253-Article Text-920-1-10-20230529

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Al-Rabwah : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 17, No.

01, Mei 2023 ISSN : (2252-7672) E-ISSN : (2798-4303)

KONTRIBUSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM


MEMBENTUK KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR DI ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Alya Cahyani1, Siti Masyithoh2


1,2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia
Email : [email protected], [email protected]

Article Info
Received Accepted Published
11 Mei 2023 27 Mei 2023 30 Mei 2023

Keywords: ABSTRACT
Education has a very influential role in shaping the character of students in
Islamic Education
every era, including in the era of the industrial revolution 4.0. The students’
Revolutionary Era 4.0
character education is an important aspect of the implementation of learning
Student Character
in any field. However, this character education must be formed one of them
with Islamic religious education, for example carrying out customs in
schools, such as congregational Duha prayers, congregational midday
prayers, tadarus, and others. The instilling character values as part of the
vision, mission, and goals of the institution and trying to make it happen
through real activities is one of the strategies that can be applied in
developing character education for students. Writing this article aims to
determine the formation of students’ character through Islamic religious
education in schools. The results showed that the formation of students'
character through Islamic religious education was formed by learning aqidah
as the basis of religion, learning the Koran and hadith as a way of life and as
a legal guide in worship, and learning morals as a guide. guide. for good or
bad behavior. Quality education is education that can shape the character of
its students. This study concludes that individuals must familiarize
themselves with the realization of teachings that are in harmony with Islamic
teachings to have a wise personality.

ABSTRAK
Pendidikan memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam membentuk
Kata Kunci: karakter peserta didik di setiap era, termasuk di era revolusi industri 4.0.
Era Revolusi 4.0 Pendidikan karakter siswa merupakan aspek penting dalam pelaksanaan
Karakter Siswa pembelajaran di bidang apapun. Namun pendidikan karakter ini harus
Pendidikan Agama Islam dibentuk salah satunya dengan pendidikan agama Islam, misalnya
melaksanakan adat di sekolah, seperti shalat dhuha berjamaah, shalat dzuhur
berjamaah, tadarus dan lain-lain. Penanaman nilai-nilai karakter sebagai
bagian dari visi, misi dan tujuan lembaga serta berusaha mewujudkannya
melalui kegiatan nyata merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan
dalam pengembangan pendidikan karakter bagi peserta didik. Penulisan
artikel ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan karakter siswa melalui
pendidikan agama Islam di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembentukan karakter siswa melalui pendidikan agama Islam dibentuk
dengan pembelajaran akidah sebagai dasar agama, pembelajaran al-qur an
dan hadits sebagai pedoman hidup dan sebagai pedoman hukum dalam
beribadah, dan pembelajaran akhlak sebagai pedoman. memandu. untuk
perilaku baik atau buruk. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan
yang mampu membentuk karakter peserta didiknya. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah individu harus membiasakan diri dengan realisasi ajaran
yang selaras dengan ajaran Islam agar memiliki kepribadian yang arif.

Journal homepage: https://jurnal.staiskutim.ac.id/index.php/al-rabwah


62

Copyright and License:


Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously
licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License that allows others to share the
work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.

1. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam sangat diperlukan bagi umat manusia karena pendidikan agama Islam merupakan
landasan terpenting untuk menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhannya, yaitu Allah
SWT, dan memiliki kondisi psikologis yang baik. Pendidikan Islam bukan sekedar mengarah pada
pendidikan intelektual, tetapi pendidikan akhlak lebih ditekankan dalam pendidikan Islam karena dalam
Islam dikenal istilah Al-Adabu Fauqo Al-Ilmi, artinya Adab di atas ilmu berdiri. Selain itu, pendidikan Islam
menekankan mendidik anak agar bermental atau berkarakter baik, berakhlak mulia, berjiwa baik, terbiasa
mendahulukan orang lain, berperilaku santun dan menjalani kehidupan dengan ikhlas dan jujur. Oleh karena
itu, pendidikan Islam mengutamakan pendidikan tentang akhlak dan karakter siswa yang begitu penting
dalam pendidikan saat ini dan dapat membentuk karakter siswa (Asmani, 2011) dalam (Jaelani, 2022).
Dalam pandangan Pendidikan Agama Islam, tujuan utamanya adalah membangun karakter atau etika
peserta didik mulai dari hal yang kecil, yaitu dalam kehidupan berkeluarga sampai kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat. Setiap hari tidak terbatas pada kebijakan hukum, tetapi karena sopan santun, menghormati
orang lain, digunakan secara setara dalam kehidupan sosial. Nilai-nilai keislaman tidak dapat ditemukan pada
masyarakat yang berlandaskan akhlak sebelum pendidikan agama Islam, karena budaya atau perilaku sangat
erat kaitannya dengan agama, sehingga dapat dimantapkan dalam bentuk pujian. Agama sebagai sumber
pendidikan dapat menguatkan kehidupan masyarakat untuk memenuhi apa yang diperintahkan oleh Islam dan
menghindari apa yang dilarang dalam Islam (Lickona, 2012). Agar kita dapat memutuskan untuk berbuat
baik dan terpuji maka pendidikan harus dilandasi oleh agama, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kejelasan
hal-hal yang mengandung, ajaran, dan nilai-nilai dalam agama yang memampukan manusia. untuk mencapai
perilaku yang baik. kehormatan, jika dia ingin menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari (Safitri, 2019)
dalam (Jaelani, 2022).
Sejak masa perjuangan kemerdekaan hingga saat ini, peran pendidikan sangat besar pengaruhnya dalam
membentuk karakter bangsa Indonesia. Perkembangan zaman sangat pesat, selama ini sudah memasuki era
revolusi industri 4.0, era revolusi industri 4.0 berdampak pada dunia pendidikan. Dari sekedar menggunakan
sistem manual, kita sudah beralih ke sistem modern yaitu sistem digital, sehingga dalam dunia pendidikan
semuanya harus disesuaikan mulai dari sistem dsb. untuk mengikuti zaman yang semakin maju. Era revolusi
industri 4.0 merupakan era tanpa batas, sehingga masyarakat dapat melihat dunia dalam hitungan detik,
menit, jam melalui internet. Pendidikan di era ini harus membentuk karakter peserta didik untuk
menyongsong era Revolusi Industri 4.0. Permasalahan yang muncul bagi siswa secara bebas menghadapi era
Revolusi Industri 4.0, maka pendidikan Islam harus menyaring semua itu untuk membentuk karakter siswa.
Menurut Arifuddin, pendidikan Islam merupakan landasan yang menjadi acuan, karena pendidikan Islam
merupakan sumber nilai dan kekuatan yang sejati, yang mampu mewujudkan kegiatan yang dicita-citakan.
Nilai-nilai yang dikandungnya penting karena mencerminkan nilai-nilai universal yang dapat dimiliki oleh
semua orang (Arifuddin, 2008) dalam (Lisnawati, 2021).
Lingkungan sekolah merupakan lahan subur bagi perkembangan kepribadian siswa, yaitu: memahami
sekolah sebagai cara pemutakhiran nilai, menghargai momen pertemuan antara guru, pejabat dan siswa, baik
di dalam maupun di luar kelas. Megawangi & Dina (2016) mengatakan bahwa “Sekolah selalu menjadi
tumpuan harapan bagi semua orang tua untuk membentuk anaknya menjadi manusia yang berkarakter
berguna.” Banyak orang tua yang terlalu percaya dengan sekolah sehingga terkadang melupakan kodratnya
sebagai orang tua, sibuk dengan pekerjaan dan melupakan tanggung jawabnya di rumah, padahal orang tua
dalam Islam adalah sekolah dasar bagi orang tua, anak-anaknya, terutama bagi seorang ibu. Namun, dengan

Al-Rabwah : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 17, No. 01, Mei 2023
63

banyaknya orang tua yang mengkhawatirkan karir mereka, mereka seolah tidak memiliki waktu untuk
memenuhi tugas utama mendidik anaknya dan lebih memilih mencari sekolah yang bagus untuk mendidik
anaknya (Megawangi & Dina, 2016). Oleh karena itu, orang tua harus memahami konsep dan langkah-
langkah pendidikan yang baik dan benar untuk menjadikan anaknya manusia yang sempurna. Pendidikan
keluarga diharapkan dapat membentuk kepribadian anak sesuai dengan keinginan orang tua. Ada dua hal
yang membentuk kepribadian anak sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yaitu kedua orang tua
yang melahirkan dan lingkungan tempat tinggalnya (Irmalia, 2020)
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita ketahui bersama bahwa pendidikan agama Islam dapat
memberikan solusi terhadap permasalahan karakter. Oleh karena itu, diharapkan dengan pendidikan agama
Islam sebagai dasar pembentukan karakter dapat tercipta atau dibangun karakter yang mulia dan terpuji.
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui pembentukan karakter melalui pendidikan agama
Islam.

2. METODE
Metode penelitian yang dapat digunakan untuk meneliti kontribusi pendidikan agama Islam dalam
membentuk karakter siswa sekolah dasar di era revolusi industri 4.0 yaitu menggunakan metode kualitatif
dengan jenis studi pustaka (library research), dimana peneliti lebih fokus pada penggunaan jumlah kata dan
bahasa yang banyak daripada angka. Selain itu dalam metode ini, data yang dikumpulkan berupa data yang
diambil dari sumber-sumber tertentu seperti literatur, dokumen, atau laporan penelitian sebelumnya untuk
menjelaskan secara rinci mengenai kontribusi pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter siswa
sekolah dasar di era revolusi industri 4.0. Dalam penelitian ini, kesimpulan ditarik dengan memeriksa esensi
bukti dan kemudian menghubungkannya dengan teori yang mendasarinya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Pengertian dan Kedudukan Pendidikan Islam
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang berasal dari kata murid yang berarti belajar
memelihara dan melindungi. Jadi, secara analogi, pendidikan dapat dijelaskan sebagai suatu proses yang
terus-menerus menjaga dan mempertahankan jumlah pengetahuan dan meningkatkan bakat individu sesuai
dengan itu, sehingga dapat menghasilkan individu yang berilmu, berperilaku baik dan dapat terus melakukan
aktivitas budaya. ajaran kepada masyarakat. Kata pendidikan dikaitkan dengan Islam dan menjadi satu
kesatuan yang tidak dapat diartikan secara terpisah. Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah bagian dari
pendidikan Islam dan pendidikan nasional, yang merupakan mata pelajaran wajib di semua lembaga
pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam, sebagaimana tertuang dalam GBPP PAI di sekolah umum,
menjelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar dan terencana untuk mempersiapkan peserta
didik agar mengetahui, memahami, menghayati, dan meyakini ajaran Islam, disertai dengan kewajiban
menjunjung tinggi pengikut. agama lain dalam kaitannya dengan kerukunan antar umat beragama sehingga
tercapai persatuan dan kesatuan bangsa (Ratnasari et al., 2016).
Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam menitikberatkan pada kemampuan untuk menghasilkan
individu-individu yang berinteraksi dengan ajaran Islam yang nantinya akan ditunjukkan kepada masyarakat.
Pendidikan agama bertujuan untuk tercapainya akhlak mulia dan penanaman nilai-nilai spiritual pada anak.
Hal ini menunjukkan pentingnya peran agama dalam membentuk karakter anak. Oleh karena itu sudah
sepantasnya mata pelajaran agama menjadi mata pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan. Sekolah
dituntut untuk dapat mengoptimalkan pendidikan agama dengan menanamkan nilai-nilai agama di sekolah
yang harus selalu diterapkan secara berkesinambungan mulai dari guru, siswa hingga warga sekolah lainnya
(Hubbi, Ramdani, & Setiadi, 2020). Nilai-nilai agama yang ditanamkan pada anak akan membuat anak
memahami perbuatan baik dan buruk (Saputra, 2016) dalam (Noor, 2022).
Agama tidak hanya terbatas pada hal-hal yang didefinisikan di atas, melainkan seperangkat keyakinan
yang diwujudkan dalam ritual, ajaran berupa ajaran dan larangan. Jadi agama bersifat universal, merupakan
unsur terpenting dalam sejarah manusia (Muslim, 2022). Pendidikan agama memegang peranan yang sangat
penting dalam sistem pendidikan. Pendidikan agama mencerahkan siswa dan menanamkan nilai-nilai agama,

Kontribusi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar Di Era Revolusi Industri 4.0
(Alya Cahyani, Siti Masyithoh)
64

bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan. Dengan nilai-nilai tersebut diharapkan anak menjadi manusia yang
berkarakter dan bermoral yang merupakan bagian dari tujuan pendidikan nasional. Menurut Zulfarno,
pendidikan agama di sekolah dapat dicapai melalui kegiatan di sekolah dan di luar sekolah serta pembiasaan
pada kegiatan sehari-hari (Zulfarno, Mursal, 2019) dalam (Noor, 2022).
Singkatnya, pendidikan Islam adalah pendidikan dengan “gaya” Islami. Jadi pendidikan Islam adalah
pendidikan berdasarkan ajaran Islam (Aprilianto, A., & Arif, M., 2019) dalam (Jaelani, 2022). Maka ajaran
Islam ini memberi corak dan warna serta menjadi dasar semua ajaran. Islam adalah agama yang sarat dengan
ajarannya dan sesuai dengan fitrah setiap individu. Nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an
memberikan aturan untuk semua bidang kehidupan seseorang dan menjadi pedoman bagi manusia untuk
menjalani kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat. Maka kedudukan Islam dalam tatanan
kehidupan setiap orang, sebagai landasan yang dapat memandu kehidupan manusia dalam segala aspek
kehidupan manusia (Arief, A, 2012) dalam (Jaelani, 2022). Belakangan ini, kedudukan pendidikan agama
Islam menjadi mata pelajaran yang banyak diterangkan di sekolah-sekolah sebagai upaya memberikan
informasi tentang Islam tidak hanya untuk dipahami dan dipelajari, tetapi untuk diamalkan dan
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kemampuan shalat siswa, puasa, dan shalat
lainnya yang berhubungan langsung dengan Allah SWT, serta kemampuan santri dalam shalat yang erat
kaitannya dengan individu, seperti berzakat, bersedekah, berdagang dan lain-lain juga memiliki makna
religius dalam pengertian yang paling luas.
Dapat disimpulkan bahwa dalam Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di sekolah-sekolah tidaklah
cukup untuk dipahami serta dipelajari saja, namun pelajar dituntut juga agar mengamalkan serta
mengimplementasikannya. Terlebih beberapa materi yang harus dilaksanakan sebagaimana hal-hal yang
berkaitan dengan rukun Islam diantaranya mengerjakan shalat, menunaikan zakat, dan lain-lainya. Perkara
itulah yang memberikan perbedaan pada pelajaran yang lainnya.

3.2. Tantangan Pembelajaran PAI Di Era Revolusi Industri 4.0


Tantangan pembelajaran PAI di era Revolusi Industri 4.0 antara lain:
a. Ketidakefisienan hubungan guru-murid dengan sistem online telah mengurangi pertemuan tatap muka
antara guru dan siswa. Sehingga hal ini nampaknya mengubah nilai ajaran Islam tentang proses ilmu
yang harus memiliki sumber yang jelas dalam upaya menjaga kemurnian dan kebenaran ilmu yang
diperoleh.
b. Dikhawatirkan peran guru mata pelajaran agama Islam akan tergantikan oleh teknologi. Jika guru tidak
dapat mengikuti perkembangan teknologi yang pesat, maka upaya guru pendidikan agama Islam untuk
membudayakan dan menanamkan pembelajaran Islam secara menyeluruh akan terhambat, peran guru
tidak hanya untuk mentransfer ilmu (knowledge transfer) tetapi juga untuk untuk dapat mentransfer
nilai (transfer of knowledge) nilai, sikap atau keyakinan).
c. Tanpa perantara seorang guru, siswa dapat leluasa bernavigasi untuk mencari bahan pembelajaran. Hal
ini merupakan tantangan besar bagi guru pendidikan agama Islam, dimana dalam Islam sendiri sikap
tawadu’ terhadap guru diajarkan untuk mendapat restu khusus dari guru agar siswa mudah menerima
pembelajaran dan mencapai hasil yang maksimal.
d. Revolusi industri yang tidak lagi menginginkan hubungan antara guru dan peserta didik dalam
hubungan pendidikan jelas berdampak pada degradasi nilai-nilai Islam yang penting. Sistem pendidikan
ODL (Online Distance Learning) yang diusung Revolusi Industri 4.0 tidak terkait dengan nilai-nilai
Islam yang mengajarkan bahwa hubungan guru-murid mengandung nilai-nilai spiritual yang tinggi yang
disebut dengan “rahmat atau barakah”, “takzim”, “khidmat” dan bahkan "kata-kata yang sangat penting
di luar isi pembelajaran".
e. Sikap tawadu terhadap guru telah hilang seiring dengan berkurangnya rasa “butuh” ilmu yang dimiliki
guru, peserta didik merasa bisa mencari ilmu sendiri dengan teknologi yang berkembang pesat ini,
sehingga ini menjadi tantangan besar bagi Islam. Guru pendidikan agama Islam harus mengajarkan agar
siswa merasa perlu akan ilmu yang dimilikinya. Dalam konteks Islam, seorang guru tidak hanya tentang
ilmunya, tetapi juga tentang tingkah lakunya sehari-hari dan “aura” ketuhanan yang dimilikinya, yang

Al-Rabwah : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 17, No. 01, Mei 2023
65

harus dipelajari oleh para siswanya. Media virtual tidak menunjukkan perilaku nyata dan aura
ketuhanan guru, jika itu terjadi, "roh" pendidikan Islam akan tercemar.
f. Peserta didik akan mudah terjerumus pada hal-hal negatif jika tidak dibimbing karena ilmu yang
diperoleh tidak pasti sumber dan kebenarannya. Siswa hanya menerima saja tanpa tahu dari mana
sumber ilmu itu berasal, benar atau salah, siswa hanya mengikuti saja. Dalam Quran Surah Al Isra’/ 17
ayat 36:
ٰۤ
ِ ِ ِ َ‫وََل ت ْقف ما لَيس ل‬
‫ك َكا َن َعْنهُ َم ْسُْوًَل‬ ‫ى‬ ‫ل‬ َ َ‫ك بهٖ ع ْلم ۗان الس ْم َع َوالْب‬
َ ِٕ ‫صَر َوالْ ُف َؤ َاد ُكل اُو‬ َ َ ْ َ ُ َ َ
Terjemahan: Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Departemen
Agama RI, 2015:208).
Islam memberikan pedoman bahwa ketika menuntut ilmu ilmu harus “dirujuk” dan tidak dipotong dari
sumber aslinya. Tingkat kehebatan pengetahuan seseorang akan terlihat dari “pembaruan” rantai pengetahuan
yang diperolehnya. Semakin banyak ayat maka semakin valid ilmunya (Ifadah & Utomo, 2019).

3.3. Strategi Pembelajaran yang Digunakan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menghadapi
Tantangan Era Revolusi Industri 4.0
Strategi pembelajaran adalah rencana kegiatan yang mencakup penerapan strategi dan penggunaan
berbagai sumber belajar yang dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran (Surya, 2011). Di era Revolusi
Industri 4.0, telah tercipta peradaban baru bagi manusia yang terspesialisasi dan menggunakan ilmu
pengetahuan, teknologi dan informasi. Ketiganya tidak lagi dibatasi oleh perbedaan dimensi spasial dan
temporal yang memberikan konteks sosial baru untuk dieksploitasi sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Kemajuan teknologi telah mempercepat proses globalisasi dan memaksa reorganisasi
kehidupan manusia di berbagai bidang (Tilaar, 2002). Penggunaan strategi pembelajaran PAI hendaknya
disesuaikan dengan karakteristik siswa, antara lain:
a. Guru memberikan blended learning, yaitu strategi pembelajaran yang menggabungkan sistem
pendidikan tradisional dan modern. Guru membagi sesi pembelajaran menjadi dua kelompok, masing-
masing 80% menggunakan sistem tradisional dan 20% menggunakan sistem online (Nikmah &
Mubarok, 2022). Blended learning merupakan solusi bagi pendidikan Islam, tentunya dengan beberapa
modifikasi yang berpihak pada khazanah pendidikan Islam yang telah lama hidup dan berkembang di
masyarakat.
b. Siswa ditugaskan untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mencari solusi pada website yang
memuat konten pendidikan agama islam yang terpercaya kebenarannya, kemudian siswa mengirimkan
tugasnya melalui email dengan mengirimkan tugas.
c. Guru mengajar dengan pengolah kata (WP). WP adalah istilah untuk pembelajaran pengganti yang
menggunakan “kata” atau data tentang kata sebagai konten melalui teknologi komputer. WP
menggunakan banyak aplikasi "word", terutama aplikasi milik Microsoft seperti Ms. kata, Bu.
PowerPoint dan Ms. Pencapaian.
d. Guru menggunakan strategi pembelajaran Web-based learning (WBL) merupakan jenis pembelajaran
yang dapat digunakan dalam CBI (Computer Based Instruction) atau CAI (Computer Assisted
Instruction).
e. Guru melaksanakan pembelajaran dengan sistem online yaitu dengan memantau kegiatan dan
memberikan petunjuk kegiatan positif bagi siswa di jejaring sosial, sehingga siswa merasakan manfaat
positif dari kemajuan teknologi yang begitu pesat dan dapat mengurangi efek negatif dari kecanggihan
yang satu ini. teknologi (Ifadah & Utomo, 2019).
f. Guru juga dapat menggunakan media audio visual (Rahmasari & Mubarok, 2022) dalam menghadapi
tantangan pembelajaran PAI di era Revolusi Industri 4.0,
Diharapkan dalam tahapan mengidentifikasi berbagai tantangan dan strategi pembelajaran PAI di era
Revolusi Industri 4.0, tercapai tujuan pembelajaran PAI untuk mempersiapkan masyarakat menjadi
pengemban tugas Khalifah fi al-ardh, yang diharapkan mampu meningkatkan kepribadian manusia dari
Kontribusi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar Di Era Revolusi Industri 4.0
(Alya Cahyani, Siti Masyithoh)
66

taqwa kepada Allah semata dan penerapan akhlak al-Qur’an melalui keteladanan Nabi SAW, sehingga guru
dapat mengarahkan potensi intelektual siswa dalam mencari kebenaran dan kebenaran. penyebab, yang
mengarah pada pembentukan kepribadian holistik sebagai cerminan masyarakat yang hidup dalam
masyarakat majemuk (Ifadah & Utomo, 2019).

3.4. Karakteristik Peserta Didik Di Era Revolusi Industri 4.0


Revolusi Industri 4.0 adalah nama revolusi terbaru dalam teknologi otomatisasi dan pertukaran
informasi di pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segalanya, komputasi awan, dan
komputasi kognitif. Industri 4.0 menciptakan "industri pintar". Dalam pabrik pintar yang terstruktur, sistem
fisik di Internet memantau proses fisik, membuat salinan virtual dari dunia fisik, dan membuat keputusan
terdesentralisasi. Melalui Internet of Everything (IoT), sistem siber fisik berkomunikasi dan berinteraksi satu
sama lain dan manusia. Melalui cloud computing, layanan internal dan terintegrasi disediakan dan digunakan
oleh berbagai pihak dalam rantai nilai (Selamet, 2019) dalam (Lisnawati, 2021).
Teknologi 4.0, sebagai bagian dari revolusi teknologi, akan mengubah cara aktivitas manusia dalam hal
ukuran, ruang lingkup, kompleksitas dan perubahan dari pengalaman hidup sebelumnya. Manusia hidup
dalam ketidakpastian dunia. Oleh karena itu, seseorang perlu memprediksi bahwa masa depan akan berubah
dengan cepat. Setiap negara harus merespon perubahan ini secara terintegrasi dan komprehensif. Respons ini
melibatkan semua aktor politik, mulai dari sektor publik, sektor swasta, sekolah, hingga masyarakat sipil,
sehingga permasalahan Industri 4.0 terkadang dapat dikelola (Selamet, 2019) dalam (Lisnawati, 2021).
Karakteristik yang muncul pada generasi Revolusi Industri 4.0 adalah adiksi internet, percaya diri,
harga diri yang tinggi, lebih terbuka, fleksibel, toleran terhadap perubahan dan tingkat pendidikan dan
pengetahuan yang jauh lebih baik dari generasi sebelumnya (Bali & Hajriyah, 2020). Perkembangan
Revolusi Industri 4.0 merupakan peluang bagi kemajuan teknologi, termasuk kemajuan di bidang pendidikan.
Kemajuan ini memudahkan peserta didik untuk memenuhi kebutuhan pengetahuannya dengan mencari,
mengevaluasi, mengorganisasikan dan mengkomunikasikan informasi yang telah dipelajarinya untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya (Sudjana dan Rakhmatin, 2019). Kehadiran teknologi yang semakin
canggih juga memudahkan proses pembelajaran. Kehadiran teknologi telah membuat pendidikan beralih dari
model tradisional yang mengharuskan guru mengadakan pertemuan tatap muka dengan siswa menjadi
pembelajaran yang lebih fleksibel (Budiman, 2017). Guru dapat menggunakan lingkungan belajar online
untuk mengkomunikasikan pembelajaran dan memberikan tugas kepada siswa (Anggraeni, 2018). Selain itu,
guru juga dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi melalui pembelajaran daring atau biasa disebut e-
learning. Sistem ini merupakan model pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
Hanum dalam (Cholily et al., 2019). Dengan demikian maka guru PAI harus mengupgrade kompetensinya
(Muhaemin & Mubarok, 2020), sehingga mampu menghadapi tantangan di era Revolusi Industri 4.0
Di Indonesia, terdapat beberapa aplikasi atau website yang mendukung e-learning. Situs atau aplikasi
tersebut antara lain Ruang Guru, Edmodo, Zenius.net dan lain sebagainya. Sarana yang ditawarkan dalam
pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 lebih fleksibel dan efisien, dengan video berisi penjelasan materi
yang diajarkan, soal latihan dan ulangan online, serta pengajar berkualitas yang selalu siaga jika dibutuhkan.
Semua proses pembelajaran berbasis internet memungkinkan belajar mengajar di mana saja dan kapan saja
(Cholily et al., 2019)
Kehidupan di abad 21 ini sangat penuh dengan tantangan dan persaingan, hal ini berdampak besar
antara lain pada tingginya tingkat depresi, serta tersedianya kesempatan bagi mereka yang memiliki
kecakapan hidup dan multiliterasi yang memperkuat fisik, mental. dan kemampuan intelektual. Oleh karena
itu, mahasiswa dituntut memiliki karakter yang kuat untuk menghadapi tantangan abad 21. (Daryanto &
Karim, 2017) dalam (Khasanah & Herina, 2019). Dewasa ini, perkembangan Industri 4.0 telah mengubah
karakteristik siswa. Dengan kemudahan yang ditawarkan di era sekarang ini, mahasiswa dimanjakan dengan
teknologi dan juga menunda segala sesuatu yang serba instan (Pratama, 2019). Hal ini jelas menyebabkan
turunnya nilai karakter bagi generasi Banga selanjutnya. Jika penurunan ini terus berlanjut, akan terjadi hal-
hal buruk seperti siswa berani mengkonfrontasi guru/orang tua, kasus kriminal bahkan pelecehan seksual
(Hendayani, 2019) dalam (Salsabilla et al., 2022).

Al-Rabwah : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 17, No. 01, Mei 2023
67

Bukti berdirinya sekolah masa depan merupakan tantangan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Apalagi
Indonesia sudah menjadi negara jajahan selama hampir 350 tahun (Adiputri, 2014). Harus ada kesesuaian
antara sistem pendidikan yang berdasarkan paradigma lama dan paradigma baru. Pendidikan di era revolusi
digital membutuhkan pemanfaatan teknologi digital sebagai alat untuk meningkatkan kualitas akademik
(Syamsuar & Reflianto, 2018). Berbicara tentang pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran guru, dimana
kehadirannya memiliki peran yang sangat strategis dalam melahirkan generasi-generasi Zaman Revolusi 4.0,
5.0, 6.0, dst. (Cholily et al., 2019).
Kemajuan teknologi ini diharapkan dapat memenuhi tuntutan abad 21, dimana pendidikan harus mampu
mengembangkan keterampilan dan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari
(Dinni, 2018). Tuntutan tersebut secara tidak langsung menuntut guru untuk lebih meningkatkan
keterampilannya guna menghasilkan siswa yang berdaya saing dan mampu berpikir pada tingkat yang lebih
tinggi. Guru dapat menerapkan pembelajaran berbasis HOTS (High Order Thinking Skills) untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Pembelajaran berbasis HOTS memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui berpikir kritis (Hidayati, 2017) dalam (Cholily et al., 2019).

3.5. Pengertian Karakter


Pada intinya, pendidikan adalah tentang membimbing seseorang menjadi lebih berkarakter. Karakter
disini diartikan sebagai perilaku yang baik. Baik dalam arti sadar akan tanggung jawabnya kepada Allah,
menunaikan kewajibannya terhadap diri sendiri dan orang lain, serta berusaha memperbaiki diri menuju
kesempurnaan sebagai manusia yang beradab. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, orang tua memiliki
peran penting dalam pencapaiannya, karena pendidikan karakter yang dilakukan sejak kecil menentukan
perkembangan selanjutnya (Us’an & Suyadi, 2022).
Menurut banyak pendapat, kata “karakter” berasal dari kata latin “kharakter”, “kharassein” dan
“kharax”, yang berarti “tools for marketing”, “to engrave” dan “pinted stake”. Kata ini mulai digunakan
dalam bahasa Prancis sebagai "character" pada abad ke-14. Ketika diperkenalkan ke dalam bahasa Inggris,
kata “character” diubah menjadi “charac-ter”. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “character” diubah
menjadi “karakter” (Wibowo, 2013). Maragustam menjelaskan bahwa dalam hal bahasa, karakter adalah
karakter; karakter; kualitas psikologis, moral atau perilaku yang membedakan satu orang dari yang lain. dari
segi karakter merupakan sifat utama yang terukir dan menyatu dalam pikiran, perasaan, keyakinan dan
perilaku seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain (Maragustam, 2018) dalam (Pratama, 2019).
Menurut Komara, pendidikan karakter merupakan kebiasaan, sehingga diperlukan masyarakat yang
berkarakter antara lain keluarga, sekolah, organisasi keagamaan, media, pemerintah dan pihak lain yang
mempengaruhi generasi muda (Suhendro, 2022). Agus Wibowo (2012) juga mengemukakan gagasan yang
sama bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang dijadikan ciri dari segala sesuatu dalam
kehidupan dan kerjasama, termasuk keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Wibowo, A., 2012).
Berdasarkan pendapat Michael Novak, karakter adalah kombinasi dari kesesuaian dalam semua kebajikan
yang diidentifikasi oleh tradisi keagamaan, narasi sastra, kelompok bijak dan asosiasi individu dengan
pikiran sempurna yang ditemukan dalam sejarah (Yulia, H., 2015). Karakter adalah seperangkat nilai yang
telah ditransformasikan menjadi pandangan hidup sehingga menjadi karakter yang berpijak pada jiwa
individu. Seperti karakter pekerja keras, tidak mudah menyerah, jujur, sederhana dan lain-lain. Melalui
karakter tersebut, kualitas seseorang dapat diukur (Sutarjo, A, 2012) dalam (Jaelani, 2022).
Kemajuan suatu bangsa terletak pada karakter bangsa tersebut. Karakter merupakan hal yang sangat
penting dan mendasar. Karakter adalah permata hidup yang membedakan manusia dengan hewan. Mereka
mengatakan bahwa orang tanpa karakter adalah orang yang telah melewati batas. Orang yang berkarakter
kuat dan berakhlak baik, baik secara individu maupun sosial, adalah mereka yang memiliki akhlak, akhlak
dan budi pekerti yang baik. Orang tua harus peduli akan pentingnya penanaman karakter positif bagi anak
untuk menghadapi kehidupan yang lebih luas nantinya dan menentukan masa depan anak. Dijelaskan karena
penanaman karakter positif inilah gerbangnya melalui keluarga. Dalam keluarga, anak pertama mengenyam
pendidikan setelah ia lahir. (Abudin Nata, 2005: 12) dalam (Irmalia, 2020).

Kontribusi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar Di Era Revolusi Industri 4.0
(Alya Cahyani, Siti Masyithoh)
68

Syaikh Fuhaim Musthafa menyatakan program karakter yang dapat diterapkan guru pada anak
(termasuk di tingkat sekolah dasar), yaitu: 1) melatih anak mengerjakan tugas; 2) selalu menyuruh anak
untuk menuruti semua perintah orang tua sepanjang tidak bertentangan dengan agama; 3) memastikan anak
belajar tentang hal-hal legal dan ilegal; 4) tidak boleh melebih-lebihkan; 5) membuat mereka memahami
bahaya berbohong dan mencuri, serta tindakan memalukan yang dapat berdampak negatif; 6) mengajarkan
anak untuk selalu menghormati hak orang lain; 7) membiasakan anak untuk selalu sabar dan tabah dalam
menghadapi kesulitan, agar tidak mengumpat ketika marah; 8) melatih anak untuk sikap yang baik; dan 9)
mengajarkan anak untuk membangun persahabatan. (Qamar, 2018) dalam (Us’an & Suyadi, 2022).
Berdasarkan berbagai penjelasan tentang karakter di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah
nilai-nilai kehidupan yang mengacu pada tindakan moral dan etis yang menyertai kehidupan seseorang sejak
kecil hingga dewasa, dimana ia menjadi karakternya dalam kehidupan sehari-hari. Contoh karakter antara
lain pekerja keras, tidak mudah menyerah, jujur, berbudi luhur, berakhlak mulia, sabar, dan lain-lain.
Sehingga dengan karakter ini kita dapat mengukur kompetensi seseorang.

3.6. Strategi Dalam Pendidikan Karakter


Salah satu strategi pembentukan karakter siswa adalah dengan memaksimalkan peran orang tua dalam
membentuk karakter siswa. Hal ini karena keluarga merupakan kelompok sosial utama yang tanggung
jawabnya terletak pada orang tua. keterampilan dan karakter. Belajar dari pembelajar awal dengan bimbingan
dari orang tua. Menurut Maksum, A. (2019), pihak sekolah berusaha memaksimalkan peran orang tua dalam
pendidikan karakter siswanya. Strategi sekolah mensimulasikan peran orang tua dalam memaksimalkan
pembentukan karakter siswa adalah dengan (1) menekankan nilai-nilai karakter sebagai bagian dari visi, misi,
dan tujuan lembaga serta berupaya mewujudkannya melalui kegiatan dunia nyata; (2) membangun relasi
yang kuat untuk memperkuat nilai-nilai karakter siswa; (3) melatih para pendidik yang berprofesi sebagai
pendidik untuk mengutamakan tanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan karakter peserta didik; dan
(4) pengkondisian sekolah yang dapat mendukung pembentukan karakter (Marina Sifa et al., 2022).
Pendidikan karakter di sekolah lebih berkaitan dengan pengajaran nilai-nilai. Agar dianggap integral
dan utuh, pendidikan karakter juga harus memperhatikan berbagai metode yang dapat membantu tercapainya
cita-cita dan tujuan pendidikan karakter. Metode-metode ini dapat menjadi elemen yang sangat penting untuk
proyek pembangunan karakter di sekolah. Pendidikan karakter yang berlabuh dalam konteks sekolah dapat
menginspirasi dan membimbing sekolah menuju apresiasi pendidikan karakter yang realistik, konsisten dan
holistik. Pembaharuan experiential learning setiap tahunnya memaksa para pendidik untuk lebih memahami
perkembangan yang ada, tidak meninggalkan metode atau teknik lama (tradisional), tetapi sebaliknya mampu
mengembangkannya dengan menginovasi metode tersebut untuk memudahkan transmisi pembelajaran uji
coba. Guru yang cerdas adalah guru yang mampu menerapkan inovasi terkini untuk mengembangkan potensi
siswa sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhannya, karena setiap anak memiliki kemampuan yang
berbeda dalam menyelesaikan masalah (Marina Sifa et al., 2022).
Tugas guru bukan lagi mendidik, tetapi membentuk agar mampu mengembangkan dan menghubungkan
potensi anak sesuai dengan perkembangannya. Oleh karena itu, guru harus mampu berintegrasi dan hidup
dengan siswa yang mendekat, bukan mengusirnya. Guru yang hebat mampu menjalin ikatan dengan
siswanya dalam interaksi untuk menciptakan komunitas belajar. Belajar yang baik berarti belajar dengan
nyaman tanpa ada unsur ketakutan. Untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, guru diharapkan
inovatif dalam prosesnya. Dengan memaksimalkan peran orang tua maka terjadi perkembangan perilaku
siswa sebagai akibat dari memaksimalkan peran orang tua dalam pembentukan karakter, seperti siswa
terbiasa menyapa rekan kerja, guru dan kepala sekolah, siswa memiliki sikap toleransi dan menghargai
perbedaan. , siswa jujur, siswa santun dan sebagainya (Husni. H. 2020).
Dengan memaksimalkan peran orang tua sebagai strategi dalam mendidik karakter siswa memberikan
pengaruh yang efektif terhadap pembentukan karakter siswa (Ismail. I. 2016). Selain memaksimalkan peran
orang tua dalam pendidikan karakter, strategi lain dalam membangun karakter siswa adalah pengintegrasian
nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam kurikulum (Marina Sifa et al., 2022).

Al-Rabwah : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 17, No. 01, Mei 2023
69

Menurut Darma (2021), langkah-langkah pengintegrasian nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam


kurikulum adalah: (1) Memasukkan nilai-nilai pendidikan keterampilan terpilih ke dalam kurikulum; (2)
Memasukkan nilai pendidikan karakter dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (LPP) yang disusun oleh
guru; (3) Menyelenggarakan pembelajaran sesuai dengan RPP, memperhatikan proses pembelajaran untuk
menguasai keterampilan dan menginternalisasi nilai; dan (4) Membimbing siswa dalam menilai hasil belajar.
Guru harus inovatif dan kreatif dalam merancang model pembelajaran yang memiliki nilai-nilai karakter di
dalamnya. Hal ini ditekankan agar pembentukan karakter dapat berlangsung selama kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan pembahasan strategi pendidikan karakter, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan upaya yang
maksimal terhadap peran orang tua dan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter agar nilai-nilai karakter
ditanamkan dan ditumbuhkan pada diri siswa (Marina Sifa et al., 2022).
Strategi dalam pendidikan karakter juga membutuhkan analisis, dimana analisis ini berguna untuk
mengetahui keadaan sesuatu dengan menggunakan alat dan membandingkan hasilnya dengan keadaan
tertentu untuk mengambil keputusan. Sebagaimana hasil penelitian (Yasin, 2020) bahwa dalam pembentukan
Akhlakul karimah / pendidikan Karakter di SMP Ma’arif Sangatta Utara mengaplikasikan indikator Visi dan
Misi yang dituangkan dalam tata tertib sekolah, yang harus dipatuhi oleh seluruh warga sekolah misalnya:
baca doa bersama, janji siswa di halaman sebelum masuk ruangan. Setiap kelas juga menghafalkan surat-
surat pendek sebelum penyampaian pelajaran sebagaimana jadwal yang telah ditentukan. Demikian ketika
pelajaran berakhir para siswa juga membaca do’a bersama kemudian meninggalkan ruangan kelas sambil
berjabat tangan dengan guru
Dalam pendidikan moral, penilaian dilakukan untuk mengukur ada tidaknya satu atau sekelompok
karakter yang ada di sekolah selama kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, hakikat penilaian dalam konteks
pendidikan akhlak adalah upaya membandingkan perilaku anak dengan standar (nilai) yang ditetapkan oleh
guru atau sekolah. Peran pendidikan Islam dalam membantu mewujudkan lingkungan yang sehat secara
moral dan spiritual di masyarakat juga memberikan pedoman umum untuk diterapkan oleh para guru yang
terlibat dalam memberikan pendidikan Islam yang baik. Kekhasan pendidikan Islam yang diuraikan di sini,
jika diterapkan, tentu merupakan cara yang efektif untuk membangun masyarakat yang stabil. Masyarakat
seperti ini sangat dibutuhkan di zaman moralitas dan spiritualitas. Masyarakat yang demikian dapat
membantu umat Islam untuk hidup rukun dan damai serta memperoleh keselamatan dari Allah di kehidupan
selanjutnya. Selain itu, masyarakat akan mendorong non-Muslim dalam pendidikan Islam dan berperan
penting dalam menghilangkan keraguan terhadap Islam (Marina Sifa et al., 2022).

3.7. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
Peranan pendidikan Islam sangat dibutuhkan dalam menunjang pembentukan karakter, yang merupakan
era penuh tantangan yang dihadapi oleh peserta didik saat ini, peserta didik menjadi bingung dan bertanya-
tanya apa yang harus dilakukan dan bagaimana seharusnya bersikap. Melalui pendidikan agama Islam, siswa
dapat memiliki kesempatan untuk memiliki karakter jujur dalam kehidupan sehari-hari (Ningsih, 2019).
Peran Pendidikan Agama Islam sama dengan Pendidikan Kepribadian atau Akhlak yaitu membentuk manusia
yang berakhlak mulia, yaitu suatu keadaan yang menyangkut manusia tanpa melalui proses perhitungan,
pemikiran dan penelitian yang melahirkan . untuk hal-hal yang baik (Sada, 2015) dalam (Jailani et al., 2019).
Mendidik manusia menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa sehingga titik temunya adalah
terciptanya situasi dan kondisi lingkungan yang sejahtera merupakan salah satu misi yang dicapai dalam
Pendidikan Agama Islam (IRA). Pendidikan iman, ibadah dan pendidikan akhlakul karimah merupakan 3 hal
penting yang harus diajarkan secara sungguh-sungguh dan terus menerus kepada peserta didik. Pentingnya
pendidikan keimanan adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan bagi generasi penerus bangsa,
agar tidak menyesatkan peserta didik, seperti gerakan Islam radikal, narkoba, tawuran dan pergaulan bebas,
yang saat ini sangat memprihatinkan. Jadi, pendidikan agama diajarkan kepada anak-anak untuk melatih
generasi muda yang berdedikasi dan terbiasa dengan ibadah seperti shalat, puasa dan membaca Al-Qur'an.
Sedangkan pendidikan Akhlakul Karimah bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang bertaqwa, cerdas
dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, kerjasama yang baik antara orang tua, guru dan siswa sangat
diperlukan untuk membentuk akhlak yang baik. Menurut Zakiyah Daradjat yang dikutip Abdul Majid

Kontribusi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar Di Era Revolusi Industri 4.0
(Alya Cahyani, Siti Masyithoh)
70

mengatakan bahwa pendidikan agama Islam merupakan upaya untuk memajukan dan membina peserta didik
agar selalu dapat memahami ajaran Islam secara utuh. Jadi tinggal tujuan, yang akhirnya bisa mengamalkan
dan menjadikan Islam sebagai way of life (Majid dan Andayani, 2011) dalam (Marina Sifa et al., 2022).
Peran pendidikan Islam dalam membangun karakter di era revolusi industri 4.0 juga dapat
diwujudkan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstra kurikuler di sekolah. Kegiatan intrakurikuler yaitu
melalui pembelajaran agama seperti: Al Quran Hadits, Fiqh, Sejarah Kebudayaan Islam, Aqidah Akhlak dan
Bahasa Arab. Kegiatan belajar mengajar ini diharapkan dapat menyadarkan siswa bahwa ilmu agama yang
dimiliki siswa tidak hanya dalam rangka mengembangkan agama, tetapi juga dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, menunjukkan sikap dan perilaku yang baik. Kemudian kegiatan ekstrakurikuler yang
dapat dilakukan seperti pembiasaan sholat dhuha dan sholat dzuhur berjamaah, tilawatil Qur'an (membaca Al
Qur'an) dengan metode literasi digital, tahfidzul Qur'an (menghafal Al Qur'an), khitobah, hadroh dan
kaligrafi. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dapat merangsang potensi dan kompetensi siswa, karena
melihat potensi siswa yang sangat beragam, sehingga sekolah menjadi tempat penyaluran potensi siswa
tersebut (Ningsih, 2019).
Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam memiliki nilai yang melampaui pendidikan akhlak semata
(benar atau salah) dan mengajarkan pemikiran berbuat kebaikan. Ada dua paradigma utama dalam
pendidikan Islam: Pertama, paradigma yang melihat pendidikan karakter dalam ranah pemahaman moral
yang lebih sempit, yang menganggap bahwa peserta didik membutuhkan karakter khusus yang hanya perlu
diberikan. Kedua, dari perspektif yang lebih luas, paradigma ini melihat karakter sebagai pedagogik dan
menghadirkan individu yang terlibat dalam dunia pendidikan sebagai aktor kunci dalam pengembangan
karakter (Priyanto, 2020). Pendidikan karakter harus berpijak pada karakter dasar manusia yang berlandaskan
pada nilai-nilai moral universal (mutlak) yang bersumber dari wahyu agama, disebut juga golden rule
(Anwar, 2016). Pendidikan karakter di sekolah merupakan prasyarat yang sangat penting untuk membekali
generasi penerus dengan keterampilan dasar yang tidak hanya dapat memberikan pembelajaran sepanjang
hayat sebagai karakter penting bagi kehidupan di era reformasi global, tetapi juga pekerjaan. sebagai
partisipasi positif. baik sebagai individu, anggota keluarga, warga negara maupun warga dunia (Ningsih,
2019) dalam (Jailani et al., 2019).
Dengan pendidikan karakter Islami diharapkan kedepan bangsa ini siap menyongsong pendidikan 4.0
yang menitikberatkan pada keunggulan kecakapan hidup untuk menjadi bangsa yang berdaya saing (Umiarso
dan Asnawan, 2017). Oleh karena itu, penguatan pendidikan karakter menjadi sangat penting di zaman tanpa
sekat dan sekat, karena karakter menunjukkan jati diri bangsa, kekuatan suatu negara, persatuan dan kesatuan
suatu negara, serta menjadi makna membentuk manusia yang baik, sesuai dengan dengan tujuan pendidikan
nasional itu sendiri (Priyanto, 2020).
Dengan demikian, pendidikan agama dan moral juga harus saling berhubungan dan berinteraksi melalui
kehidupan sehari-hari pembangunan masyarakat. Pendidikan itu sendiri dianggap sebagai proses
pembentukan kepribadian seseorang dari usia dini hingga dewasa dan lanjut usia, yang mengandung
keyakinan bahwa pendidikan adalah proses yang tidak pernah berakhir, karena pada kenyataannya
pendidikan yang mengandung nilai-nilai agama pada akhirnya membentuk seseorang makhluk.

4. KESIMPULAN
Dari penjelasan yang sudah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam dunia pendidikan,
dampak positif revolusi industri 4.0 adalah terpenuhinya lingkungan belajar yang canggih, sistem internet
yang sesuai, sistem pembelajaran online dan berbagai kecanggihan dunia serta pembelajaran komputer
lainnya. Namun, di era revolusi industri 4.0 ini terjadi pula dampak negatif terkait moral dan karakter anak
bangsa. Budaya instan kini diperkenalkan kepada anak-anak, sehingga anak-anak dapat dengan mudah
mengakses informasi karena fasilitas internet semakin mudah. Oleh karena itu, banyak hal negatif yang ditiru
oleh anak-anak melalui teknologi yang semakin canggih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi moralitas adalah kebiasaan, pelatihan, keturunan, lingkungan dan
pendidikan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam pembentukan akhlak di dunia pendidikan atau
di sekolah adalah dengan mengoptimalkan pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam (PAI), konten

Al-Rabwah : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 17, No. 01, Mei 2023
71

pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) yang penting dan harus diajarkan secara sungguh-sungguh dan
konsisten kepada siswa, yaitu pendidikan, aqidah atau iman, pendidikan agama dan pendidikan akhlak.
Dalam konteks globalisasi di era milenial, pendidikan di Indonesia harus membiasakan anak dengan
pemahaman tentang eksistensi bangsa dalam kaitannya dengan eksistensi bangsa lain dan segala persoalan
dunia.

REFERENCES

Bali, M. M. E. I. B., & Hajriyah, H. B. (2020). Modernisasi Pendidikan Agama Islam Di Era Revolusi
Industri 4.0. MOMENTUM : Jurnal Sosial Dan Keagamaan, 9(1), 42–62.
https://doi.org/10.29062/mmt.v9i1.64
Cholily, Y. M., Putri, W. T., & Kusgiarohmah, P. A. (2019). Pembelajaran di Era Revolusi Industri 4.0.
Jurnal Dinamika UMT.
Ifadah, L., & Utomo, S. T. (2019). Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Menghadapi
Tantangan Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Al-Ghazali, 2(2), 52.
Irmalia, S. (2020). Peran Orang Tua dalam pembentukan karakter anak sejak dini. Jurnal EL HAMRA, 5(1),
32–37.
Jaelani. (2022). Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam. Jurnal Indonesia Sosial Sains,
3(5), 866–876. https://doi.org/10.36418/jiss.v3i5.596
Jailani, A., Rochman, C., & Nurmila, N. (2019). Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter
Jujur pada Siswa. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 10(2), 257–264.
Khasanah, U., & Herina. (2019). Membangun Karakter Siswa Melalui Literasi Digital dalam Menghadapi
Pendidikan Abad 21 (Revolusi Industri 4.0).
Lisnawati. (2021). Urgency of islamic education in shaping the character of students in the era of the 4.0
industrial revolution. Al-Muta’aliyah: Journal of Islamic Education (JIE), 06(01), 37–48.
https://doi.org/10.51700/jie.v6i1
Marina Sifa, R., Aini Riski Harahap, A., Khairat, M., Halimsyah Rambe, A., Widya Putri, F., Azuardini
Ginting, F., & Agus Setiani, E. (2022). Implementasi Budaya dan Pendidikan Karakter dalam
Membentuk Karakter Islami di SD Nurfadilah.
Megawangi, R., & Dina. (2016). Seri Pendidikan Karakter: Sekolah Berbahaya Bagi Perkembangan
Karakter Anak. Indonesia Heritage Foundation (IHF).
Muhaemin, M., & Mubarok, R. (2020). Upgrade Kompetensi Guru PAI Dalam Merespon Pembelajaran Jarak
Jauh Dimasa Pandemi Covid-19. AL-FIKR: Jurnal Pendidikan Islam, 6(2), 75–82.
Muslim, A. (2022). Pendidikan Spiritualitas Keagamaan Generasi Alfa pada Sekolah Dasar. MODELING:
Jurnal Program Studi PGMI, 9(3), 519–535.
Nikmah, K. N., & Mubarok, R. (2022). Penerapan Metode Pembelajaran Blended Learning Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti. Thawalib| Jurnal
Kependidikan Islam, 3(1), 37–46. https://doi.org/https://doi.org/10.54150/thawalib.v3i1.44
Ningsih, T. (2019). Peran Pendidikan Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa Di Era Revolosi Industri 4.0
Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Banyumas. INSANIA : Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan,
24(2), 220–231. https://doi.org/10.24090/insania.v24i2.3049
Noor, H. (2022). Integrasi Character Value Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar.
MUALLIMUNA : JURNAL MADRASAH IBTIDAIYAH, 7(2), 21–30.
Pratama, D. A. N. (2019). Tantangan Karakter Di Era Revolusi Industri 4.0 Dalam Membentuk Kepribadian
Muslim. Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(1), 198–226. https://doi.org/10.33650/al-
tanzim.v3i1.518
Priyanto, A. (2020). Pendidikan Islam dalam Era Revolusi Industri 4.0. J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama
Islam, 6(2), 80–89. https://doi.org/10.18860/jpai.v6i2.9072

Kontribusi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar Di Era Revolusi Industri 4.0
(Alya Cahyani, Siti Masyithoh)
72

Rahmasari, N. S., & Mubarok, R. (2022). Penerapan Media Audio Visual Dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran PAI. Al Manam: Jurnal Pendidikan Dan Studi Keislaman, 2(2), 65–74.
Ratnasari, K., Permatasari, Y. D., & Sholihah, M. (2016). Peran Pendidikan Agama Islam Dalam
Pembentukan Karakter Sosial Dalam Bermasyarakat. FALASIFA: Jurnal Studi Keislaman, 11(2), 153–
161.
Salsabilla, M., Izzati, N., Chaerani, P., & Putri, N. A. (2022). Peran Pendidikan Agama Islam dalam
Membentuk Akhlak pada Siswa Sekolah Dasar Di Era Revolusi Industri 4.0 (Vol. 20).
Suhendro, E. (2022). Strategi Membangun Karakter Anak Sekolah Dasar Pasca Pandemi Covid-19. Jurnal
Magistra, 13(1), 13–28. https://doi.org/10.31942/mgs
Surya, D. (2011). Strategi Pembelajaran dan Penilaiannya. Ditjen PMPTK.
Tilaar, H. A. R. (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan. PT Grasindo.
Us’an, & Suyadi. (2022). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar: Upaya Pendidik Membentuk
Karakter Siswa dalam Mempersiapkan Generasi Emas 2045 Berbasis Neurosains. MUALLIMUNA:
JURNAL MADRASAH IBTIDAIYAH, 7(2), 73–86.
Yasin, M. (2020). Implementasi Pemikiran KH Hasyim Asyari tentang Etika Murid kepada Guru (Studi atas
Pembentukan Karakter Siswa di SMP Maarif Sangatta Utara). Al-Rabwah, 14(02), 136–152.

Al-Rabwah : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 17, No. 01, Mei 2023

You might also like