Putuindra,+8.+31419 74267 2 ED.86 97

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

P-ISSN 0216-8138 | E-ISSN 2580-0183

MKG Vol. 22, No.1, Juni 2021 (86 - 97)


DOI: http://dx.doi.org/10.23887/mkg.v22i1.31419

Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam


Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup
Alif Putra Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari
Purnomo
Masuk: 24 01 2021 / Diterima: 21 05 2021 / Dipublikasi: 30 06 2021

Abstract Indonesia's natural wealth must be maintained as a source of human life. However, currently,
there is much environmental damage in Indonesia due to human activity. The environment that provides
livelihoods is a threat to the community because of its damage. Several local community groups are
continuing to strive to protect their environment, one of which is through local wisdom. This study aims to
determine how the impact of the local wisdom of Ruwat Petirtaan Jolotundo on the preservation of the
environment around it. This study uses a qualitative approach with in-depth interview techniques,
participatory observation, and documentation. This research was conducted in Seloliman Village, Trawas,
Mojokerto. The research was conducted for six months, starting from preparation, preliminary studies,
interviews, observations, and participating in Ruwat activities to data processing and analysis. The results
showed that Ruwat Petirtaan Jolotundo had a good impact on preserving water sources, flora, and fauna
in the Jolotundo area. The quantity and quality of water sources are maintained. Pine, mahogany, sengon,
teak, and fauna such as monkeys, wild dogs, and wild boar (wild boar) can easily be found. Ruwat
Jolotundo can make people aware of the importance of protecting the environment. This local wisdom
must be preserved and passed on to our children and grandchildren as the nation's successor to maintain
our environment. This research can be developed on the theme of the urgency of Ruwat or local wisdom
as an alternative to protecting the environment.

Key words: Local Wisdom; Ruwat Jolotundo; Sustainable Environment

Abstrak Kekayaan alam Indonesia harus dijaga keberadaannya sebagai sumber kehidupan manusia.
Tetapi saat ini banyak terjadi kerusakan lingkungan hidup di Indonesia akibat ulah manusia. Lingkungan
hidup yang memberikan penghidupan justru menjadi ancaman untuk masyarakat karena kerusakannya.
Beberapa kelompok masyarakat daerah ada yang terus berupaya menjaga lingkungan hidup mereka,
salah satunya melalui kearifan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak
kearifan lokal Ruwat Petirtaan Jolotundo pada kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara mendalam, observasi partisipasi, dan
dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, diawali dari persiapan, studi pendahuluan, wawancara,
observasi serta mengikuti kegiatan Ruwat, hingga pengolahan dan analisis data. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Ruwat Petirtaan Jolotundo memberikan dampak yang baik terhadap kelestarian
sumber air, flora dan fauna di kawasan Jolotundo. Sumber air sangat terjaga kuantitas dan kualitasnya,
tumbuhan pinus, mahoni, sengon, jati dan fauna seperti kera,anjing liar, dan babi hutan (celeng) dengan
mudah dapat ditemukan. Ruwat Jolotundo mampu menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga
lingkungan. Kearifan lokal ini harus dijaga dan diturunkan kepada anak cucu sebagai penerus bangsa
agar lingkungan kita tetap terjaga. Penelitian ini dapat dikembangkan pada tema urgensi Ruwat atau
kearifan lokal sebagai alternatif menjaga lingkungan hidup.

Kata kunci : Kearifan Lokal; Ruwat Jolotundo; Pelestarian Lingkungan

This is an open access article under the CC BY-SA license.


Copyright © 2021 by Author. Published by Universitas Pendidikan Ganesha.
Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

1. Pendahuluan et al., 2016). Serta banyak kejadian


Indonesia menjadi salah satu kebakaran hutan, pencemaran air
negara dengan kekayaan alam yang sungai, kekeringan, masalah sampah,
besar di dunia. Kekayaan laut, hutan, pencemaran udara, dan lain
sungai, pegunungan, hewan, tambang sebagainya. Catatan dari Badan Pusat
memberikan keuntungan yang tidak Statistik Indonesia (2020) yang
dimiliki oleh negara lain. Keberadaan didapatkan dari Kementerian
sumber daya alam yang beraneka Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada
ragam ini perlu dijaga sebagai upaya tahun 2019 dari 98 sungai di Indonesia
menjaga keharmonisan antara manusia 54 sungai berstatus cemar ringan, 6
dan alam. Manusia perlu menjaga sungai cemar ringan-cemar sedang,
lingkungan hidup dimana mereka dan 38 sungai berstatus cemar ringan-
tinggal, sebab dari alamlah kebutuhan cemar berat. Kondisi demikian lebih
manusia dapat terpenuhi. Termasuk buruk dari tahun 2018, belum lagi laju
masyarakat Indonesia yang hidup deforestasi hutan di Indonesia yang
dengan memanfaatkan kekayaan alam terus meningkat.
di negeri ini. Tentunya hal ini menjadi sebuah
Kenyataan di lapangan justru ancaman serta sebuah kerugian bagi
sebaliknya, kerusakan lingkungan keberlangsungan hidup manusia yang
semakin hari semakin meluas dan tidak sebenarnya punya ketergantungan
terkendali, kerusakan terjadi di besar pada alam. Segala aktivitas
berbagai sektor, baik di darat, di laut, manusia harusnya mempertimbangkan
maupun di udara. Aktivitas manusia keberadaan lingkungan di sekitar
memberikan dampak buruk terhadap mereka. Sebab perilaku manusia akan
lingkungan, masyarakat semakin tidak sangat mempengaruhi kondisi alam di
peduli dengan lingkungan tempat sekitarnya (Puspita dkk., 2016). Tetapi
tinggal mereka. Berdasarkan data yang dewasa ini modernitas justru membuat
dirilis Kementerian Lingkungan Hidup alam semakin mengalami penurunan
dan Kehutanan Republik Indonesia kualitas dan itu membahayakan
(2018) nilai Indeks Kualitas Air (IKA) kehidupan manusia itu sendiri.
nasional turun sebesar 1,70 dan nilai Instansi pendidikan ataupun
Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) yang berhubungan dengan lingkungan
nasional turun sebesar 0,95. hidup sering memberikan himbauan
Seperti halnya di Maluku kepada masyarakat untuk menjaga
Tenggara, sebagaian besar terumbu lingkungan. Namun belum optimal
karang di perairan Ohoi Ngilngof karena mereka baru sebatas teori yang
kondisinya rusak hingga rusak berat, susah untuk dibuktikan penerapannya
salah satu penyebabnya adalah polusi di lapangan. Justru yang giat dalam
sedimen dari perusahaan sekitar (Uar upaya pelestarian lingkungan adalah
orang-orang atau kelompok di daerah
Alif Putra Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, atau desa yang mereka hidup
Nugroho Hari Purnomo berdampingan dengan alam.
Universitas Negeri Surabaya, Indonesia
Saat di tempat-tempat lain
[email protected] mementingkan pembangunan dan

87 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

mengesampingkan kelestarian alam. Wawancara merupakan proses yang


Terdapat suatu kelompok masyarakat penting dalam melaksanakan suatu
yang justru teguh dalam menjaga penelitian khususnya penelitian yang
lingkungan hidup, khususnya sumber bersifat kualitatif (Rosaliza, 2015).
air di daerah mereka. Tepatnya di Desa Informan yang diwawancarai adalah
Seloliman, Kecamatan Trawas, Kepala Desa Seloliman, Kepala Dusun
Kabupaten Mojokerto. Masyarakat Biting, Tokoh Desa, Kepala Adat
disana menjaga dengan baik sumber Kecamatan Trawas, Juru Kunci
air Jolotundo melalui kearifan lokal Jolotundo, serta beberapa warga yang
Ruwat. Kearifan lokal ini berupa ritual terlibat langsung dengan Ruwat
yang dilaksanakan di kompleks Candi Petirtaan Jolotundo.
Jolotundo, dengan tujuan mensyukuri Peneliti juga melakukan
rahmat Tuhan berupa air yang terus observasi partisipasi dengan mengikuti
mengalir dari sumber air yang terdapat serangkaian kegiatan Ruwat Petirtaan
di candi Jolotundo (Hartoyo, 2016) Jolotundo yang dilaksanakan pada
Hal ini menjadi penting dan bulan September 2019, untuk
menarik untuk digali bagaimana sebuah mengetahui secara langsung prosesi
kearifan lokal mempunyai dampak Ruwat dari awal hingga akhir. Untuk
positif terhadap kelestarian lingkungan. menggali makna dari Ruwat Petirtaan
Apalagi secara fungsional kearifan lokal Jolotundo kaitannya dengan pelestarian
sangat berkaitan dengan harmoni, lingkungan. Selain itu peneliti juga
keseimbangan dan keberlanjutan memperkuat data dengan buku atau
(Kristiyanto, 2017). Hasil penelitian tulisan dari penulis lokal terkait
Mas’ud (2019) menyatakan bahwa air pelaksanaan Ruwat serta dampaknya
Jolotundo sangat sakral bagi untuk pelestarian lingkungan. Urutan
masyarakat, karena dianggap suci dan penelitian ini adalah menetapkan
berkhasiat. Belum dibahas terkait informan, melakukan wawancara,
dampak positif Ruwat Jolotundo membuat catatan, analisis wawancara,
terhadap keberadaan sumber air di dan membuat kesimpulan.
sana. Maka pada penelitian bertujuan Penelitian ini dilaksanakan di
untuk menggali lebih dalam dampak Desa Seloliman Kecamatan Trawas
positif Ruwat Jolotundo terhadap Kabupaten Mojokerto. Penelitian
kelestarian lingkungan hidup, dilaksanakan selama 4 bulan, diawali
khususnya sumber air Jolotundo. dari persiapan, studi pendahuluan,
wawancara, dokumentasi hingga
2. Metode mengikuti kegiatan Ruwat, hingga
Penelitian ini menggunakan pengolahan dan analisis data.
pendekatan kualitatif dengan teknik Instrumen penelitian yang digunakan
wawancara mendalam, observasi memuat 2 hal yaitu penjelasan tentang
partisipasi, dan dokumentasi. Peneliti pelaksanaan Ruwat jolotundo dan
melakukan wawancara mendalam dampaknya terhadap kelestarian
untuk mendapatkan informasi tentang lingkungan. Fokus penelitian sesuai
pelaksanaan Ruwat dan dampak Ruwat dengan rumusan masalah yaitu
terhadap kelestarian lingkungan. dampak kearifan lokal Ruwat Petirtaan

88 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

Jolotundo terhadap kelestarian Secara administratif, Petirtaan


lingkungan terutama keberadaan Jolotundo terletak di Dusun Biting Desa
sumber mata air, kelestarian flora dan Seloliman Kecamatan Trawas
fauna. Sedangkan analisis data Kabupaten Mojokerto. Desa Seloliman
dilakukan sejak sebelum penelitian, tempat keberadaan Petirtaan Jolotundo
saat penelitian dan setelah penelitian. mempunyai luas wilayah 4,62 km² (BPS
Kemudian data yang diperoleh akan Kabupaten Mojokerto, 2018). Secara
direduksi untuk menajamkan data, umum tanah yang berkembang di
disajikan, dan ditarik sebuah sekitar Petirtaan Jolotundo adalah
kesimpulan. tanah andosol yang ditandai dengan
vegetasi yang lebat dan rapat.
3. Hasil dan Pembahasan Sedangkan jika dilihat secara lebih luas
Selain Ruwat Petirtaan lagi yaitu di Kecamatan Trawas,
Jolotundo, masih banyak lagi kearifan sebagian besar tanahnya berjenis
lokal di Mojokerto, tetapi pada mediteran, sebagian lagi litosol, dan
penelitian ini hanya mengkaji Ruwat hanya sedikit saja yang berjenis tanah
karena kaitannya dengan pelestarian andosol yaitu di bagian selatan
lingkungan. Menurut Daniah (2018) Kecamatan Trawas.
kearifan lokal sebagai kebijakan yang Penduduk sekitar Petirtaan
bersandar pada filosofi, nilai-nilai, etika, Jolotundo adalah masyarakat Jawa
dan perilaku yang melembaga secara pedesaan yang sebagian masih
tradisional untuk mengelola sumber memegang teguh ajaran leluhur
daya (alam, manusia, dan budaya) tentang alam sekitar. Menurut Surata
secara berkelanjutan. Kearifan lokal dkk. (2015) upaya melestarikan
juga diartikan sebagai pandangan kearifan lokal yang bernilai luhur
hidup dan pengetahuan serta strategi- merupakan kewajiban kita semua.
strategi kehidupan masyarakat yang Mereka sangat menjaga sumber-
diwujudkan dalam bentuk aktivitas sumber mata air yang terdapat di area
sebagai bentuk respon dalam Jolotundo dan sekitarnya yang
menghadapi masalah di dalam merupakan sumber kehidupan mereka.
kehidupan sehari-hari mereka. Seperti kearifan komunitas di Bantul
Selaras dengan pernyataan yang secara bersama menjaga
Syarif (2017) bahwa saling keberadaan air untuk irigasi sawah
menghormati bukan hanya kepada (Hariadi dkk., 2020). Masyarakat
sesama manusia tetapi lingkungan juga Seloliman mempunyai tradisi menjaga
harus tetap dijaga kelestariannya. keberadaan sumber mata air melalui
Selain itu, permasalahan lingkungan Ruwat Petirtaan Jolotundo sebagai
tidak hanya dipecahkan dengan ungkapan rasa syukur mereka. Seperti
teknologi dan metode ilmiah saja akan halnya nilai-nilai ekologi dalam budaya
tetapi juga perlu dibantu dengan lokal Manggarai yang memiliki ritual-
kekuatan-kekuatan lain yaitu religius ritual bermakna simbolik dan
(agama), kepercayaan, dan etika mengandung nilai-nilai ekologis yang
manusia terhadap alam (Maridi, 2015). merupakan bentuk penyatuan yang

89 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

harmonis dan selaras dengan alam Tandakan, Bantengan, Pecutan, Gong


(Niman, 2019). dan lain sebagainya.
Ruwat Jolotundo merupakan Ruwat Petirtaan Jolotundo
sebuah ritual yang dilaksanakan di dalam prosesinya dibagi menjadi 3
kompleks Candi Jolotundo sebagai tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
peninggalan Airlangga yang terdapat pelaksanaan, dan tahap setelah
beberapa sumber air di dalamnya. pelaksanaan. Tahap persiapan dimulai
Ruwat Jolotundo menjadi agenda wajib dari persiapan panitia, menyiapkan
setiap tahunnya, seperti halnya segala kebutuhan untuk Ruwat,
upacara Tumpek (menjaga melakukan woro-woro, dan lainnya.
keharmonisan dengan alam Tahap pelaksanaan ada beberapa
lingkungan) di Bali yang dilakukan proses penting di dalamnya yaitu,
setiap enam bulan sekali (Sudarsana, Sumaningah (memberitahukan),
2017). Menurut Mbah Jari (Pemimpin Manunggaling Tirta (menyatukan air),
Ruwat Jolotundo) jika ruwatan tidak Sumaningah penanaman pohon,
dilaksanakan, maka sumber air yang Sumaningah pelepasan burung,
ada di Jolotundo akan mengering atau sambutan, dan Sumaningah ujub
tidak keluar. Adapun upaya-upaya yang tumpeng (doa Jawa). Rangkaian
dapat dilakukan oleh manusia untuk kegiatan Ruwat memiliki makna yang
melestarikan lingkungan, salah satunya sangat mendalam terhadap
dengan tetap mempercayai mitos sumberdaya air Jolotundo. Menurut
sebagai salah satu kearifan lokal yang Suyatman (2018) nilai-nilai moral dan
dapat menuntun manusia dapat religius serta etika sering memberikan
bersikap arif dan bijaksana (Anggraini, petunjuk yang sangat berharga bagi
2018). perlindungan dan pelestarian
Hal demikian didukung dengan lingkungan hidup. Sementara untuk
temuan Schwann (2018) bahwa tahap setelah pelaksanaan didominasi
penduduk Okanagan haruslah acara-acara kebudayaan seperti
memegang kearifan lokal setempat Beksan, wayang, bantengan, ujung,
untuk beradaptasi dengan perubahan serta dialog budaya.
alam. Sementara itu sumber air
Jolotundo menjadi sumber kehidupan
pokok warga Desa Seloliman dan
sekitarnya, sehingga Ruwat menjadi
bagian hidup mereka. Sebagaimana
yang diungkapkan Nasution (2018)
kearifan lokal Wasee Glee oleh
masyarakat Gampong Alue Bieng
dianggap sebagai bagian hidup mereka
dalam rangka mengelola hutan. Tidak
hanya berdoa saja, selain itu juga
digelar kesenian lokal selama Ruwat Gambar 1. Prosesi Ruwat Petirtaan
Jolotundo dilaksanakan seperti Jolotundo

90 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

Gambar di atas merupakan salah satu semena-mena terhadap sumber air di


prosesi dalam serangkaian ritual Ruwat Jolotundo.
Petirtaan Jolotundo. Rangkaian ritual Kondisi sumber air di Jolotundo
Ruwat yang telah dilaksanakan sejak masih sangat terjaga dengan baik,
dulu dan memberikan dampak yang secara kualitas dan kuantitas. Air terus
baik terhadap kelestarian alam sekitar. mengalir dan memberikan kehidupan
Sebab selama prosesi ritual untuk manusia, hewan, dan tumbuhan
masyarakat diajak untuk sadar dan di sekitarnya. Meskipun terjadi musim
terus menjaga sumber air, dan setelah kemarau yang panjang, tapi hal
Ruwat mereka juga harus menjaga tersebut tidak berpengaruh secara
flora dan fauna yang ada. signifikan terhadap air yang dikeluarkan
Ruwat Petirtaan Jolotundo dari sumber. Ruwat Jolotundo
memberikan dampak positif terhadap memberikan dampak besar dalam
lingkungan sekitar. Terjaganya sumber memperkuat rasa syukur masyarakat
air hingga saat ini, terjaganya vegetasi, akan sumber air serta meningkatkan
terjaganya hewan di kawasan kesadaran akan pentingnya menjaga
Jolotundo merupakan dampak sumber Jolotundo.
langsung dari kegiatan Ruwat. Gatot Hartoyo (Ketua adat
Trawas) menyatakan bahwa Ruwat
Ruwat Petirtaan Jolotundo Jolotundo membuat air dari sumber
terus mengalir dan tidak pernah kering.
Seperti hasil penelitian Sufia dkk.
Dampak Dampak
(2016) di Desa Kemiren, Banyuwangi
Lingkungan Sosial
menyebutkan kearifan lokal dalam
bentuk kepercayaan terhadap
kompleks situs makam Buyut Cili telah
Terjaganya
sumber air Warga menjadikan lingkungan tersebut tetap
tidak terjaga keasliannya. Masyarakat Desa
semena- Seloliman pun sangat menjaga
Terjaganya mena Jolotundo serta melaksanakan Ruwat
vegetasi terhadap karena mereka masih memegang teguh
Jolotundo peninggalan nenek moyangnya, adat
isitiadat di Desa Seloliman masih kuat.
Terjaganya hewan
Dharmawibawa (2019) menyatakan
bahwa kearifan lokal yang terus
Gambar 2. Kenampakan vegetasi di dijalankan di Desa Seloto memberikan
kawasan Jolotundo dampak baik terhadap kelestarian
Danau Lebo.
Hasil penelitian Pratiknyo (2016)
Gambar di atas menjelaskan bahwa menunjukkan bahwa Sumber Jolotundo
selain dampak lingkungan, Ruwat juga yang terdapat di Desa Seloliman
memberikan dampak sosial terhadap dengan ketinggian 557 mdpl
warga di sekitarnya. Warga Seloliman mempunyai debit sumber 0,38
dan sekitarnya tidak berani bertindak liter/detik pada sumber 1, sedangkan

91 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

pada sumber 2 mempunyai debit 0,12 penanaman pohon. Salah satu


liter/detik. Sedangkan dari segi kualitas rangkaian kegiatan Ruwat dengan
air tanah pada mata air Jolotundo menanam pohon secara bersama untuk
mempunyai karakteristik sebagai menambah vegetasi yang ada serta
berikut ; 1) warna airnya jernih, 2) tidak menjaga alam sekitar agar tidak
berbau, 3) tidak berasa, 4) tingkat gersang dan gundul. Prosesi ini
kekeruhan pada kondisi jernih, 5) memunculkan kesadaran masyarakat
mempunyai suhu 25° C, 6) derajat akan pentingnya menjaga tumbuhan
keasaman (pH) 7,2 dan 7) residu atau hutan di sekitar mereka. Seprianto
terlarut 40 ppt. Karakteristik tersebut dkk. (2019) menyatakan bahwa dengan
menjadikan air Sumber Jolotundo adanya kepercayaan Bukit Larangan
sebagai air dengan kualitas yang yang dipandang sebagai tempat sakral
sangat baik untuk dikonsumsi, untuk yang tidak boleh disentuh dan dimasuki
diminum sesuai dengan prasyarat air oleh masyarakat membuat sumber
minum. daya hutan dimanfatkan secara kolektif,
dianggap sebagai milik bersama. Serta
tidak dimonopoli secara individu dan
kelompok, sehingga kerusakan
lingkungan berkurang di sekitar
kawasan Desa Aur Gading.
Bahkan di India beberapa hutan
dianggap suci oleh beberapa suku,
sehingga hutan tetap terjaga
kelestariaannya untuk kehidupan
manusia (Kakoty, 2018). Apalagi dalam
acara Ruwat juga diikuti oleh anak kecil
hingga dewasa dan tua, yang secara
tidak langsung Ruwat menjadi sarana
pembelajaran bagi mereka. Sehingga
ketika setelah Ruwat masyarakat
mampu melanjutkan budaya menjaga
Gambar 3. Salah satu sumber air di vegetasi. Bagi masyarakat Jawa,
Jolotundo lingkungan adalah manifestasi
anugerah dari Sang Pencipta, oleh
Gambar di atas merupakan salah satu karena itu lingkungan harus dijaga
sumber di dalam Jolotundo yang (Mardikantoro, 2016). Sebab dengan
terlihat tidak berwarna dan dapat terjaganya vegetasi maka akan
langsung diminum. Beberapa warga berpengaruh baik pada sumber air di
juga menyatakan bahwa dengan Jolotundo, penyerapan air oleh
rutinnya pelaksanaan Ruwat membuat tumbuhan akan menjaga
air dari sumber Jolotundo terjaga keseimbangan.
kemurniannya. Hasilnya adalah tumbuh-
Setelah prosesi Manunggaling tumbuhan alami di sekitar kawasan
Tirta, terdapat prosesi Sumaningah Petirtaan Jolotundo masih sangat

92 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

terjaga hingga saat ini. Pohon besar dalam rangka beradaptasi dengan
tumbuh dengan kerapatan tinggi, alam.
rumput serta bambu. Serta banyak Selanjutnya dari prosesi Ruwat
pohon buah-buahan yang masih terjaga yang mempunyai dampak positif
keberadaannya. Pohon jati, mahoni, terhadap lingkungan hidup adalah
sono, dan sengon, serta pohon-pohon Sumaningah pelepasan burung.
khas yang mungkin sebagian tidak Sebuah ritual melepaskan burung ke
ditemui di hutan lain masih terjaga alam bebas, sebuah pelajaran berharga
keberadaannya. Pohon-pohon tersebut bagi masyarakat, sebuah kesadaran
tumbuh menyebar di hutan-hutan yang mahal di zaman sekarang. Achal
(hutan lindung, hutan produksi) dan dkk. (2016) menyatakan kita saat ini
tegalan. berada di era dimana keberlanjutan
menjadi hal yang sangat penting.
Tujuan dari prosesi pelepasan burung
adalah agar masyarakat tidak
menangkap atau menembak burung
sembarangan, masyarakat menjaga
segala jenis fauna yang ada di sekitar
kawasan Jolotundo.
Sehingga masyarakat akan
terbiasa menjaga fauna yang ada,
secara tidak langsung mereka juga
menjaga sumber air dan flora yang ada
sebagai penopang kehidupan fauna.
Gambar 4. Kenampakan vegetasi di
Sebab kearifan lokal berdasar pada
kawasan Jolotundo
kemampuan komprehensif manusia
untuk mencapai keharmonisan dengan
Gambar di atas menunjukkan
alam (Zhang dkk., 2016). Seperti
kondisi vegetasi yang berada di dalam
halnya adat Sasi yang dilakukan
kompleks Petirtaan Jolotundo yang asri
masyarakat Maluku dan Papua adalah
dan terjaga. Begitu pula kondisi di luar
agar sumber daya dapat terus
kompleks Petirtaan Jolotundo, ataupun
menjamin kehidupan generasi
hampir di seluruh wilayah Desa
mendatang (Putri dkk., 2020).
Seloliman yang masih sangat terjaga
Hingga saat ini penduduk
segala jenis tumbuhan yang ada.
kawasan Jolotundo dengan mudah
Secara umum vegetasi di kawasan
dapat menemukan kera, anjing liar,
Jolotundo masih hijau, yang berarti
babi hutan (celeng) serta beberapa
bahwa masih dijaga oleh penduduk
jenis burung di hutan sekitar Petirtaan
sekitar dengan baik. Kesadaran akan
Jolotundo. Selaras dengan kondisi
pentingnya pohon dari acara Ruwat
vegetasi yang baik, maka fauna yang
menjadi salah satu penyebab kondisi
ada juga mengikuti sebab hutan dan
flora yang ada. Menurut Swandi (2017)
pohon adalah rumah bagi fauna,
kearifan lokal dalam pengelolahan
termasuk sumber makanan di
hutan merupakan warisan leluhur
dalamnya. Termasuk juga keberadaan

93 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

sumber air Jolotundo yang memperkuat sebagai peninggalan nenek moyang


kehidupan vegetasi, yang secara tidak yang harus dijaga. Hal demikian terus
langsung juga memperkuat kehidupan ditekankan pada para peserta Ruwat
fauna yang ada. Masyarakat juga terus dan masyarakat Desa Seloliman
disadarkan akan pentingnya menjaga sebagai pengingat yang luhur. Selain
fauna melalui Ruwat Jolotundo yang itu setiap prosesi yang dilaksanakn
tidak pernah absen digelar. Seperti menunjukkan penghormatan yang
Tradisi Lombe di Pulau Kangean yang tinggi terhadap Jolotundo, juga
dapat mempengaruhi minat terhadap air Jolotundo yang dianggap
masyarakat dalam memelihara kerbau suci.
sehingga Tradisi Lombe menjadi solusi Berdasarkan hasil wawancara
dalam menjaga keberadaan kerbau di dengan Pak Sucaj (Juru Kunci
Pulau Kangean (Ulum dkk., 2019). Jolotundo) didapatkan beberapa hal
Berawal dari kegiatan Ruwat, tentang Ruwat dan sumber air
dalam kehidupan sehari-hari Jolotundo. Menurut beliau, kegiatan
masyarakat punya kesepakatan Ruwat yang sakral telah melahirkan
bersama yang berupa larangan di beberapa aturan tidak tertulis yang
sekitar Jolotundo agar tetap terjaga berlaku di Jolotundo di antaranya
kemurniannya. Seperti penelitian Reza adalah 1) pengunjung dilarang
& Hidayati (2017) bahwa adanya bertindak asusila dan harus sopan; 2)
pelarangan/perlindungan dan menjaga adab ketika mandi di
pemeliharaan untuk mencegah Jolotundo; 3) membawa sesaji dan
kerusakan dan kemusnahan melalui makanan ikan; serta 4) pengunjung
budaya pamali membuat sumberdaya tidak naik di tempat ibadah. Seiring
air bisa dimanfaatkan dengan baik dan dipatuhinya aturan tersebut membuat
berkelanjutan bagi kehidupan sumber air di Jolotundo tidak dijamah
masyarakat Desa Lenek Daya. Senada sembarangan sehingga terjaga
dengan pernyataan Sinapoy (2018) kebersihan dan keberadaannya.
bahwa masyarakat lokal yang Kondisi demikian menjadikan sumber
mempunyai kearifan tradisional mampu air di Jolotundo senantiasa terjaga.
melahirkan kearifan lingkungan yang Selaras dengan hasil penelitian
seiring dan sejalan, serta menjaga Mawaddahni (2017) bahwa masyarakat
kelestarian sumber daya alam. Kasepuhan Sinar Resmi diwajibkan
Kesepakatan tersebut berdampak pada untuk memohon izin, yang diawali
terjaganya Sumber Jolotundo sehingga dengan doa untuk meminta
memperlancar pasokan air untuk keberkahan, keselamatan dan
pertanian desa, sehingga kegiatan keberhasilan saat memetik atau
pertanian tidak terhambat. memanen di sawah.
Serangkain kegiatan Ruwat Selain itu beberapa perangkat
yang berisi banyak prosesi salah desa dan tokoh desa yang mengikuti
satunya berisi wejangan (nasehat) dari Ruwat mempercayai kesucian air
para tokoh desa. Mereka terus Jolotundo, sehingga mereka juga turut
menceritakan kesakralan Jolotundo menjaga keberadaan sumber air. Para
beserta sumber air di dalamnya pengunjung dari luar kota juga meyakini

94 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

kesakralan air Jolotundo sebagaimana keberadaan sumber mata air,


yang diceritakan dalam ritual Ruwat. kelestarian flora dan fauna. Peserta
Praktis kearifan lokal sebagai upaya Ruwat dan masyarakat Desa Seloliman
masyarakat untuk melestarikan sumber menjadi lebih sadar akan pentingnya
daya yang dapat digunakan terus menjaga sumber mata air, flora dan
menerus untuk memberi makan fauna yang ada. Hasilnya kondisi
masyarakat dan menjaga sumber air Jolotundo masih lestari,
keseimbangan lingkungan (Vitasurya, begitu pula dengan flora dan fauna di
2016). Kawasan Jolotundo. Ruwat petirtaan
jolotundo perlu dijaga dan terus
dilaksanakan sebagai upaya menjaga
kelestarian alam dan tradisi budaya
lokal. Anak-anak perlu diberi ruang
lebih banyak sebagai generasi penerus
yang akan menjaga kelestarian
Jolotundo dan sekitarnya. Penelitian ini
bisa dikembangkan pada tema urgensi
Ruwat atau kearifan lokal sebagai
alternatif metode dalam menjaga
lingkungan hidup.
Gambar 5. Warga yang memanfaatkan
air dari sumber Daftar Pustaka
Achal, V., Mukherjee, A., & Zhang, Q.
Gambar di atas merupakan (2016). Unearthing ecological
wisdom from natural habitats and its
gambaran warga yang mengambil air di
ramifications on development of
Jolotundo sesuai dengan aturan yang biocement and sustainable cities.
berlaku di dalamnya. Ruwat Landscape and Urban Planning,
memberikan dampak besar akan 155, 61–68. https:
ketidakberanian warga berbuat hal //doi.org/10.1016/j.landurbplan.2016
.04.013
yang dapat merusak sumber air.
Anggraini, P. (2018). Mitos Sebagai
Mereka sangat menjaga ajaran leluhur Upaya Pelestarian Lingkungan
yang ditampilkan melalui Ruwat (Sebuah Kajian Kritik Lingkungan
Petirtaan akan sucinya sumber air Dalam Novel Sebuah Wilayah Yang
Jolotundo yang menghidupi mereka. Tidak Ada Dalam Google Earth
Karya Pandu Hamzah). Prosiding
Seperti pernyataan Thamrin (2017)
Seminar Nasional Bahasa dan
bahwa manusia harus punya etika Sastra halaman 313–323.
lingkungan yang menghimbau dan Badan Pusat Statistik Indonesia. (2020).
mengajak untuk kembali ke etika Statistik Lingkungan Hidup
masyarakat adat yang masih relevan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik Indonesia.
dengan perkembangan zaman.
Badan Pusat Statistik Kabupaten
Mojokerto. (2018). Kecamatan
4. Penutup Trawas dalam Angka. Mojoketo:
Ruwat Petirtaan Jolotundo BPS Kabupaten Mojokerto.
memberikan dampak baik terhadap Daniah. (2018). Kearifan Lokal (Local

95 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

Wisdom) Sebagai Basis Pendidikan Universitas Islam Negeri Sunan


Karakter. UIN Ar-Raniry Darussalam Ampel Surabaya.
Banda Aceh. Mawaddahni, S. (2017). Filosofi Hidup
Dharmawibawa, I. D. (2019). Kearifan sebagai Wujud Kearifan Lokal
Lokal Masyarakat Desa Seloto Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar
dalam Pengelolaan Sumberdaya Resmi. Local Wisdom : Jurnal Ilmiah
Alam Di Danau Lebo. Jurnal Abdi Kajian Kearifan Lokal, 9(2).
Masyarakat, 1(1), 1–5. https://doi.org/10.26905/lw.v9i2.197
Hariadi, U., Suratman, S., Gunawan, T., 6
& Armawi, A. (2020). Kearifan Lokal Nasution, P. (2018). “Wase Glee”: Dari
Komunitas Sebagai Modal Sosial Kearifan Hingga Kenaifan Lokal
alam Manajemen Bencana Alam. Para Peramu Hasil Hutan di Aceh.
Majalah Geografi Indonesia, 33(2). Indonesian Journal of Anthropology,
https: //doi.org/10.22146/mgi.48548 2(1). https:
Hartoyo, G. (2016). Ruwat Sumber //doi.org/10.24198/umbara.v2i1.156
Petirtaan Jolotundo. Surabaya: 72
Yayasan Damar Abang Dawala. Niman, E. M. (2019). Kearifan Lokal dan
Kakoty, S. (2018). Ecology, sustainability Upaya Pelestarian Lingkungan
and traditional wisdom. Journal of Alam. Jurnal Pendidikan Dan
Cleaner Production, 172, 3215– Kebudayaan Missio, 11(1), 91–106.
3224. Pratiknyo, P. (2016). Teknologi Mineral.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017 Jurnal Ilmu Kebumian Teknologi
.11.036 Mineral, 28(1), 27–39.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Puspita, I., Ibrahim, L., & Hartono, D.
Kehutanan Republik Indonesia. (2016). Penurunan Kualitas Air
(2018). Indeks Kualitas Lingkungan Sungai Karang Anyar Kota Tarakan
Hidup Indonesia 2017. Jakarta: (Influence of The Behavior of
Kementerian Lingkungan Hidup dan Citizens Residing in Riverbanks to
Kehutanan Republik Indonesia. The Decrease of Water Quality in
Kristiyanto, E. N. (2017). Kedudukan The River of Karang Anyar Tarakan
Kearifan Lokal dan Peranan City). Jurnal Manusia Dan
Masyarakat dalam Penataan Ruang Lingkungan, 23(2), 249–258.
di Daerah (Local Wisdom Position Putri, F. R. D., Satria, A., & Saharuddin,
and Role of Society in Spatial S. (2020). Pengelolaan berbasis
Planning in the Region). Rechts Masyarakat Sasi Laut Folley dan
Vinding, 6(2), 159–177. Dinamika Pengelolaan Berbasis
Mardikantoro, H. B. (2016). Satuan Masyarakat. Jurnal Pengelolaan
Lingual Pengungkap Kearifan Lokal Sumberdaya Alam Dan Lingkungan
Dalam Pelestarian Lingkungan. (Journal of Natural Resources and
Bahasa Dan Seni: Jurnal Bahasa, Environmental Management), 10(1),
Sastra, Seni Dan Pengajarannya, 111–123.
44(1), 047–059. https://doi.org/10.29244/jpsl.10.1.11
https://doi.org/10.17977/um015v44i1 1-123
2016p047 Reza, M., & Hidayati, A. N. (2017).
Maridi. (2015). Mengangkat Budaya dan Karifan Lokal Suku Sasak dalam
Kearifan Lokal dalam Sistem Pengelolaan Sumber Daya Air Desa
Konservasi Tanah dan Air Using Lenek Daya , Kecamatan Aikmel
Culture and Local Wisdom in Soil Kabupaten Lombok Timur. Spectra,
and Water Conservation. Seminar 15(30), 1–14.
Nasional XII Pendidikan Biologi Rosaliza, M. (2015). Wawancara, Sebuah
UNS, Surakarta, 1, 20–39. Interaksi Komunikasi Dalam
Mas’ud, A. (2019). Kesakralan Air Candi Penelitian Kualitatif. In Jurnal Ilmu
Jolotundo (Thesis). Surabaya: Budaya (Vol. 11, Issue 2, pp. 71–

96 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97


Kearifan Lokal (Ruwat Petirtaan Jolotundo) dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup/Alif Putra
Lestari, Sri Murtini, Bambang Sigit Widodo, Nugroho Hari Purnomo

79). https: tsaqafa.v15i1.3037


//doi.org/10.31849/jib.v11i2.1099 Swandi, I. W. (2017). Kearifan lokal Bali
Schwann, A. (2018). Ecological wisdom: untuk pelestarian alam: Kajian
Reclaiming the cultural landscape of wacana kartun-kartun majalah “Bog-
the Okanagan Valley. Journal of Bog.” Jurnal Kajian Bali (Journal of
Urban Management, 7(3), 172–180. Bali Studies), 7(2), 229.
https: https://doi.org/10.24843/jkb.2017.v0
//doi.org/10.1016/j.jum.2018.05.004 7.i02.p12
Seprianto, D., Suminar, P., & Nopianti, H. Syarif, E. (2017). Pengelolaan
(2019). Bukit Larangan: Prinsip Lingkungan dalam Perspektif
KonservasI Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Adat
Kearifan Lokal (Studi Kasus Desa Karampuang Kabupaten Sinjai
Aur Gading Kecamatan Kerkap, Sulawesi Selatan. Jurnal Sainsmat
Kabupaten Bengkulu Utara). Jurnal VI(2), 49–56.
Sosiologi Nusantara, 3(1), 37–45. Thamrin, H. (2017). Aspek kearifan lokal
https: //doi.org/10.33369/jsn.3.1.37- dalam pelestarian lingkungan. Al-
45 Fikra, 16(2).
Sinapoy, M. S. (2018). Kearifan Lokal Uar, N. D., Murti, S. H., & Hadisusanto, S.
Masyarakat Adat Suku Moronene (2016). Kerusakan lingkungan
dalam Perlindungan dan akibat aktivitas manusia pada
Pengelolaan Lingkungan Hidup. ekosistem terumbu karang. Majalah
Halu Oleo Law Review, 2(2), 513. Geografi Indonesia 8(3), 6–10.
https://doi.org/10.33561/holrev.v2i2. Ulum, M., Hardiyati, K., & Irfan, I. (2019).
4513 Lombe, sebagai upaya konservasi
Sudarsana, I. K. (2017). Konsep kerbau Pulau Kangean Kabupaten
Pelestarian Lingkungan Dalam Sumenep. Jurnal Pendidikan
Upacara Tumpek Wariga Sebagai Geografi, 24(1), 11–10. https:
Media Pendidikan Bagi Masyarakat //doi.org/10.17977/um017v24i12019
Hindu Bali. Religious: Jurnal Studi p001
Agama-Agama Dan Lintas Budaya, Vitasurya, V. R. (2016). Local Wisdom for
2(1), 1. https: Sustainable Development of Rural
//doi.org/10.15575/rjsalb.v2i1.1934 Tourism, Case on Kalibiru and
Sufia, R., Sumarmi, & Amirudin, A. Lopati Village, Province of Daerah
(2016). Kearifan Lokal Dalam Istimewa Yogyakarta. Procedia -
Melestarikan Lingkungan Hidup Social and Behavioral Sciences,
(Studi Kasus Masyarakat Adat Desa 216(October 2015), 97–108. https:
Kemiren Kecamatan Glagah //doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.12.0
Kabupaten Banyuwangi). Jurnal 14
Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Zhang, L., Yang, Z., Voinov, A., & Gao,
Pengembangan, 1(4), 726–731. S. (2016). Nature-inspired
https://doi.org/10.17977/JP.V1I4.623 stormwater management practice:
4 The ecological wisdom underlying
Surata, I., Gata, I., & Sudiana, I. (2015). the Tuanchen drainage system in
Studi Etnobotanik Tanaman Beijing, China and its contemporary
Upacara Hindu Bali sebagai Upaya relevance. Landscape and Urban
Pelestarian Kearifan Lokal. Jurnal Planning, 155, 11–20. https:
Kajian Bali (Journal of Bali Studies), //doi.org/10.1016/j.landurbplan.2016
5(2), 265–284. .06.015
Suyatman, U. (2018). Teologi Lingkungan
dalam Kearifan Lokal Masyarakat
Sunda. Al-Tsaqafa: Jurnal Ilmiah
Peradaban Islam, 15(1), 77–88.
https: //doi.org/10.15575/al-

97 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 22, No. 1, Juni 2021: 86-97

You might also like