Tugas Eka Kristin

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

TUGAS

MERINGKAS MATERI PERTEMUAN I DAN II

MATA KULIAH:
PENDIDIKAN PANCASILA

DIBUAT OLEH :

NAMA : EKA KRISTIN NDRURU

NIM :-

KELAS/ SEMESTER : D/I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NIAS

2023/2024
MATERI 1

A. Konsep dan Urgensi Pancasila

Sejak zaman dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang
dipegang teguh oleh masyarakatnya, sebagai contoh:

1) Percaya kepada Tuhan dan toleran,


2) Gotong royong,
3) Musyawarah,
4) Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.

Manifestasi prinsip gotong royong dan solidaritas secara konkret dapat dibuktikan
dalam bentuk pembayaran pajak yang dilakukan warga negara atau wajib pajak.
Alasannya jelas bahwa gotong royong didasarkan atas semangat kebersamaan yang
terwujud dalam semboyan filosofi hidup bangsa Indonesia "berat sama dipikul, ringan
sama dijinjing".

Dalam konteks kekinian, khususnya dalam bidang tata kelola pemerintahan, masih
banyak perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, sudah barang tentu perilaku
seperti itu dapat dikategorikan perilaku yang tidak mensyukuri kemerdekaan Negara
Republik Indonesia. Nilai-nilai Pancasila berdasarkan teori kausalitas yang diperkenalkan
Notonagoro (kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien, kausa finalis), merupakan
penyebab lahirnya negara kebangsaan Republik Indonesia, maka penyimpangan terhadap
nilai-nilai Pancasila dapat berakibat terancamnya keberlangsungan negara.

Beberapa permasalahan yang menunjukkan pentingnya mata kuliah pendidikan


Pancasila, yaitu:

1) Masalah kesadaran perpajakan


2) Masalah korupsi
3) Masalah lingkungan
4) Masalah disintegrasi bangsa
5) Masalah dekadensi moral
6) Masalah narkoba
7) Masalah penegakan hukum yang berkeadilan
8) Masalah terorisme
Urgensi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi, yaitu agar mahasiswa tidak
tercerabut dari akar budayanya sendiri dan agar mahasiswa memiliki pedoman atau
kaidah penuntun dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari dengan
berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Selain itu, urgensi pendidikan Pancasila, yaitu dapat
memperkokoh jiwa kebangsaan mahasiswa sehingga menjadi dorongan pokok
(leitmotive) dan bintang penunjuk jalan (leitstar) (Abdulgani, 1979: 14). Urgensi
pendidikan Pancasila bagi mahasiswa sebagai calon pemegang tongkat estafet
kepemimpinan bangsa untuk berbagai bidang dan tingkatan, yaitu agar tidak terpengaruh
oleh paham-paham asing yang negatif. Dengan demikian, urgensi pendidikan Pancasila di
perguruan tinggi dengan meminjam istilah Branson (1998), yaitu sebagai pembentuk
civic disposition yang dapat menjadi landasan untuk pengembangan civic knowledge dan
civic skills mahasiswa.

B. Alasan Diperlukannya Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila diharapkan dapat memperkokoh modalitas akademik


mahasiswa dalam berperan serta membangun pemahaman masyarakat, antara lain:

1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,


2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,
3. Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas) nasional,
4. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,
5. Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,
6. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,
7. Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila.

Penanaman dan penguatan kesadaran nasional tentang hal-hal tersebut sangat


penting karena apabila kesadaran tersebut tidak segera kembali disosialisasikan,
diinternalisasikan, dan diperkuat implementasinya, maka masalah yang lebih besar akan
segera melanda bangsa ini, yaitu musnahnya suatu bangsa (meminjam istilah dari Kenichi
Ohmae, 1995 yaitu, the end of the nation-state). Punahnya suatu negara dapat terjadi
karena empat "I", yaitu industri, investasi, individu, dan informasi (Ohmae, 2002: xv).
Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan nasional, mempunyai tujuan
mempersiapkan mahasiswa sebagai calon sarjana yang berkualitas, berdedikasi tinggi,
dan bermartabat agar:

1. Menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur,
3. Memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan bertanggung jawab sesuai hari
nurani;
4. Mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni; serta
5. Mampu ikut mewujudkan kehidupan yang cerdas dan kesejahteraan bagi
bangsanya.
MATERI 2

C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik Pendidikan Pancasila

Dilihat dari segi objek materil, pengayaan materi atau substansi mata kuliah
pendidikan Pancasila dapat dikembangkan melalui beberapa pendekatan, diantaranya
pendekatan historis, sosiologis, dan politik. Sementara, dilihat dari segi objek formil,
pengayaan materi mata kuliah pendidikan Pancasila dilakukan dengan pendekatan ilmiah,
filosofis, dan ideologis. Materi perkuliahan dikembangkan dari fenomena sosial untuk
dikaji dan ditemukan solusinya yang rasional dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila oleh mahasiswa. Dengan demikian, kesadaran sosial mahasiswa turut serta
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan sosial. Hal ini akan terus bertumbuh
melalui mata kuliah pendidikan Pancasila. Pada gilirannya, mahasiswa akan memiliki
argumentasi bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila bermakna penting dalam sistem
pendidikan tinggi di tanah air.

1. Sumber Historis Pendidikan Pancasila


Presiden Soekarno pernah mengatakan, "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah."
Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa sejarah mempunyai fungsi penting
dalam membangun kehidupan bangsa dengan lebih bijaksana di masa depan. Hal
tersebut sejalan dengan ungkapan seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero
(106-43SM) yang mengungkapkan, "Historia Vitae 27 Magistra", yang bermakna,
"Sejarah memberikan kearifan". Pengertian lain dari istilah tersebut yang sudah
menjadi pendapat umum (common-sense) adalah "Sejarah merupakan guru
kehidupan". Implikasinya, pengayaan materi perkuliahan Pancasila melalui
pendekatan historis adalah amat penting dan tidak boleh dianggap remeh guna
mewujudkan kejayaan bangsa di kemudian hari. Melalui pendekatan ini,
mahasiswa diharapkan dapat mengambil pelajaran atau hikmah dari berbagai
peristiwa sejarah, baik sejarah nasional maupun sejarah bangsa-bangsa lain.
Dengan pendekatan historis, mahasiswa diharapkan akan memperoleh inspirasi
untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa sesuai dengan program studi
masing-masing. Selain itu, juga dapat berperan serta secara aktif dan arif dalam
berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara, serta dapat berusaha menghindari
perilaku yang bernuansa mengulangi kembali kesalahan sejarah. Implikasi dari
pendekatan historis ini adalah meningkatkan motivasi kejuangan bangsa dan
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dalam menguasai IPTEKS sesuai
dengan prodi masing-masing.
2. Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Sosiologi dipahami sebagai ilmu tentang kehidupan antarmanusia. Di
dalamnya mengkaji, antara lain latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial
dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji
masalah-masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.
Soekanto (1982:19) menegaskan bahwa dalam perspektif sosiologi, suatu
masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai yang tertentu.
Melalui pendekatan sosiologis ini pula, mahasiswa diharapkan dapat mengkaji
struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan masalah-
masalah sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan standar nilai-
nilai yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila.Berbeda dengan bangsa-bangsa
lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada
bangsa itu sendiri. Nilai- nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan
juga hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai
kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi
filosofis para pendiri negara (Kaelan, 2000: 13).
Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi
pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila berasal dari kehidupan
sosiologis masyarakat Indonesia.
3. Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) dan salah satu
cirinya atau istilah yang bernuansa bersinonim, yaitu pemerintahan berdasarkan
hukum (rule of law). Pancasila sebagai dasar negara merupakan landasan dan
sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara hukum tersebut. Hal
tersebut berarti pendekatan yuridis (hukum) merupakan salah satu pendekatan
utama dalam pengembangan atau pengayaan materi mata kuliah pendidikan
Pancasila. Urgensi pendekatan yuridis ini adalah dalam rangka menegakkan
Undang-Undang (law enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban negara
yang penting. Penegakan hukum ini hanya akan efektif, apabila didukung oleh
kesadaran hukum warga negara terutama dari kalangan intelektualnya. Dengan
demikian, pada gilirannya melalui pendekatan yuridis tersebut mahasiswa dapat
berperan serta dalam mewujudkan negara hukum formal dan sekaligus negara
hukum material sehingga dapat diwujudkan keteraturan sosial (social order) dan
sekaligus terbangun suatu kondisi bagi terwujudnya peningkatan kesejahteraan
rakyat sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
4. Sumber Politik Pendidikan Pancasila
Salah satu sumber pengayaan materi pendidikan Pancasila adalah berasal
dari fenomena kehidupan politik bangsa Indonesia. Tujuannya agar Anda mampu
mendiagnosa dan mampu memformulasikan saran-saran tentang upaya atau
usaha mewujudkan kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Bukankah Pancasila dalam tataran tertentu merupakan ideologi politik,
yaitu mengandung nilai-nilai yang menjadi kaidah penuntun dalam mewujudkan
tata tertib sosial politik yang ideal. Melalui pendekatan politik ini, mahasiswa
diharapkan mampu menafsirkan fenomena politik dalam rangka menemukan
pedoman yang bersifat moral yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila untuk
mewujudkan kehidupan politik yang sehat. Pada gilirannya, mahasiswa akan
mampu memberikan kontribusi konstruktif dalam menciptakan struktur politik
yang stabil dan dinamis. Secara spesifik, fokus kajian melalui pendekatan politik
tersebut, yaitu menemukan nilai-nilai ideal yang menjadi kaidah penuntun atau
pedoman dalam mengkaji konsep-konsep pokok dalam politik yang meliputi
negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making).
kebijakan (policy), dan pembagian (distribution) sumber daya negara, baik di
pusat maupun di daerah. Melalui kajian tersebut, Anda diharapkan lebih
termotivasi berpartisipasi memberikan masukan konstruktif, baik kepada
infrastruktur politik maupun suprastruktur politik.

D. Dinamika dan Tantangan Pendidikan Pancasila

1. Dinamika Pendidikan Pancasila

Sebagaimana diketahui, pendidikan Pancasila mengalami pasang surut dalam


pengimplementasiannya. Apabila ditelusuri secara historis, upaya pembudayaan atau
pewarisan nilai-nilal Pancasila tersebut telah secara konsisten dilakukan sejak awal
kemerdekaan sampai dengan sekarang. Namun, bentuk dan intensitasnya berbeda dari
zaman ke zaman. Pada masa awal kemerdekaan, pembudayaan nilai-nilai tersebut
dilakukan dalam bentuk pidato-pidato para tokoh bangsa dalam rapat-rapat akbar yang
disiarkan melalui radio dan surat kabar. Kemudian, pada 1 Juli 1947, diterbitkan sebuah
buku yang berisi Pidato Bung Karno tentang Lahirnya Pancasila. Buku tersebut disertai
kata pengantar dari Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat yang sebagaimana diketahui
sebelumnya, beliau menjadi Kaitjoo (Ketua) Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan).
Dalam era kepemimpinan Presiden Soeharto, terbit Instruksi Direktur Jenderal Perguruan
Tinggi, nomor 1 Tahun 1967, tentang Pedoman Penyusunan Daftar Perkuliahan, yang
menjadi landasan yuridis bagi keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi.
Keberadaan mata kuliah Pancasila semakin kokoh dengan berlakunya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang pada
pasal 39 ditentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi harus memuat mata kuliah
pendidikan Pancasila. Kemudian, terbit peraturan pelaksanaan dari ketentuan yuridis
tersebut, yaitu khususnya pada pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi, jo. Pasal 1 SK Dirjen Dikti
Nomor 467/DIKTI/Kep/1999, yang substansinya menentukan bahwa mata kuliah
pendidikan Pancasila adalah mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa
baik program diploma maupun program sarjana. Pada 2000, Dirjen Dikti mengeluarkan
kebijakan yang memperkokoh keberadaan dan menyempurnakan penyelenggaraan mata
kuliah pendidikan Pancasila, yaitu:

1) SK Dirjen Dikti, Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum


Pendidikan Tinggi,
2) SK Dirjen Dikti, Nomor 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dan
3) SK Dirjen Dikti, Nomor 38/Dikti/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Penguatan keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi ditegaskan dalam Pasal
35 jo. Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012, tentang
Pendidikan Tinggi, yang menetapkan ketentuan bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila
wajib dimuat dalam kurikulum perguruan tinggi, yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika. 2. Pasal 35 Ayat (3) menentukan bahwa kurikulum pendidikan
tinggi wajib memuat mata kuliah: agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa
Indonesia.

Dengan demikian, pembuat undang-undang menghendaki agar mata kuliah


pendidikan Pancasila berdiri sendiri sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi.

1. Tantangan Pendidikan Pancasila


Abdulgani menyatakan bahwa Pancasila adalah leitmotive dan leitstar, dorongan pokok
dan bintang penunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan leitstor Pancasila ini, kekuasaan
negara akan menyeleweng. Oleh karena itu, segala bentuk penyelewengan itu harus
dicegah dengan cara mendahulukan Pancasila dasar filsafat dan dasar moral (1979:14).
Agar Pancasila menjadi dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan bagi generasi
penerus pemegang estafet kepemimpinan nasional, maka nilai-nilai Pancasila harus
dididikkan kepada para mahasiswa melalui mata kuliah pendidikan Pancasila.

Tantangannya ialah menentukan bentuk dan format agar mata kuliah pendidikan
Pancasila dapat diselenggarakan di berbagai program studi dengan menarik dan efektif.
Tantangan ini dapat berasal dari internal perguruan tinggi, misalnya faktor ketersediaan
sumber daya, dan spesialisasi program studi yang makin tajam (yang menyebabkan
kekurangtertarikan sebagian mahasiswa terhadap pendidikan Pancasila). Adapun
tantangan yang bersifat eksternal, antara lain adalah krisis keteladanan dari para elite
politik dan maraknya gaya hidup hedonistik di dalam masyarakat.

You might also like