1049 1997 1 SM
1049 1997 1 SM
1049 1997 1 SM
April 2005
ABSTRACT
Bread fruit (Artocarpus communis Forst) is one of tropical fruit, which has a high contain of carbohydrate. In certain area, it
becomes an alternative staple food when the main staple foods are scarce. The amount of carbohydrate in breadfruit is almost the
same with the one in sweet potato, but it is higher than in potato. The main constraint of the development of breadfruit is the
limited of seedling availability. Tissue culture technique has been known for its excellent result for plant propagation, because this
technique has ability in producing seedling in a large quantity, in uniform growth rate and in a relative short time. The experiment
was conducted at Cell Tissue Culture Division, Indonesian Center Agricultural Biotechnology and Genetic Resource Research and
Development (1CAB1OGRAD) from February 2003 until December 2004. There were some steps experiments with series of
combination medium as treatments. The first steps was shoot multiplication at Sk-2 medium with WPM + BA (0; 0,5; 1,0; 1,5 and
2,0 mg/1) + Thidiazuron (0; 0,4 mg/1); The second step was elongation shoot at Sk-3 with WPM + kinetin (1,2 and 3 mg/1) + GAa
(0 and 5 mg/1), and the third was root initiation and proliferation, by comparing WPM + IBA (0, 2, 4 and 6 mg/1) + charcoal (0;
0,5 %) and WPM (1; 0,5) + BA (0; 1,5 and 5 mg.l) or NAA (1,2 and 3 mg/1). For the step of acclimatization, soil and compost were
used in comparison of (1;1 and 1:2). The result showed that the best media for shoot multiplication of breadfruit was WPM + BA
2 mg/1 + TDZ 0 4 with shoot number of 15,5., while the best media for shoot elongation was WPM + Kinetin 1 mg/1 + GA, 5 mg/
1. WPM + IBA 3 mg/1 was the best formula for root proliferation with the highest root number about 6.5 and percentage of shoot
producing root about 60%. For acclimatization, soil and compost in combination of 1:1 was the best media for planlet of
breadfruit with the success rate about 70%. Charcoal is not necessary in root initiation and proliferation.
Kara kunci: Sukun, Artocarpus communis Forst, multiplikasi tunas, inisiasi akar dan proliferasi, aklimatisasi.
PENDAHULUAN Sunne (Seram) dan Sukun (Jawa, Sunda, Bali, Kai) (Dasi
Untuk menggali sumber devisa dari sektor dan Winamo, 1992). Dalam usaha penganeka ragaman
pertanian, Pemerintah saat ini sedang menggalakkan makanan, sebenarnya sukun merupakan salah satu
komoditi non-migas melalui upaya diversifikasi sumber karbohidrat alternatif untuik menjadi pengganti
pengembangan komoditi mulai dari tanaman pangan, bahan makanan dari beras, jagung, sayuran dan umbi-
hortikultura maupun perkebunan. Pada komoditi umbian. Menurut Anonim (1996) buah sukun
tanaman pangan masih banyak potensi yang dapat mengandung beberapa komponen penting antara lain:
dikembangkan baik untuk tujuan pemenuhan kebutuhan karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, pati 1,5%,
lokal maupun untuk memasok kebutuhan industri di Fe 0,00026%, abu 1,21%, asam 0,16%, Cl 0,021%, P
dunia international. Salah satu tanaman yang potensial 0,048%, dan air 61,8%. Dinyatakan pula bahwa
untuk dikembangkan adalah sukun (Artocarpus kandungan karbohidrat sukun hampir sama dengan ubi
communis Forst) yang mempunyai kandungan jalar atau talas, akan tetapi lebih banyak dari pada
karbohidrat cukup tinggi sehingga di Eropa dikenal kentang. Dengan demikian tanaman sukun dapat
dengan nama "Breadfruit Tree " atau buah roti. Nama digunakan sebagai komoditi alternatif bagi petani pada
daerah tanaman ini antara lain Sakon (Aceh), Suku saat kekurangan bahan pangan.
(Nias), Sokon (Madura), Karata (Bima), Sumba (Flores), Kegunaan lain dari tanaman sukun adalah sebagai
Kalara (Sawu), Kundo (Alor), Kuu (Sulawesi Utara), komponen pelestarian lingkungan. Sesuai dengan
Amu (Gorontalo), Suu aek (Roti), Maamu (Timor), persyaratan tumbuh yang diinginkan, yaitu di dataran
207
Supriati. Manska dan Hulami - Mikropropagasi Sukun (Artocarpus communis Forst )
rendah basah dengan permukaan air tanah lebih dan 2,0 m sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan.
dan di dataran rendah kering dengan permukaan air antara Pada umunmya produksi bibit melalui teknik kultur
0,5 m sampai 2,0 m, tanaman sukun sangat cocok jaringan memerlukan beberapa tahapan yaitu tahap
dikembangkan di wilayah pantai dan sekitamya. pertunasan, tahap elongasi, tahap pengakaran dan tahap
Tujuannya selain untuk penghijauan juga berguna untuk aklimatisasi. Pada setiap tahap diperlukan nisbah antara
mencegah intrusi air laut ke darat (Anonim, 1992). zat pengatur tumbuh sitokinin terhadap auksin yang
Walaupun permintaan pasar terhadap komoditi berbeda. (George dan Sherington, 1984;Hobire/a/., 1993).
tersebut cukup tinggi, sampai saat ini tanaman sukun Pada tahap multiplikasi tunas, zat pengatur tumbuh
belum dikembangkan secara intensif karena selain sitokinin lebih banyak berperan dibandingkan dengan
pengetahuan mengenai potensi kegunaan sukun yang auksin. Sebaliknya untuk memicu terjadinya inisiasi dan
masih kurangjuga pengetahuan budidayadan ketersediaan proliferasi akar, maka akan lebih banyak ditekankan pada
bibit yang masih terbatas. Selama ini perbanyakan tanaman penggunaan zat pengatur tumbuh auksin.
sukun banyak dilakukan secara konvensional yaitu melalui Dalam kultur in vitro laju regenerasi jaringan dapat
okulasi, cangkok dan stek akar (Al Rasyid, 1993). ditingkatkan melalui pengaturan formulasi media. Daya
Perbanyakan dengan stek akar merupakan cara yang regenerasi yang tinggi pada tahap pertunasan sangat
banyak dipilih oleh para petani sukun akan tetapi mempunyai diperlukan dalam teknik perbanyakan in vitro. Berdasarkan
kelemahan pengambilan akar hanya boleh dilakukan secara jumlah kelipatan tunas (multiplikasi) yang dapat dihasilkan
bertahap agar tanaman induk tidak rusak sehingga jumlah dari setiap periode subkultur, jumlah planlet yang dapat
bibit yang dihasilkan sangat terbatas. Untuk menghasilkan dihasilkan pada satuan waktu tertentu dapat diperkirakan
bahan stek dalam jumlah besar maka seluruh tanaman hams (Pennell, 1987). Selanjutnya dikatakan bahwa semakin
dibongkar yang berarti akan kehilangan sumber induknya. banyak dan semakin cepat tunas dihasilkan maka semakin
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu tinggi tingkat efisiensi yang dapat dicapai.
teknologi alternatif yang mampu menyediakan bibit dalam Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
skala besar dan relatif seragam. teknik perbanyakan tanaman sukun yang efisien.
Produksi bibit atau benih merupakan salah satu
aspek yang sangat penting dalam pengembangan suatu BAHAN DAN METODE
jenis tanaman. Bibit dari suatu varietas unggul yang Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi
dihasilkan pemulia tanaman jumlahnya terbatas, sedangkan Sel dan Jaringan, Balai Besar Bioteknologi dan
bibit tanaman yang dibutuhkan petani jumlahnya sangat Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Bogor dari
banyak. Dengan demikian sejak suatu varietas dilepas bulan Pebruari 2003 sampai dengan Desember 2004.
sampai varietas tersebut dapat ditanam petani waktunya Bahan tanaman yang digunakan sebagai eksplan
cukup lama. Untuk pengadaan bibit secara besar-besaran berupa batang dengan nodus tunggal atau tunas
dalam waktu yang singkat akan sulit dicapai dengan terminal dengan ukuran 1,5 cm. Untuk sterilisasi, eksplan
pemakaian teknik konvensional biasa. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida
cara dan metoda baru yang dapat mengatasi masalah yang (Benlate) dengan konsentrasi 2 g/1 selama2 jam dengan
ada dalam penmgkatan efisiensi produksi tanaman. Salah cara pengocokan dengan shaker. Selanjutnya dilakukan
satu teknologi alternatif yang banyak digunakan saat ini sterilisasi kembali secara bertahap dengan alkohol 70%
adalah teknologi kultur jaringan. selama 2-5 menit, HgCl 0,5% selama 1 menit, clorox 30%
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk selama 5 menit dan terakhir clorox 20% selama 8-10
perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan menit. Setelah sterilisasi, dilakukan pembilasan dengan
terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan air akuades steril sebayak 3 kali.
tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan Untuk seluruh percobaan digunakan media
dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi. Bibit varietas dasar WPM (Woody Plant Medium) yang diberi PVP
unggul yang mampu bersaing di pasaran internasional (Polivinil Pirrolidin) 100 mg/I, sukrosa 30g/l, vitamin
baik segi kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat WPM dan bahan pemadat gelrite 2,5 g/1. Kemasaman
208
Berita Biologi, Volume 7, Nomor 4, April 2005
media diatur menjadi 5-7 dengan KOH O,1N dan HC1 Karena pada perlakuan tersebut diatas belum
0,1N. Sterilisasi media dilakukan dalam autoclave pada memberikan hasil yang baik maka dicoba perlakuan baru
suhu 121°C dan tekanan 17 psi selama 15-20 menit. yaitu WPM (1,1/2; +IBA (0, l,3dan5mg/l)atauNAA
Biakan yang sudah ditanam pada media perlakuan ( 1 , 2 dan 3 mg/1). Peubah yang diamati adalah
disimpan dalam ruang inkubasi dengan intensitas persentase tunas berakar dan jumlah akar.
cahaya 850-1000 lux selama 16 jam dalam sehari.
Tahap aklimatisasi
Percobaan terdiri dari beberapa tahap yaitu:
Planlet yang telah mencapai pertumbuhan
Pertunasan pada media Sk-2 optimal dengan struktur akar yang sempurna diuji
Tunas yang berukuran 1 -2 cm hasil sub kultur I aklimatisasi di rumah kaca dengan menggunakan
(Sk-1) ditanam pada media Sk-2 yaitu media WPM + kantong plastik hitam. Berbagai kombinasi media
BA (0,0,5,1,0,1,5 dan 2,0 mg/1) + Thidiazuron (0 dan 0,4 tumbuh yang digunakan adalah: a) tanah, b) tanah dan
mg/1). Karena faktor pertunasan masih rendah maka pupuk kandang (1:1). c) tanah dan pupuk kandang
tunas di-subkulturkan kembali pada media Sk-3. (1:2), d) tanah dan kompos (1:1) dan e) tanah dan
kompos (1:2). Peubah yang diamati adalah persentase
Pertunasan pada media Sk-3
keberhasilan tumbuh.
Tunas yang berasal dan media Sk-2 disubkultur
pada media yang terbaik dari perlakuan sebelumnya
yaitu WPM + BA 2 mg/1 + Thidiazuron (0,4 dan 0,8 mg/ HASIL
1). Berhubung tunas ganda yang terbentuk masih Pertunasan pada media Sk-2
berukuran pendek maka tunas di sub kultur kembali Penggunaan eksplan awal yang mempunyai
pada media elongasi. ukuran lebih panjang (1-2 cm) menunjukkan adanya
peningkatan laju pertumbuhan baik untuk multiplikasi
Tahap elongasi tunas
(Tabel 1 dan 2) maupun untuk pemanjangan tunasnya
Tunas yang berukuran pendek (2 cm) ditanam
(Tabel 3). Dengan kandungan nutrisi yang lebih banyak
pada media untuk pemanjangan yaitu WPM + kinetin
(karena ukuran lebih panjang) dan formulasi media
(1,2 dan 3 mg/1) + GA3 (0,5 mg/1). Pada tahap pertunasan
yang tepat, yaitu WPM + BA (1,5 dan 2 mg/1) +
peubah yang diamati jumlah tunas (pada media awal,
Thidiazuron 0,4 mg/1., maka 2 bulan setelah tanam
Sk-1, Sk-2, Sk-3) dan panjang tunas (cm).
jumlah tunasnya mencapai 4,8- 5,0. Nampaknya antara
Tahap inisiasi dan perkembangan akar media dasar WPM dengan zat pengatur tumbuh BA
Untuk memacu inisiasi akar digunakan media dan TDZ terjadi aktifitas sinergisme yang positif dalam
WPM + IBA (0,2,4 dan 6 mg/1) + arang aktif (0,0,5 %). memacu 9 pertumbuhan tunas (Foto 1).
Tabel 1. Rata-rata jumlah tunas pada media (Sk-2) WPM yang diberi BA dan TDZ
209
Supriati, Mariska dan Hutami - Mikropropagasi Sukun (Artocarpus communis Forst.)
Foto 1. Multiplikasi tunas pada media WPM tanpa zat pengatur tumbuh (A), dan WPM + BA 2 mg/1
+ thidiazuron 0,4 mg/1 (B).
Dari Tabel 2 terlihat bahwa pada bulan pertama Pertunasan pada media Sk-3
sampai dengan ketiga Jumlah tunas yang berasal dari Peningkatan konsentrasi Kinetin dari 1 sampai
media WPM + BA 2 mg/1 + thidiazuron 0,4 mg/1 selalu dengan 3 mg/1 tidak dapat memacu proses pertumbuhan
lebih banyak dibandingkan WPM + BA 2 mg/1 + tunas kearah pemanjangan. Dengan demikian
thidiazuron 0,8 mg/1. Peningkatan konsentrasi penggunaan Kinetin dalam konsentrasi rendah yang
thidiazuron sampai 2 kali tidak sejalan dengan dikombinasikan dengan GA3 lebih efektif dalam memacu
pembentukan tunas yang lebih banyak. pemanjangan sel dan buku jaringan tanaman.
Pada media Sk-3 ini teriihat bahwa sub kultur Selanjutnya tunas yang telah memanjang dan perlakuan
dapat meningkatkan laju pertunasan, bahkan pada yang terbaik di sub kultur pada media perakaran.
bulan ketiga produksi tunas cukup tinggi yaitu
Tahap inisiasi dan perkembangan akar
mencapai 15,5 yang berasal dan media WPM yang
Untuk memacu perakaran, tanaman hasil
ditambah dengan BA 2 mg/1 dan Thidiazuron 0,4 mg/1.
perlakuan pertunasan tahap ketiga dikulturkan pada
Tahap clongasi tunas media WPM yang diberi IBA dan arang aktif. Dua
Tunas yang dikulturkan pada media WPM, yang bulan setelah tanam, pada beberapa biakan pangkal
diberi BA dan thidiazuron setelah bulan ke-3 tidak tunasnya mulai membengkak. Kondisi ini menunjukkan
menunjukkan pertumbuhan kearah pemanjangan, untuk telah terjadinya mekanisme pembentukan kalus
itu dilakukan sub kultur pada media baru yaitu media terorganisasi yang diikuti dengan inisiasi akar terutama
WPM + Kinetin (1,2 dan 3 mg/1) + GA (0 dan 5 mg/1). dari media WPM + IBA (2 dan 6 mg/1) + arang aktif 0%.
Pada media baru untuk elongasi, ketika biakan berumur Pada media dengan IBA 6 mg/1 dan tanpa adanya arang
2 bulan tunasnya menunjukkan pertumbuhan kearah aktif rata-rata jumlah akarnya 3 dan rata-rata panjang
pemanjangan (ukuran awal tunas ± 1 cm). Tunas paling akamya sudah lebih dan 1.5 cm (Foto 2). Pada perlakuan
panjang terutama berasal dan media WPM + Kinetin 1 formulasi media lainnya sudah terlihat adanya
mg/1 + GA3 5 mg/1 yaitu 4,9 cm (Tabel 3). Tanpa pembentukan nodul bakal akar yang diharapkan
pemberian GA3 panjang tunasnya berkisar 1,4 -1,5cm selanjutnya dapat berdiferensiasi membentuk akar.
saja. Dengan penambahan GA3 pada media yang Dengan perlakuan IBA (0,2,4 dan 6 mg/1) tanpa arang
mengandung Kinetin maka tunasnya dapat mencapai 3 aktif umumnya biakan tidak dapat membentuk akar
kali lebih panjang daripada media tanpa GA3 Sesuai kecuali untuk IBA 2 dan 6 mg/1. Demikian pula biakan
dengan peranairnya, secara fisiologis GA3 dapat yang ditanam pada perlakuan IBA yang ditambah arang
memacu pemanjangan sel dan buku yang sejalan aktif 0,5 % tidak satupun yang dapat membentuk akar.
dengan hasil penelitian ini. Nampaknya arang aktif disamping menyerap fenol juga
210
Berita Biologi, Volume 7, Nomor 4, April 2005
dapat menyerap auksin, sehingga pertumbuhan akar membentuk akar berkisar antara 20 sampai dengan 60%
terhambat. Untuk percobaan selanjutnya dicoba IBA (Tabel 4). Persentase perakaran yang paling tinggi yaitu
(dengan konsentrasi yang berbeda), NAA dan 60% berasal dari WPM 1/2 + IBA 1 mg/1, WPM + IBA 3
pengenceran garam makro sampai 'A nya. Dengan dan 5 mg/1 serta WPM 1/2 + NAA I mg/1. Walaupun
perlakuan formulasi media yang baru nampaknya persentase pembentukan akar sama tetapi akar pada
memberikan hasil yang lebih baik (Tabel 4). Untuk perlakuan NAA penampakan akarnya lebih gemuk dan
menginduksi pembentukan akar yang lebih baik maka pada bagian pangkal tunasnya terbentuk kalus.
tunas yang berukuran 1,5-2 cm disubkultur pada media Pembentukan kalus tersebut dapat menghambat
WPM ( 1 J / 2 J + IBA (0,1 dan 3 mg/1) atau NAA (1,2 hubungan antara jaringan pembuluh batang dengan
dan 3 mg/1). Dari berbagai perlakuan media perakaran, akar, sehingga pada tahap aklimatisasi keberhasilannya
diperoleh persentase keberhasilan tunas yang menjadi rendah.
Tabel 2. Rata-ratajumlah tunas pada media WPM yang diberi BA dan TDZ.
Rata-rata jumlah tunas pada media Sk-3
Perlakuan (mg/1) Bulan ke
1 2 3
Tabel 3. Rata-rata tinggi tunas pada media WPM yang diberi Kinetin dan GA3 pada umur 2 bulan.
Perlakuan (mg/1) Panjang tunas (cm)
Kin 1 1,5
Kin? 1,4
Kin 3 1,5
Kin 1 + GA3 5 4,9
Kin 2 + GA3 5 4,2
Kin 3 + GA3 5 4,0
Foto 2. Perakaran pada media WPM + IBA 6 mg/1 (A) dan WPM + IBA 6 mg/1 + charcoal (B).
211
Supriati, Mariska dan Hutami - Mikropropagasi Sukun {Artocarpus communis Fotst.}
Jumlah akar paling banyak berasal dan perlakuan penampilan tumbuhnya telah mencapai optimal antara
WPM + IBA 3 mg/1 yaitu 6,5 dan dan perlakuan WPM + lain telah berakar sempuma, maka dilakukan aklimatisasi
IBA 5 mg/1 yaitu 5,1. Jumlah akar yang banyak sangat di rumah kaca dengan menggunakan media tanah dan
diperlukan karena dapat memperluas bidang serapan hara kompos. Tingkat keberhasilan tumbuh yang dicapai
pada saat aklimatisasi. Selanjutnya terhadap planlet yang adalah70%(Foto3).
Tabel 4. Perakaran pada media WPM yang diberi IBA atau NAA, umur 2 bulan.
212
Berita Biologi. Volume 7, Nomor 4, April 2005
PEMBAHASAN •• " '• •'**'* ' - V ^ - dengan Kinetin dan GA3 maka terjadi pemanjangan
Pada Tabel 1 terlihat adanya peningicatan tunas hingga mencapai tiga kali lebih panjang (Tabel
jumlah dan pemanjangan tunas dengan menggunakan 3). Hal ini dapat dimungkinkan karena secara flsilogis
media WPM yang dikombinasikan dengan BA dan GA3 berfungsi dalam memacu pemanjangan sel dan
Thidiazuron. Media dasar WPM umumnya digunakan buku (George dan Sherington, 1985). Antara kinetin
untuk berbagai tanaman berkayu. Dengan kandungan dan GA3 terlihat adanya pengaruh sinergisme yang
sulfatnya yang tmggi maka biosintesa asam amino baik untuk memacu pertunasan. Dalam hal ini kinetin
seperti sistein dan metionin akan meningkat pula. berfungsi mendorong pembelahan sel pada daerah
Kedua asam amino tersebut diperlukan untuk meristematis, sedangkan GA3 untuk pemanjangannya.
biosintesa koenzim A yang terlibat langsung dalam Pada tahap pengakaran, nampak bahwa inisiasi
metabolisme. Peningkatan laju pertumbuhan yang akar terjadi pada perlakuan yang diberi IBA 2 dan 6 mg/1
dipacu oleh BA dan TDZ dapat berlangsung dengan tanpa diberi arang aktif,, sedangkan pada konsentrasi IBA
baik karena adanya peningkatan pembentukan koenzim 4 mg/1 akar tidak berhasil muncul. Hal ini mungkin
A sebagai kunci perombakan bahan baku utama disebabkan oleh kondisi fisiologis awal dari tunas in vitro
sebelum memasuki sikius KREB (Stroger, 1975). pada IBA 4 mg/1 agak berbeda dengan tunas pada IBA 2
Dengan demikian antara media dasar WPM dengan zat dan 6 mg/1 yang selanjutnya akan memberikan tanggap
pengatur tumbuh BA dan TDZ terjadi aktifitas yang berbeda pula terhadap konsentrasi IBA yang
sinergisme dalam memacu pertumbuhan tunas. digunakan. Berbeda pada perlakuan yang diberi arang aktif
Thidiazuron dikenal sebagai derivat defenil urea 0,5%, temyata pada ketiga taraf Kinetin tersebut sama sekali
dengan aktifitas menyerupai sitokinin. Komponen organik tidak terjadi inisiasi akar. Pierik (1987) menyatakan bahwa
tersebut dapat meningkatkan biosintesa sitokinin dalam arang aktif dapat memacu terbentuknya akar tetapi pada
jaringan tanaman (Lu, 1993). Daya aktifitasnya sangat kuat kondisi tertentu senyawa tersebut dapat menyerap zat
sehingga sangat efektif bila digunakan pada tanaman pengatur tumbuh terutama auksin. Dengan demikian apabila
tahunan berkayu. Penggunaan TDZ pada konsentrasi diberikan secara bersamaan dengan auksin, zat pengatur
yang rendah akan lebih efektif apabila dikombinasikan tumbuh tersebut sebaiknya diberikan dengan konsentrasi
dengan BA (Nielsen, 1993). Hal ini terbukti dan hasil yang relatif lebih tinggi.
penelitian ini yang disajikan pada Tabel 2, dimana Pada tahap aklimatisasi tingkat keberhasilan
penggunaan BA pada konsentrasi TDZ 0,4 mg/1 jumlah tumbuh hanya mencapai 70%. Hal tersebut dapat
tunasnya lebih banyak dibandingkan pada konsentrasi disebabkan antara lain oleh akar yang belum berfungsi
TDZ 0,8 mg/1. Hasil ini sejalan pula dengan hasil penelitian normal, atau karena tingkat kelembaban rumah kaca
Purnamaningsih et al (1998) pada tanaman pulai yang yang terlalu rendah, ataupun karena kutikula daun yang
menyatakan hasil yang baik diperoleh apabila konsentrasi masih tipis sehingga laju pertumbuhan tanaman belum
BAjauh lebih tinggi dan pada konsentrasi TDZ. Kondisi optimal. Walaupun persentase pembentukan akar sama
ini menunjukkan bahwa tunas sudah mencapai tahap tapi akar pada perlakuan NAA penampilan akarnya lebih
juvenil dimana kandungan ABA menurun tetapi gemuk dan pada bagian pangkal tunasnya terbentuk
kandungan auksin meningkat (Pierik, 1987). kalus. Pembentukan kalus tersebut dapat menghambat
Peningkatan konsentrasi TDZ dapat hubungan antara jaringan pembuluh batang dengan
menghambat proses proliferasi dan pemanjangan tunas akar. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Mariska
(Thomas dan Katennan, 1986). Dengan demikian et al (2001) pada tanaman jambu mente, pemberian NAA
biakan harus segera disubkultur pada media baru memacu pembentukan akar yang normal dan kalus yang
dengan konsentrasi BA dan TDZ yang direndahkan terbentuk merupakan kalus yang terorganisasi.
atau tanpa adanya kedua komponen organik tersebut.
Karena keduanya mempunyai daya aktivitas yang kuat, KESMPULAN
sehingga tidak terjadi sinergi yang positif. Dengan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dan
melakukan subkultur pada media WPM yang ditambah penelitian ini adalah sebagai berikut:
213
Supnati. Mariska dan Hutami - Mikropropagasi Sukun (Artocarpus communis Forst.)
i
1. Media terbaik untuk multiplikasi tunas sukun melalui George EF and P Sherrington. 1984. Plant Propagation
by Tissue Culture. Hand Book and Directory of
kultur in vitro adalah WPM + BA 2 mg/1 + Thi 0.4
Comereial Laboratories. Eastern Press, Reading.
dengan jumlah tunas mencapai 15,5, sedangkan Berks. England.
media terbaik untuk elongasi tunas adalah WPM + Hobir, D. Sukmadjaja dan I Mariska. 1992. Aplikasi
Kinetin 1 mg/1 + GA3 5 mg/l. kultur jaringan dalam produksi bibit pada beberapa
tanaman industri. Prosiding Forum Komunikasi
2. Media terbaik untuk perkembangan perakaran Ilmiah Peneiitian Aplikasi Bioteknologi Kultur
adalah WPM + IBA 3 mg/1 dengan persentase Jaringan pada Tanaman Industri. Puslitbangtri.
perakaran mencapai 60% dan jumlah akar tertinggi 29 Februari 1992. Bogor, 51-62.
adalah 6,5. Lu CY. 1993. The use of thidiazuron in tissue culture. In
vitro Cell Dev. Bio! 29, 92-96.
3. Media tumbuh terbaik untuk aklimatisasi sukun Mariska I dan R Purnamaningsih. 2001. Perbanyakan
adalah campuran tanah dankompos (1:1) dengan vegetatif tanaman tahunan melalui kultur in vitro.
tingkat keberhasilan tumbuh 70%. Jurnal Litbang Pertanian 20(1), 1 -8.
Nielsen J, MK Brandt and J Hansen. 1993. Longterm
4. Untuk menstimulir pengakaran tunas sukun pada
effect of thidiazuron intermediate between benzyl
kondisi in vitro, tidak diperlukan arang aktif. adenine, kinetin or isopentenyl adenine in
Micantims simnsis. Plant Cell, Tissue and Organ
Culture 35, 173-179.
DAFTARPUSTAKA Fennel D. 1987. Micropropagation in Horticulture. Grower
Alrasyid H. 1993. Pedoman Penanaman Sukun Guide (29). Grower Books, London.
(Arthocarpus altilis Fosberg). Informasi Teknis. PierikRLM. 1987. In vitro culture of higher plants. Martinus
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Nijhoff, London.
Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan. Purnamaningsih P, I Mariska, E Gati dan S Rahayu.
Amalliyah E. 1994. Pengaruh kombinasi thidiazuron dan 1998. Penekanan masalah penguningan padadaun
benzil aminopurin pada beberapa media dasar pulai. Jumal Plasma Nutfah 3(1), 1-7.
terhadap pertunasan eksplan tunas melinjo Struger L. 1975. Biochemistry. WH Freeman and Co. San
(Gnetum Oiwmon Linn.) secara in vitro. Karya Francisco.
Ilmiah. Jurusan Biologi. FMIPA, IPB. Thomas JL and FR Katerman. 1986. Short communication
Anonim. 1992. Budidaya Sukun. Aplikasi Paket Teknologi : Cytokinin activity induced by thidiazuron. Plant
Bidang Hortikultura. Lembar informasi Pertanian Physiology 86,681-683.
Balai Informasi Pertanian DKI. Van Niewkerk JP, Zinmerman RH and Fordhan 1.1986.
Anonim. 1996. Daftar komposisi Bahan Makanan. Thidiazuron stimulation of apple shoot
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Rl. proliferation in vitro. Hort Science 21, 516-518.
Bharata, Jakarta.
214