Bab 1 - 3 Muhamad Yusup

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 36

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN DAN DAYA LEDAK

OTOT TUNGKAI DENGAN HASIL LOMPAT TINGGI GAYA


FLOP PADA SISWA SMA

Muhamad Yusup
1601617187

Proposal ini Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Seminar Persiapan Skripsi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI


FAKULTAS ILMU OLAHRAGA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
BAB Ⅰ

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan olahraga di Indonesia bisa dikatakan mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya minat

masyarakat untuk mengubah pola hidup menjadi lebih sehat, selain itu beberapa

influencer dari beberapa komunitas menjadikan olahraga sebagai gaya hidup,

sehingga menambah daya tarik masyarakat untuk terus berolahraga. Olahraga juga

mengalami perkembangan dari segi prestasi yang diraih, baik dari kancah nasional

maupun internasional. Ada banyak cabang olahraga yang mengukir prestasi di

kancah nasional maupun internasional, salah salah satu cabang olahraga yang

mengalami peningkatan prestasi adalah atletik.

Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup tua yang telah ada

di dunia, yang sudah dilakukan sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno sampai

sekarang. Bahkan dapat dikatakan sejak adanya manusia di muka bumi ini atletik

sudah dilaksanakan dan dilakukan oleh manusia. Hal tersebut dikarenakan setiap

gerakan manusia mencakup gerakan dalam atletik seperti lari, jalan, lompat dan

lempar yang merupakan pengaplikasian dari gerak dasar pada manusia di

kehidupan sehari-hari. Gerakan-gerakan yang dilakukan pada kebanyakan cabang

olahraga,merupakan gerak dasar yang berasal dari gerakan atletik. Maka dari itu

atletik dikatakan sebagai ibu dari semua cabang olahraga.


Melompat merupakan salah satu gerakan dari cabang olahraga atletik. Pada

nomor atletik terdapat beberapa nomor lompat seperti lompat jauh, lompat jangkit,

lompat tinggi, dan lompat tinggi galah. Seiring dengan perkembangan zaman yang

di dukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang

sport science memberikan pengaruh terhadap perkembangan olahraga prestasi di

Indonesia maupun dunia. Khususnya nomor lompat tinggi yang merupakan

lompatan VERTIKAL atau lompat ke atas dan ke depan yang diawali dari lari

awalan kemudian bertumpu setinggi tingginya, melayang di atas mistar dan

mendarat di atas matras. Nomor lompat tinggi pada atletik banyak mengalami

perkembangan dan kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti atas pemecahan

rekor yang di pertandingkan dalam perlombaan kejuaraan tingkat daerah, tingkat

nasional dan tingkat internasional.

Dalam olahraga, prestasi merupakan puncak dari penampilan seorang atlet

yang dicapai dalam suatu pertandingan, setelah melalui berbagai macam latihan,

tes dan uji coba. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi

adalah dengan adanya pembinaan, yang dilakukan sejak usia sedini mungkin,

pembinaan masa sekolah dan pembinaan untuk persiapan pertandingan mulai

dari daerah, nasional maupun internasional.

Lompat tinggi terbagi menjadi beberapa fase yaitu awalan, menumpu,

melayang di udara dan mendarat di matras. Awalan pada lompat tinggi

bertujuan untuk membangun dorongan tubuh dengan kecepatan untuk menumpu

di depan mistar tumpuan. Awalan setiap atlet bervariasi dapat dihitung

menggunakan telapak kaki,langkah kaki dan jarak menggunakan alat pengukur.


Lari awalan harus dilakukan dengan optimal tanpa mengurangi kecepatan

sehingga atlet semakin cepat mendekati titik tumpuan

Syaifudin (1992) menjelaskan awalan adalah Gerakan-gerakan permulaan

dalam bentuk lari untuk mendapatkan kecepatan pada waktu akan melakukan

tumpuan atau tolakan, jarak awalan yang biasa dan umum digunakan oleh para

atlet dalam perlombaan lompat tinggi adalah 1) untuk putra 20 – 30 m; 2)

untuk putri 15 – 25 m.

Menumpu pada lompat tinggi dilakukan dengan sekuat-kuat nya di titik

tumpuan dengan menggunakan satu kaki, disusul dengan ayunan kaki lainnya

diangkat ke atas sehingga mendorong tubuh ke arah vertikal agar daya yang

terbentuk dari lari awalan menghasilkan gerakan vertikal yang parabola.

Melayang di udara saat melakukan gaya flop pada lompat tinggi, lompat tinggi

memiliki tiga gaya, yaitu gaya scisor, gaya stradle dan gaya flop. Melayang di

udara dilakukan supaya tubuh dapat melewati mistar setinggi tingginya dan

bertahan lebih lama saat di udara agar mendapatkan titik puncak tertinggi saat

melewati mistar dan mendarat di matras. Mendarat pada lompat tinggi dilakukan

dengan posisi terlentang dan posisi kedua kaki mengangkat dan posisi badan

terlentang dengan bagian punggung atau leher yang lebih dahulu menyentuh

matras ke bawah sefleksibel mungkin sampai posisi pinggang melewati mistar

hingga bagian tubuh mendarat menyentuh matras, kembali pada posisi awal dan

posisi tubuh berdiri.

Untuk menghasilkan lompatan yang tinggi atlet harus memaksimalkan ketiga

fase dalam lompat tinggi. Yaitu awalan, menumpu, melayang di udara, dan

mendarat. Setiap fase ini diperlukan kondisi fisik yang mendukung, diantaranya

kecepatan pada saat awalan dan kekuatan otot tungkai pada saat melakukan

tumpuan lompat tinggi. Muklis (2007) menjelaskan lompat tinggi


merupakan olahraga yang membutuhkan kemampuan fisik yang baik dan

kekuatan kaki, selain itu diperlukan juga beberapa teknik saat melenting di udara

agar tinggi lompatan nya maksimal.

Kekuatan, daya tahan, fleksibilitas, koordinasi, kelincahan, keseimbangan,

kecepatan dan reaksi, adalah aspek-aspek kondisi fisik yang diperlukan dalam

lompat tinggi. Kondisi fisik yang bagus juga sangat mempengaruhi hasil dari

lompatan seorang atlet lompat tinggi. Kekuatan dapat diartikan sebagai

kemampuan suatu otot yang digunakaan untuk menerima beban sewaktu bekerja,

salah satu diantaranya adalah kekuatan otot tungkai dan kecepatan.

Khususnya pada saat menumpu dengan satu kaki, kekuatan otot tungkai

sangat diperlukan untuk mendorong tubuh ke arah vertikal kemudian kecepatan

juga sangat berfungsi untuk mendorog tubuh ke depan mengarah ke tumpuan

tanpa mengurangi kecepatan, pada saat melakukan gaya flop melayang kecepatan

juga berperan dalam melayang di udara untuk melewati mistar sehingga tidak

terjadi gerakan yang parabol melayang di atas mistar dengan sangat lambat

sehingga titik puncak ketinggian tidak maksimal yang sangat beresiko mengenai

mistar, tanda kecepatan saat akan memasuki fase tumpuan lompatan tinggi. pada

saat fase tumpuan otot – otot tungkai berkontraksi menahan badan dengan satu

kaki terkuat dan menumpu sekuat kuatnya ke aatas sampai mencapai titik

tertinggi. apabila otot tungkai tidak kuat maka kekuatan otot saat menumpu ke

arah vertikal membawa beban tubuh tidak akan maksimal badan tidak melayang

lebih tinggi dan ini merugikan hasil lompat tinggi. Sesuai dengan fungsi otot

tabialis anterior atau bisa di sebut otot tungkai bawah sebagai penyambung otot

tungkai atas yaitu rectus femuris otot tungkai sebagai penopang tubuh dan
penggerak tungkai. Otot tungkai sangat berpengaruh karena yang menyelimuti

tulang besar.

Terlepas dari latar belakang tersebut penulis bermaksud untuk meneliti

tentang komponen fisik kecepatan dan daya ledak otot tungkai untuk mengetahui

seberapa besar hubungan nya pada hasil lompat tinggi gaya Flop pada

siswa ekstrakurikuler SMAN 2 Pandeglang.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah ditulis, terdapat adanya permasalahan. Tentu
saja permasalahan dalam penelitian perlu di analisis dan dipecahkan. Penulis
memberikan identifikasi masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai
berikut :

1. Apakah ada hubungan antara kecepatan dengan hasil lompat tinggi gaya

flop pada siswa e k s t r a k u r i k u l e r s m a n 2 p a n d e g l a n g ?

2. Apakah ada hubungan antara daya ledak otot tungkai dengan hasil lompat

tinggi gaya flop pada siswa ekstrakurikuler sman 2 pandeglang?

3. Apakah ada hubungan antara fleksibilitas dengan hasil lompat tinggi

gaya flop pada siswa ekstrakurikuler sman 2 pandeglang?

4. Apakah ada hubungan keseimbangan dengan hasil lompat tinggi

gaya flop pada siswa ekstrakurikuler sman 2 pandeglang?

C. Pembatasan Masalah

Terdapat banyak faktor permasalahan yang mempengaruhi hasil lompat tinggi,

maka dari itu perlu adanya pembatasan masalah agar hasil dari penelitian ini dapat

mencapai tujuannya. Fokus utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan k e c e p a t a n d a n daya ledak otot tungkai untuk mendapatkan hasil

lompat tinggi gaya flop yang optimal.


D. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang tepat dari uraian di atas, sebagai berikut :

1. Apakah terdapat hubungan antara kecepatan dengan hasil lompat tinggi

gaya flop pada siswa ekstrakurikuler sman 2 pandeglang?

2. Apakah terdapat hubungan antara daya ledak otot tungkai dengan hasil

lompat tinggi gaya flop pada siswa ekstrakurikuler sman 2 pandeglang?

3. Apakah terdapat hubungan antara k e c e p a t a n d a n daya ledak otot

tungkai secara bersama sama dengan hasil lompat tinggi gaya flop pada

siswa ekstrakurikuler sman 2 pandeglang?

E. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan kecepatan dengan hasil lompat tinggi gaya

flop.

2. Untuk mengetahui hubungan daya ledak otot tungkai dengan hasil

lompat tinggi gaya flop.

3. Sebagai acuan informasi untuk atlet, pelatih dan masyarakat tentang

betapa pentingnya melatih kecepatan dan kekuatan atau daya ledak otot

tungkai pada olahraga, terkhusus untuk lompat tinggi.

4. Sebagai pertimbangan dalam menentukan program latihan.

5. Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih atlet lompat tinggi.

6. Memberikan data tentang keterkaitan dan perlunya kecepatan dan daya

ledak otot tungkai dengan prestasi lompat tinggi.


BAB Ⅱ

KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Konseptual
1. Lompat Tinggi Gaya Flop
Lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik yang

lain yang lebih jauh atau tinggi dengan ancang-ancang lari cepat atau lambat

dengan menumpu satu kaki dan mendarat dengan punggung atau anggota tubuh

lainnya dengan keseimbangan yang baik (Widya, 2004). Lompat Tinggi

merupakan suatu bentuk gerakan melompat yang diawali dengan gerakan

horizontal dan setelah mendekati mistar membentuk tikungan dengan langkah

sekitar 3,5,7 langkah dan diubah ke gerakan vertical dengan cara melakukan

tolakan pada satu kaki untuk memperoleh ketinggian yang setinggi – tingginya

(Wiarto, 2013). Lompat tinggi adalah suatu bentuk gerakan melompat ke atas

dengan mengangkat kaki ke depan atas dalan upaya membawa titik berat badan

setinggi dan secepat mungkin jatuh (mendarat). Lompat tinggi dilakukan tolakan

pada salah satu kaki untuk mencapai ketinggian tertentu. (Muhajir 2006:131)

Berdasarkan pengertian dari Giri Wiarto (2013:36) dapat disimpulkan bahwa

hasil lompat tinggi bergantung kepada kecepatan lari awalan., kekuatan kaki

untuk bertumpu, koordinasi tubuh saat melayang di udara dan saat mendarat

di matras. Dalam lompat tinggi terdapat berbagai macam gaya tubuh saat

melayang di udara. Soenaryo, (1989:108) menjelaskan terdapat empat gaya

melayang di udara, yaitu gaya stradlle (gaya guling perut), gaya flop (gaya

telentang) gaya western roll (gaya guling sisi) eastern roll (gaya gunting)
Lompat tinggi gaya flop merupakan gaya yang di dapatkan dengan cara

merentangkan tubuh ke belakang secara optimal setelah fase menumpu,

dengan membawa bagian tubuh melewati mistar pinggang dan panggul melenting

ke atas dan kedua kaki di tekuk sejajar 90° kebelakang. Tujuanya membawa titik

berat dengan setinggi mungkin dan secepat mungkin, utama melayang dengan

menggunakan teknik flop adalah mempersiapkan pendaratan seefisien mungkin.

Teknik lompat tinggi gaya flop merupakan alternatif yang baik setelah gaya

stradlle bagi teknik melayang melawan gravitasi di udara, utamanya bagi

pelompat bergaya flop dengan dengan prestasi lompatan 190-200cm (munasifah,

2008).

Gambar 2.1. Teknik Lompat Tinggi Gaya Flop

Sumber: International Amateur Athletic Federation Coaches Education &


Certification System Level I/II Jumping Events Textbook, hal.8

Lompat tinggi merupakan salah satu nomor atletik yang dilakukan dengan

mendarat di matras yang sudah di tentukan dengan ukuran nya dengan

menggunakan salah satu kaki yang kuat sebagai tumpuan nya. Untuk melakukan

lompatan setinggi - tingginya, perlu dilakukan awalan yang baik. Maka untuk

dapat mencapai titik tertinggi jarak lompatan itu dengan jauh, terlebih dahulu

harus memahami unsur- unsur pokok pada lompat (Setiawan, 2018).


Menurut Suparman (1999) faktor yang mempengaruhi keterampilan seseorang

dalam lompat tinggi adalah sebagai berikut:

a. Kecepatan (Speed) adalah kemampuan untuk memindahkan sebagian

tubuh atau seluruhnya dari awalan sampai dengan pendaratan. Atau

bertumpu pada titik tolakan sewaktu melakukan lompatan, kecepatan

banyak ditentukan kekuatan dan fleksibelitas

b. Kekuatan (Strength) adalah jumlah tenaga yang dapat dihasilkan oleh

kelompok otot pada kontraksi maksimal pada saat melakukan pekerjaan

atau latihan dalam melakukan lompatan

c. Daya ledak adalah kemampuan otot dalam melakukan tolakan tubuh

melayang di udara

d. Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan suatu sikap

tubuh tertentu secara benar dari awal melakukan lompatan sampai selesai

melakukan lompatan

e. Keterampilan adalah kemampuan untuk melakukan suatu gerakan motorik

secara benar

f. Koordinasi adalah hal yang harus dimiliki oleh seorang atlet untuk dapat

mengkoordinasikan gerakan maju dengan kebutuhan naik.

Lompat tinggi terbagi menjadi empat fase yaitu awalan, tolakan, melayang di

udara dan mendarat. Keempat fase tersebut dilakukan secara berurutan, antara

satu fase dengan fase yang lain saling menunjang sehingga penguasaan pada

masing-masing gerakan menjadi sangat penting. Berikut merupakan penjelasan

garis besar dari setiap fase pada lompat tinggi.


a. Awalan
Syaifudin (1992) menjelaskan awalan adalah Gerakan-gerakan permulaan

dalam bentuk lari untuk mendapatkan kecepatan pada waktu akan melakukan

tumpuan atau tolakan, jarak awalan yang biasa dan umum digunakan oleh para

atlet dalam perlombaan lompat tinggi adalah 1) untuk putra 15 – 20 m; 2)

untuk putri 10 – 15 m.

Gambar 2.2. Fase Atlet Melakukan Lari Awalan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Menurut (Sidik, 2010) Komponen kondisi fisik yang terdapat pada fase

awalan diantaranya adalah keseimbangan,koordinasi tangan dan kaki, kecepatan,

kekuatan, kelentukan, pada saat berlari.

Fase-fase melakukan awalan lompat tinggi sebagai berikut :

a) Jarak lari awalan bervariasi antara 10 meter untuk pemula dan 15 -

20 meter untuk professional.

b) Teknik lari berirama bisa juga dengan teknik lari sprint dengan

lutut sedikit lebih tinggi.

c) Kecepatan awalan meningkat seoptimal mungkin sampai titik

tolakan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa awalan

pada lompat tinggi adalah proses awal atlet atau pelompat untuk melakukan

lompat tinggi. Awalan lompat tinggi dilakukan dengan cara berdiri melakukan

ancang- ancang di tempat yang sudah ditandai dengan check mark yang telah

diukur terlebih dahulu dari tiang lompat, setelah itu pelompat berlari diawali

dengan kecepatan sedang dan semakin lama semakin cepat sampai kecepatan

optimal seiring mendekati titik tolakan. Check mark adalah tanda yang digunakan

untuk menentukan jarak awalan menuju titik tolakan. Dengan menggunakan check

mark, dapat mempermudah pelompat dalam melakukan awalan agar terhindar dari

pelanggaran, yang disebabkan kaki tumpuan terlalu dekat dengan mistar / matras.

b. Tolakan

Tolakan adalah perubahan dan perpindahan gerak dari gerakan horizontal ke

gerakan vertical yang dilakukan secara cepat dan kuat. Tolakan kaki harus kuat

agar tercapai lompatan yang cukup tinggi tanpa mengurangi kecepatan lari awalan

(Wiarto,2013).

Gambar 2.3. Fase Atlet Melakukan Tolakan

Sumber: Dokumentasi Pribadi


Terdapat komponen fisik yang berpengaruh pada fase tolakan dan paling

menunjang adalah kekuatan, koordinasi, power, keseimbangan, ketepatan dan

kelentukan.

Menurut (Sidik, 2010) cara melakukan tumpuan pada lompat tinggi

sebagai berikut :

a) Pencapaian tolakan adalah pada saat kaki aktif dan cepat dengan

suatu gerakan ke bawah dan ke atas

b) Dipersingkatnya waktu pada saat menolak dan

meminimumkan pembengkokan kaki setelah menumpu ke atas

c) Paha dan tungkai bergerak membantu mendorong ke posisi vertical

d) Sendi , lutut dan pinggang di tekuk membentuk lentingan ketika sedang


melewati mistar

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahap fase

tolakan kaki terkuat pelompat yang digunakan untuk menolak di titik tumpuan,

dengan cara sedikit menekuk tungkai kemudian diluruskan sehingga tubuh

terdorong kearah vertical. Tolakan dilakukan dengan kekuatan maksimal agar

mendapatkan hasil yang baik (Setiawan, 2018).


c. Sikap melayang di Udara
Badan diharuskan untuk semelenting mungkin pada saat melayang di

udara dan dalam keadaan sikap kayang di udara untuk mendapatkan titik puncak

tertinggi. Sesudah bertolak, kaki tumpu diluruskan dan ketika sudah berada di titik

ketinggian kaki di tekuk secepat-cepatnya dan secara bersamaan dengan pinggang

melenting kaki tidak melakukan gerakan atau menahan ke arah vertikal. Pada

waktu melayang posisi tubuh ditahan dalam keadaan rileks kemudian melakukan

gerakan gaya flop (guling belakang). Gerakan gaya inilah yang disebut sebagai

sikap melayang di udara.

Gaya flop, merupakan teknik lompat tinggi yang sangat baik untuk saat

ini. Dengan karakteristik teknik sebagai berikut :

a) free leg is lowered at the hip joint

b) hips are pushed forwards

c) take off leg is parallel to the free leg

d) arms are in an upward-backward position


“a) Tungkai bebas di turunkan oleh gerak putaran pada sendi

pinggang. b) Pinggang di dorong ke depan. c) tungkai penumpu adalah

pararel dengan tungkai bebas.” (Müller & Ritzdorf , 2009)

Gambar 2.4. Lompat Tinggi Gaya Flop Fase Melayang

Sumber : Dokumentasi
Pribadi

Komponen fisik yang terdapat pada fase sikap badan di udara diantaranya

adalah keseimbangan, koordinasi, kekuatan, kelentukan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tahap sikap

melayang di udara adalah fase ketiga setelah fase tolakan dari serangkaian

gerak dalam nomor perlombaan lompat tinggi. Cara melakukannya adalah dengan

meneruskan rangkaian kegiatan setelah tolakan pada titik tumpuan, tungkai

yang diayun ke atas ditahan setelah kaki tumpuan sejajar di udara. Saat kedua

tungkai menahan di udara pinggang melenting di atas mistar ke arah depan

matras hingga membuat lentingan ke arah membelakangi matras, kemudian ke

dua tungkai di tekuk dengan sejajar hingga membentuk lentingan dan

mempertahankan posisi badan sampai semua tubuh melewati halangan mistar di

udara.
d. Pendaratan

Pendaratan merupakan tahapan akhir dari tahapan – tahapan teknik yang

ada dalam lompat tinggi gaya Flop, pendaratan dilakukan dengan cara

menjatuhkan bagian bahu dan punggung serta membentuk bidang datar. Agar

tidak terjadinya cedera.

Gambar 2.5. Fase Mendarat Pada Lompat


Tinggi

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Putut Maherta (1998:53) menjelaskan bahwa kemungkinan terjadinya cedera,

adanya benturan yang keras atara atlet dan (penampang) matras karena pada saat

mendaraat tekanan yang dihasilkan atlet tidak dapat di perkecil gaya yang

dihasilkan juga tidak dapat tersebar ke penampang (matras).

( IAAF Level 1, 2000:107) Flop telah di uraikan secara rinci dari mulai gerak

awalan (approach), Tumpuan (take off) , dan pendaratan (Landing). Berdasarkan

penjelasan diatas menunjukan bahwa gerak teknik lompat tinggi gaya flop

merupakan serangkaian gerakan yang kompleks dan harus dilakukan secara

srimultan agar mendapatkan hasil yang maksimal.


Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan teknik mendarat

adalah tahap akhir dari rangkaian gerakan pada nomor lompat tinggi. Dilakukan

dengan cara Pendaratan merupakan tahapan akhir dari tahapan – tahapan teknik

yang ada dalam lompat tinggi gaya Flop, pendaratan dilakukan dengan cara

menjatuhkan bagian bahu dan punggung serta membentuk bidang datar.

2. Daya Ledak Otot Tungkai


Otot merupakan bagian yang berperan penting dalam melakukan gerakan.

Tubuh manusia terdapat otot-otot yang bekerja sesuai dengan aktifitas yang

dibutuhkan dengan bagian-bagian dan fungsi nya. Saat menumpu ketika fase

tolakan memerlukan daya ledak otot yang kuat dari otot tungkai. Dengan daya

ledak otot maksimal maka diharapkan dapat menghasilkan hasil tolakan yang

maksimal.

Gambar 2.6. Struktur Anatomi Otot Tungkai

Sumber: Strength training anatomy, Fredric delavier, 2010


Widiastuti (2011) menyatakan Secara fisiologis kekuatan otot adalah

kemampuan otot atau sekelompok otot untuk melakukan satu kali kontraksi secara

maksimal melawan tahanan atau beban. Secara mekanis kekuatan otot

didefinisikan sebagai gaya (force) yang dapat di hasilkan oleh otot atau

sekelompok otot dalam suatu satu kontraksi maksimal. Kemampuan untuk

menghasilkan gerakan yang memiliki daya ledak dalam waktu yang sangat

singkat,merupakan hasil dari Kerjasama yang maksimum kekuatan dan kecepatan

(Bompa, 1999).

Menurut Sajoto (1989) daya ledak otot (muscular power) adalah

kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum,dengan usaha yang

dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Semakin besar daya ledak

otot tungkai yang dimiliki oleh pelompat,maka akan semakin cepat dan kuat pula

tumpuan pada fase tolakan yang bertujuan menghasilkan capaian lompatan yang

tinggi. Karena daya ledak otot tungkai merupakan factor komponen fisik yang

mendukung kemampuan melompat pada nomor lompat tinggi.

Seseorang yang memiliki massa otot yang besar dan kuat belum tentu

memiliki daya ledak otot yang bagus. Otot – otot yang mempengaruhi daya ledak

otot tungkai yaitu tibialis anterior muscle, gastrocnemius,soleus muscle, extensor

extensor digitorum longus muscle,fibularis muscle. Oleh sebab itu kekuatan harus

dilatih sehingga menghasilkan daya ledak otot yang dapat diterima secara

langsung dalam cabang atletik khususnya nomor lompat tinggi.


Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa gerakan

pada saat melakukan lompatan yang maksimal adalah suatu gerakan yang

membutuhkan kecepatan dan daya ledak otot tungkai.

3. Kecepatan
Kecepatan adalah unsur kondisi fisik seseorang tentang kemampuanya

dalam berolahraga kususnya Atletik, memerlukan beberapa macam unsur

penerapan keberhasilan salah satunya kecepatan.

Harsono (2001:36) menyebutkan kemampuan untuk melakukan gerakan-

gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-

singkatnya untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang cepat.

Gambar 2.7. kecepatan


berlari

Sumber: (www.google.com)

Kecepatan berlari adalah suatu kemampuan otot untuk melakukan

pengembangan tenaga maksimum dan kontraksi maksimum dengan waktu yang

singkat untuk mengatasi beban atau tahanan sewaktu melakukan suatu aktifitas.
Kecepatan berlari terdiri dari enam kelompok otot, yaitu quadriceps

femuris group, hamstring group, gluteus maxsimus, iliopsoas and gastrocnemius.

Support muscles : biceps and abdominal

Primary muscles are the muscles most used when running, namely:

quadriceps femuris, hamstring group, gluteus maxsimus, iliopsoas and

gastrocnemius. Support muscles are muscles that help move the primary muscles,

primer: biceps and abdominal. (Abs, 2013).

Kecepatan sangat berperan ketika seseorang melakukan lompat tinggi.

Menurut para ahli kecepatan memberikan sumbangan yang besar untuk

menghasilkan lompatan yang tinggi, karena Ketika seseorang berlari dan

melompat kecepatan berfungsi untuk mengontrol tubuh agar tetap seimbang dan

juga untuk memanfaatkan kekuatan otot ke seluruh tubuh, maka semakin cepat

seseorang maka makin tinggi pula lompatannya.

Pelompat tinggi membutuhkan kerja otot hamstring, thigh,back,abs,hip

dan gluteus yang kuat untuk melompat dengan tinggi secara maksimal. Kecepatan

mampu membantu seorang pelompat tinggi untuk mengontrol tubuh agar dapat

memanfaatkan seluruh kecepatan dan mentransformasikan ke otot tungkai

sehingga tolakan lebih tinggi dan maksimal (Cole, 2003).


Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa lompat

tinggi sangat membutuhkan kecepatan yang cepat untuk menunjang pelompat agar

lompatan nya dapat lebih maksimal.

B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan penjelasan yang telah dijelaskan pada rumusan masalah dapat

disusun kerangka berpikir sebagai berikut :

1. Hubungan Daya Ledak Otot Tungkai dengan Hasil Lompat Tinggi


Pada kondisi fisik terdapat faktor yang menunjang terhadap hasil lompatan

selain kecepatan lari adalah daya ledak. Daya ledak atau power adalah salah satu

unsur yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung dan memaksimalkan

lompatan, karena dengan teknik tolakan yang benar didukung dengan daya ledak

yang kuat dan maksimal, maka tumpuan mampu menghasilkan tolakan yang kuat

dan menghasilkan lompatan yang tinggi.

Daya ledak saat melakukan tolakan pada titik tolakan akan menghasilkan

sudut tolakan yang ideal dan lutut di tekuk sekitar 130 - 160°, maka gerakan

tubuh saat melayang diudara melenting dan membentuk lintasan parabola, hal ini

memungkinkan lompatan tersebut dapat maksimal. Untuk memiliki daya ledak

yang kuat harus memiliki tubuh yang prima, kondisi fisik tersebut antara lain

kekuatan,kecepatan, daya tahan, kelentukan, daya tahan, kelentukan, kondisi

gerak,kelincahan dan struktur anatomi panjang tungkai serta titik berat badan

yang ideal bagi pelompat.

Dalam lompat tinggi diperlukan komponen fisik daya ledak dan irama yang

berimbang serta terkendali,. Sehingga tubuh mampu menggerakan rangkaian

lompat tinggi dengan tolakan yang benar, sehingga mampu melompat dengan

ketinggian lompatan yang maksimal seperti yang diinginkan. Semakin baik


daya ledak seseorang semakin baik pula lompatan yang dihasilkannya dan akan

semakin tinggi juga ketinggian yang dihasilkan.

Dari uraian dan penjelasan serta berbagai deskripsi teori para ahli tersebut,

diduga ada hubungan yang berarti antara daya ledak otot tungkai dengan hasil

lompat tinggi.

2. Hubungan kecepatan dengan Hasil Lompat tinggi


Kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang sangat penting

pada setiap cabang olahraga. Kecepatan menjadi factor yang paling penting pada

cabang olahraga atletik khususnya lompat tinggi. Kecepatan merupakan

faktor utama untuk menciptakan prestasi yang maksimal, dengan kecepatan

seorang pelompat dapat menumpu lebih keras karena sumbangan dari kecepatan

yang dimiliki.

Kecepatan berlari merupakan kemampuan otot pada bagian lengan dan juga

tungkai untuk melakukan kontraksi secara maksimal melawan tahanan atau beban

sewaktu melakukan suatu aktifitas. Apabila seolah pelompat tinggi memiliki

kecepatan berlari yang baik maka dapat memaksimalkan setiap fase pada lompat

tinggi. Karena setiap fase pada lompat tinggi kecepatan berlari berirama sangat

berperan aktif, pada saat berlari awalan , menumpu dan fase pendaratan.

Pada saat berlari awalan kecepatan berlari berkontraksi untuk

mempertahankan posisi tubuh agar tetap tegak dan mengangkat tungkai kaki agar

tetap tinggi. Kecepatan terhubung pada bagian tubuh atas dan bagian bawah yang

bertujuan untuk memindahkan kekuatan dan momentum melalui bahu,lengan

serta tubuh bagian bawah lainnya. Pada saat tolakan kecepatan berlari bekerja

agar tubuh tetap tegak dan mendorong tubuh ke atas, apabila kecepatan berlari

tidak cepat maka badan akan cenderung di tekuk dan sedikit membungkuk

momentum yang dihasilkan pada saat tolakan.


Kecepatan berlari juga membantu menjaga tubuh agar tetap seimbang pada

fase melayang di udara, terutama pada saat gaya flop. Kecepatan tungkai disini

berkontraksi untuk menarik kedua kaki dan membuangnya ke atas badan pada

saat memasuki fase mendarat. Pada fase mendarat agar tubuh tidak terjadi cedera

maka posisi punggung di jatuh kan kebelakang dan lengan di buka lebar ke

samping. Dengan pendaratan yang baik maka pelompat berkesempatan dapat

melewati mistar dengan hasil lompatan maksimal. Dari penjelasan diatas dapat

ditarik kesimpulan bahwa kecepatan berlari pada saat awalan berhubungan dengan

hasil lompat tinggi gaya flop.

3. Hubungan Kecepatan dan Daya Ledak Otot Tungkai Dengan


Hasil ompat Tinggi
Dalam hasil lompat tinggi yang telah dicapai, maka yang menentukan adalah

unsur kecepatan berlari dan daya ledak otot tungkai. Siswa melakukan lari awalan

kemudian tolakan pada titik tumpuan cek mark dengan kuat dan posisi tubuh

yang benar dan selanjutnya melayang di udara sampai fase mendarat. itu semua

adalah proses gerakan dalam lompat tinggi.

Maka faktor kondisi fisik kecepatan yang baik sangat menunjang terhadap

tolakan saat melakukan tumpuan. Daya ledak otot tungkai sangat dibutuhkan

dalam pencapaian hasil lompatan yang maksimal.


Dari uraian dan penjelasan serta berbagai deskripsi teori para ahli yang sudah

di jelaskan pada sub bab diatas, diduga ada hubungan yang berarti antara

kecepatan dan daya ledak otot tungkai dengan hasil lompat tinggi.

C. Hipotesis Penelitian
Menurut Sudjana (2005) hipotesis merupakan sebuah asumsi atau dugaan

sementara suatu hal yang di tuntut untuk melakukan pengecekan suatu penelitian.

1. Terdapat hubungan antara kecepatan dengan hasil lompat tinggi gaya

flop pada Siswa Ekstrakurikuler SMA N 2 Pandeglang.

2. Terdapat hubungan antara daya ledak otot tungkai dengan hasil

lompat tinggi gaya flop pada Siswa Ekstrakurikuler SMA N 2 Pandeglang

3. Terdapat hubungan antara kecepatan dan daya ledak otot tungkai secara

bersama – sama dengan hasil lompat tinggi gaya flop pada Siswa

Ekstrakurikuler SMA N 2 Pandeglang.


BAB Ⅲ

METODE PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan :

1. Hubungan antara kecepatan dan daya ledak otot tungkai dengan hasil

lompat tinggi gaya flop pada siswa Ekstrakurikuler Sman 2 Pandeglang

2. Hubungan antara kecepatan dengan hasil lompat tinggi gaya flop siswa

Ekstrakurikuler Sman 2 Pandeglang

3. Hubungan antara kecepatan dan daya ledak otot tungkai dengan hasil

lompat tinggi gaya flop pada siswa Ekstrakurikuler Sman 2 Pandeglang

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan di lapangan atletik

Stadion Badak, Pandeglang.

2. Waktu Penelitian

Pengambilan data ini dilaksanakan pada hari Selasa, 20 Juni 2021

C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif yang deskiptif

dengan kata lain asosiatif dengan teknik studi korelasi, yaitu melakukan suatu

penelitian untuk mendapatkan data yang diperoleh dengan mengukur dan

mencatat hasil dari pengukuran yang terdiri dari kecepatan berlari 20 meter, daya

ledak otot tungkai, dan hasil lompat tinggi gaya flop.


Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecepatan dan daya ledak otot

tungkai serta variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil lompat tinggi gaya

flop.

Gambar 3.1. Konstelasi Penelitian

X1 : Kecepatan
X2 : Daya Ledak Otot Tungkai
Y : Hasil Lompat Tinggi Gaya Flop

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah kumpulan subjek dari keseluruhan elemen yang akan

ditarik kesimpulannya (Indrawan & Yuniawati, 2016). Populasi dalam


penelitian ini adalah Siswa Ekstrakurikuler Sman 2 Pandeglang yang
berjumlah 25 orang.

2. Sampel
Sampel adalah Sebagian populasi yang diteliti. Pada penelitian ini, peneliti

mengambil sampel Siswa Ekstrakurikuler Atletik Sman 2 Pandeglang yang

diambil dari populasi dengan menggunakan Purposive sampling sebanyak 15-

20 orang.

Purposive sampling adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian

dengan beberapa pertimbangan. Adapun beberapa pertimbangan tetentu yang

bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa respentatif. Kriteria sampel

pada penelitian ini, yaitu:

1. memiliki berat badan dan tinggi badan ideal kategori normal sesuai dengan

Indeks Massa Tubuh ( BMI = Body Mass Index )

2. Masih aktif di Ekstrakurikuler Atletik

3. Siswa Masih aktif bersekolah di Sman 2 Pandeglang

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini yaitu menggunakan instrument

yang berisi alat-alat test dan indikator-indikator keterampilan. Instrumen yang

digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melakukan

pengukuran terhadap variabel-variabel yang teradapat dalam penelitian ini.

Instrument dalam penelitian ini adalah:


a. Test Daya Ledak Otot Tungkai
Tes daya ledak otot tungkai dengan tes lompat vertikal jum. Tujuan untuk
mengetahui kemampuan daya ledak otot tungkai calon atlet. (Johansyah &
Hendro, 2016).

Gambar 3.2. Vertikal Jump

Sumber: Emerson Farrugia, teleskola,mt, https://teleskola.mt/author/emerson-


farrugia-4ilearn-edu-mt/
1. Alat Peralatan
a. Dinding

b. Meteran Pengukur

c. Pengukur Jarak

d. Pencatat Skor

2. Prosedur pelaksanaan
a. Tiap testee berdiri dengan membuka kedua kaki selebar bahu

menghadap ke samping dinding kemudian testee mengukur

ketinggian awal dengan menandai serbuk kapur ke dinding

pada posisi tegak dengan meluruskan satu tangan tersebut.

b. Testee kemudian melakukan lompatan setinggi-tingginya dan menandai

lompatan dengan serbuk kapur ke dinding tersebut.

c. Setiap testee diberi kesempatan melakukan 3kali.

d. Skor di proleh dengan catatan jarak A dan titik B. dengan satuan cm.
Tabel 3.1. Format Test Vertikal Jump

NO 1 2 3 HASIL

dst

b. Test kecepatan
Test kecepatan lari 20 meter. Tujuan untuk mengetahui kemampuan kecepatan
maksimal berlari calon atlet. (Johansyah & Hendro, 2016)

1. Peralatan
a. Lintasan 20 meter

b. Stopwatch

c. Pluit/bendera

d. Pengukur waktu tempuh

e. Pencatat skor

2. Prosedur Pelaksanaan
a. Testee berdiri di belakang garis start

b. Sikap badan start melayang

c. Aba – aba “ya” testee berlari secepat-cepatnya sampai

melewati garis finish

d. Setiap testee diberi kesempatan melakukan 3kali.

e. Sekor diperoleh dengan catatan waktu yang tercepat mulai dari aba-aba
“ya” sampai finish.
NO 1 2 3 HASIL

dst

Tabel 3.2. Format Test


Kecepatan lari 20 meter.

c. Test Keterampilan Lompat Tinggi Gaya Flop


Test keterampilan lompat tinggi gaya flop diambil dari hasil lompatan

tertinggi. Ketentuan pelaksanaan tes adalah sebagai berikut:

1. Tiap testee diberi kesempatan tiga kali kesempatan melompat.

2. Urutan lompatan sesuai dengan nomor urut pada formulir absen.

3. Hasil dari ketiga lompatan dicatat dengan lengkap.

4. kemampuan yang di ambil dari hasil lompatan tertinggi.

Tabel 3.3. Hasil Tes Lompat tinggi Gaya flop

Lompatan
No Nama Hasil
1 2 3

Dst
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan

observasi lapangan dengan melakukan tes secara langsung. Untuk mendapatkan

data yang valid peneliti melakukan tes dari semua variabel yaitu tes lompat tinggi

gaya flop, tes kecepatan dan tes daya ledak otot tungkai. Dengan variabel

kecepatan melakukan sprint 20 meter sebanyak 3 kali dan daya ledak otot tungkai

dengan tes lompat vertical sebanyak 3 kali dan pengukuran lompat tinggi gaya

flop.

G. Teknis Analisis Data


Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi dan

regresi. Untuk mengolah data, diperoleh dari hasil tes kecepatan sprint 20 meter ,

dan daya ledak otot tungkai, dan hasil lompat tinggi gaya flop yang dianalisis

melalu skor hasil. Teknik analisis data menggunakan Langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Mencari Persamaan Regresi


Langkah ini dilakukan untuk memastikan bentuk hubungan variabel X

dengan variabel Y dengan bentuk persamaan sebagai berikut :

�̂ = � + �� (1)
Dimana:

�̂ = Variabel terikat yang diperoleh dari persamaan regresi

� = Konstanta regresi untuk X = 0

� = Koefisien arah regresi yang menentukan bagaimana arah regresi terletak


Koefisien arah a dan b untuk persamaan regresi di atas dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Sudjana, 1992):

( Σ Y ) ( ΣX 1 2 ) − ( Σ X 1 ) (2)

( Σ �1 � )
�= 2
��(ΣX1 ) − (ΣX1 )2
( Σ �1 � ) − ( Σ X 1 (3)
) ( ΣY)
�= 2
��(ΣX1 ) − (ΣX1 )2

2. Mencari Koefisien Korelasi


Koefisien korelasi antara variabel X dengan Y dapat dicari dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Sudjana, 1992).


( Σ �1 � ) − ( Σ �1 ) (Σ Y)
𝑟�� =
2 (4)
√[��(ΣX ) − (Σ�1 )2 ][��(ΣY 2 ) −
(ΣY)2 ] 1
3. Uji Keberartian Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi yang didapatkan dari persamaan di atas terlebih dahulu

dilakukan uji keberartian sebelum mengambil kesimpulan.

Hipotesis statistik:

��0 : 𝑟��1 < 0

��1 : 𝑟��1 > 0

��0 : 𝑟��2 < 0

��1 : 𝑟��2 > 0

Keterangan:

��0 : Tidak terdapat hubungan kecepatan dengan hasil

Lompat tinggi gaya flop

��1 : Terdapat hubungan kecepatan dengan hasil

Lompat tinggi gaya flop

��0 : Tidak terdapat hubungan daya ledak otot tungkai dengan hasil

Lompat tinggi gaya flop

��1 : Terdapat hubungan daya ledak otot tungkai dengan hasil

Lompat tinggi gaya flop


Kriteria pengujian:

Tolak ��0 jika t-hitung > t-tabel dalam hal lain ��0 diterima pada α = 0.05

Untuk keperluan uji ini dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 1992).
��√𝑛 − 2 (5)
𝑡=
√1 − �� 2

4. Mencari Koefisien Determinasi


Untuk mengetahui kontribusi variabel X Dengan Y dicari dengan jalan

mengalikan koefisien korelasi yang sudah dikuadratkan dengan 100%.

5. Persamaan Regresi Linier Ganda

variabel �1 dan �2 terhadap Y. Berikut merupakan bentuk persamaan


umum regresi linier berganda. (Sudjana, 1992).

�̂ = � + �1 �1 + �2 �2 (6)

� = �̅ − �1 �̅1̅ − �2 �̅2̅ (7)


2
( Σ X 2 ) ( Σ �1 � )2 − ( Σ2�1 �2 (8)
�1 = )( Σ �2 �2) (ΣX1 )(ΣX2 ) −
(Σ�1 �2 )
2
( Σ X 1 ) ( Σ �2 � ) − 2( Σ �12
�2 )( Σ �1 � ) (ΣX1 )(ΣX2 ) (9)
�2 = − (Σ�1 �2 )2

6. Mencari Koefisien Korelasi Ganda

(10)
��� . �21+ 𝑅 2
� .−
�22𝑅 𝑅 � . 𝑅�1 �.
���.�1�2 =
�2 �1 �2
√ 1−
���1�2

7. Uji Keberartian Korelasi Ganda


Hipotesis Statistik:

��0 : 𝑟��1 �2 < 0

��1 : 𝑟��1 �2 > 0

��1 : Koefisien korelasi ganda berarti

Kriteria Pengujian:

Tolak ��0 jika F-hitung > F-tabel dalam hal lain diterima pada α = 0.05

Rumusnya (Sudjana, 1992).


�� 2 (11)
𝐾
𝐹=
(1 − �� 2 )⁄
− −1

Dimana:

F : Uji Keberartian Regresi


R : Koefisien Korelasi Ganda

K : Jumlah Variabel Bebas

N : Jumlah Sampel
F-tabel dicari dari daftar distribusi F dengan dk sebagai pembilang adalah k dan

sebagai dk penyebut adalah n-K-1 pada α = 0.05

8. Mencari Koefisien Determinasi Ganda


Untuk mengetahui komtribusi variabel �1 dan �2 Dengan hasil Y

dicari

Dengan jalan mengalihkan koefisien korelasi ganda yang sudah di kuadratkan


dengan 100%.

9. Interpretasi Koefisien Korelasi


Untuk mengetahui tingkat hubungan dari variabel-variabel yang diteliti,

maka dapat menggunakan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut (Safrit &

Wood, 1995):

0.80 - 1.00 = Sangat Kuat

0.60 - 0.79 = Kuat

0.40 - 0.59 = Sedang

0.20 - 0.39 = Rendah

0.00 - 0.19 = Tidak ada Hubungan

36

You might also like