Identifikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Dari Rhizosfer Tanaman Cabai (Capsicum Annuum L.) Dan Tomat (Menggunakan Media Zeolit

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No.

4, Oktober 2015

Identifikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)


dari Rhizosfer Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) dan
Tomat (Solanum lycopersicum L.) serta Perbanyakannya
Menggunakan Media Zeolit

I WAYAN EKA ADI WIRAWAN


I KETUT SUADA*)
I GEDE KETUT SUSRAMA

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana


Jl. P.B. Sudirman Denpasar Bali 80326
*)
Email: [email protected]

ABSTRACT

Vesicular Arbuscular Mycorrhizae (VAM) Identification of Chilli


(Capsicum annuum L.) and Tomato (Solanum lycopersicum L.) Rhizosphere
and Its Spore Multiplication in Zeolite Media

Various attempts have been made to increase the production of chilli and
tomato plants by farmers, including by using inorganic fertilizer application on and
on going basis. Considering potential problems that may occured due to inorganic
fertilizer use, aplication of biological fertilizer which one of them is containing
vesicular arbuscular mycorrhizae (VAM) could be expected to assist the growth of
chilli and tomato in more naturally manner. This study was aimed to determine genus
and species of VAM in chilli and tomato rhizosphere, its colonization in root tissue,
and to examine zeolite media compatibility with corn as a symbiont. Based on the
results of the study, it was found four species namely Acaulospora fofeata, A.
colombiana, A. Laevis, and Glomus ambisporum in chilli and four species in tomato
that were identified as A. fofeata, A. colombiana, Scutellospora calospora, and G.
ambisporum. Colonization were found in roots of chilli, tomato, and corn indicated
by symbiotic structures arbuscules, vesicles, and inner spores. Zeolite media with
corn as symbiotic plant is considered suitable for VAM spore propagation.

Keywords: rhizosphere, Acaulospora fofeata, zeolite, inner spore

1. Pendahuluan

Pengembangan varietas tanaman budidaya berdaya hasil tinggi sering


mengalami hambatan karena tidak tahan terhadap temperatur tinggi, kurangnya unsur
hara, dan adanya cekaman biotik maupun abiotik. Berbagai upaya telah dilakukan
petani dan para ahli pertanian untuk mengatasi hal tersebut. Di tingkat petani,

304 http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

peningkatan produksi tanaman cabai dan tomat dilakukan dengan cara pemberian
pupuk kimia secara terus-menerus yang telah diketahui mengakibatkan terjadinya
kerusakan tekstur dan struktur tanah. Pemberian pupuk kimia secara berkelanjutan
akan menyebabkan kerusakan lingkungan biotik maupun abiotik. Melihat
permasalahan tersebut diperlukan adanya upaya peningkatan produksi dan
pemanfaatan lahan marjinal dengan pemberian pupuk hayati dan salah satunya
adalah mikoriza yang bersifat ramah lingkungan dan bisa membantu penyerapan
unsur hara.
Mikoriza merupakan simbiosis mutualisme antara jamur dengan akar tanaman.
Selain disebut sebagai jamur tanah, mikoriza juga biasa dikatakan sebagai jamur
akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman
untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara fosfat (Syib’li, 2008). Jamur dan
tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari simbiosis yang terjadi.
Keuntungan yang diperoleh tanaman antara lain berupa serapan unsur hara
meningkat dan adaptasi tanaman yang lebih baik terhadap cekaman biotik maupun
abiotik. Di lain pihak jamur pun dapat memenuhi keperluan hidupnya berupa
karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya dari tanaman simbion (Anas, 2009).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan isolasi dan identifikasi MVA
serta perbanyakannya untuk mengetahui jenis mikoriza dan keefektivannya memacu
pertumbuhan tanaman. Mikoriza tersebut diharapkan mampu membantu
pertumbuhan tanaman tomat maupun cabai tanpa bergantung pada pupuk kimia.
Perbanyakan dilakukan dengan menggunakan media zeolit dan simbion jagung.
Keberhasilan perbanyakan dalam media zeolit akan mendukung pembuatan pupuk
hayati yang memerlukan inokulan dalam jumlah besar. Pupuk tersebut pada
akhirnya dapat digunakan untuk membantu rehabilitasi tanah dan peningkatan
produksi tanaman.

2. Bahan dan Metode

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai Desember 2014.
Penelitian ini dilaksanakan di UPT Laboratorium Sumber Daya Genetika dan Biologi
Molekuler Universitas Udayana Denpasar.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set saringan
(berukuran 1 mm, 500 μm, 212 μm, 106 μm, dan 53 μm), gelas beaker 1000 ml,
cawan petri, pipet mikro, kaca preparat, cover glass, mikroskop stereo, mikroskop
compound, jarum ӧse, timbangan analitik, pot plastik (ɵ atas 14 cm, ɵ bawah 4,5 cm,
tinggi 11 cm) dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah sampel tanah, akar

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 305
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

tanaman cabai dan tomat dari Desa Songan Kintamani, 10% KOH, 3% H2O2, 1%
HCl, lactoglycerol, trypan blue, dan air kran.

2.3 Pelaksanaan Penelitian


Sampel tanah dan akar tanaman diambil di Desa Songan Kecamatan
Kintamani. Sampel diambil pada posisi diagonal pada 5 titik masing-masing 1000 g
tanah termasuk akar yang diambil pada jarak 10-15 cm dari pangkal batang pada
kedalaman 0-30 cm.
Sebanyak 100 g sampel dimasukkan ke dalam gelas beaker dan ditambahkan
500 ml air. Campuran diaduk hingga homogen, lalu supernatan dituangkan ke dalam
saringan bertingkat dengan diameter 1 mm, 500 μm, 212 μm, 106 μm, dan 53 μm
yang telah disiapkan (diulang 5 kali). Hasil saringan kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Pengamatan spora dilakukan dengan mikroskop
stereo (Pacioni, 1992).

Gambar 1. Skema perbanyakan mikoriza pada media zeolit.

Pengamatan kolonisasi MVA pada jaringan akar tanaman dilakukan dengan


menggunakan metode Phyllip dan Hyman (Setiadi & Setiawan, 2011). Akar
direndam dalam KOH 10% dan dipanaskan selama 15-30 menit pada suhu 100oC.
Akar dicuci dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali, selanjutnya akar direndam dalam
larutan H2O2 3% selama 10-30 menit pada suhu minimal 90oC, kemudian dicuci
dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali. Selanjutnya akar direndam dalam HCl 1%,
didiamkan selama 30 menit, setelah itu direndam dalam larutan trypan blue dengan
suhu 90oC. Akar dipotong ± 1 cm kemudian diletakkan berjajar pada gelas objek.
Setiap 5 potong akar ditutup dengan cover glass, kemudian diamati struktur
mikorizanya (arbuskula, vesikula, ataupun spora).

306 http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

Infeksi MVA pada akar dihitung menggunakan rumus Giovannety dan Mosse
(Setiadi & Setiawan, 2011) sebagai berikut:

∑ 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 ℎ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡


Akar terinfeksi (%) = ∑ 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ℎ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
X 100% (1)

MVA diperbanyak menggunakan media zeolit dan tanaman jagung (Brundrett


et al., 1996). Media disterilkan pada suhu 121oC dalam autoklaf selama 30 menit.
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme sehingga mengurangi
kompetisinya terhadap mikoriza. Mula-mula dimasukkan 250 g zeolit ke dalam pot
plastik, kemudian disebarkan 100 spora MVA hasil isolasi, 150 g tanah sampel steril,
dan terakhir 100 g zeolit, kemudian ditanami satu bibit jagung sebagai simbion
mikoriza (Gambar 1).

3 Hasil dan Pembahasan

3.1.1 Identifikasi Spora Mikoriza Vesikular Arbuskular


Hasil penelitian menunjukkan bahwa spora yang ditemukan pada rhizosfer
tanaman cabai dan tomat adalah genus Acaulospora, Glomus, dan Scutellospora
dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Genus Acaulospora
Spora Acaulospora dibentuk oleh sporiferous saccule yang berasal dari
perluasan hifa terminal. Ketika spora telah terbentuk sempurna, isi dari saccule akan
berpindah ke dalam spora, kemudian saccule menipis dan lama kelamaan
terdegradasi. Genus Acaulospora memiliki bentuk bulat sampai agak bulat, atau
tidak beraturan sampai lonjong dengan dua lapis dinding spora (INVAM, 2009).

2. Genus Glomus
Genus ini berbentuk bulat sampai agak bulat, lonjong, maupun agak lonjong
dengan dinding spora lebih dari satu lapis. Warna spora Glomus bervariasi mulai dari
kuning-kecoklatan, coklat-kekuningan, coklat muda, hingga coklat-tua-kehitaman
(INVAM, 2009).

3. Genus Scutellospora
Spora Scutellospora umumnya ditemukan dengan atau tanpa ornamen.
Memiliki dua lapis dinding spora dan dua lapis dinding dalam yang fleksibel. Genus
Scutellospora memiliki bentuk spora bulat, agak bulat, agak lonjong, dan terkadang
tidak beraturan dengan warna dinding spora kuning hingga kecoklatan (INVAM,
2009).
Berdasarkan spora yang ditemukan, pada tanaman cabai ditemukan 4 spesies
yaitu dengan ciri warna spora merah gelap kecoklatan, bentuk bulat dengan ukuran

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 307
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

261 µm. Setelah dicocokkan dengan INVAM, maka termasuk Acaulospora fofeata,
yang memiliki warna oranye-kemerahan sampai merah-gelap-kecoklatan berbentuk
bulat, agak bulat kadang-kadang tidak beraturan dengan ukuran 240-360 µm
(Gambar 2A).
Spora yang ditemukan berikutnya memiliki warna oranye, bentuk bulat dengan
ukuran 140 µm, setelah dicocokkan dengan INVAM termasuk spesies Acaulospora
colombiana yang memiliki warna oranye sampai oranye-gelap-kecoklatan, bentuk
bulat sampai agak bulat dengan ukuran 100-140 µm (Gambar 2B). Spora berikutnya
(Gambar 2C) adalah spora yang memiliki warna oranye-kecoklatan, bentuk bulat
dengan ukuran 145 µm. Setelah dibandingkan dengan INVAM termasuk
Acaulospora laevis yang memiliki warna oranye sampai oranye-kecoklatan, bentuk
bulat sampai agak bulat dengan ukuran 140-240 µm. Selanjutnya adalah spora seperti
Gambar 2D yaitu spora dengan warna coklat-gelap, bentuk bulat dengan ukuran 121
µm dan terdapat karakteristik khusus berupa hifa penyangga. Setelah dibandingkan
dengan INVAM maka termasuk Glomus ambisporum, memiliki warna coklat-gelap
sampai hitam, bentuk bulat sampai agak bulat dengan ukuran 120-180 µm.

Gambar 2. Spesies MVA dari rhizosfer tanaman cabai (perbesaran 100 kali).

Hasil identifikasi spora pada tanaman tomat ditemukan spora seperti Gambar
3A dengan warna oranye-kemerahan, bentuk bulat dengan ukuran 260 µm., setelah
dicocokkan dengan INVAM maka termasuk Acaulospora fofeata, yaitu memiliki
warna oranye-kemerahan sampai merah-gelap-kecoklatan berbentuk bulat sampai
agak bulat, kadang-kadang tidak beraturan dengan ukuran 240-360 µm. Selanjutnya
ditemukan spora dengan warna oranye, bentuk bulat dengan ukuran 137 µm, setelah
dibandingkan dengan INVAM maka termasuk Acaulospora colombiana, memiliki
warna oranye sampai oranye-gelap-kecoklatan, bentuk bulat sampai agak bulat
dengan ukuran 100-140 µm (Gambar 3B). Spora lainnya ditemukan berwarna
kuning-pucat sampai kehijauan, bentuk tidak beraturan dengan ukuran 120 µm,
setelah dicocokkan dengan INVAM termasuk Scutellospora calospora, memiliki
warna kuning pucat sampai kehijauan, bentuk bulat sampai lonjong, tidak beraturan
dengan ukuran 120-145 µm (Gambar 3C). Selanjutnya ditemukan spora dengan
warna hitam, bentuk agak bulat dengan ukuran 120 µm dan terdapat hifa penyangga,
setelah dibandingkan dengan INVAM termasuk Glomus ambisporum, memiliki
warna coklat-gelap sampai hitam, bentuk bulat sampai agak bulat dengan ukuran
120-180 µm seperti Gambar 3D.

308 http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

Gambar 3. Spesies MVA dari rhizosfer tanaman tomat (perbesaran 100 kali)

3.2 Infeksi MVA pada Akar


Hasil pewarnaan struktur MVA pada akar dan pengamatan di bawah
mikroskop dengan 200 kali perbesaran ditemukan struktur MVA berupa arbuskula,
vesikula, dan spora dalam (Gambar 4).
Struktur arbuskula yang ditemukan bercabang-cabang seperti pohon kecil
yang mirip haustorium dengan pola dikotomi, sedangkan struktur vesikulanya
berbentuk bulat atau lonjong seperti berikut.

1. Arbuskula
Jamur ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskula.
Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan
dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel simbion
(Pattimahu, 2004). Arbuskula merupakan percabangan dari hifa masuk ke dalam sel
tanaman simbion. Masuknya hifa ini ke dalam sel tanaman simbion diikuti oleh
peningkatan sitoplasma, peningkatan respirasi, dan aktivitas enzim dalam sel
tanaman inang.

2. Vesikula
Vesikula merupakan struktur jamur yang berasal dari pembengkakan hifa
internal secara terminal, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak
senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan
pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan
kehidupan cendawan. Tipe MVA memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe
jamur mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam
berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas
untuk meningkatkan produktivitas tanaman (Pattimahu, 2004).

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 309
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

Gambar 4. Kolonisasi MVA pada akar tanaman (100 kali perbesaran).

Tabel 2. Perbandingan persentase infeksi MVA pada akar tanaman cabai, tomat,
dan tanaman simbion jagung

Infeksi akar Infeksi pada tanaman simbion Persentase


No Tanaman
(%) jagung (%) pertambahan (%)
1 Cabai 30 40 10
2 Tomat 30 50 20

Data di atas menunjukkan adanya peningkatan infeksi pada kedua tanaman


setelah dilakukan perbanyakan dengan tanaman simbion jagung. Hal ini terjadi
karena tanaman jagung merupakan simbion yang ideal untuk perkembangan hifa
mikoriza, karena jagung mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat, daya adaptasi
tinggi terutama di lahan kering, serta sistem perakaran yang banyak (Sofyan et al.,
2005). Media zeolit dan jagung menunjukkan hasil yang positif baik itu persentase
infeksi maupun pada jumlah populasi spora MVA. Hal ini dapat disebabkan karena
kedua perlakuan tersebut cocok untuk perkembangan MVA. Selain itu kadar
karbohidrat akar tanaman jagung umumnya relatif tinggi sehingga jumlah eksudat
akar berupa gula tereduksi dan asam-asam amino meningkat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Prasetia & Octaviana (2012) yang menyatakan bahwa eksudat akar
terutama senyawa flavonoid dari jenis flavonol merupakan pemicu perkecambahan
spora dan pertumbuhan hifa MVA.

3.3 Perbanyakan MVA dengan Media Zeolit


Perbanyakan spora mikoriza dilakukan selama 2 bulan dengan media zeolit.
Perbanyakan ini menggunakan tanaman simbion berupa bibit tanaman jagung
berumur 2 minggu. Pemilihan Jagung sebagai tanaman simbion karena tanaman
jagung merupakan universal host dari mikoriza. Selain itu tanaman jagung adalah
tanaman C4 yang memiliki adaptasi yang baik serta laju fotosintesis lebih tinggi
dibandingkan tanaman lainnya. Selama perbanyakan, dilakukan pemeliharaan
tanaman berupa penyiraman dan penyiangan. Setelah dua bulan, dilakukan stressing
selama 2 minggu yang bertujuan untuk merangsang hifa membentuk spora akibat
cekaman kekeringan. Adapun rata-rata jumlah kepadatan spora mikoriza sebelum
dan sesudah perbanyakan sebagai Tabel 3.

310 http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

Tabel 3 menunjukkan jumlah spora mikoriza sebelum dan sesudah


perbanyakan dilakukan, dari data di atas dilakukan perhitungan kepadatan spora/100
g sampel tanah. Genus yang ditemukan setelah perbanyakan pada tanaman cabai
yaitu Acaulospora dan Glomus sementara pada tanaman tomat genus yang muncul
Acaulospora dan Glomus namun genus Scutellospora tidak muncul setelah
dilakukan perbanyakan. Kompatibilitas mikoriza dengan tanaman simbion sangat
bervariasi bergantung pada spesies mikoriza, spesies tanaman simbion dan kondisi
lingkungannya (Bianciotto et al., 1989). Walau MVA tidak mempunyai spesifitas
tertentu tanaman simbion, namun kemampuan menginfeksi dan mengkoloni akar
berbeda antar spesies yang satu dengan yang lainnya. Hal ini diduga karena
perbedaan dalam daya adaptasi terhadap kondisi tanah, keberlimpahan propagul, dan
sifat fisiologi propagul serta perkembangan jamur di dalam akar setelah infeksi
(Mosse, 1981). Sehingga pada penelitian ini tidak semua genus yang diinokulasi
muncul setelah dilakukan perbanyakan pada media zeolit dengan tanaman simbion
jagung.

Tabel 3. Genus dan jumlah kepadatan spora MVA pada tanaman cabai dan tomat

Jumlah spora/100 g
Genus spora MVA Pening-
sampel
katan
Populasi
Sampel jumlah
Awal Setelah Populasi Populasi setelah
spora
pengambilan perbanyakan sampel awal perba-
(%)
nyakan
Acaulospora Acaulospora
Cabai 73 23 120 422
Glomus Glomus

Acaulospora Acaulospora
Tomat 84 23 137 496
Glomus Glomus
Scutellospora

Hasil perbanyakan dengan tanaman jagung menunjukkan pertambahan spora,


tanaman tomat menunjukkan hasil pertambahan 496% yang lebih tinggi dari tanaman
cabai 422% karena dilihat dari infeksi yang terjadi pada tanaman simbion dengan
mikoriza yang didapat dari tanaman tomat mempunyai infeksi lebih lengkap berupa
arbuskula, vesikula dan spora dalam, tanaman jagung memiliki perakaran serabut
dan lebih lunak, merupakan host universal dari berbagai jenis mikoriza yang ideal
untuk perbanyakan mikoriza sehingga lebih mudah terinfeksi oleh spora mikoriza,
selain itu media zeolit juga mempengaruhi pertumbuhan spora, zeolit merupakan
sekelompok mineral yang terdiri dari beberapa jenis unsur. Secara umum mineral
zeolit adalah senyawa alumino silikat hidrat dengan logam alkali tanah yang mampu
menyediakan kondisi yang baik untuk perkembangan mikoriza karena memberikan
aerasi dan porositas yang ideal untuk perkembangan mikoriza terlebih dipadukan
dengan arang sekam (Nurbaity et al., 2011).

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 311
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

4 Kesimpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini kesimpulan yang diperoleh adalah:
1. Jumlah spesies MVA yang ditemukan pada rhizosfer tanaman cabai adalah 4
spesies yang tercakup dalam 2 genus yaitu Acaulospora dan Glomus, sedangkan
pada tomat ditemukan 4 spesies yang tercakup dalam 3 genus yaitu Acaulospora,
Glomus, dan Scutellospora.
2. Tingkat infeksi pada jaringan akar cabai adalah 30% dengan kepadatan populasi
spora 73 spora/100 g tanah dan pada tomat 30% dengan kepadatan 74 spora/100 g
tanah. Struktur mikoriza yang ditemukan pada rhizosfer cabai dan tomat adalah
vesikula, arbuskula, dan spora dalam.
3. Media zeolit dengan tanaman jagung merupakan media yang dapat digunakan
sebagai media perbanyakan mikoriza dengan pertambahan spora 422% untuk
mikoriza asal tanaman cabai dan 496% untuk tomat.

4.2 Saran
1. Perlu dilakukan identifikasi MVA sampai tingkat spesies secara molekuler supaya
hasil identifikasi lebih tegas.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan variasi media perbanyakan selain zeolit dan
simbion jagung untuk mengetahui keefektivan media dan tanaman simbion lain
sebagai media perbanyakan MVA.

Daftar Pustaka
Anas, I. 2009. Bioteknologi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Bianciotto, V., D. Palazzo, & P. Bonfante-Fasolo. 1989. Germination process and
hyphal growth of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungus. Alionia 29:17-24.
Brundrett M., B. Neale, D. Bernei, G. Tim & M. Nick. 1996. Working with
Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Australian Centre for International
Agriculture Research (ACIAR). Canberra, Australia.
INVAM. 2008. International culture collection of vesicular arbuscular mycorrhizal
fungi. <http://invam.caf.wvu.EduMyco-info/Taxonomy/classification.htm>.
[12 Januari 2015].
Mosse, B. 1981. Vesicular-Arbuscular Mycorrizhal Research for Tropical
Agriculture Tress. Bull. Hawai.
Nurbaity, A., A. Setiawan, & O. Mulyani. 2011. Efektivitas arang sekam sebagai
bahan pembawa pupuk hayati mikoriza arbuskular pada produksi sorghum.
Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.
Pacioni, G. 1992. Wet-sieving and decanting techniques for the extraction of spores
of vesicular-arbuscular fungi. Pp. 317-322 in J.R. Norris, D.J. Read, and A.K.
Varma (eds.), Methods in Microbiology Vol. 24. Academic Press, London.
Pattimahu. 2004. Prospek Pupuk Hayati Mikoriza. Program Studi Ilmu Tanaman,
Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia.

312 http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 4, No. 4, Oktober 2015

Prasetia, D.T. & S.H. Octaviana. 2012. Efektivitas media dan tanaman inang untuk
perbanyakan fungi mikoriza arbuskular (FMA). Fakultas MIPA, Universitas
Pakuan. Bogor.
Setiadi, Y. & A. Setiawan. 2011. Studi status fungi mikoriza arbuskula di areal
rehabilitasi pasca penambangan nikel. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Pusat Antar Universitas IPB. Bogor.
Sofyan, A., Y. Musa, & H. Feranita. 2005. Perbanyakan cendawan mikoriza
arbuskular (CMA) pada berbagai varietas jagung (Zea mays L.) dan
pemanfaatannya pada dua varietas tebu (Saccharum officinarum L.).
Jurnal Sains dan Teknologi 5(1): 12-20.
Syib’li. M. A. 2008. Jati mikoriza: sebuah upaya mengembalikan eksistensi
hutan dan ekonomi Indonesia. <http://-www.kabarindonesia.com>. [28
Februari 2009].

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 313

You might also like