Perencanaan Kolam Olakan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

PERENCANAAN KOLAM OLAKAN

1. Beberapa Prinsip Perencanaan Kolam Olakan


1.1. Prinsip Peredaman Energi Pada Bendung
Aliran yang melimpah diatas mercu bendung akan mengalir dengan
kecepatan yang cukup tinggi menuju kaki bendung. Kecepatan yang cukup tinggi
ini dapat menimbulkan kerusakan dinding atau dasar saluran karena gerusan yang
ditimbulkannya. Dikaki bendung, kecepatan yang cukup tinggi ini harus diredam
agar tidak mengakibatkan gerusan dikaki bendung. Dengan adanya peredaman ini
aliran dihilir bendung diharapkan sudah mempunyai kecepatan yang cukup kecil
sehingga tidak terjadi lagi pada dasar dan dinding saluran dihilir bendung.
Peredaman energi tersebut dapat mengikuti salah satu prinsip dari
beberapa prinsip peredaman energi berikut ini:
a. Prinsip Air Loncat
Peredaman energi menurut prinsip ini adalah merubah aliran superkritis
menjadi aliran subkritis yang dilakukan pada kolam olakan. Aliran super kritis yaitu
aliran dengan bilangan Freude diatas I, akan terjadi pada aliran dari mercu yang
cukup tinggi. Sedangkan aliran subkritis yang diharapkan terjadi adalah aliran
dihilir bendung. Dengan adanya perubahan tersebut, terdapat peralihan yang
terbentuk air loncat. Untuk memperbesar efek peredaman, di bagian hilir kolam
olakan dilengkapi dengan ambang.
Beberapa kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah:
- Vlughter
- Kolam Loncat Air (Foster dan Kunde)
Lebih detail, kolam olakan dengan prinsip ini akan dibahas kemudian.
Prinsip mercu akan mengalir dengan kecepatan yang cukup tinggi menuju
kaki bendung. Kecepatan yang cukup tinggi ini dapat menimbulkan kerusakan
dinding atau dasar saluran karena gerusan yang ditimbulkannya. Dikaki bendung,
kecepatan yang cukup tinggi ini harus diredam agar tidak mengakibatkan gerusan
dikaki bendung. Dengan adanya peredaman ini aliran dihilir bendung diharapkan
sudah mempunyai kecepatan yang cukup kecil sehingga tidak terjadi lagi pada dasar
dan dinding saluran dihilir bendung.
b. Prinsip memperbesar gesekan
Gesekan antara aliran air dengan dasar saluran, dapat dilakukan dengan
memasang gigi-gigi atau blok-blok beton pada dasar saluran atau kolam olakan.
Dengan adanya gigi-gigi atau blok-blok tersebut terjadi peredaman energy. Kolam
olakan yang menggunakan prinsip ini adalah kolam olakan USBR. Pembahasan
lebih detail mengenai kolam olakan ini juga akan dibahas kemudian.

c. Prinsip membentuk pusaran air


Dengan membentuk pusaran air, maka akan terjadi benturan antara
molekul-molekul air. Benturan-benturan molekul air itulah yang akan meredam
energi yang dihasilkan oleh aliran dari atas mercu. Kolam olakan yang
menggunakan prinsip ini adalah kolam olakan dengan bak tenggelam, baik bak
bercelah maupun tidak bercelah. Pembahasan mengenai peredam energy dengan
prinsip ini juga akan dibahas kemudian.

d. Prinsip membenturkan aliran ke badan yang kuat atau ke air


Peredam energi dengan prinsip ini, dilakukan dengan melontarkan atau
menjatuhkan atau mengalirkan air dari mercu bendung ke badan masif yang kuat
atau ke bantalan air yang cukup dalam. Kolam olakan yang menggunakan prinsip
ini adalah Sky Jump Spillway dimana air diloncatkan jauh kehilir menjauhi tubuh
bendung sehingga tidak membahayakan konstruksi bendung. Aliran yang
diloncatkan tersebut dijatuhkan pada kolam yang mempunyai bantalan air yang
cukup. Selain itu ada juga dikenal Impact Stilling Basin dimana aliran air dari mercu
dibenturkan kedinding beton yang vertical dan digantung diatas kolam olakan yang
menghadang aliran air dari mercu. Karenanya terjadi benturan dan pusaran yang
meredam energi aliran dari mercu. Pembahasan mengenai kolam olakan yang
menganut prinsip ini tidak dapat dilakukan dalam tulisan ini karena tidak sesuai
untuk bendung sederhana.

1.2. Aliran di Kaki Bendung


Secara teoritis kecepatan aliran dikaki bendung dapat dihitung menurut
rumus sebagai berikut :
Gambar 1. 1. Aliran dikaki bendung

V1 = √2g (Z + Ha − Y1)
Dimana :
Z = tinggi jatuh diukur dari muka air hulu ke lantai kaki bendung
Ha = tinggi energi
y1 = kedalaman aliran di kaki bendung

Namun pada kenyataannya kecepatan yang terjadi tidak demikian.


Penyimpangan terhadap nilai teoritis akan semakin besar untuk tinggi energi yang
kecil dan tinggi jatuh yang besar. Direktorat Irigasi dalam bukunya Standar
Perencanaan Irigasi KP-02, menyampaikan rumus untuk menghitung kecepatan
aliran dikaki bendung sebagai berikut :

V1 = √2g (1⁄2 + H1 − z)

Dimana :
z = tinggi jatuh (m), diukur dari mercu ke dasar lantai kolam olakan
H1 = tinggi energy diukur dari mercu

Gambar 1. 2. Bagian air loncat


Selain kecepatan dan kedalaman air dikaki bendung, perlu juga dihitung
besarnya bilangan Freude, yaitu perbandingan antara gaya inersia dengan gaya tarik
bumi. Besarnya bilangan Freude ini dapat dihitung menurus rumus :
V1
Fr =
√g .y1

Dimana :
y1 = kedalaman aliran dikaki bendung
Fr = bilangan Freude

Untuk aliran dengan nilai Fr < 1, aliran merupakan aliran subkritis,


sedangkan untuk Fr = 1, merupakan aliran kritis. Dan untuk aliran dengan nilai Fr >
1, aliran merupakan aliran superkritis. Aliran dikaki bendung umumnya aliran
superkritis, kalau aliran bersifat subkritis, tidak diperluka kolam olakan. Sedangkan
untuk aliran superkritis, nilai Fr ini akan menjadi pedoman pemilihan bentuk kolam
olakan.

1.3. Hal Yang Penting Mengenai Air Loncat


Proses terbentuknya aliran loncat, sesuai dengan gambar berikut ini :

Gambar 1. 3. Kedalaman air dihulu dan dihilir air loncat

Hubungan antara kedalaman air dihulu dan dihilir air loncat adalah sebagai
berikut :
y2 1
= (√1 + 8. Fr 2 – 1)
y1 2

Dimana :
y2 = kedalaman air dihilir air loncat
y1 = kedalaman air dihulu air loncat
Fr = Bilangan Freude
Kedalaman berpasangan
Dari kedalaman tersebut, besarnya bilangan Freude tergantung dari
kecepatan dan kedalaman air dihulu air loncat (V1 dan y1). Untuk nilai V1 tertentu
setiap nilai y1 hanya akan mempunyai satu nilai y2. Karenanya nilai y1 dan nilai y2
itu berpasangan. Sering disebut y2 itu kedalaman berpasangan dari y1.
Seperti pada contoh berikut ini, dimana debit persatuan lebar yang
dialirkan oleh kolam olakan adalah 15 m3/detik/meter.
y1 V1 Fr y2 y1 V1 Fr y2
0,3 50,00 29,16 12,37 1,9 7,89 1,82 4,91
0,5 30,00 13,55 9,58 2,2 6,81 1,46 4,56
1 15,00 4,79 6,77 2,5 6,00 1,21 4,28
1,3 11,53 3,23 5,94 2,8 5,35 1,02 4,04
1,6 9,37 2,36 5,35 2,842 5,27 1,00 4,01

Sedangkan nilai V1 besarnya tergantung pada besarnya H1 karena nilai z


tetap. Besarnya H1 tergantung dari debit yang dialirkan. Oleh karenanya untuk
setiap debit, hanya akan ada satu nilai V1 dan y1. Sehingga pada suatu bendung
tetap, dimana z tetap, untuk setiap debit hanya akan ada satu nilai y1, V1, dan y2.
Kalau kedalaman air hilir sama dengan kedalaman berpasangan, maka air loncat
akan terjadi tepat dikaki bendung.
Tapi kalau kedalaman air hilir lebih kecil dari kedalaman berpasangan,
maka terlebih dahulu akan terjadi kenaikan kedalaman air hulu, sebelum terjadi air
loncat. Akibatnya terbentuknya air loncat akan bergeser ke hilir. Tapi kalau
kedalaman air hilir lebih tinggi, maka terjadinya air loncat akan maju kehulu,
sehingga terbentuk air loncat yang tenggelam, seperti pada gambar berikut ini.
Pergeseran terbentuknya air loncat kearah hilir, tentu tidak dikehendaki.
Sesuai dengan contoh diatas, kalau V1 yang terjadi dikaki bendung adalah
30 m/detik, maka y1 = 0,5 meter. Untuk ini maka kedalaman berpasangannya adalah
9,58 meter. Kalau kedalaman air hilir juga sama dengan 9,58 meter, maka air loncat
terjadi dikaki bendung. Tapi kalau kedalaman muka air hilir sama dengan 5,35
meter, maka air loncat akan bergeser kehilir yaitu ketika kedalaman di kaki bendung
sudah naik menjadi 1,6 meter yang merupakan kedalaman berpasangan dari 5,35
meter.
Dalam perencanaan bendung, kalau kondisi air loncat bergeser kehilir
tersebut terjadi pada debit banjir rencana, maka lantai kolom olakan perlu
diturunkan. Dengan penurunan itu diharapkan ketinggian muka air hilir menjadi
sesuai dengan muka air kedalaman berpasangan.

Gambar 1. 4. Berbagai kemungkinan terjadinya air loncat

Panjang air loncat


Secara teoritis, panjang air loncat dalam perbandingan terhadap kedalaman
hilir air loncat (y2) dan sesuai dengan besarnya bilangan Freude (Fr), adalah seperti
pada grafik berikut ini :

Gambar 1. 5. Panjang air loncat

Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa bilangan Freude aliran dikaki
bendung, sebaiknya bernilai 4,5 sampai 9 karena dengan nilai ini air loncat
terbentuk secara nyata.
Untuk nilai bilangan Freude yang lebih kecil, yaitu antara 2,5 sampai 4,5,
terdapat semburan berosilasi menyertai dasar loncatan bergerak kearah permukaan
dan kembali lagi tanpa perioda tertentu. Setiap osilasi menghasilkan gelombang
tidak teratur yang besar, seringkali menjalar sampai beberapa mil jauhnya dan
menyebabkan kerusakan tak terbatas pada tanggul-tanggul dari tanah dan batu lapis
lindung. Loncatan ini disebut loncatan berosilasi.
Untuk nilai yang lebih kecil lagi, yaitu antara 1,7 sampai 2,5 air loncat
yang terjadi hanya berupa gulungan ombak pada permukaan loncatan, tetapi
permukaan air di hilir tetap halus. Secara keseluruhan kecepatannya seragam dan
peredaman energinya kecil, loncatan ini dinamakan loncatan lemah.
Untuk bilangan Freude yang tinggi, diatas 9 kecepatan semburan yang
tinggi akan memisahkan hempasan gelombang gulung dari permukaan loncatan,
menimbulkan gelombang-gelombang hilir, jika permukaannya kasar akan
mempengaruhi gelombang yang terjadi. Loncatan ini disebut loncatan kuat. Dari
nilai bilangan Freude tersebut, yang masih dapat diterima untuk diredam pada
kolam olakan adalah untuk bilangan Freude 9 sampai 13. Untuk nilai yang lebih
tinggi, memerlukan kolam olakan yang mahal.

1.4. Lengkung Debit Air Dihilir Bendung.


Dalam perencanaan kolam olakan, elevasi muka air dihilir pada berbagai
debit sangat diperlukan. Untuk mendapatkan gambaran dari hubungan antara
elevasi muka air hilir dengan debit sungai, maka perlu dibuat lengkung debit air
dihilir. Setiap elevasi muka air sungai dihilir bendung akan membentuk penampang
basah sungai dan pada setiap penampang basah, sesuai dengan kecepatan yang
terjadi akan memberi suatu nilai debit.
Dengan demikian hubungan antara elevasi muka air dihilir dengan
besarnya debit, dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
Rumus debit : Q = V . A
Dimana :
Q = Besarnya debit dalam m3/detik
V = Kecepatan aliran dalam meter/detik
A = Luas penampang basah sungai dalam m2
Sedangkan untuk menghitung besarnya kecepatan digunakan rumus Chezy
seperti berikut ini:
1⁄ 1⁄
V =C.R 2 .I 2

Dimana :
C = Koeffisien Chezy
R = Jari-jari hidrolis dalam meter = A/P
A = Luas penampang basah dalam m2
P = Keliling basah dalam meter
I = Kemiringan memanjang sungai
Besarnya koeffisien Chezy menurut Ganguillet – Kutter yang dalam satuan
Inggris adalah sebagai berikut ini :

(Theory & Design of Irrigation Structures oleh R. R. Varshney dkk)

Sedangkan besarny nilai n adalah seperti dalam daftar berikut ini:


Daftar 1.1. Besar nilai n
No Dispripsi saluran Nilai n
1 Tanah, lurus dan seragam
a. Bersih lurus dan seragam 0,016 sampai 0,020
b. Bersih setelah pembersihan 0,018 sampai 0,025
c. Rumput pendek dengan sedikit 0,022 sampai 0,033
gulma
2 Galian batu
a. Halus dan seragam 0,025 sampai 0,040
b. Tidak beraturan 0,035 sampai 0,050
(Theory & Design of Irrigation Structures oleh R. R. Varshney dkk)

Dengan demikian sesuai dengan profil sungai yang ada dihilir bendung,
akan didapat luas penampang basah (A) serta keliling (P) basah pada setiap
kedalaman sungai (h). Berdasar nilai A dan P tersebut dapat dihitung besarnya jari
– jari hidraulis (R). Dengan menggunakan nilai R tersebut serta nilai C yang didapat
dari rumus diatas serta kemiringan sungai (I) akan didapat perkiraan kecepatan
aliran (V). Dengan mengalikan besarnya V ini dengan luas penampang basah, maka
akan didapat nilai debit sungai (Q). Kalau dibuat grafik dengan debit (Q) pada
sumbu datar dan kedalaman (h) pada sumbu tegak, maka akan didapat lengkung
debit.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa seringkali bentuk penampang
sungai terserbut merupakan bentuk yang tidak beraturan, sehingga perhitungan luas
dan keliling basah harus dihitung berdasar kondisi yang ada. Sedangkan kemiringan
memanjang sungai harus mempertimbangkan kemungkinan terjadi degradasi
(penurunan) dasar sungai.

Anda mungkin juga menyukai