616-Article Text-1178-1-10-20230326
616-Article Text-1178-1-10-20230326
616-Article Text-1178-1-10-20230326
1, Februari 2023
ARTIKEL RISET
URL artikel: http://jurnal.ft.umi.ac.id/index.php/losari/article/view/080102202305
Abstract
The potential for cultural tourism on Lakkang Island can be divided into two, including physical and non-
physical. The physical remains of six Japanese bunkers that are tens of years old, traditional houses of
local residents and a bamboo forest of approximately one hectare in area. While non-physical in the form
of traditional dances (Mala dance, Bugis dance, Paduppa dance, Fan and Uncle dance), events (annual
folk parties, National photographer jamboree competition in 2016, jamboree held by the P3E Unit Waste
Bank, and bamboo craft workshops which was exhibited at the Makassar International Eight Festival and
Forum 2018). A significant increase in tourists also occurred from year to year by 24.1% and 6.7%.
Therefore, this potential must be supported by adequate facilities and infrastructure that are in
accordance with the potential on Lakkang Island. The purpose of this writing is to meet the standard
needs of infrastructure facilities that are in accordance with the potential of the Lakkang Island tourist
area. The conceptual approach used is the traditional Bugis Makassar architectural concept approach
combined with bamboo materials which are widely available on Lakkang Island. The method to achieve
the goal is by synthesis analysis. Where the data obtained is analyzed and then synthesized and then used
as a design reference. The results of this study are in the form of a concept of the appearance of
infrastructure buildings that can be transformed into physical designs..
Abstrak
Potensi wisata budaya di Pulau Lakkang dapat dibagi menjadi dua diantaranya fisik dan non fisik. Fisik
berupa peninggalan enam buah bunker Jepang yang berusia puluhan tahun, rumah tradisional penduduk
setempat serta hutan bambu kuranglebih seluas satu hektar. Sedangkan non fisik berupa tarian tradisional
(tarian Mala, tari Bugis, tari Paduppa, tari Kipas dan Pamanca), event (pesta rakyat setiap tahun, lomba
jambore fotografer Nasional pada tahun 2016, jambore yang diadakan oleh Bank Sampah Unit P3E, dan
workshop kerajinan bambu yang telah dipamerkan saat Makassar International Eight Festival and Forum
2018),. Peningkatan wisatawan yang signifikan juga terjadi dari tahun ke tahun sebesar 24,1 % dan 6,7%.
Oleh sebab itu, potensi ini harus ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai yang sesuai
dengan potensi di Pulau Lakkang. Tujuan penulisan ini ialah untuk memenuhi kebutuhan standar sarana
prasarana yang sesuai dengan potensi kawasan wisata Pulau Lakkang. Pendekatan konsep yang
digunakan yakni dengan pendekatan konsep Arsitektur tradisional Bugis Makassar yang dikombinasikan
dengan material bamboo yang banyak tersedia di Pulau Lakkang. Adapun metode untuk mencapai tujuan
ialah dengan Analisa sintesa. Dimana data yang didapatkan di analisis lalu disintesa kemudian dijadikan
acuan perancangan. Hasil dari studi ini berupa konsep penampilan bangunan sarana prasarana yang dapat
di transformasi ke desain fisik.
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2015, jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara dan domestik di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pada tahun 2011 tercatat sebesar 4.523.381 jiwa, tahun
2012 sebesar 4.936.567 jiwa, tahun 2013 sebesar 5.492.3393 jiwa, tahun 2014 sebesar 6.072.291
jiwa, dan tahun 2015 sebesar 7.320.599 jiwa. Sedangkan pertumbuhan pengunjung pada Pulau
Lakkang tahun 2015 sebesar 550 wisatawan (domestik 443 orang dan Asing 107 orang), tahun
2016 sebesar 683 wisatawan (domestik 545 orang dan asing 138 orang), tahun 2017 sebesar 729
wisatawan (domestik 558 orang dan asing 141 orang) dan pada tahun 2018 dari bulan Januari
hingga Maret sebesar 235 wisatawan (domestik 203 orang dan asing 32 orang). Hal ini
menunjukkan terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun sebesar 24,1 % dan 6,7%
(Dinas Pariwisata Kota Makassar, 2018).
Selain digunakan sebagai tempat berwisata, Pulau Lakkang juga berfungsi sebagai area
konservasi penelitian oleh mahasiswa. Sudah tersedia fasilitas penunjang berupa air bersih
(namun toilet umum belum ada), listrik, jalanan, dan jaringan pada pulau. Terdapat beberapa
warung untuk mengisi perut wisatawan dan belum jelas batasan kawasan wisata karena posisi
daya tarik wisatawan terletak di tengah permukiman warga Pulau Lakkang.
Namun menurut PERMEN pariwisata No.17 Tahun 2014 tentang standar usaha kawasan
pariwisata bahwa kawasan wisata harus mempunyai sarana dan prasarana berupa hotel atau jenis
lainnya, restaurant, toilet umum, daya tarik wisata, memiliki batas yang jelas, dilengkapi dengan
gerbang masuk kawasan, ruang kantor, toilet karyawan pria dan wanita terpisah, peralatan P3K,
fasilitas parkir, pengelolaan limbah cair, dapat melakukan penerimaan dan pemberian informasi,
pembangunan dan pengelolaan kawasan, mempunyai penanganan keluhan wisatawan, dan
program kelestarian lingkungan kawasan dan program inovasi produk. Teori pendukung lainnya
menurut Priyanto (2016) untuk memperkaya obyek dan daya tarik wisata, beberapa fasilitas dan
kegiatan dapat dibangun mulai dari Eco-lodge, Eco-recreation, Eco-education, Eco-research,
Eco-energy, Eco- development, dan Eco-promotion. Selain itu dermaga Pulau Lakkang juga
belum terorganisir atau di tata secara terpusat untuk memudahkan wisatawan. Struktur dermaga
sudah agak lapuk kayunya. Oleh karena itu, dibutuhkan desain yang sesuai untuk sebuah
kawasan wisata yang dapat menonjolkan nilai budaya setempat yang berlandaskan PERMEN
No.17 Tahun 2014.
Sarana penunjang kepariwisataan (supporting tourism superstructure), adalah fasilitas
yang diperlukan wisatawan (khususnya business tourist), yang berfungsi tidak hanya melengkapi
sarana pokok dan sarana pelengkap, tetapi fungsinya lebih penting adalah agar wisatawan lebih
banyak membelanjakan uangnya di tempat yang di kunjunginya tersebut. Termasuk dalam
kelompok ini adalah night club, steambath, casino, souvenir shop, bioskop, opera. Prasarana
umum, terdiri dari jaringan jalan raya, jembatan, transportasi laut, darat, dan udara, serta
prasarana lain yang terdiri dari sistem penyediaan air bersih, pembangkit tenaga listrik, fasilitas
telekomunikasi, kantor pos, rumah sakit, pompa bensin, apotek. Sedangkan menurut Priyanto
(2016) untuk memperkaya obyek dan daya tarik wisata di sebuah desa wisata, beberapa fasilitas
dan kegiatan dapat dibangun mulai dari :
Penampilan Bangunan
1. Eco-lodge : Desain homestay atau resort dengan konsep yang sesuai dengan keadaan
lingkungan sekitar dengan menggunakan material bamboo dan kayu agar memberi kesan
natural
2. Eco-recreation: Kegiatan wisata budaya yang dapat dilakukan ialah melakukan kebiasaan
mata pencaharian penduduk setempat yakni Bertani, mencari ikan dan bercocok tanam.
Rekreasi lainnya. Desain penampilan bangunan diterapkan pada kantor pengelola yang
terpusat
3. Eco-education :Mendidik wisatawan mengenai pendidikan lingkungan dan mengenalkan
flora yang ada di Pulau Lakkang dengan memberikan sarana prasarana yang mendukung.
Penampilan bangunan menggunakan material bamboo dengan desain yang dinamis.
4. Eco-research : Salah satu fungsi pulau ialah sebagai tempat konservasi, baik untuk penelitian
flora, kebudayaan setempat, arsitektur rumah tradisional setempat, dan lain-lain. Penampilan
bangunan menggunakan warna alam agar lebih menyatu dengan lingkungan sekitar.
5. Eco-energy : Sumber energi tenaga surya yang dapat di terapkan untuk eco lodge berasal dari
radiasi matahari. Radiasi matahari merupakan potensi energi terbesar dan terjamin
keberadaannya di muka bumi.
METODE
Metode yang digunakan adalah Analisa sintesa. Menurut Makinuddin (2006), analisis adalah
aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti megurai, membedakan, memilah sesuatu untuk
digolognkan dan dikelompokan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan
ditafsir maknanya. Sedangkan sintesa (Synthesis) ialah kemampuan untuk mengumpulkan dan
mengorganisasikan semua unsur atau bagian, sehingga membentuk satu keseluruhan secara utuh.
Dengan kata lain, kemampuan untuk menampilkan pikiran secara orisinil dan inovatif.
Dengan begini penulis akan menganalisis data yang dikumpulkan, baik data primer maupun data
sekunder. Kemudian dilakukan pendekatan-pendekatan yang merupakan suatu tahapan kegiatan
yang terdiri dari rangkaian telaah terhadap kondisi kawasan
HASIL
Pulau Lakkang termasuk ke dalam Kawasan Lindung yang berarti kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian Lingkungan Hidup yang mencakup sumber alam,
sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan Pembangunan
berkelanjutan. Yang didukung oleh PERDA Kota Makassar No.4 Tahun 2015 juga menyatakan
bahwa Kawasan Bunker Jepang di Lakkang sebagai tempat wisata budaya Makassar. Pulau
Lakkang merupakan daratan yang terbentuk karena sedimentasi dalam kurun waktu tertentu yang
ditetapkan menjadi salah satu kawasan wisata budaya dalam PERDA Kota Makassar.
Berdasarakan data Integrated Coastal Management (2015), kelurahan Lakkang mempunyai luas
wilayah 195 ha dengan luas area 165 km2 yang meliputi 2 RW dan 8 RT di dalamnya. Jumlah
penduduk pada pulau sebesar 1171 jiwa. Secara administratif terletak di Kecamatan Tallo Kota
Makassar yang mana posisi geografis kelurahan terletak di E 05 o06’38,2 dan 119 o
25’37,2
dengan batas-batas wilayah:
Sebelah Utara : Kecamatan Tamalanrea (Kelurahan Parangloe)
Sebelah Timur : Kecamatan Tamalanrea (Kelurahan Tamalanrea Indah)
Sebelah Selatan : Kecamatan Panakkukang (Kelurahan Pampang)
Sebelah Barat :Kecamatan Rappokalling dan KelurahanParangloe
Artefak bunker Jepang di pulau Lakkang yang berusia puluhan tahun dan terdapat 6 buah yakni:
a. Bunker 1 : (05 07.300 LS – 119 27.914 BT ) Ukuran :±3m2 , berfungsi sebagai tempat
pertahanan dengan adanya bekas tempat stelling senjata.
b. Bunker 2 : (05 7.259 LS – 119 27.923 BT) Ukuran : 10x3 m, berfungsi sebagai tempat
penyimpanan logistik
c. Bunker 3 : (05 07.267 LS – 119 27.912 BT) Ukuran: 3x2m, berfungsi sebagai tempat
pertahanan dooper
d. Bunker 4 dan 5 (05 07.280 LS-119 27.914 BT) berfungsi sebagai tempat perlindungan
e. Bunker 6 (05 07.270 LS – 119 27.925 BT) Ukuran: 3 x 3m, berfungsi sebagai tempat
persembunyian
Mempunyai keanekaragaman flora sebanyak 52 spesies yang terdiri dari 28 familia (Suhadiyah,
2015). Pohon bamboo terdapat banyak di Pulau Lakkang dengan luasan kurang lebih 1 Ha
sehingga tanaman ini banyak ditemui di sekitar jalan yang menjadikan pulau ini asri. Batang
pohon bamboo juga dapat diolah sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat dan bernilai jual
tinggi terhadap masyarakat.
6. Perlindungan Warisan Budaya & Konservasi
Adanya hukum yang mengatur penjualan, perdagangan, pameran, atau pemberian artefak
bersejarah dan atau bernilai arkeologis kepada pihak lain. Pulau Lakkang juga dapat dijadikan
sebagai tempat pembelajaran atau konservasi penelitian.
PEMBAHASAN
Aktivitas dan Kebutuhan Ruang
1. Pengelola
Tabel 1. Aktivitas Kebutuhan Rg. Pengelola
(Sumber : Analisis)
Aktivitas Kebutuhan Ruang
Datang Main Entrance
Parkir Kendaraan Area Parkir
Makan & Minum Restaurant
Ibadah Musholla
BAK/BAB Toilet
Ke lobby Lobby
Mengatur Keuangan Ruang Administrasi
Pimpinan GM Ruang Pimpinan GM
Pemasaran Ruang Marketing
Cek Utilitas Ruang Utilitas
3. Cleaning Service
Cleaning service yang merupakan bagian dari pegawai berjumlah 10 orang juga membutuhkan
ruang.
Tabel 3. Aktivitas Kebutuhan Rg. Cleaning Service
(Sumber : Analisis)
4. Teknisi Bangunan
Tabel 4. Aktivitas Kebutuhan Rg. Teknisi Bangunan
(Sumber : Analisis)
5. Security
Tabel 5. Aktivitas Kebutuhan Rg. Security
(Sumber : Analisis)
Sekuriti bertanggung jawab terhadap keamanan seluruh pelaku aktivitas yang berada dalam
lingkup Kawasan Wisata Budaya.
Perencanaan Desain
3. Kantor Pengelola
Kantor Pengelola yang didesain dengan dominasi natural yakni putih dan coklat masih tetap
menggunakan material alami pada atapnya (Atap Nipah/rumbia) unutk menyesuaikan dengan
konsep desain bangunan lain di sekitarnya. Konsep tradisional tetap diterapkan pada bagian
atapnya.
Sculpture untuk menghiasi kawasan wisata yang juga berarti menggunakan material natural
yang terdapat banyak di Pulau Lakkang yakni berupa bambu. Pada bagian tengah sculpture
diberikan motif tradisional dengan material anyaman bamboo.
Hall pertunjukan berfungsi untuk menyambut pengunjung dengan menggelar tarian budaya
setempat atau memperkenalkan budaya setempat di atas panggung kepada wisatawan.
Penggunaan material bamboo, kayu, dan atap nipah dipadukan konsep tradisional Bugis
Makassar pada bagian yang berundak-undak dan atap meruncing dan menyilang.
9. Area Memancing
Area memancing yang merupakan fasilitas tambahan pada kawasan agar dapat dimanfaatkan
oleh wisatawan untuk merasakan mayoritas pekerjaan masyarakat setempat serta wisatawan juga
dapat memasak masakan setempat menggunakan hasil pancingannya.
Camping Area yang dapat digunakan bagi wisatawan yang tidak ingin menginap di resort
dan ingin lebih menyatu dengan alam.
KESIMPULAN
SIMPULAN
Dalam perencanaan kawasan wisata budaya di Pulau Lakkang Makassar terdapat beberapa
persoalan secara khusus dan harus diselesaikan dari segi arsitektural. Setelah menganalisa dan
membahas beberapa persoalan khusunya yang sesuai dengan rumusan masalah dihasilkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sarana dan prasarana yang terdapat di dalam Kawasan Wisata Budaya di RW.01 Pulau
Lakkang menggunakan standar PERMEN pariwisata No.17 Tahun 2014 dan untuk
memperkaya obyek dan daya tarik wisata beberapa fasilitas dan kegiatan dapat
ditambahkan Eco-lodge, Eco-recreation, Eco-education, Eco-research, Eco-energy, Eco-
development, dan Eco-promotion.
2. Sarana prasarana yang kondisinya kurang baik saat observasi didesain ulang mengikuti
konsep desain kawasan Wisata Budaya.
3. Konsep penampilan bangunan menggunakan budaya setempat yakni bugis makassar yang
didukung dengan parametric design agar memberikan kesan dinamis untuk sebuah desain
kawasan
DAFTAR PUSTAKA
1. Arjana, I Gusti Bagus. 2015. Geografi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Depok: Rajawali
Pers. ISBN : 978-979-769-855-3
2. Frick, Heinz. 2004. Ilmu Konstruksi Bambu. Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta. ISBN:
979-21-1057-7
3. Gerbono, Anton. 2005. Aneka Anyaman Bambu. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. ISBN:
979-21-0712-6
4. Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan 2015. Jumlah Wisatawan Mancanegara dan
Domestik di Provinsi Sulawesi Selatan 2011 - 2015.
https://sulsel.bps.go.id/dynamictable/2016/08/12/254/jumlah-wisatawan-mancanegara-dan-
domestik-di-provinsi-sulawesi-selatan-2011-2015.html Diakses 12 September 2018 pukul
16:20:07
5. Murti, Kusuma Ayu Hari ., dan Dra Nunuk Giari Murwandani M.Pd. Kerajinan Anyam
Bambu Di Sanggar Hamid Jaya Desa Gintangan Kecamatan Rogojampi Kabupaten
Banyuwangi. Jurnal Seni Rupa, Volume 06 Nomor 01 Tahun 2018, 634-644.
6. Republik Indoenesia. Jumlah Pengunjung Pulau Lakkang. Dinas Pariwisata Kota
Makassar. Makassar
7. Republik Indonesia. Peraturan Daerah Kota Makassar No.4 Tahun 2015 tentang Rencana
Tata Ruang Kota Makassar 2015-2034. Walikota Makassar. Makassar
8. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Kawasan Pariwisata. Menterei
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia. Indonesia
9. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata. Menterei Pariwisata Republik Indonesia.
Indonesia
10. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025. Presiden
Republik Indonesia. Indonesia
11. Riddhagni, Nethchanok. 2018. Cultural Tourism and Architecture Heritage: Question of
Authenticity. Journal of Community Development Research, Vol.11, No.3, hlm.1-12