Jurikkes Vol 3 No 1 April 2024 Hal 70-77
Jurikkes Vol 3 No 1 April 2024 Hal 70-77
Jurikkes Vol 3 No 1 April 2024 Hal 70-77
Andi Setiyawan
Pembimbing Lahan RSU Kabupaten Tangerang
Abstract.Background: Critical care developed starting from a need for patients experiencing life-threatening
illnesses that could be better met if the patient was cared for in a different room. Chronic Kidney Disease (CKD)
is defined as a decrease in kidney function characterized by a glomerular filtration rate (GFR) < 60 ml/min/1.73
m2 that occurs for more than 3 months (Mahesvara, 2020). Nutrition is an important part of the management of
critical patients such as those suffering from advanced Chronic Kidney Disease (CKD). Providing nutrition to
critical patients is to encourage the healing process. Inaccuracy in administering enteral nutrition can cause
complications such as high gastric residual volume, gastric retention, diarrhea, nausea and vomiting. High
gastric residues during enteral nutrition increase the risk of pulmonary aspiration which is the most severe
complication of enteral nutrition. Intermittent feeding is one method of providing enteral nutrition to prevent these
complications. The aim of this research is to provide comprehensive nursing care for patients with Chronic Kidney
Disease (CKD). This writing method uses patient intervention and observation carried out for three days, to
determine the patient's condition and provide appropriate nursing care which is then documented. Results: Based
on the results of the intervention and monitoring carried out, it can be concluded that there are differences in the
conditions of gastric residue production before and after the enteral feeding intervention using the intermittent
feeding method. With the result criteria of maintaining nutritious food intake increases. Conclusion: In critical
patients there is a slowdown in gastric emptying and intestinal motility so that if enteral nutrition is given quickly
into the stomach there will be an increase in gastric residue. Nursing action as an evidence base that can be given
is in the form of providing enteral nutrition using the intermittent feeding method so that the stomach can be better
prepared to receive nutrition because it is given gradually, a stomach that is not completely filled will be able to
digest food better and the stomach will empty more quickly, thereby reducing the risk of aspiration.
Keywords: critical nursing, Chronic Kidney Disease, Enteral Nutrition, Intermittent Feeding.
Abstrak.Latar Belakang: Keperawatan kritis berkembang berawal dari sebuah kebutuhan pasien yang mengalami
penyakit yang dapat mengancam jiwa dapat terpenuhi dengan lebih baik jika pasien di rawat di ruang yang
berbeda. Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang ditandai
dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan (Mahesvara,
2020). Nutrisi merupakan bagian penting dari manajemen pasien kritis seperti pada penderita Chronic Kidney
Disease (CKD) derajat lanjut. Pemberian nutrisi pada pasien kritis ini guna mendorong proses penyembuhan.
Ketidaktepatan dalam pemberian nutrisi enteral dapat menimbulkan komplikasi seperti tingginya volume residu
lambung, retensi lambung, diare, nausea dan muntah. Residu lambung yang tinggi selama pemberian nutrisi
enteral meningkatkan resiko aspirasi paru yang merupakan komplikasi paling parah dari pemberian nutrisi enteral.
Intermittent feeding merupakan salah satu metode pemberian nutrisi enteral dalam mencegah komplikasi
tesebut.Tujuan penelitian ini ialah untuk melakukan Asuhan Keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan Chronic Kidney Disease (CKD). Metode penulisan ini menggunakan intervensi dan observasi pasien yang
dilakukan selama tiga hari, untuk menegetahui kondisi pasien dan memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dan kemudian di dokumentasikan. Hasil: Berdasarkan hasil intervensi dan pemantauan yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kondisi produksi residu lambung sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi pemberian makan enteral menggunakan metode intermiten feeding. Dengan kriteria hasil
Received Januari 31, 2024; Accepted: Februari 16, 2024; Published: April 30, 2024
* Aef Eka Saputra, [email protected]
Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Intervensi Inovasi Memberikan
Nutrisi Enteral Menggunakan Metode Intermiten Feeding Untuk Mengurangi Produksi Residu Lambung
di Ruang ICU RSU Kabupaten Tengerang
mempertahankan asupan makanan yang bernutrisi meningkat. Kesimpulan: Pada pasein kritis terjadi perlambatan
pengosongan lambung dan motilitas usus sehingga bila diberikan nutrisi enteral secara cepat masuk ke lambung
akan terjadi peningkatan residu lambung. Tindakan keperawatan sebagai evidance base yang dapat diberikan
berupa pemberian nutrisi enteral menggunakan metode intermiten feeding sehingga lambung bisa lebih siap dalam
menerima nutrisi karena diberikan secara bertahap, lambung yang tidak terisi penuh akan lebih dapat mencerna
makanan dan pengosongan lambung lebih cepat sehingga menurunkan risiko aspirasi.
Kata Kunci: Keperawatan Kritis, Chronic Kidney Disease, Nutrisi Enteral, Intermiten Feeding.
PENDAHULUAN
Laju filtrasi glomerulus (GFR) 60 ml/menit/1,73 m2 atau adanya penanda kerusakan ginjal
seperti albuminuria, kelainan sedimen urin, kelainan elektrolit, deteksi kelainan ginjal secara histologi
dan pencitraan, dan riwayat transplantasi ginjal dianggap sebagai indikasi penyakit ginjal kronis
(CKD) (Mahesvara, 2020). Risiko gagal ginjal kronis meningkat jika merokok, mengonsumsi obat
pereda nyeri, menderita tekanan darah tinggi, minum minuman berenergi, dan memiliki diabetes,
hipertensi, atau masalah metabolisme lainnya yang dapat memengaruhi fungsi ginjal (Restu &
Supadmi2, 2019). Tingkat kematian 850.000 orang setiap tahun disebabkan oleh gagal ginjal yang
berkelanjutan, yang menjadi salah satu masalah kesehatan paling umum di dunia (WHO (2017)
dalam Pongsifeld, 2016). Menurut WHO (2017), jumlah pasien yang mengalami gagal ginjal
meningkat setengah dari tahun sebelumnya. Frekuensi gagal ginjal secara keseluruhan melebihi 500
juta orang, dan masyarakat yang harus tinggal di bangsal dengan cuci darah terus meningkat. Korban
gagal ginjal di Indonesia sebesar 3,8% pada tahun 2019, naik dari 2,0% pada tahun 2018 menurut
hasil Eksplorasi Kesejahteraan Fundamental (Riskesdas).
Chronic Kidney Disease (CKD) tidak menimbulkan gejala dan efek samping, bahkan sampai
laju filtrasi glomerulus 60% pasien masih belum menunjukkan gejala namun telah terjadi
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Ketika laju filtrasi glomerulus mencapai 30%, pasien
mulai mengalami keluhan seperti kelemahan, mual, penurunan nafsu makan dan penurunan berat
badan. Ketika laju filtrasi glomerulus kurang dari 15%, pasien mulai mengalami gejala uremia yang
nyata seperti nokturia, oliguria, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, anemia, pruritis, hipertensi,
sesak napas, edema, dan kehilangan kesadaran. Dari efek samping tersebut akan timbul berbagai
permasalahan keperawatan, salah satunya adalah gangguan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Sustenansi sangat penting dalam pengobatan pasien dengan penyakit dasar seperti
penyakit ginjal yang terus berkembang (Nasiri et al., 2017). Giving sustenance to basic patients plans
to prevent and beat dietary problems, give nutrition according to the body's needs, prevent
inconveniences, further develop results for basic patients, decrease bleakness and death rates, and
support the recuperating system (Khalimah, Putrono, and Rafiyanto, 2018).
Memenuhi kebutuhan makanan harus dikomunikasikan secara lisan. Namun, pada pasien
yang sering mengalami kondisi tubuh yang lemah, tirah baring, dan gangguan fungsi ginjal, seperti
pasien penyakit ginjal kronik (CKD) stadium lanjut yang mengalami penurunan kesadaran, makanan
oral tidak dapat diberikan karena selang nasogastrik digunakan untuk menggantikan makanan oral.
Nutrisi enteral adalah nutrisi utama yang berperan besar dalam meningkatkan status gizi pasien kritis,
menurut Simandibrata (2018). Nutrisi enteral mempertahankan fungsi pencernaan dengan
mengurangi risiko sepsis dan mencegah bakteri dalam tubuh menyerang tubuh sebagai respons
metabolik terhadap trauma dan fungsi imunologi (Potter & Perry, 2018).
Ketidaktepatan dalam pemberian nutrisi enteral dapat menyebabkan masalah seperti
pemeliharaan lambung, kembung, muntah, volume sisa lambung yang tinggi, dan masalah lainnya
(Nasiri et al., 2018). Penyakit pneumonia, yang merupakan komplikasi paling berbahaya dari nutrisi
enteral, lebih mungkin terjadi jika ada deposit lambung yang tinggi selama nutrisi enteral (Badan
Administrasi Peningkatan Nilai, 2015). Menurut Afiliasi Dietetika Indonesia Cabang Bandung
(2015), tertundanya pengeluaran lambung, posisi pasien berbaring saat nutrisi, percepatan rezeki,
banyaknya rezeki yang diberikan, dan terkonvergensinya cairan makanan adalah beberapa faktor
yang dapat menyebabkan volume penumpukan lambung yang tinggi.
Perawatan yang tidak teratur adalah metode pemberian nutrisi enteral secara bertahap melalui
siphon elektronik atau menetes. Jumlah makanan dapat berkisar antara 240 dan 720 sentiliter,
diberikan empat hingga enam kali sehari, dan berlangsung selama 30 hingga 120 menit, menurut
Brantley dan Mills (2018). Strategi ini menguntungkan karena membuat lambung siap untuk
menerima rezeki enteral karena diberikan secara bertahap. Lambung yang belum terisi penuh lebih
siap untuk mengolah makanan, dan lambung akan keluar lebih cepat, sehingga mengurangi volume
sisa makanan yang signifikan. perut dan hasrat untuk pneumonia. Ini pasti akan berdampak lebih
besar pada pasien dasar yang stadium dasarnya baru saja selesai dan sesuai dengan salah satu tujuan
pemberian nutrisi pada pasien dasar, yaitu mencegah masalah yang timbul karena kesalahan
pemberian rezeki enteral.
METODE
Jenis penelitian ini ialah deskriptif dengan pendekatan observational melalui studi kasus
dalam Intervensi Inovasi Memberikan Nutrisi Enteral Menggunakan Metode Intermiten Feeding
Untuk Mengurangi Produksi Residu Lambung pada Tn. G di Ruang ICU RSU Kabupaten
Tangerang. Subyek dalam studi kasus ini ialah pasien Chronic Kidney Disease (CKD).
Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Intervensi Inovasi Memberikan
Nutrisi Enteral Menggunakan Metode Intermiten Feeding Untuk Mengurangi Produksi Residu Lambung
di Ruang ICU RSU Kabupaten Tengerang
bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering), monitor sputum
(jumlah, warna, aroma), pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw
thrust jika curiga trauma fraktur servikal), posisikan semi-fowler atau fowler, berikan minum
hangat, melakukan fisioterapi dada, jika perlu, lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik, lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal, keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep mc gill, berikan oksigen, jika perlu, anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak ada kontraindikasi, ajarkan batuk efektif dan kolaborasi
pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Hiperlovemia yaitu setelah
dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam, diharapkan Keseimbangan cairan Meningkat
(L.03020) dengan salah satu kriteria hasil berupa Haluaran urin meningkat. Managemen
Hipervolemia (I.03114) yang dilakukan meliputi: Periksa tanda dan gejala hipervolemia
(missal: ortopnea, dispnea, JVP/CVP meningkat, suara napas tambahan), Identifikasi penyebab
hipervolemia, Monitor status hemodinamik, Monitor intake dan output cairan, Monitor
kecepatan infus secaraketat, Monitor efek samping diuretic, Batasi asupan cairan dan garam,
Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat, Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan
dan haluaran cairan, Ajarkan cara membatasi cairan dan Kolaborasi pemberian diuretik.
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Resiko defisit nutrisi yaitu setelah
dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam, diharapkan nutrisi membaik (l.03030), dengan
kriteria hasil: Porsi makan yang dihabiskan meningkat, Berat badan membaik, Indeks massa
tubuh (IMT) membaik. Pemberian Makanan Enteral (I.03126) yang dilakkan meliputi: Periksa
posisi nasogastric tube (NGT) dengan memeriksa residu lambung atau mengauskultasi
hembusan udara, Monitor tetesan makanan setiap jam, Monitor rasa penuh, mual, dan
muntah, Monitor residu lambung tiap 4-6 jam, Gunakan teknik bersih dalam pemberian
makanan via selang, Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama pemberian
makanan, Ukur residu sebelum pemberian makan, Irigasi selang dengan 30 ml air setelah
pemberia makan intermiten, Hindari pemberian makanan lewat selang 1 jam sebelum prosedur
atau pemindahan pasien, Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur dan Kolaborasi
pemilihan jenis dan jumlah makanan enteral.
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada asuhan ini dilakukan selama 3 hari. Dibawah ini merupakan
hasil dari pemberian nutrisi enteral menggunakan metode intermiten feeding menggunakan alat feeding
buret
Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Intervensi Inovasi Memberikan
Nutrisi Enteral Menggunakan Metode Intermiten Feeding Untuk Mengurangi Produksi Residu Lambung
di Ruang ICU RSU Kabupaten Tengerang
Tabel di atas menunjukkan hasil estimasi dari volume sisa lambung rata-rata setelah
satu hari pemberian nutrisi enteral dengan strategi Perawatan Terputus. Hasil menunjukkan
bahwa volume sisa rata-rata pada hari ketiga, yaitu 10 mililiter, telah menurun, dan volume
sisa rata-rata pada hari kedua organisasi, yaitu 20 mililiter, telah menurun. volume sisa rata-
rata setelah pengendalian nutrisi enteral dengan teknik Perawatan tidak teratur menurun secara
bertahap setiap hari.
Pengorganisasian yang stabil ini akan meningkatkan motilitas lambung, yang akan
menghasilkan pengeluaran lambung yang lebih cepat. Gelombang peristaltik di antrum
lambung memfasilitasi pengosongan lambung, dan kecepatan pengosongan dipengaruhi oleh
tingkat aktivitas gelombang peristaltik antrum. Dalam kondisi dinamis, gelombang peristaltik
di antrum sering terjadi tiga kali setiap saat, menjadi area kekuatan untuk gigi seri yang sangat
tepat, dan kemudian bergerak ke antrum dan kemudian ke pilorus. Perawatan terputus-putus
adalah metode pemberian rezeki enteral yang menggunakan siphon elektronik dan dribble
gravitasi, dengan aturan organisasi yang telah ditetapkan, kontrol tetesan cairan per jam, dan
pemberian dalam porsi atau jangka waktu tertentu.
Dengan proses yang lambat ini, motilitas lambung akan meningkat, yang berarti
pengeluaran lambung akan lebih cepat. Selain itu, volume lambung yang besar
menyebabkan lambung terdentang, yang menyebabkan refleks enterogastrik dari
duodenum ke pilorus. Refleks
ini memperlambat pelepasan lambung. Tingkat ekspansi lambung, gangguan
mukosa duodenum, keasaman kimus duodenum, dan osmolaritas usus adalah beberapa
variabel terus-menerus yang dapat menyebabkan refleksi enterogastrik. duodenum dan
adanya komponen pemecahan tertentu dalam kimus, terutama komponen pemecahan
protein dan lemak, Waugh dan Award, (2017).
Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ulfa Khusniah et al.
(2022), penelitian ini menunjukkan bahwa metode intermiten feeding memberikan nutrisi
enteral lebih efektif daripada metode drip gravitasi terhadap volume residu lambung pada
pasien yang sangat penting. Sangat penting bahwa pasien memiliki tumpukan lambung. Selain
itu, penelitian lain, terutama Gazaneo et al. (2016), menemukan bahwa perawatan melalui
perawatan yang tidak teratur telah terbukti meningkatkan kemampuan otot perut untuk meracik
protein. Selain itu, penelitian yang dipimpin oleh Erlangga et al. (2023), menyarankan agar
petugas medis mulai menerapkan strategi perawatan terputus-putus untuk memenuhi nutrisi
enteral bagi pasien dasar di ICU untuk meningkatkan retensi nutrisi. Berdasarkan pemaparan
di atas penulis melakukan Kelemahan dari metode intermitten feeding ini adalah harga alat
yang di gunakan (feeding biuret) memang masih cukup mahal, tapi jika kita bandingan dengan
hasil dan keuntungannya sebanding, karena jika kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi maka
kesembuhan pasien akan lebih cepat, karena nutrisi adalah salah satu faktor penting dalam
proses kesembuhan pasien
KESIMPULAN
Pasien kritis merupakan suatu sebutan kondisi pasien yang sedang dalam keadaan
mengancam, tidak stabil dan memerlukan observasi secara penuh dan harus diwaspadai dalam
asuhan keperawatan (Suwardianto, 2018, p. 6). Penurunan kemampuan ginjal adalah tanda penyakit
ginjal konstan (PGK). Ini dapat diidentifikasi dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang kurang dari
60 ml/menit/1,73 m2 selama lebih dari 90 hari atau adanya penanda kerusakan ginjal yang
seharusnya terlihat melalui albuminuria, kelainan sisa kencing, kelainan elektrolit, letak kelainan
ginjal berdasarkan histologi dan pencitraan, dan riwayat transplantasi ginjal Mahesvara, (2020). Efek
samping ini akan menyebabkan berbagai masalah keperawatan, salah satunya kekurangan gizi.
Kondisi seperti volume sisa lambung yang tinggi, pemeliharaan lambung, diare, mual, dan
muntah dapat muncul sebagai akibat dari kesalahan dalam pengelolaan enteral (Nasiri et al., 2018).
Pemberian nutrisi enteral melalui metode intermittent feeding merupakan landasan bukti yang dapat
diberikan untuk tindakan keperawatan. Perut menjadi lebih siap untuk menerima nutrisi dengan cara
ini karena nutrisi diberikan secara bertahap. Perut yang tidak penuh akan lebih cepat kosong dan
mencerna makanan dengan lebih baik, sehingga mengurangi risiko aspirasi.
Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Intervensi Inovasi Memberikan
Nutrisi Enteral Menggunakan Metode Intermiten Feeding Untuk Mengurangi Produksi Residu Lambung
di Ruang ICU RSU Kabupaten Tengerang
DAFTAR PUSTAKA