Conference: Proceedings of the First Brawijaya International Conference on Social and Political Sciences, BSPACE, 26-28 November, 2019, Malang, East Java, Indonesia, May 12, 2020
This article aimed to describe emerging Islamic extremism in santri cities, which contradicted th... more This article aimed to describe emerging Islamic extremism in santri cities, which contradicted their image as moderate regions. Employing observation, in-depth interviews, and focus group discussion, this qualitative research tried to understand discourses on extremism and intolerance, actors and their networks, and early detection in youth. The findings of this study indicated that even regions perceived as having moderate religious culture were not immune to the spread of extremist ideology and acts of intolerance. Three discourses; "others", "thaghut", and "the legitimate use of violence", were produced to build intolerant narratives in the public sphere, namely hatred towards Christians, Shia Muslims and minorities, the incompatibility of Pancasila and democracy with Islam, the adoption of Sharia law, and the legitimate use of violence for ordering good and prohibiting evil (amar ma'ruf nahi munkar). Their network was activated through out-of-town people who infiltrated moderate mass organizations and influenced pedagogic local figures. Using conventional and new media such as social media to spread their ideas to young people and women, these radical groups used "Alqamah house" as a camouflage of their movement safe house.
Keywords: Extremism, Radicalism, Discourse, Santri Cities, Political Islam
Uploads
Papers by Yusli Effendi
Keywords: Konrad Adenauer Stiftung; democracy promotion; hegemony; social forces
Keywords: Extremism, Radicalism, Discourse, Santri Cities, Political Islam
Keywords: Index of Kota Santri, maqasid syariah, postcolonialism, indigenization
***
Penguatan identitas nasional yang dilakukan negara secara terbatas dan tradisional, seperti lewat pendidikan, kini tak cukup menarik minat kaum warganet (netizen) atau digital natives yang menjadi anak kandung era digital. Di sinilah ruang antara dan kosong yang ditinggalkan negara. Pernyataan Jokowi di atas menunjukkan secara jelas dunia digital adalah ruang antara, ruang kosong, yang bahkan negarapun tak mampu menguasainya. Ruang kosong di antara wilayah dalam/luar (inside/outside) yang disebut ruang liminal itu menunggu dihuni oleh kekuatan lain jika negara tak lagi mampu mengisinya. Saat identitas nasional sebagai sumber pegangan pemaknaan sosial tak lagi disosialisasikan dan diperkuat negara, maka arena ambang batas negara/bangsa dengan dunia luar ini akan diisi oleh nilai-nilai lain.
Keywords: myths, kinship identity, mentalité
Keywords: Index of Kota Santri, postcolonialism, Islamic norms, indigenization
Keywords: Konrad Adenauer Stiftung; democracy promotion; hegemony; social forces
Keywords: Extremism, Radicalism, Discourse, Santri Cities, Political Islam
Keywords: Index of Kota Santri, maqasid syariah, postcolonialism, indigenization
***
Penguatan identitas nasional yang dilakukan negara secara terbatas dan tradisional, seperti lewat pendidikan, kini tak cukup menarik minat kaum warganet (netizen) atau digital natives yang menjadi anak kandung era digital. Di sinilah ruang antara dan kosong yang ditinggalkan negara. Pernyataan Jokowi di atas menunjukkan secara jelas dunia digital adalah ruang antara, ruang kosong, yang bahkan negarapun tak mampu menguasainya. Ruang kosong di antara wilayah dalam/luar (inside/outside) yang disebut ruang liminal itu menunggu dihuni oleh kekuatan lain jika negara tak lagi mampu mengisinya. Saat identitas nasional sebagai sumber pegangan pemaknaan sosial tak lagi disosialisasikan dan diperkuat negara, maka arena ambang batas negara/bangsa dengan dunia luar ini akan diisi oleh nilai-nilai lain.
Keywords: myths, kinship identity, mentalité
Keywords: Index of Kota Santri, postcolonialism, Islamic norms, indigenization