Siti Nur Azizah (2020)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

ISSN : 2089-1431 (print) ISSN : 2598-4047 (online)

PAUDIA
Volume 9, No. 1, Juli 2020, pp. 57-71
DOI: https://doi.org/10.26877/paudia.v9i1.5745

Analisis Metaphorming Melalui Media Loose Parts Pada Anak Usia Dini
Kelompok B Paud Unggulan Taman Belia Candi Semarang

Siti Nur Azizah1, Muniroh Munawar2 , Anita Chandra DS3


1
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Semarang
²Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Semarang
3
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Semarang
[email protected] [email protected] [email protected]

Abstract
This research was carried out on the basis of improving creative thinking or metaphorming in early childhood
in the Buncis TK B PAUD Unggulan Taman Belia Candi Semarang group through loose parts media. This
research is a qualitative study, with data collection techniques sourced from observations, interviews,
documentation, and data triangulation. The purpose of this study is to describe and analyze metaphorming
through loose parts media in early childhood. The results of the study concluded that the metaphorming strategy
has largely been carried out a learning process that has contained the stages of metaphorming. Besides that,
metaphorming and loose parts media are interrelated in increasing children's creativity. The use of loose parts
media supports several stages of metaphorming in classroom learning. The following stages of metaphorming
applied to learning have been reached, including: 1) Connection was found when discussing themes by digging
up as much information as possible; 2) Discovery (Discovery) occurs when children begin to design ideas or
ideas that will be poured through loose parts media and choose play activities according to children's interests;
3) Creation is found when children play loose parts media so that children can create and develop ideas and
ideas according to the themes that have been discussed; 4) Application (Application) occurs when the child tells
the work that has been made through loose parts media that is applied to life, this shows the child can make
connections word for word to describe his idea.

Keywords: Metaphorming, Media Loose Parts, Early Childhood

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan atas dasar untuk meningkatkan cara berpikir kreatif atau metaphorming pada anak
usia dini kelompok Buncis TK B PAUD Unggulan Taman Belia Candi Semarang melalui media loose parts.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data bersumber dari observasi,
wawancara, dokumentasi, dan triangulasi data. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis
metaphorming melalui media loose parts pada anak usia dini. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa
strategi metaphorming sebagian besar telah dilaksanakan proses pembelajaran yang telah memuat tahap-tahap
metaphorming. Selain itu metaphorming dan media loose parts saling berkaitan dalam meningkatkan
kreativitas anak. Penggunaan media loose parts mendukung beberapa tahap-tahap metaphorming pada
pembelajaran di kelas. Berikut tahapan metaphorming yang diterapkan pada pembelajaran telah tercapai,
meliputi: 1) Koneksi (Connection) ditemukan ketika pembahasan tema dengan menggali informasi sebanyak-
banyaknya; 2) Penemuan (Discovery) terjadi ketika anak mulai merancang ide atau gagasan yang akan
dituangkan melalui media loose parts dan memilih kegiatan main sesuai minat anak; 3) Penciptaan (Invention)
dijumpai ketika anak bermain media loose parts sehingga anak dapat menciptakan dan mengembangkan ide
maupun gagasan sesuai tema yang telah dibahas; 4) Aplikasi (Aplication) terjadi ketika anak menceritakan
karya yang telah dibuat melalui media loose parts yang diterapkan pada kehidupan, hal ini menunjukkan anak
dapat membuat koneksi kata per kata untuk menggambarkan idenya.

Kata Kunci : Metaphorming, Media loose Parts, Anak Usia Dini

57
58 PAUDIA, Volume 9, No. 1, Juli 2020, hal. 57-71

History
Received 2020-03-09 , Revised 2020-03-11, Accepted 2020-06-15

PENDAHULUAN

Indonesia sedang membutuhkan manusia-manusia kreatif yang mampu mengembangkan


bangsa ke arah lebih maju. Data aktual dari Richard Florida, dkk (2015:57) pada The Global
Creativity Index 2015 dimana tingkat kreativitas bangsa Indonesia berada pada urutan ke 115 dari 139
negara, dengan indeks kreativitas pada 0.205. Hal ini membuktikan bahwa kreativitas anak-anak
Indonesia perlu ditingkatkan, salah satu hal yang mendukung peningkatan kreativitas anak yakni
melalui pendidikan yang berkualitas.

Berdasarkan Undang-Undang No.20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional


bahwasanya pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik semaksimal
mugkin sehingga mereka mampu menjadi pribadi yang religius dan berintelektual.
Penyelanggaraan pendidikan untuk memulai meningkatkan kreativitas dimulai pendidikan
anak usia dini. Mengacu pada Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini Bab I Pasal I Nomor 10 menyatakan Pendidikan Anak Usia Dini adalah
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 (enam) tahun yang dilakukan
melalui pemberian rancangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Anak usia dini merupakan usia yang tepat dalam membekali dan menggali pemikiran-
pemikiran kreatif sebagai dasar cara berpikir. Menurut Mashar (2011) dalam Widiasari, Susiati, dan
Saputra (2016:61) menerangkan bahwa anak usia dini berada pada fase golden age. Pada fase ini anak
usia dini berada pada masa perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai aspek. Anak usia dini
memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan beradaptasi terhadap segala
permasalahan yang dialami. Oleh sebab itu, pada fase ini anak usia dini perlu difasilitasi dan
dilakukan stimulasi secara optimal agar kemampuan yang mereka miliki berkembang dengan pesat.

Stimulasi yang tepat untuk mengoptimalkan potensi kreativitasnya yaitu dengan menggali dan
membiasakan cara berpikir yang lebih luas dan mendalam. Hal ini perlu didukung oleh pendidik yang
berpikir produktif melalui penyajian pertanyaan terbuka untuk memecahkan suatu masalah, sehingga
anak akan memikirkan cara-cara bagaimana cara efektif dalam menyelesaikan masalah. Maka, untuk
mendukung hal tersebut diperlukan strategi dalam proses pembelajaran.
Judul Artikel Analisis Metaphorming Melalui Media Loose Parts Pada Anak Usia Dini Kelompok B Paud Unggulan Taman
Belia Candi Semarang

Siti Nur Azizah1, Muniroh Munawar2 , dan Anita Chandra DS3


59

Hadijah, (2017:25) menyatakan bahwa metaphorming adalah cara berpikir dengan sudut
pandang yang baru, artinya berpikir yang lebih kreatif dalam menciptakan ide atau gagasan baru untuk
memecahkan suatu masalah. Diharapkan strategi metaphorming membuat anak mampu
mengembangkan potensi, memiliki minat yang kuat, rasa ingin tahu yang tinggi sehingga dapat
memunculkan pemikiran kreativitas anak melalui daya pikir (kognitif) secara optimal.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di PAUD Unggulan Taman Belia Candi Semarang pada
kelompok B usia 5-6 tahun kreativitas anak-anak belum sepenuhya optimal. Hal ini dibuktikan
terdapat 7 dari 8 murid kelompok Buncis TK B yang senang bertanya, eksploratif, mempunyai rasa
ingin tahu yang besar, imajinatif, senang mengemukakan pendapatnya, suka bercerita tentang bab
pengalaman dan memiliki ide yang luar biasa namun beberapa hal itu tak selalu terjadi dan masih
diperlukan stimulus guru.
Hal tersebut dikarenakan pada saat pijakan sebelum main guru melakukan rangsangan tahapan
berpikir Connection dengan cara melibatkan anak-anak melalui tanya jawab secara langsung
menggunakan pertanyaan terbuka. Guru mengajak anak berdiskusi tentang tema yang diangkat pada
hari tersebut. Sehingga pertanyaan-pertanyaan anak bermuculan dilontarkan pada guru.
Pijakan sebelum main juga diisi dengan guru bercerita yang berkaitan dengan tema, anak-anak
mengajukan pertanyaan untuk mencari tahu sebuah alasan dalam cerita tersebut, selain itu anak
menduga (hipotesa) akan terjadinya sesuatu dengan menghubungkan sebab akibat dalam cerita atau
ketika berdiskusi dengan guru. Selanjutnya guru menyediakan permasalahan dan memberikan
kesempatan pada anak untuk memecahkan masalahnya, beberapa anak menyumbangkan ide untuk
memcahkan masalah yang disajikan, dari anak satu dan anak lainnya mempunyai ide yang beragam.
Persiapan guru sebelum pembelajaran dimulai, telah menyiapkan media pembelajaran yang
disesuaikan dengan tema hari itu agar anak dapat melaksanakan tahap discovery sesuai minat yang
diinginkan. Salah satu cara untuk meningkatkan strategi metaphorming pada anak adalah penggunaan
media loose parts (bahan lepas, terbuka, dapat dipisah dan disatukan kembali berupa bahan alam
maupun sintetis). Hal ini berguna untuk mengoptimalkan setiap tahap-tahap metaphorming yang
dilalui anak sehingga anak mampu meningkatkan beragam cara berpikir kreatif melalui kegiatan
bermain kreatif dengan menggunakan media loose parts.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diidentifikasi antara lain:
1) strategi metaphorming dalam proses pembelajaran 2) penerapan media loose parts Sunito,dkk
(2013:60) Metaphorming merupakan aktivitas yang merujuk kepada kegiatan mengubah sesuatu dari
keadaan materi dan makna yang satu ke keadaan yang lain. Menurut asal katanya, metaphorming
berasal dari kata meta yang bermakna transcending melampaui dunia nyata, dan kata phora yang
60 PAUDIA, Volume 9, No. 1, Juli 2020, hal. 57-71

terkait dengan transfer. Metaphorming dimulai dengan memindahkan arti dan asosiasi baru dari satu
objek atau gagasan ke objek atau gagasan lain.

Sedangkan menurut Park Jee-Da (2011:320) Metaphorming adalah cara kreatif yang kuat,
membawa inspirasi baru dan energi kreatif kepada manusia sambil memberikan 'ide-ide baru' dan
'perspektif baru'. Setiawan (2016:210) yang menggunakan istilah metaforis (metaphorical thinking)
adalah aktivitas mental dengan menggunakan metafora-metafora yang sesuai dengan situasi yang
dihadapi. Metafora adalah suatu ide untuk mengaitkan masalah yang dihadapi dengan pengalaman
sehari-hari dan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metaphoming adalah cara
berpikir atau aktivitas mental yang dilakukan melalui memindahkan maupun menghubungkan ide,
perspektif baru dan gagasan baru dengan pengalaman sebelumnya untuk memecahkan masalah
sehingga menghasilkan energi kreatif yang dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Metaphorming dapat direalisasikan dengan cara berpikir dengan menghubungkan antara pengetahuan
yang telah didapat anak dengan pengetahuan yang baru didapat anak, hal ini merupakan cara berpikir
yang akan memuncukan ide atau gagasan untuk memecahkan masalah yang dihadapi anak.

Ahli dari program Art Science sebagai penggagas metaphorming Tood Lael Siler, (2015:420)
mengungkapkan bahwa terdapat proses empat langkah metaphorming yang digunakan untuk
membuat, mengeksplorasi, memahami dan menerapkan model simbolik. Proses ini melibatkan
beberapa langkah yaitu langkah 1: membuat koneksi antara berbagai sesuatu yang tampaknya tidak
terkait kemudian dikaitkan; langkah 2: menemukan dan menjelajahi arti dan implikasi dari koneksi
tersebut melalui penyelidikan yang kreatif; langkah 3: menciptakan dan berinovasi, berdasarkan pada
penemuan yang telah dilakukan pada langkah 2 dengan eksplorasi; dan langkah 4: menerapkan
penemuan pada langkah 3 atau inovasi dengan hasil nyata. Selanjutnya Siler (2003) dalam Sunito,
dkk (2013:61) empat langkah yang harus ditempuh dalam metaphorming diatas disebut sebagai
koneksi (connection), penemuan (discovery), penciptaan (invention), dan aplikasi (application).

Adapun langkah-langkah metaphorming adalah sebagai berikut: (1) Koneksi adalah suatu
kegiatan menghubungkan dua atau lebih hal, seperti menghubungkan pengetahuan yang baru didapat
dengan pengetahuan sebelumnya (pengalaman), kemudian mengaitkan beberapa hal yang tampaknya
tidak terkait menjadi suatu hal yang saling berkaitan. (2) Penemuan adalah suatu kegiatan pengamatan
dengan cara menyelidiki, menggali, menjelajahi untuk mengoptimalkan penggunaan lima panca indra
kemudian dengan menganilisis intensif untuk memperoleh informasi yang diintegrasikan dengan
pengalaman sebelumnya. (3) Penciptaan merupakan suatu karya yang dihasilkan dari pemrosesan ide
dan informasi yang telah diidentifikasi dan disimpulkan. (4) Aplikasi merupakan suatu aktivitas
penerapan suatu karya yang telah diasosiasikan dan dipelajari sebelumnya melalui pemikiran abstrak
Judul Artikel Analisis Metaphorming Melalui Media Loose Parts Pada Anak Usia Dini Kelompok B Paud Unggulan Taman
Belia Candi Semarang

Siti Nur Azizah1, Muniroh Munawar2 , dan Anita Chandra DS3


61

untuk diaplikasikan dikehidupan nyata. Beberapa tahap-tahap tersebut harus dilalui secara berurutan
oleh anak agar cara berpikir kreatif anak dapat tercapai dan terasah melalui tahap-tahap metaphorming
tersebut.

Selanjutnya metaphorming diterapkan melalui kegiatan main yang didalamnya terdapat media
loose parts. Baharun (2016:234) menyatakan bahwa media merupakan alat untuk menyampaikan
pesan dalam proses pembelajaran yang berupa materi ajar dan yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan Nicholson, (1972:6) dalam Gibson, Cornell dan Gill (2017:296) loose parts adalah bahan
dan peralatan yang dapat dipindahkan ke ruang bermain anak-anak yang akan memberikan
kesempatan pada anak untuk terlibat dalam permainan sesuai minatnya dan mendapatkan arahan dari
guru maupun tidak.

Sedangkan menurut Lisa Daly dan Miriam Beloglovsky (2014:3) pada pertemuan melalui
oxfordshire play association loose parts adalah suatu benda atau materi yang masih bisa digunakan
dan ditemukan anak-anak, benda atau materi tersebut dapat digerakkan, dimanipulasi, diolah dan
dirubah ketika anak bermain.

Nicholson (1971) dalam Haughey dan Hill, (2017:8) tujuh jenis loose parts antara lain benda
berbasis alam, kayu dan bambu, plastik, metal atau logam, keramik atau kaca, kain atau pita, dan
bahan kemasan.Media loose parts bagus untuk perkembangan dan pembelajaran anak-anak. Sehingga
media loose parts adalah suatu alat bantu yang berfungsi sebagai perantara untuk menyampaikan
informasi melalui benda, materi atau bahan yang ada disekitar anak yang sudah tak terpakai dan masih
bisa digunakan untuk bermain sehingga anak-anak dapat memanipulasi, membangun, menciptakan,
memodifikasi, mengolah, merubah sesuai minat anak. Hal ini membuat anak menjadi lebih kreatif dan
memberikan kesempatan pada anak untuk bereksperimen sesuai keinginannya.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kulitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Penelitian akan dilakukan di
PAUD Unggulan Taman Belia Candi Semarang pada kelompok B (Buncis) tahun ajaran 2019/2020.
Selain itu, penelitian dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber data dan mengkaji serta
mengumpulkan kajian pustaka. Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik
kajian. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2019. Metode
pengumpulan data (1) observasi , (2) dokumentasi, (3)wawancara.
62 PAUDIA, Volume 9, No. 1, Juli 2020, hal. 57-71

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian terbagi menjadi 2 bagian utama yang terbagi menjadi beberapa pembahasan
yaitu: 1) Strategi Metaphorming dalam Proses Pembelajaran, 2) Penerapan Media Loose Parts.

Strategi Metaphorming dalam Proses Pembelajaran

Metaphorming merupakan bagian dari STEAM (Strategy, Technology, Engineering, Art and
Match) yaitu sebuah strategi berpikir kreatif secara mendalam. Strategi metaphorming terlihat ketika
guru menstimulasi anak untuk berperan aktif dalam pembelajaran, mengajak anak mengingat
pengalaman sebelumnya (berasal dari apa yang anak baca, melihat, ataupun merasakan sendiri) dan
menghubungkan pengetahuan lama (pengalaman) dan pengetahuan yang baru didapat sesuai tema,
memberikan anak pertanyaan terbuka sehingga anak berpikir dengan mengaitkan sesuatu yang
tampaknya tidak terkait menjadi hal yang berkaitan. Hal tersebut telah terlihat ketika proses
pembelajaran di PAUD Unggulan Taman Belia Candi Semarang.

Sejalan dengan .Nurlela, (2015:116) mengungkapkan bahwa metaphorming dimulai dengan


pindah ke makna baru dan menghubungkan beberapa ide menjadi ide baru. bisa dibilang
metaphorming adalah pemikiran yang mendalam dan kreatif. Semacam ini berpikir memiliki tujuan
nyata dan bermanfaat yaitu menggunakan seluruh kekuatan dari upaya semua organ tubuh kita untuk
menjadi entitas yang mengarahkan kita ke arah pemikiran esensial. Ini adalah jenis pemikiran yang
akan menghasilkan akselerasi siswa dalam berpikir, kreativitas, menemukan yang baru hal, dan
menghubungkan semua hal yang ternyata tidak terkait menjadi terjalin dan akhirnya mengarah ke
resolusi masalah. Pembelajaran ini akan meningkatkan dan memperkaya pengalaman belajar dan
meningkatkan komunikasi antara guru-murid, guru-guru, guru-kepala sekolah, dan kepala sekolah-
siswa.

Selain itu berdasarkan kesimpulan wawancara dan pengamatan peneliti, ditemukan bahwa
proses berpikir kreatif dan pengembangan ide-ide anak dapat digali dan ditingkatkan dengan beberapa
cara, antara lain yaitu:

1. Guru melakukan pendekatan individual,


2. Memberikan invitasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka
3. Memprovokasi dan menginterpretasikan fenomena agar anak lebih tertantang untuk
mengembangkan konsep,
4. Guru memberikan kesempatan pada anak untuk mempercayai tanpa banyak mengontrol,
5. Anak-anak nyaman dan terbiasa menceritakan imajinasinya kepada guru,
6. Guru harus mengajak anak berpikir dan praktek langsung menggunakan media yang membuat
anak jadi terantang,
Judul Artikel Analisis Metaphorming Melalui Media Loose Parts Pada Anak Usia Dini Kelompok B Paud Unggulan Taman
Belia Candi Semarang

Siti Nur Azizah1, Muniroh Munawar2 , dan Anita Chandra DS3


63

7. Guru memberikan arahan bahwa semua hal bisa dicoba dan tidak ada hal yang salah Memberikan
apersepsi sehingga anak dapat tertarik dulu dan ingin tahu tentang kegiatan hari itu,
8. Membiasakan anak sebelum dimulai proses pembelajaran untuk memperoleh kesempatan
membaca buku, mengamati lalu menggambar buku tersebut dalam kertas.
Hal tersebut sangat penting dan perlu diterapkan ditiap-tiap sekolah, agar anak dapat berpikir
kreatif. Munandar (1990) dalam Handayanto, Miyono dan Tsalatsa (2018) menyampaikan alasan
pentingnya berpikir kreatif sebagai berikut : Pertama, dengan berkreasi orang dapat mewujudkan
dirinya. Perwujudan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok manusia; Kedua, pemikiran kreatif
perlu dilatih karena membuat anak lancar dan luwes (fleksibel) dalam berpikir, mampu melihat suatu
masalah dari berbagai sudut pandang, dan mampu melahirkan banyak gagasan; Ketiga, bersibuk diri
secara kreatif memberikan manfaat dan kepuasan kepada individu. Keempat, berpikir kreatif
memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Tahapan metaphorming pada proses pembelajaran di PAUD Unggulan Taman Belia Candi
Semarang sebagian besar telah diterapkan, hal ini dibuktikan dengan proses connecting (koneksi)
yang dilakukan anak-anak ketika pijakan sebelum main, dalam tahap ini anak-anak terlihat aktif
bertanya karena penasaran atau ingin tahu, menjawab pertanyaan-pertanyaan terbuka yang telah
diajukan oleh guru, selain itu nampak anak seringkali mengutarakan pendapatnya, mengklarifikasi
informasi yang telah didapat dengan guru, menghubungkan materi yang dibahas dengan pengalaman
yang telah dilalui anak sebelumnya, dan anak mencoba mengaitkan sesuatu hal yang nampaknya
belum terkait menjadi suatu ilmu yang yang saling berkaitan. Hal-hal tersebut terjadi karena guru
terus menstimulasi anak, membuat anak penasaran dan membekali anak tentang bagaimana harus
belajar sehingga dapat memecahkan masalah melalui inisiatif anak.

Pemikiran kreatif dapat bermanfaat bagi anak yang akan membantu anak untuk berhasil dalam situasi
baru dan menemukan cara baru untuk menyelesaikannyamasalah, dengan kata lain berpikir kreatif
berperan sebagai bekal keterampilan dalam hidup. Sebagai pendidiksecara eksplisit harus
menumbuhkan dan mengajarkan kreativitas dalam kurikulum pendidikan. (Newton, (2012) dalam
Oncu (2016:518).
Dikuatkan dengan pendapat B.J. Habibie dalam Sunito, dkk (2013) Metaphorming adalah
suatu cara untuk mengembangkan suatu sistem berpikir kreatif (Creative Open system, COS), sebuah
cara berpikir orang-orang jenius yang sangat mungkin ditularkan kepada setiap siswa. Langkah ini
dianggap terobosan strategis, karena membekali siswa dengan how to learn, hal yang lebih penting
dibandingkan hanya membekali mereka dengan mata pelajaran yang tertera disekolah. Melatih siswa
untuk berpikir kreatif yang menjadi bagian dari pendekatan metaphormingmerupakan landasan dalam
melakukan inovasi dan kreasi.
64 PAUDIA, Volume 9, No. 1, Juli 2020, hal. 57-71

Discovery (penemuan) ditemukan ketika anak-anak mulai berkeliling mengamati benda-


benda loose parts, kemudian anak diberi kesempatan untuk memilih kegiatan main yang telah
disediakan dengan kalimat invitasi. Sehingga anak dapat memikirkan ide maupun gagasan yang akan
diciptakan melalui media loose parts yang sebelumnya anak memilih partner (pasangan main).
Setalah itu anak-anak dapat menyusun strategi dengan berbagai cara untuk menciptakan karya sesuai
kalimat invitasi yang tersedia. Berdasarkan pengamatan peneliti terdapat 7 anak dan 1 anak
autisme ringan yang bermain loose parts sesuai pasangan yang dipilih anak-anak sendiri. Media loose
parts yang disediakan guru membuat anak leluasa untuk memproyeksikan ide maupun gagasannya
melalui pengalaman yang telah didapat sebelumnya dengan informasi yang diterima anak ketika
pembahasan tema. Maka dengan hal tersebut membuat anak dapat memaksimalkan kelima panca
indranya ketika bermain.

Hal ini selajalan dengan pandangan Bakri Anwar, (2019:82) bahwa suatu penemuan
(discovery) melibatkan pengamatan dan pengalaman. Sehingga lima pancaindra akan dapat
mengarahkan seseorang untuk menemukan sesuatu. Lima panca indra tersebut antara lain mengamati,
mendengarkan, merasakan, dan indra penciuman. Dalam suatu pembelajaran guru dapat
menggambarkan pembahasan tema akan diarahkan pada tujuan yang akan dicapai setelah proses
koneksi serta mengarahkan siswa untuk berpikir dan memiliki pengalaman yang bermanfaat untuk
dirinya.

Tahapan selanjutnya penciptaan (invention) ditemukan ketika anak menuangkan ide atau
gagasan melalui karya yang diciptakan. Anak bersama pasangan main membuat suatu hasil karya
dengan media loose parts yang telah dipilih, dengan berbagai strategi anak menciptakan karya melalui
pemikiran-pemikiran dan inisiatif anak-anak. Selain itu anak-anak nampak berdiskusi dengan
pasangan mainnya dan saling bekerja sama dalam menyelesaikan suatu proyek. Proses penciptaan
menunjukkan bagaimana anak merancang sesuatu dengan ide-ide kreatifnya sehingga dapat
menghasilkan karya sesuai tema hari itu.

Sejalan dengan hal tersebut menurut Saefudin dalam Windania dan Flora Siagian, (2016:2)
dalam berpikir kreatif, seseorang melalui tahapan mensintesis ide-ide, membangun ide-ide,
merencanakan penerapan ide-ide, dan menerapkan ide-ide tersebut sehingga menghasilkan sesuatu
produk yang baru.

Akhir dari tahap metaphorming adalah aplikasi ditemukan ketika anak mampu melakukan
tanya jawab membahas karya yang diciptakannya dengan guru, anak mampu menuangkan hasil karya
melalui pendapat anak atau gambardan menceritakan karya yang telah dibuat. Selain itu anak
membuat koneksi kata per kata atau menyimpulkan karyanya dengan menyebutkan kegunaan karya
dalam kehidupan sehari-hari. Proses penciptaan dan aplikasi lekat dengan pendekatan saintifik yang
Judul Artikel Analisis Metaphorming Melalui Media Loose Parts Pada Anak Usia Dini Kelompok B Paud Unggulan Taman
Belia Candi Semarang

Siti Nur Azizah1, Muniroh Munawar2 , dan Anita Chandra DS3


65

diterapkan di PAUD Unggulan Taman Belia Candi Semarang. Hal tersebut dibuktikan dengan
diterapkannya stimulasi guru ketika proses pembelajaran sampai selesai.

Metaphorming sangat mendukung pemikiran kreatif. Berpikir kreatif adalah aktivitas mental
yang kompleks, yang membutuhkan pencarian solusi atau alternatif untuk mencapai karya baru,
mengatasi stereotip pola-pola yang biasa digunakan, dan untuk mengubah ide dalam beberapa cara
dan memperkaya dengan tambahan informasi mendalam. (Mahasneh, 2018:207).
Peneliti menyimpulkan bahwa strategi metaphorming dalam proses pembelajaran sebagian
besar telah diterapkan, hal ini dibuktikan dengan tercapainya tahap-tahap metaphorming serta
pemikiran kreatif anak-anak telah terlihat oleh pengamatan peneliti di kelompok B PAUD Ungulan
Taman Belia Candi Semarang. Seperti yang dikemukakan oleh Lihong Li (2019:759) Taman kanak-
kanak adalah pembawa utama bagi anak-anak untuk melakukan berbagai kegiatan, tetapi pendidik
harus melihat bahwa kecilnya taman kanak-kanak dan kurangnya sumber daya karakteristik akan
membatasi perkembangan banyak kegiatan yang khas. Memperhatikan perasaan batin anak-anak dan
memberikan permainan penuh pada fungsi lingkungan dapat mendorong pertumbuhan anak-anak. Hal
ini berpengaruh pada akumulasi pengetahuan dan pengalaman sosial, kreasi anak-anak tidak lagi
berpusat pada nilai-nilai pribadi, tetapi secara bertahap terkait dengan kehidupan sosial.
Berbagai ide-ide pemikiran kreatif anak-anak telah distimulasi oleh guru melalui penyajian
media dan diskusi tentang penggalian informasi dan pengalaman anak. Gregory et al, (2013) dalam
Oncu (2016:517) Pemikiran kreatif dan pemecahan masalah dapat dibangun instruksi dalam berbagai
hal hal dan kemampuan kreatif telah dilakukan dipandang penting untuk kesuksesan masa depan
siswa.

Pemikiran kreatif merupakan tahapan berpikir tertinggi diantara yang lain dari teori Taxonomi
Bloom oleh Dr. Benjamin Bloom pada tahun 1956. Berikut tahapan kognisi dalam proses pendidikan.
Enam kategori utama proses kognitif, yaitu 1) remembering, 2) understanding, 3) applying, 4)
analyzing, 5) evaluating and 6) creating (Krathwohl, 2002) dalam. Wei et al (2019:3832).

Penerapan cara-cara berpikir kreatif anak atau strategi metaphorming dalam proses
pembelajaran perlu dikembangkan dan digali dengan memunculkan berbagai ide-ide, pemecahan
masalah yang dijumpai anak-anak yang distimulasi melalui penyajian media dan diskusi tentang
penggalian informasi dan pengalaman anak. Hal ini berguna untuk bekal anak dalam menjalani
tantangan masa depan.

Pratt (2014) dalam Kiewra dan Veselack, (2016:70) memberikan pernyataan bahwa
kreativitas memainkan peran penting tidak hanya di lingkup sekolah, tetapi di luar lingkungan
sekolah. Selanjutnya, pemecahan masalah yang kreatif mendorong pertumbuhan ekonomi dan solusi
66 PAUDIA, Volume 9, No. 1, Juli 2020, hal. 57-71

dalam faktor-faktor tantangan sosial. Intinya, kreativitas dapat memaksimalkan potensi manusia,
manusia rasa kesejahteraan, dan perubahan sosial yang positif. Kreativitas dapat menjadi motivasi
untuk belajar dan mengembangkan keterampilan, hal itu memungkinkan manusia untuk melakukan
apa yang ingin di lakukan.

Penerapan Media Loose Parts


Media loose parts diterapkan dengan landasan pembelajaran berbasis didukung dengan
STEAM (Strategy, Technology, Engineering, Art and Match), hal ini telah diterapkan dalam kegiatan
main kelompok Buncis TK B PAUD Unggulan Taman Belia Semarang. Sejalan dengan hal tersebut,
menurut Munawar, Roshayanti dan Sugiyanti (2019: 283) material atau media yang digunakan dalam
implementasi STEAM di PAUD adalah loose parts. Loose parts merupakan alat permainan edukatif
disekitar anak yang berupa bahanbahan terbuka, dapat terpisah, disatukan kembali, digunakan sendiri
ataupun digabungkan dengan bahanbahan lain. Dapat berupa benda alam (kayu, ranting, dsb) ataupun
bahan daur ulang (plastik, kertas, dsb).

Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan penerapan loose parts di PAUD Unggulan Taman
belia Semarang mempunyai beberapa hal yang mendasar yang perlu diterapkan dalam suatu media
pembelajaran yaitu:
1. Kaya dengan nutrisi sensorial;
2. Dapat digunakan sesuai pilihan anak;
3. Dapat diadaptasi dan dimanipulasi dengan banyak cara;
4. Mendorong kreativitas dan imajinasi;
5. Mengembangkan lebih banyak ketrampilan dibandingkan APE pabrik;
6. Dapat dikombinasikan dengan bahan lain;
7. Mendorong pembelajaran terbuka; dan
8. Mengembangkan 6 aspek perkembangkan anak.
Penggunaan media loose parts yang diterapkan PAUD Unggulan Taman Belia Candi
Semarang menimbulkan reaksi pada anak diantaranya yaitu anak merasa lebih antusias dalam
bermain, anak senang dengan settingan loose parts yang berantakan namun indah karena loose parts
mempunyai beberapa unsur dengan lebih banyak jumlah, jenis dan bentuknya, anak sering bertanya
pada guru karena tertarik dan penasaran dengan settingan dalam kegiatan main yang disajikan, anak
terlihat lebih gigih untuk menyelesaikan tujuan dari ide atau gagasannya ketika bermain loose parts.
Beberapa hal tersebut diterapkan untuk mengembangkan ide dan gagasan sehingga dapat
meningkatkan pemikiran kreativitas anak.

Sejalan dengan hal tersebut Änggård, (2011) dalam Flannigan dan Dietze (2017: 54) loose
parts memberi anak kebebasan untuk berkembang pengalaman bermain mereka berdasarkan ide dan
tujuan anak, dengan permainan yang telah ditentukan sebelumnya oleh materi loose parts. Dikuatkan
Judul Artikel Analisis Metaphorming Melalui Media Loose Parts Pada Anak Usia Dini Kelompok B Paud Unggulan Taman
Belia Candi Semarang

Siti Nur Azizah1, Muniroh Munawar2 , dan Anita Chandra DS3


67

oleh Gibson (1977) dalam Flannigan dan Dietze (2017: 54) mengungkapkan bahwa materi-materi
loose parts tidak menentukan jenis permainan yang dilakukan anak-anak. Anak-anak membuat
episode bermain berdasarkan pengalaman masa lalu, keingintahuan, kreativitas, dan ide-ide baru.

Berdasarkan pengamatan peneliti, loose parts disetting dalam beberapa sentra diantaranya
sentra imtaq, sentra balok, sentra persiapan, sentra seni dan budaya, sentra peran. Ditemukan bermain
loose parts saat proses pembelajaran anak-anak nampak bermain peran di sentra imtaq sesuai tema
hari itu. Selain itu saat disentra balok anak-anak nampak bermain konstruktif, sedangkan di sentra
persiapan dan sentra seni dan budaya anak membuat karya. Selain itu berdasarkan informasi dari
narasumber menerangkan bermain peran dan bermain konstruktif dapat ditemukan di sentra selain
sentra balok dan sentra peran, hal tersebut tidak ditentukan dengan jadwal sentra hari itu. Sehingga
anak dapat mengkreasikan sesuatu sesuai pemikiran ide yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bermain peran, bermain konstruktif bisa ditemukan di sentra mana
saja sesuai ide dan tujuan yang dikembangkan anak.

Umek dan Musek, (2001) dalam Ryan, et al (2012:4) permainan dramatis maupun
permainan konstruktif yang dihasilkan dari penggunaan loose partsdianggap perilaku bermain tingkat
tinggi. Keduanya dapat meningkatkan fungsi kognitif umum dan keberhasilan aspek bahasa untuk
prestasi didunia pendidikan.
Richmond School District (2015) dalam Gençer dan Avci, (2017:13) Penggunaan loose
parts dalam program pendidikan sangat berhubungan dengan matematika, sains, teknologi, geografi,
dan fisika. Sehinga anak-anak dapat mengembangkan konsep bentuk, ruang, dan ukuran.
Berdasarkan pengamatan dalam settingan loose parts terdapat kalimat invitasi (kalimat
pertanyaan terbuka) disetiap kegiatan main. Hal tersebut bertujuan untuk menarik perhatian anak,
memberikan tantangan pada anak, dan menggali ide-ide anak ketika bermain loose parts. Setelah itu
guru memberikan provokasi ketika anak sedang bermain loose parts, dengan provokasi anak-anak
menjadi termotivasi, tertantang untuk lebih mencari cara dalam menyelesaikan permasalahan yang
ditemui ketika bermain loose parts. Sehingga kreativitas anak semakin terasah, karena anak dapat
mengekplor, berkreasi dengan bahan- bahan yang dipilih sesuai minat dan ide anak.

Menurut Natalie Houser, et al (2019:3) loose parts memberikan kesempatan bagi anak-anak
untuk meningkatkan kreativitas, perilaku kolaboratif mereka, dan fungsi kognitif. Pertimbangan
penting dalam loose parts adalah bahan terbuka, tidak terstruktur, dan anak-anak dapat memilih
menggunakan bahan-bahan dengan bebas. Bermain loose parts bersifat eksploratori dan sifat terbuka,
selain itu dapat mempengaruhi aspek dasar yang terkait dengan literasi fisik, termasuk kompetensi
gerakan, kepercayaan diri dan motivasi, dan perilaku sehari-hari.
68 PAUDIA, Volume 9, No. 1, Juli 2020, hal. 57-71

Benda-benda loose parts berasal dari lingkungan sekitar anak-anak. lingkungan bagi anak-
anak yang mengandung banyak pilihan untuk bermain dan akan terlihat berbeda di setiap penataan
kegiatan main. Penataan ruang bermain harus merujuk dengan tujuan perkembangan anak dan
pengalaman yang diperlukan bagi anak-anak(McConaghy, (2008a) dalam Ward 2018:39).

Menurut Kiewra dan Veselack (2016) dalam Gull, et al (2019:49) loose parts dari bahan
alami jelas lebih disukai dalam beberapa penataan kegiatan main. Seperti tongkat, kayu, dan pasir
yang dapat dibentuk kembalimenjadi apapun sesuai yang diinginkan seorang anak. Peneliti lain juga
memberikan contoh aspek alam yang berubah dan tidak dapat diprediksi yang memungkinkan anak
mendapatkan pengalaman berbeda dengan menyatakan, “Unsur ketidakpastian ini membawa peluang
bagi anak-anak untuk terlibat dalam pemecahan masalah, kecerdikan, dan berpikir fleksibel. Hal ini
berarti dengan loose parts anak dapat membuat karya apa saja hingga karya tak terduga.

Loose parts dapat menarik perhatian dan menghipnotis anak untuk segera menyentuh,
menumpuk, membawa atau mengumpulkan. Pengalaman bermain dengan loose parts memberikan
cara yang mendalam namun menyenangkan untuk anak-anak dalam membentuk asosiasi antara
belajar dan kesenangan.(Sutton, 2011:409)

Berdasarkan pengamatan peneliti penggunaan loose parts membuat anak antusias dan tertarik
untuk bermain. Hal ini disebabkan penataan kegiatan main dibedakan pada setiap kelas sentra dan saat
pergantian tema. Attar, Perez dan Parham (2016:2) Anak-anak secara spontan bermain aktif dengan
barang yang tidak biasanya ditujukan untuk bermain.

Berdasarkan wawancara dan pengamatan, peneliti menyimpulkan bahwa media loose parts
yang digunakan di PAUD Unggulan Taman Belia Candi Semarang dapat meningkatkan cara-cara
berpikir kreatif anak dengan berbagai pemikiran-pemikiran, ide, gagasan maupun imajinasi anak yang
dituangkan melalui bahan-bahan yang disajikan. Hal tersebut memberikan kesempatan pada anak
untuk memikirkan inisiatif yang harus dilakukan ketika menemukan suatu masalah dan
memecahkannya. Sehingga media loose parts yang terdiri dari berbagai unsur dapat mengoptimalkan
empat tahapan metaphorming dalam proses pembelajaran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa strategi


metaphorming sebagian besar telah dilaksanakan proses pembelajaran yang telah memuat tahap-tahap
metaphorming. Selain itu metaphorming dan media loose parts saling berkaitan dalam meningkatkan
kreativitas anak. Penggunaan media loose parts mendukung beberapa tahap-tahap metaphorming pada
pembelajaran di kelas. Menurut (Yavuz, 2016:11) Pendidik dapat mengoptimalkan kemampuan
berpikir kreatif anak melalui loose parts. Mempelajari kreativitas pada anak kecil tetap menjadi
Judul Artikel Analisis Metaphorming Melalui Media Loose Parts Pada Anak Usia Dini Kelompok B Paud Unggulan Taman
Belia Candi Semarang

Siti Nur Azizah1, Muniroh Munawar2 , dan Anita Chandra DS3


69

tantangan,dengan didasarkan pada lingkungan yang tepat, alat penilaian, dan objektivitas. Berikut
tahapan metaphorming yang diterapkan pada pembelajaran telah tercapai, meliputi: 1) Koneksi
(Connection) ditemukan ketika pembahasan tema dengan menggali informasi sebanyak-banyaknya; 2)
Penemuan (Discovery) terjadi ketika anak mulai merancang ide atau gagasan yang akan dituangkan
melalui media loose parts dan Menuliskan semua sumber rujukan yang ada di dalam manuscript di
daftar pustaka. memilih kegiatan main sesuai minat anak; 3) Penciptaan (Invention) dijumpai ketika
anak bermain media loose parts sehingga anak dapat menciptakan dan mengembangkan ide maupun
gagasan sesuai tema yang telah dibahas; 4) Aplikasi (Aplication) terjadi ketika anak menceritakan
karya yang telah dibuat melalui media loose parts yang diterapkan pada kehidupan, hal ini
menunjukkan anak dapat membuat koneksi kata per kata untuk menggambarkan idenya.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat diajukan saran sebagai
berikut.

1. Bagi Pendidik
Sebaiknya strategi metaphorming diterapkan dalam perencanaan pembelajaran dan proses
pembelajaran sampai tuntas yang memuat empat tahap yaitu koneksi, penemuan, penciptaan dan
aplikasi. Sehingga pembelajaran di PAUD Unggulan Taman Belia Candi semarang dapat
mendukung STEAM.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan dasar oleh peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan, baik
pada jenis penelitian yang sama maupun pada jenis penelitian yang berbeda agar penelitian pada
pokok bahasan ini menjadi lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahasneh, R. (2018). The Role of Teachers in Establishing an Attractive Environment to Develop


the Creative Thinking among Basic Stage Students in the Schools of Tafilah Governorate
According to Their Own Perspective. Journal of Curriculum and Teaching, 7(1), 206-221.

Anwar, B. (2019). Model Pembelajaran Metaphorming. Shaut al Arabiyyah, 7(1), 78-90.

Baharun, H. (2016). Pengembangan Media Pembelajaran PAI Berbasis Lingkungan Melalui Model
ASSURE. Cendekia: Jurnal Zulkardi. (2002). Developing A Learning Environment on
Realistic Physical Education for Indonesian Student Teachers. Published Dissertation.
Enschede: University of Twente.
Kependidikan dan Kemasyarakatan, 14(2), 231-246.
70 PAUDIA, Volume 9, No. 1, Juli 2020, hal. 57-71

Ben-Attar, P., Perez, M., & Parham, L. D. (2016). Loose Parts Playground at an Albuquerque
Elementary School.

Daly, L., & Beloglovsky, M. (2014). Loose parts: Inspiring play in young children (Vol. 1). Redleaf
Press.

Flannigan, C., & Dietze, B. (2017). Children, outdoor play, and loose parts. Journal of Childhood
Studies, 42(4), 53.

Gençer, A. A., & Avci, N. (2017). The Treasure in Nature! Loose Part Theory. Current Trends in
Educational Sciences, 9.

Gibson, J. L., Cornell, M., & Gill, T. (2017). A Systematic Review of Research into the Impact of
Loose Parts Play on Children's Cognitive, Social and Emotional Development. School
mental health, 9(4), 295-309.

Gull, C., Bogunovich, J., Goldstein, S. L., & Rosengarten, T. (2019). Definitions of Loose Parts in
Early Childhood Outdoor Classrooms: A Scoping Review. International Journal of Early
Childhood Environmental Education, 6(3), 37-52.

Hadijah, S. (2017). Perbandingan Antara Kemampuan Critical Thinking Dan Metaphorming


Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi Keanekaragaman Hayati Kelas X Sma
Negeri 21 Gowa. 1–184.

Houser, N. E., Cawley, J., Kolen, A. M., Rainham, D., Rehman, L., Turner, J.,& Stone, M. R. (2019).
A Loose Parts Randomized Controlled Trial to Promote Active Outdoor Play in
Preschool-aged Children: Physical Literacy in the Early Years (PLEY) Project. Methods
and protocols, 2(2), 27.

Jee-Da, Park. (2011). Studi Kasus Metaforming untuk Pendidikan Desain Kreatif. Forum Desain
Korea, 32, 317-326.

Kartini, K., & Sujarwo, S. (2014). Penggunaan media pembelajaran plastisin untuk meningkatkan
kreativitas anak usia. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 1(2),
199-208
Kiewra, C., & Veselack, E. (2016). Playing with Nature: Supporting Preschoolers' Creativity in
Natural Outdoor Classrooms. International Journal of Early Childhood Environmental
Education, 4(1), 70-95.

Li, L. (2019). Analysis on the Environmental Creation Strategy of Creative Art Characteristic
Activities in Kindergartens.

Martani, W. (2012). Metode stimulasi dan perkembangan emosi anak usia dini. Jurnal
Psikologi, 39(1), 112-120.

Munawar, M., Roshayanti, F., & Sugiyanti, S. (2019). Implementation of STEAM (Science
Technology Engineering Art Mathematics)-based early childhood education learning in
Semarang City. CERIA (Cerdas Energik Responsif Inovatif Adaptif), 2(5), 276-285.
Judul Artikel Analisis Metaphorming Melalui Media Loose Parts Pada Anak Usia Dini Kelompok B Paud Unggulan Taman
Belia Candi Semarang

Siti Nur Azizah1, Muniroh Munawar2 , dan Anita Chandra DS3


71

Nurlaela, L. (2015, February). Developing Creative Thinking Skills in Learning at Higher-


Educational Institution of Teacher. In 3rd UPI International Conference on Technical and
Vocational Education and Training. Atlantis Press.

Oncu, E. C. (2016). Improved Creative Thinkers in a Class: A Model of Activity Based Tasks for
Improving University Students' Creative Thinking Abilities. Educational Research and
Reviews, 11(8), 517-522.

Richard Florida, dkk., .(2015). The Global Creativity Index 2015, (Toronto : The Martin Prosperity
Institute)

Setiawan, W. (2016). Profil Berpikir Metaforis (Metaphorical Thinking) Siswa SMP dalam
Memecahkan Masalah Pengukuran Ditinjau dari Gaya Kognitif. Kreano, Jurnal
Matematika Kreatif-Inovatif, 7(2), 208-216. Setiawan, W. (2016). Profil Berpikir
Metaforis (Metaphorical Thinking) Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Pengukuran
Ditinjau dari Gaya Kognitif. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 7(2), 208-216.

Siler, T. (2015). The ArtScience Program for Realizing Human Potential. Leonardo, (December),
389–424. https://doi.org/10.1162/LEON

Sunito, I. dkk. 2013. Metaphorming Beberapa Strategi Berpikir Kreatif. Jakarta: Indeks.

Sutton, M. J. (2011). In the hand and mind: The intersection of loose parts and imagination in
evocative settings for young children. Children Youth and Environments, 21(2), 408-424.

Ward, K. (2018). What's in a dream? Natural elements, risk and loose parts in children's dream
playspace drawings. Australasian Journal of Early Childhood, 43(1), 34-42.

Weia, Y. S., Penga, C. F., & Salleha, F. H. U. K. M. (2017). Cognitive Effects Of Thinking Maps, Six
Thinking Hats And Taxonomy Bloom On Indigenuos Pupils. International Journal Of
Environmental & Science Education, 12(2), 3830-3838.

Widiasari, S., Susiati, I., & Saputra, W. N. E. (2016). Play Therapy Berbasis Kearifan Lokal: Peluang
Implementasi Teknik Konseling di Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal CARE (Children
Advisory Research and Education), 4(1), 61-68.

Windania, R. & Siagian, R.E. (2016). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui Model
Pembelajaran Treffinger. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Unindra 2:
1-6.

Yavuz, L. C. (2016). T he Effects of Loose Parts and Nature-Based Play on Creativity in the
Montessori Early Childhood (3-6 year old) Classroom.

You might also like