Analisis Kesuburan Perairan Berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton Di Muara Sungai Porong, Sidoarjo

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

J-Tropimar, Vol. 3, No.

1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

Analisis Kesuburan Perairan Berdasarkan


Kelimpahan Fitoplankton di Muara Sungai Porong, Sidoarjo

Devi Setyowardani1, Nor Sa’adah2, Nirmalasari Idha Wijaya3


1,2,3)
Program Studi Oseanografi. Universitas Hang Tuah Surabaya
Korespondensi: [email protected]

Abstrak

Pembuangan lumpur lapindo yang membawa nutrien dan bahan organik terlarut lainnya dapat
menyebabkan pengayaan dan kematian massal organisme karena berkurangnya jumlah cahaya
yang masuk ke dalam perairan. Keberadaan fitoplankton dapat memberikan informasi mengenai
keadaan perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesuburan perairan Sungai Porong
melalui kelimpahan fitoplankton. Penelitian ini dilakukan pada Oktober hingga Januari 2021.
Pengambilan sampel dilakukan di tiga stasiun. Metode pengambilan sampel plankton dilakukan
secara horizontal dan diidentifikasi menggunakan Sedgwick Rafter Counting Cell (SRCC).
Analisa data meliputi densitas fitoplankton, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan
indeks dominansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis fitoplankton yang
ditemukan selama pengamatan didominasi oleh kelas diatom (13 genus) dan dinoflagellata (2
genus). Status kesuburan perairan di Sungai Porong Sidoarjo tergolong dalam kategori eutrofik
yaitu perairan dengan tingkat kesuburan tinggi.

Kata Kunci: Fitoplankton, Kesuburan Perairan, Sungai Porong.

Abstract

The disposal of Lapindo mud which carries nutrients and other dissolved organic matter can
cause mass enrichment and death of organisms due to the reduced amount of light entering the
waters. The existence of phytoplankton can provide information about the state of the waters. This
study aims to determine the fertility of the waters of the Porong River through the abundance of
phytoplankton. This research was conducted from October to January 2021. Sampling was
carried out at three stations. The plankton sampling method was carried out horizontally and
identified using the Sedgwick Rafter Counting Cell (SRCC). Nitrate and phosphate water samples
used for analysis were measured by Uv-Vis Spectrophotometry. Data analysis includes
phytoplankton density, diversity index, uniformity index, and dominance index. The results
showed that the composition of the phytoplankton species found during the observation was
dominated by diatom classes (13 genera ) and dinoflagellates (2 genera). The abundance value
of phytoplankton is 122.293 – 867.776 cells/m3. The water fertility status in the Porong River
Sidoarjo is in the eutrophic category, namely waters with high fertility levels.

Key words: Phytoplankton, Water Fertility, Porong River.

DOI: https://doi.org/10.30649/jrkt.v3i1.54

PENDAHULUAN
Perairan muara adalah wilayah yang dikenal subur dengan tingkat produktivitas
yang tinggi (Wulandari, 2009 dalam Wisha, 2016). Kesalahan pengelolaan pada perairan
Muara Sungai Porong, Sidoarjo menjadikan perairan ini sebagai tempat pembuangan
limbah yang dapat mengakibatkan hilangnya potensi yang ada. Salah satu kasus yang

24
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

terjadi pada pengelolaan wilayah pesisir yang kurang memperhatikan kelestarian


lingkungan adalah pembuangan lumpur yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas.
Beban masukan berupa lumpur membawa partikel tersuspensi, nutrien, bahan
organik terlarut yang akan mendukung terjadinya eutrofikasi atau bahkan kematian
massal organisme, dapat menyebabkan penetrasi cahaya pada kolom air berkurang, dan
penurunan produktifitas primer. Hal ini akan berdampak pada keberadaan organisme
terutama plankton yang langsung merespon dari keberadaan nutrien dan kualitas air
tersebut dan dapat mempengaruhi aktivitas fitoplankton dalam melakukan fotosintesis
(Abida, 2010 dalam Wisha, 2016).
Fitoplankton merupakan organisme uniseluler yang hidupnya mengapung di
dalam air dan memiliki peran penting sebagai produsen primer pada rantai makanan di
perairan, karena memiliki klorofil sehingga dapat berfotosintesis (Pambudi et al., 2016).
Konsentrasi unsur hara berpengaruh terhadap kelimpahan biota termasuk fitoplankton
(Jannah dan Muchlisis, 2012 dalam Hutami et al., 2017). Fitoplankton merupakan
organisme yang dapat dijadikan sebagai indikator biologi dalam menentukan kualitas
perairan (Maresi et al., 2015).
Kelimpahan fitoplankton mempunyai hubungan yang positif dengan kesuburan
perairan. Apabila kelimpahan fitoplankton tinggi, perairan tersebut cenderung
mempunyai produktivitas yang tinggi pula (Raymont, 1963). Kondisi perairan dan
kelimpahan fitoplankton sangat penting untuk diketahui sebagai dasar dalam
menentukan pengelolaan perairan karena pada kawasan Muara Sungai Porong terdapat
lahan pertambakan yang memanfaatkan air sungai sebagai media budidaya.
Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
kesuburan perairan Sungai Porong berdasarkan kelimpahan fitoplankton.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2020 – Januari 2021 di perairan Muara
Sungai Porong, Sidoarjo. Pengambilan sampel air dan plankton dilakukan pada tiga (3)
stasiun. Stasiun 1 terletak di Sungai Porong dekat dengan area pertambakan,
penambangan pasir, dan pemukiman penduduk. Stasiun 2 terletak dekat dengan
mangrove dan area penangkapan ikan. Sedangkan stasiun 3 terletak pada laut dekat
dengan keramba kepiting dan jalur transportasi air. Lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.

25
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah plankton (fitoplankton dan sifat
kimia air). Variabel yang teramati terdiri dari variabel utama (fitoplankton) dan variabel
penunjang fisika (suhu, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus) dan variabel kimia (DO,
Ph, salinitas, TSS). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah planktonnet
untuk menyaring sampel plankton, oven dan timbangan untuk pengukuran TSS, DO
meter untuk mengukur DO, Secchi disk untuk mengukur kecerahan perairan, batu duga
mengukur kedalaman, pH meter mengukur pH, Hand refrektometer untuk mengukur
salinitas dan suhu, botol sampel untuk mengambil sampel air, dan bola pelampung untuk
mengukur kecepatan arus.
Pengambilan sampel dilakukan secara langsung di perairan Muara Sungai
Porong, Sidoarjo. Sampel plankton secara horizontal dengan menyaring air
menggunakan planktonnet berukuran 25 μm dengan diameter 15 cm, jaring ditarik
menggunakan kapal pada permukaan perairan selama 5 menit dengan kecepatan
konstan 2 knot (Khouw, 2016). Jarak stasiun dengan stasiun lainnya adalah 5 – 10 km.
Botol yang akan digunakan untuk pengambilan sampel diberi label berdasarkan titik
sampling dan nomor urut pengambilan sampel.
Hasil penyaringan sampel plankton dipindahkan ke dalam botol gelap berukuran
110 ml dan dilakukan pengawetan menggunakan larutan formalin 4 %. Sampel
fitoplankton diidentifikasi dengan mikroskop di Laboratorium Oseanografi, Universitas
Trunojoyo Madura berpedoman pada buku identifikasi dari Davis (1995), Yamaji (1979),
dan Tomas (1997) (Yuliana et al., 2017). Dan kelimpahan plankton menggunakan
Sedgwick Rafter Counting Cell (SRCC).

26
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

Sampel air di permukaan perairan diambil menggunakan botol 1 L berwarna


gelap. Botol sampel disimpan ke dalam coolbox dan sampel air dibawa ke laboratorium
untuk di (Puspita, 2017). Perhitungan densitas fitoplankton yang telah teridentifikasi
dengan Sedgwick Rafter Counter Cell (SRCC) kemudian dihitung menggunakan rumus
yang mengacu pada (Rahman et al., 2018) sebagai berikut :
1 𝑉2 1000
DA = 𝑉1 x 𝑉3
(Jumlah sel genus A x Jumlah grid yang diamati
)

• Tanpa flow meter


𝑉1 = 𝜋𝑟 2 𝑡
Keterangan :
DA = Densitas absolut sel fitoplankton genus A (Sel/m3)
V1 = Volume air tersaring (m3) V3 = Volume fraksi sampel (mL)
V2 = Volume sampel fitoplankton (mL) π = 3.14 atau 22/7
r = Jari-jari mulut jaring (m)
t = Kedalaman penarikan jaring secara vertikal (m)
Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener sebagai berikut (Odum, 1998 dalam
Sidaningrat et al., 2018) :
Ni
H’ = − ∑ Pi ln Pi, dimana Pi = N

Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman
Ni = Jumlah sel spesies ke-i
N = Jumlah sel total
Menurut Krebs (1978) dalam Dewanti, et al (2018), nilai keanekaragaman dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
H’ < 1 = Keanekaragaman kecil
H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi
1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman sedang
Dominansi jenis dapat ditentukan dengan menggunakan indeks dominansi
(Barus 2002 dalam Sari et al., 2014), sebagai berikut :
Ni
D = ( N )2

Keterangan :
D = Indeks dominansi
Ni = Jumlah sel spesies ke-i
N = Jumlah total sel
Kisaran indeks dominansi menurut Ludwig dan Reynolds (1988) dalam Lusia et al.,
(2013) sebagai berikut :

27
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

0.0 < D ≤ 0.5 = Dominansi rendah


0.75 < D ≤ 1 = Dominansi tinggi
0.5 < D ≤ 0.75 = Dominansi sedang
Indeks keseragaman Eveness sebagai berikut :
H′
E = H′ 𝑚𝑎𝑥

Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H’ = Indeks keanekaragaman
H’ max = ln S (S = jumlah spesies yang ditemukan)
Kisaran untuk indeks keseragaman menurut Odum (1993) dalam Lusia et al.,
(2013) sebagai berikut :
J > 0.6 = Keseragaman jenis tinggi
0.4 < J < 0.6 = Keseragaman jenis sedang
J < 0.4 = Keseragaman jenis rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Identifikasi Fitoplankton
Berdasarkan hasil penelitian di perairan Muara Sungai Porong, dari 3 (tiga)
stasiun pengamatan ditemukan 15 genus fitoplankton yang terbagi menjadi 2 (dua) kelas
yaitu kelas Bacillariophyceae (13 genus) dan kelas Dinophyceae (2 genus). Komposisi
jenis fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan didominasi oleh kelompok diatom
dari genus Bacillaria dan Skeletonema. Sedangkan dominansi paling tinggi dari kelas
Dinoflagellata yaitu genus Ceratium.
Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan didominasi
oleh kelompok diatom seperti Skeletonema. Hal ini diduga karena fitoplankton yang
termasuk dalam kelas ini mempunyai adaptasi yang tinggi dan ketahanan hidup pada
berbagai kondisi perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Barus (2004) dalam Dewanti
et al., (2018), bahwa banyaknya kelas diatom di perairan disebabkan oleh
kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan, bersifat kosmopolit, tahan terhadap
kondisi ekstrim serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi (Barus, 2004 dalam
Dewanti et al., 2018).
2. Kelimpahan Fitoplankton
Hasil pengamatan di Perairan Muara Sungai Porong, Sidoarjo ditemukan
kelimpahan fitoplankton dengan kisaran nilai 122.293 – 867.776 sel/m3. Nilai kelimpahan
fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 867.776 sel/m3. Nilai kelimpahan
fitoplankton terkecil yaitu terdapat pada stasiun 3 sebesar 122.293 sel/m3 (Gambar 2).

28
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

Densitas Fitoplankton
1000000 867.776
800000 700.826

Sel/m3
600000
400000
200000 122.293
0
1 2 3
Stasiun

Gambar 2. Densitas Fitoplankton

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton adalah sinar


matahari, suhu, salinitas, kompetisi, kecepatan pertumbuhan serta proses pemangsaan
(Rositasari et al., 2018). Berdasarkan hasil kelimpahan fitoplankton yang didapat dari
ketiga stasiun pengamatan menunjukkan perairan tersebut tergolong kategori perairan
oligotrofik. Menurut Landner (1978) dalam Suryono (2009), perairan oligotrofik berkisar
antara 0 – 2000 individu/Liter. Perairan mesotrofik adalah perairan dengan tingkat
kesuburan sedang dengan kelimpahan fitoplankton berkisar antara 2000 – 15000
individu/Liter. Perairan eutrofik adalah perairan dengan tingkat kesuburan tinggi dengan
kelimpahan fitoplankton berkisar antara >15000 individu/Liter.
3. Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman di Perairan Muara Sungai Porong berkisar antara 1.9 –
2.13 yang termasuk dalam kategori keanekaragaman sedang dengan nilai 1≤H’≤3 yang
berarti kestabilan komunitasnya juga sedang. Nilai keanekaragaman yang paling tinggi
terdapat pada stasiun 1 di Sungai Porong sebanyak 2.13 dan yang paling rendah
terdapat pada stasiun 2 yang terletak di muara sebanyak 1.9 (Gambar 3).

Indeks Keanekaragaman
2.2 2.13
2.1 2.04
2
H'

1.9
1.9
1.8
1.7
1 2 3
Stasiun

Gambar 3. Indeks Keanekaragaman


Semakin besar nilai indeks keanekaragaman, menunjukkan semakin beragamnya
kehidupan di perairan tersebut (Krebs 1998, dalam Dewanti et al., 2018).

29
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

4. Indeks Dominansi
Nilai indeks dominansi fitoplankton dari seluruh stasiun berkisar antara 0.14 –
0.18. Nilai indeks dominansi tersebut termasuk ke dalam kategori dominansi sedang
dengan kriteria 0.5 < D ≤ 0.75 (Ludwig dan Reynolds, 1988 dalam Lusia et al., 2013).
Pada stasiun 2 pada muara memiliki dominansi paling tinggi. Tingginya indeks
dominansi pada stasiun 2 terjadi karena salinitas perairannya sebesar 30 ppm. Dominasi
yang cukup besar ini akan mengarah pada komunitas yang labil maupun tertekan. Grafik
indeks dominansi fitoplankton di Perairan Muara Sungai Porong Sidoarjo dapat dilihat
pada Gambar 4.

Indeks Dominansi
0.2 0.18 0.17
0.18
0.16 0.14
0.14
0.12
D

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
1 2 3
Stasiun

Gambar 4. Indeks Dominansi

5. Indeks Keseragaman
Nilai indeks keseragaman di Perairan Muara Sungai Porong berkisar antara 0.79
– 0.85 dan termasuk dalam kategori keseragaman jenis tinggi (Odum, 1993 dalam Lusia
et al., 2013).

Indeks Keseragaman
0.86 0.85 0.85
0.84
0.82
E

0.8 0.79
0.78
0.76
1 2 3
Stasiun

Gambar 5. Indeks Keseragaman

Semakin besar nilai indeks keseragaman, maka populasi menunjukkan


keseragaman yang berarti jumlah individu tiap spesies dapat dikatakan sama atau
merata (Pasengo, 1995).

30
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

6. Pengukuran Kualitas Air Lokasi Penelitian


Tabel 1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Muara Sungai Porong Sidoarjo

Kecerahan Kedalaman Suhu Kecepatan pH Salinitas DO TSS


St
(m) (m) (°C) Arus (m/s) (-) (ppm) (mg/L) (mg/L)
1. 0.20 0.8 32 0.05 7.4 30 7.7 0.58
2. 0.34 1.7 30 0.023 7.2 30 7.6 0.49
3. 0.55 2.2 34.8 0.01 7.1 31 7.9 0.12

Pada pengukuran kecerahan perairan diperoleh hasil dengan kisaran nilai 0.20 -
0.55 m. Menurut Asmawi (1985) dalam Sofarini (2012), menyatakan bahwa nilai
kecerahan yang baik bagi kelangsungan hidup organisme perairan adalah >45 cm. Pada
pengukuran kedalaman diperoleh hasil 0.8 m – 2.2 m. Hasil pengukuran kedalaman
perairan yang diperoleh pada setiap stasiun berbeda-beda disebabkan oleh perbedaan
kondisi pasang surut dan perbedaan pada waktu pengukuran. Pada pengukuran suhu
diperoleh kisaran nilai 30 – 34.8°C.
Suhu yang ideal bagi keberlangsungan hidup fitoplankton yaitu berkisar antara
25°C - 30°C (Kadir et al., 2015). Hal ini menunjukkan bahwa kisaran suhu di setiap
stasiun penelitian, ideal bagi keberlangsungan hidup fitoplankton. Kisaran salinitas
selama pengamatan diperoleh hasil 30 – 31 ppm. Fitoplankton dapat berkembang
dengan baik dengan salinitas 15 – 32 ppt (Milero dan Sohn, 1992 dalam Efrizal., 2009).
Menurut Indriany (2005), salinitas merupakan faktor yang sangat penting bagi
pertumbuhan plankton. pH selama pengamatan berkisar antara 7.1 – 7.4. Nilai pH yang
tinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 7.4 dan nilai pH yang rendah terdapat pada
stasiun 3 sebesar 7.1. pH yang optimal bagi kehidupan fitoplankton berkisar antara 6.5
– 8.0 (Syamsuddin, 2014).
Pada pengukuran DO diperoleh hasil 7.6 – 7.9 mg/L. Nilai DO tertinggi terdapat
pada stasiun 3 sebesar 7.9 mg/L. Sedangkan nilai DO terendah terdapat pada stasiun
2. Kandungan oksigen terlarut yang diperoleh masih sesuai untuk kehidupan biota laut
sesuai dengan KepMen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota
laut yaitu >5 mg/L.
Pada pengukuran TSS diperoleh hasil 0.12 – 0.58 mg/L. Nilai TSS tertinggi
terdapat pada stasiun 1 sebesar 0.58 mg/L dan nilai TSS sebesar 1.2 mg/L yang
terendah terdapat pada stasiun 3. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan
kedalaman. Nilai TSS pada stasiun 1 lebih tinggi karena kedalaman pada stasiun 1
dangkal daripada stasiun 3. Nilai TSS yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai dibawah

31
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

baku mutu TSS untuk biota laut di mangrove sebesar 80 mg/L (Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup, KLH, 2004).
Pada pengukuran kecepatan arus, diperoleh hasil 0.01 – 0.05 m/s. Menurut
Apriyany (2014) menyatakan bahwa hasil pengukuran arus di sekitar Muara Sungai
Porong berkisar antara 0.001 – 0.05 m/s dan kisaran arus tersebut termasuk kategori
arus lemah sehingga tingkat distribusi zat-zat terlarut dalam air menjadi rendah.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Perairan Muara Sungai
Porong, Sidoarjo dapat disimpulkan bahwa nilai kelimpahan fitoplankton yang diperoleh
dari ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 122.293 – 867.776 sel/m3 menunjukkan
bahwa Perairan Muara Sungai Porong Sidoarjo tergolong dalam kategori perairan
oligotrofik. Stasiun 1 merupakan stasiun dengan kondisi yang paling baik diantara
stasiun 2 dan 3.

SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka disarankan penelitian lanjutan
mengenai analisis kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan fitoplankton pada
musim yang berbeda di Perairan Muara Sungai Porong agar pemerintah, pihak yang
berwenang, dan masyarakat dapat memutuskan kebijakan dalam pengelolaan
ekosistem di sekitar Perairan Muara Sungai Porong dengan tepat.

REFERENSI
Abida, I.W. 2010. Struktur Komunitas dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Muara Sungai
Porong Sidoarjo. Jurnal Kelautan. 3(1) : 36 – 40.

Dewanti, L.P.H., I.D.N.N. Putra, dan E. Faiqoh. 2018. Hubungan Kelimpahan dan
Keanekaragaman Fitoplankton dengan Kelimpahan dan Keanekaragaman Zooplankton di
Perairan Pulau Serangan, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences. 4(2) : 324 – 335.

Efrizal, T. 2009. Hubungan Parameter Kualitas Air dengan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan
Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Komunikasi
Penelitian. 19 : 109 – 116.

Hutami, G.H., M. R. Muskananfola, dan B. Sulardiono. 2017. Analisis Kualitas Perairan Pada
Ekosistem Mangrove Berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton dan Nitrat Fosfat di Desa
Bedono Demak. Journal of Maquares. 6(3) : 239 – 246.

Indriany, M. (2005). Struktur Komunitas Diatom dan Dinoflagellata pada Beberapa Daerah
Budidaya di Teluk Hurun, Lampung. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam: Universitas Negeri Jakarta.

32
J-Tropimar, Vol. 3, No. 1, Hal: 24-33 (2021) E-ISSN: 2656-7091

Jannah, R dan Z.A. Muchlisin. 2012. Komunitas Fitoplankton di Daerah Estuari Krueng Aceh,
Kota Banda Aceh. Depik. 1(3) : 189 – 195.

Kadir, M.A., A. Damar, dan M. Krisanti. 2015. Dinamika Spasial dan Temporal Struktur Komunitas
Zooplankton di Teluk Jakarta. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 20(3) : 247 – 256.

Krebs, C. J. 1978. A Review of the Chitty Hypothesis of Population Regulation. Canadian Journal
of Zoology. 56(12) : 2463 – 2480.

Lusia, A.E., Widianingsih, dan I. Riniatsih. 2013. Struktur Komunitas Fitoplankton di Padang
Lamun Alami dan Buatan di Perairan Teluk Awur Jepara. Journal of Marine Research. 2(4)
: 1 -7.

Maresi, S.R.P., P. Priyanti, dan E. Yunita. 2015. Fitoplankton sebagai Bioindikator Saprobitas
Perairan Di Situ Bulakan Kota Tangerang. Jurnal Biologi. 8(2) : 113-122.

Pambudi, A., T.W. Priambodo, N. Noriko, dan Basma. 2016. Keanekaragaman Fitoplankton
Sungai Ciliwung Pasca Kegiatan Bersih Ciliwung. Jurnal Al-Azhar Indonesia. 3(4) : 204 –
212.

Pasengo, Y.L. 1995. Studi Dampak Limbah Pabrik Plywood Terhadap Kelimpahan dan
Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Dangkang Desa Barowa Kecamatan Bua
Kabupaten Luwu. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Puspita, L., 2017. Struktur Komunitas Plankton di Perairan Pesisir Bukit Piatu – Kijang,
Kabupaten Bintan. Simbiosa. 6(2) : 85 – 94.

Raymont, J.E.G. (1963). Plankton And Productivity in the Ocean. New York: Pergamon Press.

Sari, A.N., S. Hutabarat, dan P. Soedarsono. 2014. Struktur Komunitas Plankton Pada Padang
Lamun di Pantai Pulau Pajang, Jepara. Diponegoro Journal of Maquares. 3(2) : 82 – 91.

Sofarini, Dini. 2012. Keberadaan dan Kelimpahan Fitoplankton Sebagai Salah Satu Indikator
Kesuburan Lingkungan Perairan di Waduk Riam Kanan. EnviroScienteae. 8(1) : 30 – 34.

Syamsuddin, R. 2014. Pengelolaan Kualitas Air : Teori dan Aplikasi di Sektor Perikanan.
Makassar: Pijar Press.

. Wisha, U.J., M. Yusuf, dan L. Maslukah. 2016. Kelimpahan Fitoplankton dan Konsentrasi TSS
Sebagai Indikator Penentu Kondisi Perairan Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan. 9(2) :
122 – 129.

Yuliana dan F. Ahmad. 2017. Kondisi Perairan Teluk Buli Halmahera Timur Berdasarkan
Komposisi Jenis, Kelimpahan, dan Indeks-Indeks Biologi Fitoplankton. Jurnal Harpodon
Borneo. 10(2) : 60 – 67.

33

You might also like