasikan,

menginformasi dan mendapatkan masukan dari masyarakat


dalam pembuatan tata letak definitif.
4.1.2.5

Pembuatan Tata Letak Defnitif


Seandainya tanah yang diklasifikasikan sebagai bansin
dijadikan areal percetakan sawah dan pengembangan tersier,

maka disyaratkan bahwa seluruh pembuang sub-tersier


supaya di gabungkan di dalam perencanaan. Interval saluran
pembuang sub-tersier sekitar 300m.
4.1.3 Tahap Perencanaan Detail
Perencanaan detail PLB terdiri dari:
a. Perencanaan teknis pembukaan lahan; dan
b. Perencanaan teknis pencetakan lahan.
4.1.3.1

Perencanaan Teknis Pembukaan Lahan


Pekerjaan pembukaan lahan tergantung padan kategori tata
guna lahan sekarang dan kerapatan vegetasi. Hubungan
antara kebutuhan pembukaan lahan dan tata guna lahan
sekarang disajikan dalam tabel 4.2. berikut:
Tabel 4.2. Hubungan Tata Guna Lahan Sekarang Dengan
Kebutuhan Pembukaan Lahan
No
.

Kategori
tata guna
lahan
sekarang

Simbo
l

Ladang

LD

Sawah
tadah
hujan

STH

Semak
blukar

SB

Definisi
Ladang kering yang di
tumbuhi rumput liar
dengan tinggi rumput
75 cm atau sedang
diusahakan dan
umumnya ditanami
tanaman semusim,
seperti ketela pohon,
jagung, padi gogo dll
Lahan basah yang
ditanami padi sawah
yang sumber airnya
berasal dari air hujan,
dan lahannya sudah
memenuhi sarat
sebagai sawah irigasi
Lahan yang tidak
termasuk dalam

Kebutuha
n
pembuka
an lahan

Tidak

Tidak

Ya

Kebun
campuran

Kebun
karet

KC

KK

kategori hutan, yaitu


lahan yang di tumbuhi
oleh campuran dari
jenis-jenis tumbuhan
liar dengan atau tanpa
pohon jika dengan
pohon yang di
batangnya berkayu
keras. Dengan
diameter batang 2,5 < 30 cm
kerapatannya adalah
420 600
batang/ha.diameter
30 60 cm kerapatan
nya 38 87 batang/ha
Lahanan bervegetasi
tanaman keras,
campur jenis tanaman
berkayu keras dan
lunak berdiameter 20
- < 30 cm mempunyai
kerapatan > 600
batang/ha
Lahan yang tidak
termasuk kategori
karet tua lahan yang
ditanami monokultur
karet baik ditanam
beraturan maupun
tidak beraturan oleh
rakyat atau

Ya

Ya

Kebun
sawit

Hutan
ringan

Berdasarkan

perkebunan dengan
kerapatan pohon 20 < 30 cm 600
pohon/ha. Umumnya

KS

Lahan diluar kawasan


hutan lindung yang
ditumbuhi berbagai
jenis tumbuhan liar
yang batangnya
berkayu keras,
bertajuk tinggi,
bercabang banyak
dan antara pohon
tersebut ditumbuhi
oleh semak belukar
dengan diameter
batang 10 - < 30 cm
kerapatannya adalah
> 420 batang/ha,
pada diameter 30 60
cm kerapatannya >
126 batang/ha dan
diameter > 60 cm
kerapatannya 54
batang/ha

HR

kategori

tata

guna

lahan

Ya

sekarang

dan

kerapatan vegetasi, maka jenis pekerjaan pembukaan lahan


adalah sebagai berikut:
4.1.3.1.1

Penebasan
Pekerjaan penebasan adalah pemangkasan rata sampai
permukaan tanah untuk semua tumbuhan bawah termasuk di
dalamnya pohon-pohon kecil yang berdiameter batang pohon
lebih kecil dari 10 cm pada garis setinggi dada atau 130 cm di
atas permukaan tanah untuk pohon tidak berbani,termasuk
pula tumbuhan merambat.

4.1.3.1.2

Penebangan Dan Penumbangan


pekerjaan penebangan adalah memotong pohon-pohon yang
berdiameter batang pohon antara 10 sampai dengan 30 cm
pada garis setinggi dada atau 130 cm di atas permukaan
tanah untuk pohon tidak berbanir, dan masih menyisahkan
tunggul

serta

akar

tumbuhan.

Pekerjaan

penumbangan

adalah merobohkan pohon-pohon yang berdiameter batang


pohon lebih besar dari 30 cm pada garis setinggi dada atau
130 cm di atas permukaan tanah untuk pohon tidak berbanir
atau 20 cm di atas banir, berikut tunggul dan akar.

4.1.3.1.3

Pencabutan Tunggul Dan Akar


Pekerjaan

pencabutan

tunggul

dan

akar

adalah

pembongkaran tunggul pohon yang tersisa dari pekerjaan


penebangan berikut akar-akarnya sehingga lahan sampai
kedalaman 30 cm bersih dari tunggul dan akar.
4.1.3.1.4

Pemotongan
pekerjaan pemotongan adlah pemotongan dan pencincangan
batang,

cabang

dan

ranting

hasil

penebangan

danpenumbangan. Jika diketemukan kayu bernilai komersial,


batang pohon di potong sepajang 4 (empat) m.
4.1.3.1.5

Pengumpulan Dan Penumpukan


Pekerjaan pengumpulan adalah memindahkan kayu-kayu
hasil

pemotongan

ke

suatu

tempat

tertentu

dan

penumpuknya pada jalur sejajar kontur serta di sekitar


tempat penumpukan kayu tersebut harus mempunyai bidang
tanah

penyangga

api

(fire

break

corridor).

Kayu-kayu

komersial ditumpuk tersendiri.


4.1.3.1.6

Pembakaran
Pekerjaan

pembakaran

adalah

membakar

semua

hasil

pekerjaan penebasan, pemotongan dan pencabutan tunggul


dan akar, kecuali batang-batang kayu yang bernilai komersial
atau ekonomis tidak di bakar.
4.1.3.1.7

Pembersihan
Adalah pembersihan lahan dari sisa-sisa yang tidak terbakar
untuk di bakar ulang atau ditempatkan di suatu tempat
sehingga lahan jadi bersih.
Adapun perencanaan teknis pembukaan lahan berdasarkan
hal-hal sebagai berikut:

1) Dalam

penentuan

penggunaan

peralatan

hendaknya

mengacu pada faktor-faktor sebagai berikut:


Ketersediaan peralatan dan tenaga kerja di sekitar
lokasi;
Kondisi topografi (kemiringan lereng);
Kategori tata guna lahan sekarang dan kerapatan
vegetasi;
Ketebalan lapisan tanah atas (harus meminimumkan
kerusakan lapisan tanah atas); dan
Luasan yang akan dibuka dan waktu yang dibutuhkan.
2) Kebutuhan pembukaan lahan
3) Metoda pembukaan lahan; dan
4) Perhitungan kuantitas pekerjaan dan harga satuan untuk
seluruh jenis pekerjaan pembukaan lahan.
4.1.3.2

Perencanaan Teknis Percetakan Lahan (CL)


Percetakan lahan merupakan pekerjaan mengubah lahan
buka sawah menjadi sawah siap olah. Dalam perencanaan
teknis percetakan lahan ini mencakup:
a.
b.
c.
d.

4.1.3.2.1

Perencanaan
Perencanaan
Perencanaan
Perencanaan

petak sawah;
teknis pelestarian lapisan tanah atas;
teknis perataan tanah/terasering; dan
pembuatan pematang sawah.

Perencanaan Petak Sawah


Batasan petak sawah secara umum adalah sebagai berikut:
a. Lebar minimum petak sawah sekitar 6 m dan maksimum
sekitar 50 m, sedangkan panjang minimum 100 m. Hal ini
bertujuan

untuk

mempercepat

pembagian

air

dan

memudahkan pengontrolan;
b. Kemiringan lereng maksimum muka tanah asli untuk
pekerjaan percetakan sawah adalah 8%;
c. Batas petak sawah sedapat mungkin mengikuti batas
kepemilikan lahan; dan
d. Perencanaan pembuatan teras dibuat sedemikian rupa
sehingga kedalaman galian berkisar antara 15-30 cm.

Batas

dari

satu

petak

sawah

diatur

sedemikian

rupa

mengikuti batas kepemilikan lahan. Batas-batas petak sawah


sedapat mungkin dirancang garis sejajar garis kontur dan
diatur supaya mengikuti spesifikasi ketinggian maksimum
teras.
Gambar 4.1. Batas Beda Tinggi Maksimum Teras
Rencana elevasi muka sawah untuk tiap petak ditentukan
berdasarkan elevasi rata-rata muka tanah asli pada masingmasing sudut sawah seperti rumus-rumus berikut ini:
Gambar 4.2. Elevasi Rencana Muka Sawah
EI A1 = (H1 + H2 + H3 + H4) BA1/A1
EI A2 =(H5 + H6 + H7 + H8) BA2/A2
Dimana:
EI A1

= Elevasi rencana cetak sawah

Hn = Tinggi elevasi muka tanah asli


BA1 = Volume pekerjaan tanah untuk pematang di A1
BA2 = Volume pekerjaan tanah untuk pematang di A2

4.1.3.2.2

A1

= Luas tanah pada petak A1

A2

= Luas tanah pada petak A2

Perencanaan Teknis Pelestarian Lapisan Tanah Atas


a. Pelestarian lapisan tanah atas dilakukan dengan cara
mengupas lapisan tanah atas setebal 10 cm
b. Hasil
kupasan
lapisan
tanah
atas,
dikumpulkan
kemudian

dan

setelah

dikembalikan

dan

perataan
diratakan

selanjutnya

tanah

selesai

pada

tempat

asalnya; dan
c. Penghitungan volume pelestarian lapisan tanah atas
adalah sebagai berikut : volume = 0,1 m x 10.000 m 2
=........m3/ha

4.1.3.2.3

Perencanaan perataan tanah/terasering


pekerjaan perataan tanah tergantung pada kemiringan tanah
asli dan ketebalan lapisan tanah atas, seperti tabel 4.3
Tabel 4.3 Kreteria Pekerjaan Perataan Tanah/Terasering
Kemiring
an tanah
muka
asli

Kemiring
an sawah
petak
rencana

Lebar
teras
minimu
m

Lebar
teras
maksim
um

Pelestari
an
lapisan
tanah
atas

(%)

(%)

(m)

(m)

(cm)

Beda
tinggi
antara
teras
maksimu
m
(m)

<1

0,1

50

50

10

0,3

1-<2

0,1

30

50

10

0,3

2-<3

0,2

20

30

10

0,3

3-<4

0,4

15

20

10

0,4

4-<5

0,4

12

15

10

0,4

5-<6

0,5

10

12

10

0,5

6-<7

0,5

10

10

0,5

7-<8
>8

0,5
0,5

7
6

8
7

10
10

0,5
0,5

a. Rencana teras yang akan dibuat didasarkan pada lereng


tanah asli;
b. Kemiringan lereng tanah asli untuk sawah maksimum 8%;
c. Kemiringan petak sawah yang direncanakan adalah
berkisar antara 0,1% sampai 0,5%;
d. Lebar minimum teras adalah 6 m dan maksimum 50 m;
e. Tinggi maksimum teras adalah berkisar antara 0,30-0,60
m; dan
f. Hubungan antara kemiringan tanah asli, petak sawah
yang direncanakan dan teras disajikan dalam tabel 4.3

Gambar 4.3. Penampang Petak Sawah Rencana


Keterangan : S1 = kemiringan muka tanah asli
S2 = kemiringan petak sawah rencana
Penghitungan volume untuk pekerjaan tanah yang meliputi
pekerjaan galian dan timbunan tanah. Dihitung berdasarkan
mitode Teras Bangku Datar (Level Bench Terrace Method)
seperti di bawah ini :
Gambar 4.4. Penampang Galian Dan Timbunan

Dalam penghitungan teras bangku, rumus yang digunakan


adalah:
Vi

= (WS)/100

Ac

= Vi x W x
= 1/800 x W2 x S

= (100)2/W

Vc

= Ac x t

(m2)

(m)

= 1/800W2 S x (100)2/w
= WS/8 x 100 (m3/ha)
Vt

= 1,1 x Vc

(m3/ha)

Keterangan :
V (Vi) = interval tegak lurus (m);
Ac

= luas penampang melintang galian (m2);

t = L = panjang petak sawah (m);


Vc

= volume galian tanah (m3/ha);

W =D= lebar petak/jarak datar (m);


S

=kemiringan lahan,diperoleh dari selisih ketinggian


di bagi dengan jarak datar;

Vt

= volume timbunan tanah (m3/ha).

Penghitungan pekerjaan tanah meliputi pekerjaan galian dan


timbunan tanah. Dalam hal ini digunakan metode Teras
Bangku Dasar (Level Bench Terrace Method), di mana masingmasing ketinggian setiap pojok petak rancangan sawah
diambil sebagai ketinggian yang mewakili. Lapisan tanah di
bawah lapisan tanah atas dapat dipindahkan di antara terasteras (galian teras bagian atas menjadi timbunan untuk teras
bagian bawah) atau lapisan tanah di bawah lapisan tanah di
bawah lapisan tanah atas dapat di pindahkan ke suatu teras
apabila pemindahan antar teras tidak memungkinkan.
Setelah dilakukan penggalian dan penimbunan, lalu teras
diratakan lapisan tanah bagian bawah dari lapisan atas

kurang

lebih

sepertiganya

disisihkan

untuk

pembuatan/konstruksi pematang sawah.


Hasil penghitungan kualitas/volume galian dan timbunan
dicantumkan dalam lampiran rekapitulasi biaya pekerjaan
cetak

sawah

perpetak

tersier,

penghitungan

kuantitas

berdasarkan kelas persentase kemiringan lahan sebagai


berikut:
a.
b.
c.
d.
4.1.3.2.4

0
1
3
5

%
%
%
%

<1%
< 3%
<5 %
8%

Pematang Sawah
Pematang sawah atau galengan dapat berfungsi sebagai
batas kepemilikan lahan atau merupakan pembatas petak
sawah untuk menahan air.
a. Pembuatan

pematang

sawah

dilakukan

bersamaan

dengan kegiatan perataan tanah;


b. Pemadatan timbunan pematang sawah dilakukan dengan
alat dan secara manual;
c. Pematang sawah dibuat dengan ukuran tinggi 30 cm,
lebar atas 30 cm dan lebar bawah 60 cm; dan
d. Skema pematang dan perhitungan volume pematang
sawah adalah sebagai berikut:
Gambar 4.5 Penampang pematang
Perhitungan:
Volume = [ (0,30 m + 0,60 m)/2] x 0,30 m x panjang
pematang = ... m3/ha

4.1.3.2.5

Pembuatan Kode/Nomor Petak Sawah


Kode/nomor petak tersier, nomor urut petani pemilik lahan,
kode/nomor petak-petak lahan dan luas petak-petak lahan
berpengairan setelah didesain dibuat sesuai aturan berikut
ini:
iP
a

Ec

Keterangan:
P

= Nomor urut petani pemilik atau penggarap lahan


peserta PLB (harus sesuai dengan peta topografi
skala 1:1000)

4.1.3.2.6

= Nomor urut petak-petak sawah rencana

= Luas petak-petak sawah rencana

Ec

= Ketinggian rata-rata rencana petak sawah

= Kemiringan tanah asli rencana petak sawah

Lereng Muka Tanah Asli


Kemerengan

lereng

maksimum muka

tanah asli

untuk

perencanaan pencetakan sawah adalah 8 %


Pengukuran

kemiringan

lereng

permukaan

tanah

asli

dilakukan dengan menghitung jumlah garis kontur dalam 5


cm grid pada skala 1:1000. Seandainya beberapa garis kontur
yang elevasinya sama berada pada satu grid, jumlah kontur
untuk elevasi tertentu dapat dihitung seperti ilustrasi berikut
ini:
Gambar 4.6. ilustrasi Peta

Tabel 4.4. Jumlah Kontur Dalam 5 cm Grid


Kemiring
an Muka
Tanah
Asli (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jumlah kontur dalam 5 Cm Grid pada


skala 1:1000
1,00 m
0,25 m
0,50 m
0,75 m
Kontur
Kontur
Kontur
Kontur
(garis)
(garis)
(garis)
(garis)
2
4
6
-

3
4
5
-

3
4
5
6
-

4
5

4.2

Perencanaa Teknis Jaringan Tersier

4.2.1 Prosedur Perencanaan


Detail desain pengembangan jaringan tersier secara umum
dilaksanakan sesuai dengan prosedur berikut ini:

Pekerjaan persiapan
Perencanaan
Desain
Penyiapan gambar-gambar rencana
Perhitungan volume dan biaya pekerjaan

Uraian dari masing-masing kegiatan di atas dapat dijelaskan


secara singkat secara berikut:
4.2.1.1

Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan persiapan berupa penyiapan peta topografi yang
akan digunakan sebagai dasar perencanaan. Sedangkan peta
topografi yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Peta situasi skala 1:1000 dengan interval kontur 0,5 m.
b. Petunjuk jelas tentang tata guna lahan sekarang, tata
letak lahan pertanian serta batas-batas kepemilikannya.

4.2.1.2

Perencanaan
Perencanaan jaringan tersier terdiri atas:
a. Batas daerah yang akan dialiri.
b. Tata letak semntara pengembangan jaringan tersier.
Dalam perncanaan tata letak jaringan tersier diusahakan
satu petak tersier terletak dalam satu Desa, sehingga
dalam pembinaannya. Apabila satu petak tersier terletak
dalam 2 (dua) Desa maka satu petak kuarter dibuat dalam
satu

Desa.

Untuk

saluran

tersier

maupun

kuarter

diusahakan melewati batas pemilikan atau batas petakpetak sawah yang ada.
c. Peninjauan lapangan untuk mengidentifikasi tata letak
sementara jaringan tersier.
d. Sosialisasi/klarifikasi.
e. Penetapan tata letak definitif
4.2.1.3

Desain

Terdiri dari:
a. Perkiraan debit rencana saluran irigasi dan drainase.
b. Penentuan tipe bangunan dan saluran.
c. Perhitungan struktur dan hidrolis.
4.2.1.4

Penyiapan Gambar-gambar
Gambar-gambar yang disiapkan secara umum terdiri dari
profil memanjang dan melintang saluran pembawa dan
drainase, gambar-gambar bangunan, dan sebagainya.

4.2.2 Perencanaan
4.2.2.1
Debit rencana
Q = a. A (m3/det)
Dimana:
A

= Luas areal yang diairi (ha)

= NFR/et

NFR = Kebutuhan air disawah (l/det/ha)


et

= Efisiensi irigasi dipeta tersier (80%)

4.2.2.2

Penampang Saluran
Penampang tersier dan kwarter, tanpa pasangan, secara
umum berbentuk trapesium.
Gambar 4.7. penampang saluran
Tabel 4.5. penampang melintang saluran
Elemen
b
b/h (n)
M (1:m)
fb
hpd (kedalaman air
sawah)
wfr

wcl
hcl
hfr
m (tinggi tanggul
1,00 m)

Saluran

Saluran

Tersier
Min 0,30 m
1
1
0,30 m

Kuarter
Min 0,20 m
1
1
0,20 m

0,10 m

type A : 2-3

type A : 2-3

m
type B : 1,0

m
type B : 1,0

m
0,50 m
min. 0,30 m
min. 0,50 m

m
0,30 m
min. 0,30 m
min. 0,50 m

1,5

1,5

4.2.2.3
Desain Hidrolik Saluran
a. rumus aliran digunakan rumus strickler
V = K R2/3 I1/2
R = A /P
A = (b + mh)h
P = b+2h (m2 + 1)
Q =V A
Dimana :
V

= kecepatan aliran (m/det)

= koevisien kekasaran (strickler)

= jari-jari hidrolis (m)

= keliling basah (m)

= luas penampang basah (m2)

= kemiringan saluran

= lebar dasar saluran (m)

= tinggi muka air disaluran (m)

= kemiringan talud saluran

b. koefisien kekerasan
Tabel 4.6. koefisien kekerasan (K)
Tipe Saluran
Saluran Tersier (saluran
tanah)
Saluran kuarter (saluran
tanah)
Saluran pasangan beton
Saluran pasangan batu

K
35
30
70
50

c. batas kecepatan aliran


Tabel 4.7. kecepatan saluran
Tipe Saluran
Saluran tanah
Pasangan beton
Pasangan batu
Pasangan beton
bertulang

Min
(m/det)
0,20
0,25
0,25

Max
(m/det)
0,60
1,50
2,00

0,25

3,00

d. Penentuan Dimensi Saluran

Untuk memudahkan perencanaan saluran tersier dan


kwarter, disajikan 5 tipe saluran sbb:
Tabel 1.8 Dimensi Saluran Pembawa
Tipe Saluran
I
II
III
IV
V

b (m)
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7

h (m)
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7

fb = constanta untuk semua saluran = 0,30 m


4.2.3 Bangunan-bangunan yang ada di Jaringan Tersier
Terdapat berbagai macam bentuk bangunan seperti boks
bagi, gorong-gorong, terjunan, dan lain-lain.
4.2.3.1

Boks Bagi Tersier


Didefinisikan sebagai bangunan bagi untuk mengalirkan air
irigasi dari saluran sekunder ke saluran tersier.
a. Material Bangunan
Boks bagi dapa terbuat dari batu kali, batu bata, dan
beton.
b. Dimensi ambang
Pebagian debit yang simbang (proporsional) dilakukan
dengan membuat ambang di tiap-tiap bukaan. Tiggi
mercu ambang direncanaka dengan ketinggian yang sama
dan lebarnya disesuaikan dengan debit yang diperlukan.
Lebar minmum dari bukaan adalah 0,20 m dan maksimum
0,60 m. Apabila lebarya lebih dari 0,60 m, maka dibua dua
bukaan untuk saluran kwarter. Dimensi bukaan diambil
dengan interval setiap 5 cm.

Debit rencana melalui ambang:


Q = 1,45 b h

3/2

Dimana:
Q = debit (m3/det)
b

= lebar mercu (m)

= kedalaman air diatas mercu (m)

Gambar 1.8 Potongan memanjang Boks


c. Jagaan
Bangunan bagi mempunyai tinggi jagaan 30 cm yang
sesuai dengan tinggi jagan disaluran tersier.
Gambar 1.9 denah Boks tersier
Dimana:
W = Lebar boks bagi
L

= Panjang Boks

4.2.3.2

Boks Bagi Kwarter


Dibutuhkan pada tempat pembagian air dari saluran tersie
kesaluran kwarter.
Bentuk boks bagi kwarter sama dengan boks bagi tersier.
Dimensi boks berpedoman pada boks bagi tersier
Perhitungan hidrolis dimensi ambang sama dengan boks
tersier

4.2.3.3

Boks Sadap Kwarter


Bangunan sadap kwarter sama dengan bangunan sadap
tersier.

4.2.3.4

Bangunan Akhir
Bangunan akhir harus dibuat di ujung saluran pembawa
kwarter untuk membuang kelebihan air.
Bangunan akhir berupa pelimpah yang disesuaikan dengan
muka air rencana.

Gambar 1.10 Bangunan Akhir di saluran kwarter

4.2.3.5
4.2.3.5.1

Bangunan Pelengkap
Gorong-gorong
Gorong-gorong merupakan saluran tertutup yan direncanakan
sebagai saluran pengantar atau pembuangan air dengan
kondisi aliran bebas dibawah jalan ataupun saluran.
a. Hitungan hidrolis Gorong-gorong (1)
Gambar 1.11 Gorong-gorong
1) Hitungan kehilangan tinggi energi
i. Peralihan aliran masuk terbuka ... (m)
Gesekan (F)
= L1 x (I1 + I2) /2
Penyempitan K x ( hv2 - hv1)
= ...
K = 0,2 untuk tipe aliran normal (for stremlined
warp type)
K = 0,8 untuk tipe aliran lurus (for straight warp
type)
ii. Dalam gorng-gorong ... (m)
F = L2 x I2
iii. Peralihan aliran keluar terbuka ... (m)
F = L3 x (I2 + I3) /2 = ...
Pembesaran K x (hv2 hv3) = ...
2) Kehilangan tinggi energi total:
H = ( i + ii + iii ) x 1,1 = ... (m)
Perbedaan tinggi muka air yang dibutuhkan antara
hulu saluran dan hilir saluran adalah:
H = H + (hv3 hv1) = ... (m)

b. Hitungan hidrolis Gorong-gorong (2)


Hitungan kehilangan tinggi energi
i.

Dalam gorong-gorong
Penyempitan K x hv2
= ...
Gesekan
I2 x L2 = ...
Pembesaran K x hv2
= ...
ii.
Total tinggi hilang
H = (i) x 1,1 = ...
Gambar 1.12 Kehilangan energi di Gorong-gorong
Perbedaan tinggi air yang dibutuhkan antara hulu dan hilir
saluran:
H = H + (hv3 hv1)
4.2.3.5.2

Bangunan terjun
Bangunan terjun adalah bangunan yang digunakan untuk
mengalirkan air kesuatu elevasi yang lebih rendah dan
berfungsi sebagai pemecah energi. Bangunan terjun terdiri
dari 3 (tiga) yaitu:
Terjun tegak untuk beda tinggi (Z)

0,0 < Z < 1,0

m
Terjun miring untuk beda tinggi (Z)

1,0 < Z < 4,5

m
Got miring untuk beda tinggi (Z)

4,5 < Z

a. Bangunan Terjun tegak


Perhitungan hidrolis Bangunan Terjun Tegak
1. Lebar bukaan efektif
B
= Q / (1,71 m x H3/2)
H
= h1 + V12 2g
Dimana:
B
= lebar efektif (m)
Q
= debit rencana (m3/det)
m = koefisien (= 1,0)
H
= tinggi energi di hulu saluran (m)
h1 = kedalaman air di hulu saluran (m)
v1 = kecepatan aliran di hulu saluran (m/det)
g
= grafitasi
2. Tinggi Ambang Ujung a = 0,5 dc
A
= 0,5 dc
3
2
2
hc = Q /( g . B )
Dimana:
a
= tinggi ambang ujung
hc = kedalaman kritis bukaan
Q
= debit rencana
B
= lebar bukaan
3. Panjang Kolam Olak
L
= C1 (z. hc) + 0,25
C1 = 2,5 + 1,1 hc /z + 0,7 (hc/z)3
Dimana:
L
= panjang kolam olak
Z
= tinggi terjunan

b. Bangunan terjun miring


Perhitungan hidrolis bangunan Terjun Miring
1. Lebar bukaan efektif
B

= Q / (0,71 m x H3/2)

= h1 + V12 / 2g

= Q/g

Dimana:
B

= lebar efektif (m)

= debit rencana (m3/det)

= koefisien (= 1,0)

= tinggi energi di hulu saluran (m)

h1

= kedalaman air di hulu saluran (m)

v1

= kecepatan aliran di hulu saluran (m/det)

= grafitasi

= debit per satuan lebar (m3/det)

Gambar 4.14 Bangunan Terjun Miring

2. Tinggi Ambang Ujung


a
= 1,28 hc (hc/z)
3
2
hc = (q /g)
Jika: 0,5 < Z/hc 2,0 maka
t = 2,4 hc + 0,4 Z
Jika: 2,0 < Z/hc 15,0 maka
t = 2,4 hc + 0,4 Z
Dimana:
hc = kedalaman air kritis (m)
t
= tinggi loncatan air dibagian kolam olak (m)
Z
= beda tinggi muka air udik dengan hilir (m)
a
= tingg end sill dikolam olak (m)
3. Panjang Kolam Olak
Panjang kolam olak : L = R = D
4.2.3.5.3

Got miring
Perhitungan hidrolis Got Miring
Got miring terdiri dari bagian masuk, bagian peralihan,
bagian normal, dan kolam olak seperti gambar berikut ini:
Gambar 4.15 Diagram Got Miring

1. Bagian Masuk
Bagian masuk dapat dianggap sebagai mercu ambang
lebar, dimana:
Q = Cd 1,7 B.h3/2
Lebar dari bagian masuk dihitung seperti berikut: B =0,8
b1
Dimana:
Q = debit (m3/det)
Cd = koefisien debit = 1
B = lebar celah masuk (m)
b1 = lebar dasar saluran dihulu (m)
h = tinggi air di saluran hulu (m)
2. Bagian peralihan
Panjang bagian peralihan dapat dihitung dengan rumus
berikut:
V2 V1 = m (2gH)
H = (V2 V1)2 / (2gm2)
Dimana:
V1 = kecepatan aliran dibagian masuk (m/det)
V2 = kecepatan aliran dibagian normal (m/det)
m = 0,8 0,9
H = beda tinggi antara z1 dan z2
I
= kemiringan got miring
L = panjang bagian peralihan
H dapat dihitung dengan metoda coba-coba. Setelah
menghitung H1 panjang dari bagian peralihan dapat
ditentukan.
3. Bagian Normal
4. Dalam bagian ini diperoleh aliran yang seragam. Karena
adanya penyerapan udara, rumus-rumus seperti yang
dipakai untuk saluran biasa tak dapat digunakan. Ada
rumus-rumus

khusus

untuk

ini

dikembangkan

oleh

Vreedenburg dan hilgen (1926) sebagai berikut:


Fb = n.h2b n = b/h
Ob= (n + 2) hb
Rb = Fb / Ob = {n /(n+2)} hb
kt = ko (1-sin )
Q = Fb.Vb = n.hb.kt Rb2/3 sin
= (b/hb) . hb2 ko (1-sin ).{(b. hb)/(b+2hb)}2/3 sin
Dimana:
n = perbandingan kedalaman dan lebar
b = lebar dasar (m)
hb = kedalaman air total (m)

Fb = luas basah total (m2)


Ob = keliling basah total (m)
Rb = jari-jari hidrolis total
ko = koefisien kekasaran strickier (m1/3/det)
kt = kekasaran yang telah disesuaikan (m1/3/det)
= kemiringan got
V2 = kecepatan pada got miring (m/det)
Dalam rumus ini, kedalaman air (hb) ditentukan dengan
metoda coba-coba.
Gambar 4.16 Diagram Kolam Olakan Got Miring
Gambar 4.17 Sepatu Got Miring
Potongan A A
Denah Kolam Olak Tipe I
Denah Kolam Olak Tipe II
Penampang Memanjang Kolam Olak

5. Kolam Olak
Dimensi dari kolam olak dapat dihitung sebagai berikut:
Fr = V2 (g.V2)
h2 = 0,5 [(1 + 8 Fr2) 1] z2
Lj = 4,5 h2
d = h2 h 0,03
Dimana:
V2 = kecepatan aliran pada bagian normal (m/det)
z2 = kedalaman air total (m)
h2 = kedalaman air didalam kolam olak (m)
Lj = panjang kolam olak (m)
d = dalam kolam olak (m)
h = kedalaman air pada saluran hilir (m)
Besarnya lubang peredam gelombang bisa dihitung
dengan rumus:
Q = F (2gz)
Dimana:
Q = debit rencana (m3/det)
= koefisien debit (0,80)
z = beda tinggi energi (0,03 m)
Untuk debit kecil, lubang-lubang perendam gelombang
dapat dibuat di satu sisi dan untuk debit yang lebih besar,
lubang-lubang tersebut dibuat dikedua sisi kolam olak.
Jagaan
Minimum tinggi jagaan dari got miring adalan 0,03 m.
Material Bangunan
Selain untuk bagian masuk dan abgian keluar,
terutama pada bagian peralihan dari got miring
dianjurkan memakai beton bertulang.
Sepatu Beton pada Got Miring
Untuk mencegah terjadinya peluncuran pada got
miring, beberapa sepatu beton digunakan sebagai
pondasi.
4.2.3.5.4

Sipon
Sipon merupakan saluran tertutup yang direncanakan untuk
mengalirkan air buangan dalam kondisi aliran bebas dibawah
jalan ataupun saluran. Untuk pengoperasian yang baik, sipon
direncanakan mengikuti kondisi seperti dibawah ini:
Tidak ada udara masuk kedalam pipa
Lubang pipa harus dibawah muka air saluran dihulu.

Tinggi air diatas lubang pipa ditetapkan antara 0,15 0,45


m
Diameter minimum sipon adalah 0,30 m
Kecepatan normal aliran pada pipa antara 1m/det 1,5
m/det
Kisi-kisi (penyaring) harus dipasang d pintu masuk
Penutup diatas pipa minimum adalah 0,60 m
Gambar 4.18 Sipon
Perhitungan hidrolis sipon (tanpa transisi)
i.

Kondisi hidrolis pada saluran (peralihan)


V2 = ... (m/det) sama dengan kecepatan aliran pada
hulu saluran
h

= Q/ (B.V2)

(m)
(m2)

A2 = B.h
P2 = B + 2h (m)
R2 = A2/ P2
I

(m)

= [V22/(K.R22/3)]2

Dimana:
V2 = kecepatan aliran (m/det)
h

= tinggi muka air (m)

= lebar saluran (m)

A2 = luas penampang basah (m2)


P2 = Keliling penampang basah (m)
R2 = jari-jari hidrolis (m)

ii.

= koefisien kekasaran

= kemiringan saluran

Hitungan Tinggi Hilang


a. Dalam penampang saluran masuk
Gesekan L1 x i2 = ...
Penyempitan K x (hv2 hv1) = ...
K = 0,20 untuk tipe aliran normal
K = 0,80 untuk tipe aliran lurus
Aliran masuk dari boks 1,0 x hv2 = ...
b. Dalam sipon
Aliran masuk = 0,5.hv3 = ...

Gesekan L3 x I3 = ...
Belokan fb x hv3 = ...
1 =
2 =
fb1 =
fb2 =
kehilangan waktu keluar =1 x hv3 = ...
c. Setelah keluar saluran
Gesekan L4 x I4 = ...
Pelebaran K x (hv4 hv5) = ...
K = 0,30 untuk tipe aliran normal
K = 0,50 untuk tipe aliran lurus
d. Kisi-kisi penyaring
3 sin (t/b)4/3 V 2/2g

= 2,42 untuk bentuk segi empat


e. Total Tinggi Hilang
H = (a + b + c + d) x 1,1
4.2.3.5.5

Talang
Talang atau flum adalah penampang saluran buatan dimana
air mengalir dengan permukaan bebas, yang dibuat melintasi
cekungan, saluran, sungai, jalan atau sepanjang lerang bukit.
Bangunan ini dapat didukung dengan pilar atau konstruksi
lain. Konstruksi talang yang umum dapat terbuat dari kayu,
beton bertulang, besi atau baja. Talang dilengkapi dengan
peralihan masuk dan keluar.
Batas kecepatan air dalam talang:
Talang kayu atau beton
V = (1,50 2,00) m
Besi/baja
V = (2,50 3,00) m
Dasar talang harus cukup tinggi dari muka air maksimum
sungai atau saluran pembuang, karena adanya benda kasar
yang ahnyut pada sungai atau saluran pembuang, seperti
batang-batang kayu.
Gambar 4.19 Penampang Melintang Talang
Kehilangan energi keluar dan masuk dengan rumus:
Hmasuk

= (Va V)2/2g

Hkeluar

= (Va V)2/2g

Kehilangan energi akibat gesekan:


Hf = I.L
I

= {V/(K.R2/3)}2

Dimana:
Hmasuk = kehilangan energi masuk talang (m)
Hkeluar = kehilangan energi keluar talang (m)
Hf

= kehilangan energi akibat gesekan talang (m)

= kecepatan aliran sebelum masuk dan setelah

keluar talang/pipa (m/det)


Va

= kecepatan aliran dalam talang/pipa (m/det)

= grafitasi (m2/det)

= panjang talang/pipa (m)

= kemiringan hidrolis talang/pipa

= koefisien kekasaran

= jari-jari hidrolis (m)

Untuk pipa diameter D, maka R = D


Harga K diambil untuk:
Kayu

= 60

Beton

= 70

Besi/baja

= 80

Tergantung pada kehilangan tinggi energi tersedia serta biaya


pelaksanaan, potongan talang direncanakan dengan luas
yang sama dengan saluran, sebaiknya dimensi dibuat sekecil
mungkin. Kadang-kadang pada talang bisa melintasi saluran
pembuang dibuatkan pelimpah kecil guna mengatur muka air
dihilir talang, bangunan dapat dibuat dari beton bertulang
atau pipa besi/baja.
4.2.3.5.6

Jembatan
Jembatan dipakai hanya apabila tinggi energi yang tersedia
terbatas. Kriteria perencanaan jembatan adalah sebagai
berikut:
a. Jembatan tidak boleh mengganggu saluran pembawa
aliran air atau saluran pembuang didekatnya.
b. Pelat beton direncanakan dari beton mutu
(tegangan lentur rencana > 70 kg/cm2).

175

c. Jika dasar saluran irigasi atau saluran pembuang tidak


diberi

pasangan,

maka

kedalaman

pangkal

pondasi

(abutment) sebaiknya diambil minimum 0,75 m dan 1,00


m dubawah dasar saluran.
d. Pembebanan jalan usaha tani dan jalan inspeksi adalah
jalan kelas IV dari Peraturan Pembebanan Bina Marga
(12/1970).
e. Untuk jembatan-jembatan kecil, daya dukung pondasi
maksimum 2 kg/cm2.
f. Untuk konstruksi bertulang

175,

sebagai

perhitungan konstruksi beton bertulang PBI 90.

dasar

4.3

Perencanaan teknis Jaringan Drainase


Berbagai

bagian

dari

lingkup

pekerjaan

perencanaan,

pembuatan jaringan pembuangan (Drainase) dilakukan untuk


kelengkapan jaringan irigasi dalam wilayah Daerah Irigasi
rencana sehingga sistem yang direncanakan dapat berfungsi
secara optimal dan berhasil guna.
Berdasarkan kajian terhadap kondisi
pekerjaan

dan

alur

topografi

alam usulan jaringan

wilayah

pembuangan

direncanakan memanfaatkan alur saluran pembuangan alam


yang berada didalam wilayah areal daerah irigasi yang akan
menentukan pola jaringan pembuangan secara keseluruhan
disamping

saluran

pembuang

yang

telah

dibuat

dan

memerlukan pembuatan sekunder drainase bila drainase


utama sudah selesai.
4.3.1 Jaringan Pembuang
Pada umumnya jaringan pembuang direncanakan untuk
mengalirkan air kelebihan secara grafitasi. Pembuangan
kelebihan air dengan pompa biasanya tidak layak dari segi
ekonomi.
Biasanya pada daerah-daerah irigasi dilengkapi dengan
bangunan

pengendali

banjir

disepanjang

sungai

untuk

mencegah masuknya air banjir kedalam sawah-sawah irigasi.


Pembuangan air didaerah datar (misalnya dekat laut) atau
daerah pasang surut yang dipengaruhi oleh muka air laut,
sangat bergantung kepada muka air sungai, saluran atau laut
yang menampung air buangan ini. Muka air ini memegang
peranan

penting

pembuangan
bangunan

dalam

maupun

khusus

perencanaan
dalam

dilokasi

di

kapasitas

perencanaan
ujung

saluran

bangunan-

(muara)

saluran

pembuang. Bangunan khusus yang dimaksud misalnya pintu


otomatis yang tertutup selama muka air tinggi untuk
mencegah agar air tidak masuk lagi ke saluran pembuang.

Di daerah-daerah yang diairi teknis jaringan, pembuangan


mempunyai dua fungsi:
a. Pembuangan intern untuk mengalirkan kelebihan air dari
sawah

untuk

mencegah

terjadinya

genangan

dan

kerusakan tanaman, atau untuk mengatur banyaknya air


tanah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman (Qd
intern).
b. Pembuangan ekstern untuk mengalirkan air dari luar
daerah irigasi melalui daerah irigasi (Qd ekstern atau Q
upland).
Untuk pembuang intern, kelebihan air ditampung di dalam
saluran

pembuang

kuarter

dan

tersier

yang

akan

mengalirkannya kedalam jaringan pembuang utama dari


saluran pembuang sekunder dan primer.
Air buangan dari luar daerah irigasi biasanya memasuki
daerah proyek irigasi melalui saluran pembuang alamiah
yang akan merupakan bagian dari jaringan utama didalam
proyek tersebut.
4.3.2 Kebutuhan Jaringan Pembuang untuk Tanaman Padi
Kelebihan air didalam petak tersier biasa disebabkan oleh:

Hujan lebat
Melimpahnya air irigasi atau buangan yang berlebihan

dari jaringan primer atau sekunder ke daerah itu.


Rembesan atau limpasan kelebihan air irigasi didalam
petak tersier.

Kapasitas jaringan pembuang yang dapat dibenarkan secara


ekonomi

di

dalam

petak

tersier

bergantung

kepada

perbndingan berkurangnya hasil panenan yang diharapkan


akibat

terdapatnya

air

yang

berlebihan

serta

biaya

pelaksanaan dan pemeliharaan saluran pembuang tersebut


dengan bangunan-bangunannya. Apabila kapasitas jaringan
pembuang

di

suatu

daerah

kurang

memadai

untuk

mengalirkan semua kelebihan air, maka air akan terkumpul


disawah-sawah

yang

lebih

rendah.

Muka

air

didalam

cekungan ( daerah depresi) akan melonjak untuk sementara


waktu, merusak tanaman, saluran serta bangunan.
Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang
dan dengan demikian dapat saja bertahan dengan sedikit
kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10 cm
dianggap cukup atau tinggi muka air antara 5 cm sampai 15
cm dapat diijinkan sedangkan kedalaman air yang lebih dari
15 cm harus dihindari, karena air yang lebih dalam untuk
jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen.
Varietas

lokal

unggul

dan

khususnya

varietas

biasa

(tradisional) kurang sensitif terhadap tinggi air walaupun


demikian tinggi air yang melebihi 20 cm harus tetap
dihindari.
Besar kecilnya penurunan hasil panen yang diakibatkan oleh
air yang berlebihan bergantung pada:

Dalamnya lapisan air yang berlebihan


Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung
Tahap pertumbuhan tanaman
Varietas padi

Tahap-tahap

pertumbuhan

padi

yang

peka

terhadap

banyaknya air yang berlebihan adalah selama transplantasi


(pemindahan bibit ke sawah), persemaian, dan permulaan
masa berbunga (panicle).
Merosotnya hasil panenan secara tajam akan terjadi apabila
dalamnya lapisan air disawah melebihi separuh dari tinggi
tanaman padi selama 3 hari atau lebih.
Jika tanaman padi tergenang air sedalam lebih dari 20 cm
selama jangka waktu lebih dari 3 hari , maka hampir dapat
dipastikan bahwa tidak akan ada panenan.

Jumlah kelebihan air yang harus dikeringkan per-petak


disebut

modulus

pembuangan

(koefisien

pembuang

drainage module) dan hal ini tergantung pada:

Curah hujan selama periode tertentu


Pemberian air irigasi pada waktu itu
Kebutuhan air tanaman
Perkolasi tanah
Tampungan disawah-sawah selama

periode yang bersangkutan


Luasnya daerah
Sumber-sumber kelebihan yang lain.

Besarnya

limpasan

pembuang

atau

permukaan

pada

untuk

akhir

petak

dinyatakan sebagai Dm dan dihitung dengan persamaan


berikut:
Dm = Rn + n (I Et P) - S
Dimana:
n

= jumlah hari berturut-turut

Dm = limpasan pembuangan permukaan selama n hari


(mm)
Rn

= curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan


periode ulang t tahun (mm)

= pemberian air irigasi (mm/hari)

Et

= evapotranspirasi (mm/hari)

= perkolasi (mm/hari)

= tampungan tambahan (mm)

Selanjutnya

dalam

perhitungan

modulus

pembuang,

komponennya dapat diambil sebagai berikut:


a. Dataran rendah:
Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi

dihentikan, atau
Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi
Et jika irigasi diteruskan.

Kadang-kadang

pemberian

air

irigasi

dihentikan

didalam petak tersier, tetapi air dari jaringan irigasi

utama dialirkan kedalam jaringan pembuang.


Tampungan tambahan disawah pada 150 mm lapisan
air maksimal, tampungan tambahan Delta S pada

akhir hari-hari berurutan n diambil maksimum 50 mm.


Perkolasi P sama dengan nol.
b. Daerah terjal:
Seperti daerah dataran rendah, tetapi dengan perkolasi P
sama dengan 3 mm/hari. Untuk modulus pembuang
rencana, dipilih curah hujan 3 harian dengan periode
ulang 5 tahun, sehingga besarnya modulus pembuangan
tersebut adalah:
Dm = D (3) / (3 x 8,64)
Dimana:
Dm
= modulus pembuang (lt/det/ha)
D (3)
= limpasan permukaan pembuang selama 3
harian (mm)
1 mm/hari
= 1/8,64 lt/det/ha
Untuk daerah sampai seluas 400 Ha, pembuang air perprtak diambil konstan. Jika daerah-daerah yang akan
dibuang airnya lebih besar menurunnya curah hujan
(pusat curah hujan sampai daerah curah hujan). Dengan
demikian tampungan sementara ynag relatif lebih besar,
maka dipakai harga pembuang yang lebih kecil per-petak.
Debit pembuang rencana intern (dari sawah atau suatu
daerah irigasi) dihitung sebagai berikut:
Qd = 1,62 Dm.A0,92
Dimana:
Qd = debit pembuang rencana (lt/det)
Dm = modulus pembuang (lt/det/ha)
A
= luas daerah yang dibuang airnya (ha)
4.3.3 Kebutuhan Jaringan Pembuang untuk Tanaman Non
Padi
Untuk pembuang sawah yang ditanami selain padi, ada
beberapa daerah yang perlu diperhatikan yaitu:
Daerah aliran sungai yang berhutan
Daerah dengan tanaman ladang (daerah terjal)

Daerah pemukiman

Dalam

merencanakan

saluran

pembuang

untuk

daerah

dimana padi tidak ditanam, ada dua macam debit yang perlu
dipertimbangkan:
Debit puncak maksimum dalam jangka waktu pendek
Debit rencana yang dipakai untuk perencanaan saluran
4.3.4 Debit Pembuang Rencana Ekstern (Qd Ekstern)
Debit pembuang rencana ekstern didefinisikan sebagai
volume limpasan air hujan dalam waktu sehari dari suatu
daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh
curah hujan seharian didaerah tersebut. Air hujan yang tidak
tertahan atau merembes dalam waktu satu hari, diandaikan
mengalir dalam waktu satu hari juga. Ini menghasilkan debit
rencana yang konstan.
Debit pembuang rencana ekstern dihitung dengan rumus
sebai berikut:
Qd = 0,116..R (1)5.A0,92
Dimana:
Qd = debit pembuang rencana ekstern (lt/det)

= koefisien limpasan air hujan (Tabel


R (1)5 = Curah hujan sehari, m dengan kemungkinan
terpenuhi 20 %
A
= luas daerah yang dibuang airnya (Ha)
Tabel 4.9 Harga-harga koefisien Limpasan Air Hujan untuk
Perhitungan Qd
Penutup Tanah
Hutan Lebat
Hutan tidak lebat
Tanaman Ladang (daerah
terjal)

Kelompok Hidrologis
Tanah
C
D
0,60
0,70
0,65
0,75
0,75

0,80

Penjelasan mengenai kelompok hidrologis tanah adalah


sebagai berikut:
Kelompok C:
Tanah yang mempunyai laju infiltrasi rendah apabila dalam
keadaan jenuh sama sekali dan terutama terdiri dari tanah

dengan lapisan yang menahan gerak turun air, atau tanah


dengan tekstur agak halus sampai halus. Tanah-tanah ini
memiliki laju penyebaran (transmisi) air rendah.
Kelompok D (Potensi Limpasan Tinggi):
Tanah yang mempunyai laju infiltrasi amat rendah apabila
dalam keadaan jenuh sama sekali dan terutama terdiri dari
tanah lempung dengan potensi mengembang yang tinggi,
tanah dengan muka air tanah tinggi yang permanen, tanah
dengan lapisan liat atau di dekat permukaan dan tanah
dangkal pada bahan yang hampir kedap air. Tanah-tanah ini
memiliki laju penyebaran air yang lamban.
Disini kelompok A dab B tidak dipakai.
4.3.5 Debit Pembuang Total
Debit pembuang rencana

total

akan

dipakai

untuk

merencanakan kapasitas saluran pembuang dan tinggi muka


air. Debit pembuang rencana total terdiri dari air bubungan
dari:
Sawah (Qd intern)
Tempat-tempat diluar sawah (Qd ekstern)
Jaringan pembuang akan direncanakan untuk mengalirkan
debit pembuang rencana total dari daerah-daerah sawah dan
non sawah, didalam maupun diluar (pembuang silang). Muka
air yang dihasilkan tidak boleh menghalangi pembuangan air
dari sawah-sawah didaerah irigasi.
Debit puncak akan dipakai untuk menghitung muka air
tertinggi dijaringan pembuang. Muka air tertinggi ini akan
digunakan untuk merencanakan pengendalian banjir dan
bangunan.

Selama

terjadi

debit

puncak,

terhalangnya

pembuangan air dari sawah dapat diterima. Tinggi muka air


puncak sering melebihi tinggi muka tanah. Dalam hal ini
sarana-sarana pengendali banjir akan dibuat di sepanjang
saluran

pembuang,

penggenangan.

dimana

tidak

boleh

terjadi

Periode ulang untuk debit puncak dan debit rencana berbeda


untuk debit puncak, periode ulang dipilih sebagai berikut:

5 tahun, untuk saluran pembuang kecil didaerah irigasi


25 tahun atau lebih, bergantung pada apa yang
dilindungi, untuk sungai periode terulangnya diambil
sama dengan saluran pembuang yang besar.

Periode debit rencana diambil 5 tahun.


Perlu dicatat bahwa debit puncak yang sudah dihitung bisa
dikurangi dengan cara menampung debit puncak tersebut.
Tampungan dapat dibuat di dalam atau di luar daerah irigasi.
Misalnya

ditempat

dimana

pembuang

silang

memasuki

daerah irigasi melalui gorong-gorong yang disebelah hulunya


boleh terdapat sedikit genangan.
Didalam jaringan irigasi tampungan dalam jaringan saluran
dan daerah cekungan akan dapat meratakan debit puncak
dibagian hilir. Debit puncak juga akan dikurangi dengan cara
membiarkan penggenangan terbatas (untuk jangka waktu
yang

pendek)

didalam

daerah

irigasi.

Akan

tetapi

penggenangan terbatas mungkin tidak dapat diterima.


Pada pertemuan dua saluran pembuang dimana dua debit
puncak bertemu, debit puncak yang tergabung dihitung
sebagai berikut:
a. Apabila dua daerah yang akan dibuang airnya kurang
lebih sama luasnya (40 sampai 50 % dari luas total), debit
puncak dihitung sebagai 0,8 kali dari jumlah kedua debit
puncak.
b. Jika daerah yang satu jauh lebih kecil dari pada daerah
yang

satunya

keseluruhan),

lagi
maka

(kurang

dari

gabungan

20

kedua

dari

debit

luas

puncak

dihitung sebagai daerah total.


c. Bila persentase itu berkisar antara 20 % - 40 % maka
gabungan kedua debit puncak dihitung dengan interpolasi
antara harga-harga dari point a dan b diatas.

Untuk menghitung debit rencana pada pertemuan dua


saluran pembuang, debit rencana yang tergabung dihitung
sebagai jumlah debit rencana dari kedua saluran pembuang
hulu.

BAB 5
Hasil-hasil Review Desain
5.1 Umum
Pelaksanaan pekerjaan review desain Jaringan Tersier dan
Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) 4.375 ha di Provinsi
Bengkulu Kabupaten Mukomuko, mengacu kepada standar
perencanaan dan kriteria yang sudah ada maupun yang telah
disyaratkan dalam Kerangka Acuan Kerja.

5.2 Hasil Pelaksanaan Sosialisasi


Kegiatan pelaksanaan sosialisasi dalam pekerjaan review
desain

Jaringan

Tersier

dan

Penyiapan

Lahan

Berpengairan (PLB) 4.375 ha di Provinsi Bengkulu


Kabupaten Mukomuko ini dapat terlaksana dengan baik
dan lancar berkat adanya dukungan dari berbagai pihak serta
didukung landasan yang menjadi pedoman pelaksana di
lapangan.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa
maksud dari penyuluhan ini adalah untuk memberikan
penjelasan

kepada

masyarakat,

mengenai

mekanisme

pelaksanaan pekerjaan review desain Jaringan Tersier dan


Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) 4.375 ha di Provinsi
Bengkulu Kabupaten Mukomuko khususnya dalam pekerjaan
pengukuran dan pemetaan batas kepemilikan lahan dan
calon peserta PLB yang akan dicetak menjadi lahan sawah
baru, dengan tujuan untuk memantapkan dan meyakinkan
masyarakat yang masih punya keraguan mengenai kepastian
terlaksananya

program

pembangunan

Daerah

Irigasi

Mukomuko Kanan termasuk program pencetakan sawah baru,


sehingga

dalam

pelaksanaan

pendaftaran/persetujuan

pemilik lahan calon peserta PLB dan penunjukan batas


kepemilikan lahan pada saat penetapan dan pengukuran
dilapangan.
Sedangkan kegiatan pelaksanaan sosialisasi ini dilakukan
antara:
1. Instansi

pemerintahanmulai

dari

tingkat

RT/RW,

Dusun/Desa sampai dengan tingkat kecamatan (Tokoh


Masyarakat Formal);
2. Tokoh masyarakat penguasa lahan (Tokoh Masyarakat
Informal);
3. Masyarakat petani pemilik lahan (Kelompok Tani, P3A)
dengan
4. Satuan Kerja Sementara Irigasi dan Rawa Bengkulu,
Bagian Pelaksana Kegiatan Pembinaan dan Perencanaan
Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan
Umum serta Konsultan sebagai penyuluh.
Adapun metode sosialisasi ini dilakukan dengan sistem
dialogis

dimana

para

peserta

penyuluhan

diberikan

penjelasan terlebih dahulu oleh para petugas penyuluh sesuai


dengan bahan/materi/modul dan bidang tugasnya masingmasing khususnya yang berkaitan dengan rencana program
pencetakan sawah baru , saluran dan bangunan yang
termasuk dalam Daerah Irigasi Mukomuko Kanan, kemudian
dilanjutkan dengan tanya jawab antara peserta dengan
petugas penyuluhan.
Adapun materi/modul yang disampaikan dalam pelaksanaan
sosialisasi dapat dilihat pada Lampiran 1 Modul Sosialisasi
review

desain

Jaringan

Tersier

dan

Penyiapan

Lahan

Berpengairan (PLB) 4.375 ha di Provinsi Bengkulu Kabupaten


Mukomuko yang menjelaskan sebagai berikut:
1. Maksud dari program Penyiapan Lahan Berpengairan
(PLB) adalah program Usaha Untuk mengubah fungsi
lahan dari lahan bukan berpengairan menjadi lahan

berpengairan agar dapat dipergunakan untuk lahan usaha


tani berpengairan atau sawah dengan tujuan untuk
memperluas areal persawahan di tingkat usaha tani pada
daerah irigasi yang jaringan salurannya sudah disiapkan
untuk mengalirkan air pada areal persawahan.
2. Pada tahap Pelaksanaan review desain Jaringan Tersier
dan Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) 4.375 ha di
Provinsi

Bengkulu

Kabupaten

Mukomuko

diperlukan

adanya partisipasi dari masyarakat pemilik, penggarap


dan penguasa lahan, untuk merubah lahannya menjadi
lahan

berpengairan

(sawah

irigasi)

serta

mendaftar

dengan mengisi surat persetujuan menjadi calon peserta


PLB.
3. Untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan di
kemudian hari, maka masyarakat pemilik, penggarap dan
penguasa lahan pesrta PLB untuk menetapkan calon
lahan PLB dan batas-batas kepemilikan lahan dengan cara
memasang

patok

atau

bersama-sama

dilapangan

menunjukkan lahannya untuk diukur.


4. Dalm pelaksanaan program pembangunan cetak lahan
baru atau Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) tidak ada
ganti rugi tanah dan tanaman dalam bentuk apapun,
karena lahan yang dicetak menjadi sawah baru tersebut
masih tetap milik masyarakat atau penguasa lahan
seperti sebelum dicetak.
5. Untuk pembangunan jaringan tersier maupun jalan usaha
tani yang mana lahannya kena atau dilewati saluran
maupun jalan usaha tani tidak ada ganti rugi tanah dan
tanaman

dalam

bentuk

apapun,

karena

dalam

pemeliharaan selanjutnya diserahkan kepada masyarakat


itu sendiri.

6. Untuk pekerjaan pencetakan lahan/pencetakan sawah


baru masyarakat pemilik lahan/penguasa lahan tidak
dipungut biaya (tidak dikenakan biaya)
7. Pemilik dan Penguasa lahan calon peserta PLB melakukan
pendaftaran

dengan

mengisi

surat

pernyataan/persetujuan untuk menjadi peserta proyek


Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) atau pencetaka
sawah baru serta diketahui/disetujui oleh kepala Desa
untuk tanah milik pribadi.
Pengetahuan dan Persepsi Tentang Proyek PLB
Pada dasarnya masyarakat didaerah survai telah lama
menginginkan

lahannya

menjadi

sawah,

terutama

masyarakat transmigrasi yang dari asalnya sudah dijanjikan


untuk disediakan sawah oleh pemerintah, dimana bagi warga
trasmigrasi kebiaasan bersawah sudah mendarah daging dan
sudah menjadi sifat petani (petani sawah), akan merasa malu
jika untuk makan saja sampai membeli beras. Bagi warga
lokal kebiasaan bersawah sudah ada walaupun tidak dominan
karena secara tradisonal dan turun-temurun, sudah terbiasa
mengolah

lahan

rawa

menjadi

sawah.

Seiring

dengan

perkembangan zaman, dimana pembangnan saran jalan


sudah bagus dan pemasaran berbagai komoditi sudah ramai
maka kebiasan ini menjadi berkurang karena ada komoditi
yang

lebih

menjanjikan

dari

segi

ekonomi

dan

pengelolaannya sederhana yaitu tanaman karet.


Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa
secara mikro pelaksanaan pekerjaan dilapangan tidak selalu
berjalan sesuai dengan rencana. Masalah-masalah yang
dihadapi tidak hanya terbatas kepada persoalan teknis baik
perencanaan maupun pelaksanaan, tetapi trkait juga dengan
masalah

non

teknis

diantaranya

pengetahuan/persepsi

masyarakat sebagai pemilik dan penggarap lahan mengenai


Program Pensebagai pemilik dan penggarap lahan mengenai
Program Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB) dan Jaringan
Tersier (JT) dalam areal Irigasi Mukomuko Kanan.
Berdasarkan hasil kegiatan sosialisasi serta dialog yang
dilaksanakan
masyarakat

Konsultan
petani

disetiap

pemilik

lahan

Desa,

pada

mempunyai

umumnya
beberapa

aspirasi yang dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:


1. Menginginkan agar pelaksanaan Proyek PLB dilaksanakan
secepat mungkin dan dilaksanakan sampai tuntas.
2. Benar-benar dilaksanakan sesuai perencanaan

dan

diawasi betul-betul oleh instansi yang bersangkutan,


konsultan dan masyarakat itu sendiri, sehingga dalam
pelaksanaannya juga membuat kecewa masyarakat.
3. Tidak terulang kejadian pencetakan sawah didaerah lain
dimana pengerjaannya hanya sampai pembukaan lahan
(Iand clearing), tanah diratakan atau digusur tetapi tidak
membentuk sawah.
4. Yang penting dalam proyek pembangunan jaringan Irigasi
dan pencetakan sawah baru ini bagaimana caranya air
irigasi bisa mengalir lancar ke lahan mereka.
5. Dibuatkan jalan usaha tani, jaringan tersier

yang

salurannya lebih tinggi dari lahan sawah dan parit


pembuangan.
5.2.1 Pernyataan Pemilik Lahan dan Luas Lahan Calon
Peserta PLB
Hasil Pernyataan Pemilik lahan akan dicantumkan kedalam
tata letak saluran tersier definitive. Daftar Pernyataan Pemilik
Lahan

akan

digunakan

untuk

acuan

pembentukan

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dimasa akan datang.


Berdasarkan daftar tersebut, peta kepemilikan lahan daerah
irigasi akan disiapkan dengan menggunakan peta topografi

yang

ada

dan

dengan

survey

lapangan

pada

batas

kepamilikan lahan.
Sosialisasi

juga

menginformasikan

dilakukan
dan

untuk

mendapatkan

mengklarifikasi,
masukan

dari

masyarakat dalam pembuatan tata letak definitive.


Adapun kegiatan publik (Sosialisasi) untuk tata letak saluran
tersier termasuk jalan pertanian meliputi 1 (satu) kabupaten,
2 (dua) kecamatan yang terdiri dari 7 (tujuh) desa.
Tabel 5.1 Daftar Kegiatan Publik (Sosialisasi)
Sumber : Berita Acara Sosialisasi Jaringan Tersier PT.Tritunggal P.Konsultan
& Ass, 2005

Hasil dari kegiatan ini dituangkan ke dalam Berita Acara, yang


ditanda tangani oleh kepala desa/kepala kelurahan dan petani
penerima manfaat yang terkena rencana saluran tersier.
Berdasarkan hasil survey inventarisasi lapangan yang telah
dilakukan jumlah Petani Penerima Manfaat adalah 2.098
Orang (KK), yang berada di 2 (dua) kecamatan tersebar di 7
(tujuh) desa.

1. Desa Lalang luas


Jumlah surat Pernyataan 75 Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 0,32 ha
Kebun Sawit (KS)
= 3,86 ha
Kebun Karet (KK)
= 24,85 ha
Kebun Campuran (KC) = 38,18 ha
Semak Belukar (SB) = 3,05 ha
Hutan Ringan (HR)
= 6,50 ha
Ladang (LD)
= 3,45 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 82,21 ha

2. Desa Rasno
Jumlah Surat Pernyataan 40 Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 0,50 ha
Kebun Sawit (KS)
= 8,50 ha
Kebun Karet (KK)
= 0,00 ha
Kebun Campuran (KC) = 3,00 ha
Semak Belukar (SB) = 5,00 ha
Hutan Ringan (HR)
= 0,00 ha
Ladang (LD)
= 11,60 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 28,60 ha

3. Desa Pondok Panjang


Jumlah Surat Pernyataan 123 Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 0,50 ha
Kebun Sawit (KS)
= 45,58 ha
Kebun Karet (KK)
= 7,50 ha
Kebun Campuran (KC) = 26,50 ha
Semak Belukar (SB) = 17,25 ha
Hutan Ringan (HR)
= 30,25 ha
Ladang (LD)
= 2,00 ha
Hutan Sedang (HS)
= 25,00 ha
Jumlah Luas

= 154,08 ha

4. Desa Suka Pindah


Jumlah Surat Pernyataan 94 Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 0,50 ha
Kebun Sawit (KS)
= 45,00 ha
Kebun Karet (KK)
= 23,25 ha
Kebun Campuran (KC) = 0,00 ha
Semak Belukar (SB) = 27,85 ha
Hutan Ringan (HR)
= 0,00 ha
Ladang (LD)
= 2,00 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 98,10 ha

5. Desa Lubuk Pinang


Jumlah Surat Pernyataan 105 Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 2,00 ha
Kebun Sawit (KS)
= 0,00 ha
Kebun Karet (KK)
= 0,00 ha
Kebun Campuran (KC) = 0,00 ha
Semak Belukar (SB) = 111,31 ha
Hutan Ringan (HR)
= 0,00 ha
Ladang (LD)
= 0,00 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 113,31 ha

6. Desa Sumber Makmur


Jumlah Surat Pernyataan 858 Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 221,20 ha
Kebun Sawit (KS)
= 374,78 ha
Kebun Karet (KK)
= 21,00 ha
Kebun Campuran (KC) = 160,00 ha
Semak Belukar (SB) = 37,75 ha
Hutan Ringan (HR)
= 466,95 ha
Ladang (LD)
= 143,52 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 1425,20 ha

7. Desa Tanjung Mulya


Jumlah Surat Pernyataan 807 Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 2,75 ha
Kebun Sawit (KS)
= 300,55 ha
Kebun Karet (KK)
= 0,00 ha
Kebun Campuran (KC) = 160,00 ha
Semak Belukar (SB) = 119,52 ha
Hutan Ringan (HR)
= 364,83 ha
Ladang (LD)
= 407,45 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 1355,09 ha

Jumlah Calon Pesrta PLB = 2.103


Jumlah Luas Lahan Calon Peserta

= 3256,09 ha

5.2.2 Jumlah Pemilik Lahan yang telah setuju dan menjadi


Peserta Penyiapan Lahan Berpengairan (PLB)
1. Desa Lalang Luas
Jumlah Surat Pernyataan yang siap menjadi pesrta PLB 53
Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 0.32 ha
Kebun Sawit (KS)
= 3,86 ha
Kebun Karet (KK)
= 17,35 ha
Kebun Campuran (KC) = 24,65 ha
Semak Belukar (SB) = 1,05 ha
Hutan Ringan (HR)
= 0,00 ha
Ladang (LD)
= 3,45 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 50,68 ha

2. Desa Tanjung Mulya


Jumlah Surat Pernyataan yang siap menjadi pesrta PLB 40
Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 0,50 ha
Kebun Sawit (KS)
= 8,50 ha
Kebun Karet (KK)
= 0,00 ha
Kebun Campuran (KC) = 3,00 ha

Semak Belukar (SB)


Hutan Ringan (HR)
Ladang (LD)
Hutan Sedang (HS)

Jumlah Luas

=
=
=
=

5,00 ha
0,00 ha
11,60 ha
0,00 ha

= 28,60 ha

3. Desa Pondok Panjang


Jumlah Surat Pernyataan yang siap menjadi pesrta PLB 123
Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 0,00 ha
Kebun Sawit (KS)
= 44,08 ha
Kebun Karet (KK)
= 7,50 ha
Kebun Campuran (KC) = 26,50 ha
Semak Belukar (SB) = 17,25 ha
Hutan Ringan (HR)
= 30,25 ha
Ladang (LD)
= 2,00 ha
Hutan Sedang (HS)
= 25,00 ha
Jumlah Luas

= 152,58 ha

4. Desa Suka Pindah


Jumlah Surat Pernyataan yang siap menjadi pesrta PLB 75
Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 0,00 ha
Kebun Sawit (KS)
= 45,00 ha
Kebun Karet (KK)
= 15,25 ha
Kebun Campuran (KC) = 0,00 ha
Semak Belukar (SB) = 17,00 ha
Hutan Ringan (HR)
= 0,00 ha
Ladang (LD)
= 1,00 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 78,25 ha

5. Desa Lubuk Pinang


Jumlah Surat Pernyataan yang siap menjadi pesrta PLB 105
Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 2,00 ha
Kebun Sawit (KS)
= 0,00 ha
Kebun Karet (KK)
= 0,00 ha
Kebun Campuran (KC) = 0,00 ha
Semak Belukar (SB) = 111,31 ha
Hutan Ringan (HR)
= 0,00 ha
Ladang (LD)
= 0,00 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 113,31 ha

6. Desa Tanjung Mulya


Jumlah Surat Pernyataan yang siap menjadi pesrta PLB 858
Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 221,20 ha
Kebun Sawit (KS)
= 374,78 ha
Kebun Karet (KK)
= 0,00 ha
Kebun Campuran (KC) = 0,00 ha
Semak Belukar (SB) = 37,75 ha
Hutan Ringan (HR)
= 466,95 ha
Ladang (LD)
= 143,52 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 1244,20 ha

7. Desa Tanjung Mulya


Jumlah Surat Pernyataan yang siap menjadi pesrta PLB 797
Lembar
Tata guna lahan saat ini:
Sawah Tadah Hujan (STH) = 2,75 ha
Kebun Sawit (KS)
= 267,52 ha
Kebun Karet (KK)
= 0,00 ha
Kebun Campuran (KC) = 0,00 ha
Semak Belukar (SB) = 119,52 ha
Hutan Ringan (HR)
= 364,83 ha
Ladang (LD)
= 407,45 ha
Hutan Sedang (HS)
= 0,00 ha
Jumlah Luas

= 1182,16 ha

Jumlah Calon Pesrta PLB = 2.051


Jumlah Luas Lahan Calon Peserta

= 2829,77 ha

5.3 Kajian Hidrologi


Secara umum kajian hidrologi merupakan satu bagian analisa
awal dalam kegiatan perancangan/perencanaan. Pengertian
yang terkandung didalamnya adalah bahwa informasi dan
besaran-besaran yang diperoleh dalam analisa hidrologi
merupakan masukan penting dalam analisa selanjutnya.
Ukuran dan karakter bangunan hidrolis sebagai sarana dalam
pemanfaatan sumber daya air sangat tergantung dari tujuan
pembangunan dan informasi yang diperoleh dari analisa
hidrologi.
Didalam hidrologi, salah satu aspek analisa yang diharapkan
dapat dihasilkan guna menunjang perancangan bangunanbangunan

hidrolis

adalah

penetapan

besaran-besaran

rancangan hujan, banjir maupun unsur hidrologi lainnya.


Masalah praktis yang selama ini hampir selalu dijumpai
dalam analisa hidrologi adalah terdapatnya banyak cara
pemakaian model dan hasil penelitian dalam hidrologi yang
satu sama lain menggunakan pendekatan yang berbeda dan
hasil yang lebih sering berbeda.
5.3.1 Iklim dan Curah Hujan
Dalam memperhatikan keadaan iklim suatu daerah dan
menyesuaikan

cara

pemanfaatannya,

maka

dapat

dilaksanakan suatu pola tanam yang tepat sesuai dengan


keadaan tanah daerah tersebut.
Keadaan iklim suatu daerah berperan dalam pengelolaan
pertanian. Iklim di Kabupaten Mukomuko tergolong iklim
tropis, hal mana unsur-unsur iklim seperti suhu udara dan
tekanan udara tidak menunjukkan fluktuasi yang cukup besar.
Curah hujan bulanan rata-rata bulanan bervariasi antara 144
s/d 472 mm dengan jumlah curah hujan rata-rata tahunan
mencapai 3448 mm. Rata-rata jumlah hari hujan 9,75 hari

dan curah hujan terbesar selama 24 jam bervariasi antara 58


sampai 112 mm.
Suhu udara maksimum bulanan bervariasi antara 33,12 oC
dengan rata-rata bulanan dalam setahun 33,87 oC. Suhu
minimum bulanan antara 19,95oC sampai 21,35oC dengan
rata-rata bulanan dalam setahun 20,68oC. Dengan demikian
suhu rata-rata bulanan dalam setahun 27,28oC.
5.3.2 Data Hujan
Data

hujan

yang

digunakan

dalam

analisa

hidrologi

mengunakan stasiun penakar hujan Lalang Luas, stasiun


Pondok Kopi dan stasiun Pondok Panjang.
Dalam kegiatan ini digunakan tiga pos penakar hujan, agar
wilayah kajian dapat terwakili termasuk daerah upland yang
akan

mempengaruhi

debit

banjir

rencana

keseluruhan,

sehingga sangat tepat jika menggunakan lebih dari satu pos


pengamatan hujan.
Data pengamatan tercatat mulai tahun 1978 sampai dengan
tahun 2003, sedangkan hasil perhitungan curah hujan harian
maksimum dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Curah Hujan Harian Maksimum


Tanggal
21 November
25 Januari
19 Maret
25 Juli
6 Mei
2 Mei
20 April
13 Januari
12 April
20 Mei
3 Desember
27 April
23 Oktober
12 November
16 Desember
7 Mei
1 Maret
6 Januari
23 November
11 Desember
7 Oktober
19 Mei
18 Januari
15 Februari
7 September
14 Juli

Tahun
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003

Unit (mm)
63,60
60,59
59,07
53,43
47,68
66,03
57,56
111,24
89,29
52,89
62,58
70,88
46,35
168,63
121,89
96,57
87,60
50,18
70,28
54,94
74,76
61,86
68,95
96,39
120,50
99,80

Sumber : Dinas Kimpraswil Provinsi Bengkulu (unit hidrologi)

5.3.3 Komponen

dan

Dimensi

Proyek

Derah

Irigasi

Mukomuko Kanan
Rencana pembangunan Daerah Irigasi Mukomuko Kanan
merupakan salah satu tahap pembangunan secara penunjang
Bendung Majunto untuk mengairi Daerah Irigasi Mukomuko
Kanan. Sedangkan Daerah Irigasi Mukomuko Kiri sudah
selesai dan beroperasi sejak tahun 1987.
a. Sumber Air Baku
Sumber air baku untuk pengembangan Daerah Irigasi
Mukomuko Kanan diambil melalui Bendung Majunto yang
telah dibangun. Spesifikasi sungai dan bendung adalah
sebagai berikut:
Data Teknis Sungai Majunto
Luas DAS
: 407 km2
Q100
: 1780 m3/det
Q rata-rata harian
: 54 m3/det
Lebar Sungai rata-rata : 90 m
Kemiringan Sungai rata-rata
: i = 1,0008
Bendung Majunto
Pembangunan Bendung : tahun 1983/1984
Type Bendung
: lugter dengan upturned bucket
Lebar Bendung
: 100 m, termasuk pilar dan
penguras
Elevasi lantai muka bendung
: + 25,90 m
Elevasi mercu
: + 29,40 m
Tinggi mercu
: 4,50 m
Kapasitas Intake kiri
: 10,13 m3/det
Kapasitas Intake kanan : 10,13 m3/det
b. Debit Sungai
Dari hasil pengukuran sesaat yang telah dilakukan oleh
Team survey dari Proyek Irigasi dan Rawa Bengkulu bahwa
penampang sungai didapat debit Q = 51,332 m 3/det
masih mencukupi untuk melayani debit pada intake kiri
dan intake kanan.
Debit bulanan rata-rata Sungai Majunto mencapai nilai
maksimum pada bulan Januari sebesar 38,18 m3/det dan
nilai minimum 13,70 m3/det pada bulan Desamber. Pada
pengukuran debit sesaat yang dilakukan pada tanggal 17

Januari

2005

pada

Bendung

Mukomuko

dengan

menggunakan Current meter diperoleh Q =

51,332

m3/det. Velocity 0,995 m/det.


Berdasarkan hasil Study ANDAL pada tahun 1988
Sungai Majunto mempunyai
Debit rata-rata bervariasi antara 23,00 m3/det dan 117,90
m3/det
Debit minimum antara 16,00 m3/det dan 67,70 m3/det
Hasil Pengukuran pada tahun 1991-1995
Sungai Majunto mempunyai
Debit rata-rata bervariasi antara 12,90 m3/det dan 64,30
m3/det
Debit minimum antara 6,20 m3/det dan 38,20 m3/det
Debit rata-rata harian yaitu 54 m3/det
Hasil Revisi Study ANDAL pada tahun 2003 dengan
data yang digunakan pada tahun 1991 sampai tahun
2000 (Hasil studi PTSL II-JBIC Loan No.IP-505 tahun
2003)
Debit Bulanan rata-rata maksimum pada bulan Januari
38,18 m3/det dan Nilai minimum pada bulan Desember
13,70 m3/det

5.4 Geoteknik dan Mekanika Tanah


Sebagian besar areal irigasi di Daerah Irigasi Mukomuko
Kanan adalah daerah gambut dimana tanah ini sangat lemah
dan

berai

ntuk

struktur

terjadinya

penuunan

lemahnya

bearing

pondasi.

bangunan
capacity,

yag

maka

Untuk

menghindari

dkarenakan
diperukan

oleh

adanya

penyelidikan tanah di lokasi tersebut. Tujuan utama dari


penyelidikan geologi

dan

mekanika

tanah adlah untuk

memperoleh nilai desain dan petunjuk untuk desain saluran


irigasi dan pembuangan serta bangunan-bangunannya.
Survey Investigasi mekanika tanah yang akan dilakukan pada
kegiatan ini meliputi Dutch Cone test dan Hand Auger Boring.
Investigasi ini termasuk, undisturbed soil sampling dan
pengujian di laboraoium, seperti natural water content,
physical test dan mechanical test. Mchanical test terdiri dari
shearing test, unconfined comperssion test dan lain-lain.
Lokasi penyelidikan dilaksanakan di 30 lokasi (Dutch Cone
Test dan Hand Auger) Detail pekerjan adalah sebagai berikut:
Dutch Cone Test
Hand Auger Test
Pengujian Laboratorium
- Natural Water Content
- Tes Fisik
1. Specific Gravity Test
2. Dry Density
3. Atterberg Limit Test
4. Grain Size Analysis
- Tes Mekanikal
Unconfined CompressionTest

Tabel 5.3 Lokasi Penyelidikan Dutch Cone dan Hand Auger


N
o

Nomo
r Tes

DC-1

DC-2

DC-3

DC-4

DC-5

DC-6

DC-7

DC-8

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2

DC-9
DC10
DC11
DC12
DC13
DC14
DC15
DC16
DC17
DC18
DC19
DC20
DC21
DC22

Lokasi
BmKn
25
BmKn
25 A
BmKn
25 B
BmKn
25 C
BmKn
25 D
BmKn
26
BmKn
26 A
BmKn
26 B
BmKn
26 C
BmKn
26 D
BmKn
26 E
BmKn
27
BmKn
27 A
BmKn
27 B
BmKn
27 C
BmKn
27 D
BmKn
27 E
BmKn
28
BmKn
28 A
BmKn
28 B
BmKn
28 C
BmKn
28 D

Koordinat
Absis
Ordinat
(X) (m)
(Y) (m)
6760,09
12330
6
6456,09
13129
4

Eleva
si (m)
7830
7120

12980
13297,9
99

6280
6375,09
4

7080

13545

5820

8462

11650
12440,7
58

6050
6191,54
5

6215

12050

5550

6284

12629

6029

7290

12700

5500

696

12900

4900

7650

11200

5190

6090

11845

5140

5649

11785
12297,7
56
12326,7
55

4745
4836,54
6
4842,54
6

5361

12420

4120

5370

11100

4650

4625

11300

4345

3875

11100
11952,7
58
11724,7
59

3200
4260,54
6
4039,54
6

3200

6400

6240

5568
5727

4789
4509

Keterang
an

2
3
2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0

DC23
DC24
DC25
DC26
DC27
DC28
DC29
DC30

BmKn
29
BmKn
29 A
BmKn
29 B
BmKn
29 C
BmKn
30
BmKn
30 A
BmKn
30 B
BmKn
30 C

11550

375

3553

11550

3320

3850

12095

3595

4726

11000

3050

3690

11100

3340

3365

11250

2950

3595

11170

2940

3430

11580

3000

3910

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

Tabel 5.4 Lokasi Penyelidikan Pemboran Tangan


N
o

Nomo
r Tes

HB 1

HB 2

HB 3

HB 4

5
6

HB 5
HB 6

HB 7

HB 8

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3

HB 9
HB
10
HB
11
HB
12
HB
13
HB
14
HB
15
HB
16
HB
17
HB
18
HB
19
HB
20
HB
21
HB
22
HB
23

Koordinat
Lokasi
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
E

25
25

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
E

27
27

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D

28
28

Elevas
i (m)

Absis (X)
(m)
12330

Ordinat
(Y) (m)
6760,096

13129

6456,094

7120

12980
13297,99
9

6280

7080

6375,094

6400

7830

25
25
25
26
26

13545
11650
12440,75
8

5820
6050

8462
6215

6191,545

6240

12050

5550

6284

12629

6029

7290

12700

5500

696

12900

4900

7650

11200

5190

6090

11845

5140

5649

11785
12297,75
6
12326,75
5

4745

5361

4836,546

5568

4842,546

5727

12420

4120

5370

11100

4650

4625

11300

4345

3875

11100
11952,75
8
11724,75
9

3200

3200

4260,546

4789

4039,546

4509

11550

375

3553

26
26
26
26

27
27
27
27

28
28
28

BmKn 29

Keterang
an

2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0

HB
24
HB
25
HB
26
HB
27
HB
28
HB
29
HB
30

BmKn 29
A
BmKn 29
B
BmKn 29
C
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C

30
30

11550

3320

3850

12095

3595

4726

11000

3050

3690

11100

3340

3365

11250

2950

3595

11170

2940

3430

11580

3000

3910

30
30

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

Lokasi penyelidikan test pit (sumur uji) ditetapkan sebagai


berikut:
Tabe 3.7 Lokasi Penyelidikan Test Pit (Sumur Uji)
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0

Nom
or
Tes

Koordinat
Lokasi

Desa Sumber
Makmur
Desa Sumber
TP-2 Makmur
Desa Sumber
TP-3 Makmur
Desa Sumber
TP-4 Makmur
Desa Sumber
TP-5 Makmur
Desa Tanjung
TP-6 Mulya
Desa Tanjung
TP-7 Mulya
Desa Tanjung
TP-8 Mulya
Desa Tanjung
TP-9 Mulya
Desa Tanjung
TP-10 Mulya
TP-1

Elevas
i (m)

Absis
(X) (m)

Ordinat
(Y) (m)

12050

5550

12629

6029

12700

5500

12900

4900

11200

5190

11550

3645

11550

3320

12095

3595

11000

3050

11170

2540

Ket

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

5.4.1 Dut Cone Test


N
o

Nomor
Tes

MB 1

MB 2

MB 3

MB 4

MB 5

MB 6

MB 7

MB 8

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3
2
4

MB 9
MB 10
MB 11
MB 12
MB 13
MB 14
MB 15
MB 16
MB 17
MB 18
MB 19
MB 20
MB 21
MB 22
MB 23
MB 24

Lokasi

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D

25
25

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
E

26
26

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D
BmKn
E

27
27

BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C
BmKn
D

28
28

25
25
25

26
26
26
26

27
27
27
27

28
28
28

BmKn 29
BmKn 29
A

Kedalaman

0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m

HK
kg/cm

JH
kg/cm

HAT
kg/cm

(Ho
20/10)
kg/cm

JHP
kg/cm

JHS
kg/cm

83

86

44

564

0.3

68

71

144

0.4

80

83

12

120

0.6

59

70

22

126

1.1

47

60

20

40

222

2.0

50

58

16

94

0.8

40

46

12

134

0.6

72

84

12

12

142

1.2

55

67

12

24

278

1.2

20

30

10

10

179

1.0

58

65

14

114

0.7

38

50

12

24

150

1.2

79

84

10

128

0.5

68

72

94

0.6

75

86

11

22

168

1.1

10

52

0.5

66

74

16

148

0.8

90

105

16

30

152

1.5

45

56

11

144

1.1

56

65

18

124

0.9

27

38

25

50

166

2.5

45

54

18

160

0.9

64

76

12

24

212

1.2

44

50

12

102

1.2

s/d 6.00
s/d 6.00
s/d 6.00
s/d 5.20
s/d 5.40
s/d 5.60
s/d 5.60
s/d 5.60
s/d 5.80
s/d 5.40
s/d 5.80
s/d 6.00
s/d 5.80
s/d 6.00
s/d 5.80
s/d 4.40
s/d 6.20
s/d 4.00
s/d 3.40
s/d 5.00
s/d 5.00
s/d 6.00
s/d 6.00
s/d 6.40

2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0

0.00 s/d 5.60


m
0.00 s/d 6.20
MB 26
m
0.00 s/d 5.60
MB 27 BmKn 30 m
BmKn 30 0.00 s/d 5.60
MB 28 A
m
BmKn 30 0.00 s/d 5.80
MB 29 B
m
BmKn 30 0.00 s/d 5.80
MB 30 C
m
Sumber : Hasil Inventarsasi dan
MB 25

BmKn 29
B
BmKn 29
C

As, 2005

51

58

14

114

0.7

56

69

13

26

180

1.3

38

45

14

102

0.7

46

58

12

24

112

1.2

51

58

14

94

0.7

37
47
10
20
40
1.0
Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &

5.4.2 Hand Auger


N
o
1

10

11

13

14

Nomo
r Bor
BT.01

BT.02

BT.03

BT.04

BT.05

BT.06

BT.07

BT.08

BT.09

BT.10

BT.11

BT.13

BT.14

Lokasi

Kedalaman

BkMn 25

0.00 s/d 2.40


m

BkMn 25
A

BkMn 26

0.00 s/d 3.50


m

0.00 s/d 3.50


m

BkMn 26
A

0.00 s/d 2.80


m

BkMn 26
B

0.00 s/d 2.40


m

BkMn 26
C

0.00 s/d 2.40


m

BkMn 27

0.00 s/d 2.80


m

BkMn 27
A

0.00 s/d 4.50


m

BkMn 28

1.0 s/d 2.60 m

BkMn 28
A

0.00 s/d 3.00


m

BkMn 28
A

0.00 s/d 3.20


m

BkMn 29

0.00 s/d 4.00


m

BkMn 29

0.00 s/d 3.40

Deskripsi Tanah
pd 0.80 m = MAT
0.00 s/d 1.00 m =
1.00 s/d 2.00 m =
Coklat
2.00 s/d 2.40 m =
abu
0.80 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 3.00 m =
Coklat
3.00 s/d 3.50 m =
Keabuan
0.80 m = MAT
1.00 s/d 3.00 m =
3.00 s/d 3.50 m =
Coklat
0.80 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 2.40 m =
2.40 s/d 2.80 m =
Coklat Muda
0.40 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 2.40 m =
Coklat
0.80 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 2.40 m =
Keabuan
0.80 m = MAT
0.00 s/d 0.80 m =
0.80 s/d 2.40 m =
Lembek
2.40 s/d 2.80 m =
abu
0.80 m = MAT
0.00 s/d 2.40 m =
2.40 s/d 4.00 m =
4.00 s/d 4.50 m =
Coklat Muda
0.80 m = MAT
1.00 s/d 2.00 m =
2.00 s/d 2.60 m =
abu
0.80 m = MAT
0.00 s/d 1.80 m =
1.80 s/d 3.00 m =
Coklat Muda
0.40 m = MAT
0.40 s/d 2.20 m =
2.20 s/d 3.20 m =
Keputihan
1.00 m = MAT
1.00 s/d 3.40 m =
3.40 s/d 4.00 m =
Keabuan
0.80 m = MAT

Tanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Lempung AbuTanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Lanau Kehitaman
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung Putih
Tanah Gambut
Tanah Keabuan
Tanah Lempung AbuTanah Gambut
Tanah Coklat Lembek
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung AbuTanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung
Tanah Gambut
Tanah Lempung Putih

15

BT.15

BkMn 29
B

0.00 s/d 3.00


m

0.80 s/d 2.00 m


2.00 s/d 3.40 m
Keabuan
0.80 m = MAT
0.80 s/d 2.00 m
2.00 s/d 3.00 m
Keabuan

= Tanah Gambut
= Tanah Lempung Putih
= Tanah Gambut
= Tanah Lempung Putih

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

5.4.3 Berat Jenis Tanah


N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Lokasi
BmKn 25
BmKn 25
A
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C

26
26
26
26

BmKn 27
BmKn 27
A
BmKn 25
A

10 BmKn
BmKn
11 A
BmKn
12 B
BmKn
13 C

26
26
26
26

14 BmKn 27
BmKn 27
15 A

Kedalaman
2.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m

Berat Jenis
Tanah (kg/cm)

Keterang
an

s/d 2.40
2.48
s/d 3.50
2.40
s/d 3.50
2.74
s/d 2.80
2.62
s/d 2.40
2.57
s/d 2.40
2.89
s/d 2.80
2.92
s/d 4.50
2.20
s/d 3.50
2.54
s/d 3.50
2.24
s/d 2.80
2.55
s/d 2.40
2.78
s/d 2.40
2.97
s/d 2.80
2.70
s/d 4.50
2.91

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

5.4.4 Dray Density/Kadar Air


N
O
1
2
3
4
5

Lokasi
BmKn 25
BmKn 25
A
BmKn 26
BmKn 26
A
BmKn 26

Kedalaman
3.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00

Kadar
Air (%)

s/d 2.40
40.21
s/d 3.50
46.76
s/d 3.50
49.12
s/d 2.80
s/d 2.40

51.73
36.17

Keterang
an

6
7
8
9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5

B
BmKn 26
C
BmKn 27
BmKn 27
A
BmKn 25
A
BmKn
BmKn
A
BmKn
B
BmKn
C

26
26
26
26

BmKn 27
BmKn 27
A

m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m
0.00
m

s/d 2.40
45.52
s/d 2.80
49.12
s/d 4.50
37.07
s/d 3.50
41.03
s/d 3.50
37.79
s/d 2.80
43.20
s/d 2.40
47.67
s/d 2.40
42.65
s/d 2.80
47.36
s/d 4.50
53.44

Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &


As, 2005

5.4.5 Atterberg
N
o

Liquid
Lokasi

BmKn
1 25
BmKn
2 25 A
BmKn
3 26
BmKn
4 26 A
BmKn
5 26 B
BmKn
6 26 C
BmKn
7 27
BmKn
8 27 A
BmKn
9 25 A
1 BmKn
0 26
1 BmKn
1 26 A
1 BmKn
2 26 B
1 BmKn
3 26 C
1 BmKn
4 27
1 BmKn
5 27 A
Sumber : Hasil
As, 2005

Kedalaman

Limit

Plastis

Indeks

Ket
.

(%)
Limit (%)
Plastis (%)
4.00 s/d 2.40
m
LL 40.95
PL 38.75
PI 33.57
0.00 s/d 3.50
m
LL 51.43
PL 37.44
PI 27.40
0.00 s/d 3.50
m
LL 40.73
PL 35.04
PI 24.00
0.00 s/d 2.80
m
LL 41.93
PL 38.95
PI 27.63
0.00 s/d 2.40
m
LL 56.01
PL 48.64
PI 31.20
0.00 s/d 2.40
m
LL 58.69
PL 46.34
PI 32.90
0.00 s/d 2.80
m
LL 53.15
PL 35.09
PI 27.41
0.00 s/d 4.50
m
LL 56.98
PL 42.06
PI 27.21
0.00 s/d 3.50
m
LL 56.32
PL 34.36
PI 27.45
0.00 s/d 3.50
m
LL 52.00
PL 30.73
PI 22.35
0.00 s/d 2.80
m
LL 57.14
PL 29.61
PI 31.00
0.00 s/d 2.40
m
LL 55.17
PL 35.09
PI 26.31
0.00 s/d 2.40
m
LL 52.78
PL 42.27
PI 27.35
0.00 s/d 2.80
m
LL 51.52
PL 38.88
PI 28.25
0.00 s/d 4.50
m
LL 48.03
PL 44.58
PI 23.45
Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &

5.4.6 Grain Size Analisis


N

San

Jenis Tanah

Kedalaman

Grave

Silt

Clay

BmKn

5.00 s/d 2.40

l (%)
0.00

(%)
11.3

(%)
61.9

(%)
26.6

25

BmKn

0.00 s/d 3.50

16.6

57.1

26.2

25 A

BmKn

0.00 s/d 3.50

13.0

58.0

29.0

Coklat
Lempung

26

Coklat

BmKn

0.00 s/d 2.80

26 A

BmKn

0.00 s/d 2.40

26 B

BmKn

0.00 s/d 2.40

26 C

BmKn

0.00 s/d 2.80

27

BmKn

0.00 s/d 4.50

27 A

BmKn

0.00 s/d 3.50

25 A

BmKn

0.00 s/d 3.50

26

BmKn

0.00 s/d 2.80

26 A

BmKn

0.00 s/d 2.40

26 B

BmKn

0.00 s/d 2.40

26 C

BmKn

0.00 s/d 2.80

27

o
1
2
3

Lokasi

0.00
0.00

Warna
Lempung
Abu-abu
Lempung

Muda
4
5
6
7
8

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.00

0.00

6.55

64.7

28.7

65.2

26.1

15.5

60.8

23.6

5.24

59.7

35.0

61.2

33.2

Coklat
Lempung

Coklat

58.8

36.6

Muda
Lempung

Putih

65.6

30.1

Keabuan
Lempung

Coklat

10.3

52.1

37.4

8.50

42.3

49.2

Keputihan
Lempung

Putih

55.3

40.8

Keabuan
Lempung

Putih

71.3

25.2

Keabuan
Lempung

Putih

8.65

5.44

4.48

4.27

Lempung
Coklat
Lempung
Coklat
Lempung
Keabuan
Lempung

Muda
0.00
0.00

0.00

0.00

3.82

3.41

Lempung

Keabuan

BmKn

0.00 s/d 4.50

27 A

0.00

5.03

64.2

30.7

Lempung

Putih

Keabuan
Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &
As, 2005

5.4.7 Unconfned Compression Test


N
o

Nom
or
Tes

Lokasi

MB 1

BmKn 25

MB 2

BmKn 25 A

MB 3

BmKn 25 B

MB 4

MB 5

BmKn 25 C
BmKn 25
D

MB 6

BmKn 26

MB 7

BmKn 26 A

MB 8

BmKn 26 B

9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0

MB 9
MB
10
MB
11
MB
12
MB
13
MB
14
MB
15
MB
16
MB
17
MB
18
MB
19
MB
20

BmKn 26 C
BmKn 26
D
BmKn 26 E
BmKn 27
BmKn 27 A
BmKn 27 B
BmKn 27 C
BmKn 27
D
BmKn 27 E
BmKn 28
BmKn 28 A
BmKn 28 B

Kedalaman
0.00
6.00
0.00
6.00
0.00
6.00
0.00
5.20
0.00
5.40
0.00
5.60
0.00
5.60
0.00
5.60
0.00
5.80
0.00
5.40
0.00
5.80
0.00
6.00
0.00
5.80
0.00
6.00
0.00
5.80
0.00
4.40
0.00
6.20
0.00
4.00
0.00
3.40
0.00
5.00

s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m
s/d
m

qu maks
(kg/cm)
4.17
3.28
3.54
3.81
3.96
3.54
3.91
3.44
3.98
4.32
3.91
3.91
4.12
4.13
3.75
3.83
4.28
3.75
4.32
3.70

Keteranga
n

2 MB
0.00 s/d
1 21
BmKn 28 C 5.00 m
3.60
2 MB
BmKn 28
0.00 s/d
2 22
D
6.00 m
4.29
2 MB
0.00 s/d
3 23
BmKn 29
6.00 m
4.67
2 MB
0.00 s/d
4 24
BmKn 29 A 6.40 m
3.74
2 MB
0.00 s/d
5 25
BmKn 29 B 5.60 m
3.92
2 MB
0.00 s/d
6 26
BmKn 29 C 6.20 m
3.10
2 MB
0.00 s/d
7 27
BmKn 30
5.60 m
3.81
2 MB
0.00 s/d
8 28
BmKn 30 A 5.60 m
3.65
2 MB
0.00 s/d
9 29
BmKn 30 B 5.80 m
3.12
3 MB
0.00 s/d
0 30
BmKn 30 C 5.80 m
3.10
Sumber : Hasil Inventarsasi dan Pengukuran PT.Tritunggal P.Konsultan &
As, 2005

5.5 Hasil Review Desain Jaringan Tersier


5.5.1 Daftar Petak Tersier, Luas Petak, Panjang saluran, dan Jumlah
boks
A. Saluran Primer Mukomuko Kanan
N
o
1
2
3
5
6
7
8
9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3
2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0
3
1

Nama
Petak
Tersier
MKn 1 Ki
MKn 2 Ki
MKn 3 Ki
MKn 3 Ka
MKn 4 Ki
MKn 5 Ki
MKn 6 Ki
MKn 7 Ki
MKn 8 Ki

Luas
Petak
(Ha)
5.85
7.93
37.52
6.35
7.62
22.80
26.28
2.35
7.10

Panjang
Saluran
(m)
307
505
531
566
-

Boks
Tersi
er
1
1
-

Boks
Kwart
er
2
1
4
1
-

Goron
ggorong
-

Goron
g
Silang
1
1
-

MKn 9A Ki

2.75

40.15

1208

MKn 10 Ki

5.55

MKn 11 Ki

14.35

MKn 12 Ki

21.25

655

MKn 13 Ki

19.85

700

MKn 14 Ki

4.25

MKn 15 Ki

43.00

2000

MKn 16 Ki

47.76

2400

MKn 17 Ki

38.63

907

MKn
MKn
1
MKn
2
MKn
3

48.10

2362

40.10

707

10.52

45

24.85

417

MKn 20 Ka
MKn 21 Ki
1
MKn 21 Ki
2

82.58

956

47.50

773

14.00

225

MKn
MKn
1
MKn
2
MKn
3

26.30

46.00

340

46.00

1230

103.25

2345

133.50

2260

MKn 9 Ki

18 Ki
20 Ki
20 Ki
20 Ki

22 Ki
23 Ki
23 Ki
23 Ki

MKn 23 Ka

3
2
3
3
3
4
3
5
3
6
3
7
3
8
3
9
4
0
4
1
4
2
4
3
4
4
4
5
4
6
4
7
4
8
4
9

MKn 24 Ki
MKn 24 Ka
1
MKn 24 Ka
2

26.00

85

140.00

1640

50.56

970

MKn 25 Ki

28.25

412

MKn 25 Ka

132.25

2853

MKn 26 Ki

28.00

833

MKn 26 Ka

37.50

359

MKn 27 Ki

50.00

606

MKn 27 Ka

46.00

424

MKn 28 Ki

53.25

1073

MKn 28 Ka
MKn 28 m
Ki
MKn 28 m
Ka

24.00

105

140.00

1425

30.00

50

MKn 29 Ki

60.00

958

MKn 29 Ka

54.00

601

MKn 30 Ki

73.00

871

MKn 30 Ka
MKn 30 m
Ka

69.25

713

124.25
2150.3
3

754

36264

60

86

10

Boks

Goron

Goron

Jumlah

B. Saluran Sekunder Sumber Makmur


No

Nama

Luas

Panjang

Petak

Petak

Saluran

Boks

Kwarte

g-

Tersier

(Ha)

(m)

Tersier

gorong

Silang

Sm 1 Ki

84.34

1067

Sm 1 Ka

52.08

530

Sm 1m Ki
Sm 1m

45.25

512

Ka

46.74

450

228.41

2559

Boks

Goron

Goron

Kwarte

g-

Jumlah

C. Saluran Sekunder Serik


No

Nama

Luas

Panjang

Petak

Petak

Saluran

Boks

(Ha)

(m)

Tersier

gorong

Silang

83.00

1029

Tersier
1

Sr 1 Ki

Sr 1 Ka

77.00

1309

Sr 2 Ki

75.50

1200

Sr 2 Ka

101.25

1262

Sr 3 Ki

96.50

1057

Sr 3 Ka

59.55

308

Sr 4 Ki 1

55.25

720

Sr 4 Ki 2

71.50

1960

Sr 4 Ka

46.50

425

10 Sr 5 Ki

143.00

1808

11 Sr 5 Ka

22.50

831.55

11078

32

20

Boks

Goron

Jumlah

D. Saluran Sekunder Tanjung Alai


No

Nama

Luas

Panjang

Petak

Petak

Saluran

Boks

Kwarte

g-

Gorong

Tersier

(Ha)

(m)

Tersier

gorong

Silang

Ta 1 Ki 1

70.00

1465

Ta 1 Ki 2

68.00

750

Ta 2 Ki

66.50

1125

Ta 2 Ka

30.00

260

Ta 2 mK

91.00

2545

Jumlah

325.50

5945

10

10

E. Saluran Sekunder Dusun Baru


No

Nama

Luas

Panjang

Boks

Goron

Goron

Petak

Petak

Saluran

Boks

Kwarte

g-

Tersier

(Ha)

(m)

Tersier

gorong

Silang

Db 1 Ki

50.00

484

Db 1 Ki

61.50

870

Jumlah

111.50

1354

Jumlah Petak Tersier


Jumlah Luas Total

= 71 Petak Tersier
= 3646,2 Ha

Jumlah Panjang Saluran Tersier

= 57200,00 m

Jumlah Boks Tersier

= 109 Boks Tersier

Jumlah Boks Kwarter

= 128 Boks Kwarter

Jumlah Panjang Saluran Pembuang


Jumlah Gorong-gorong

= 113903,00 m

= 14 buah

Jumlah Gorong-gorong Silang

= 9 buah

Anda mungkin juga menyukai