Kajian Historis Periodisasi Tokoh Ilmu Nahwu

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 23

P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No.

1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

KAJIAN HISTORIS; PERIODISASI TOKOH ILMU NAHWU


MADZHAB BASRAH

M. Fathor Rohman 1
Prodi Pendidikan Bahasa Arab (Fakultas Tarbiyah)
Institut Pesantren Sunan Drajat
[email protected]

Abstract:
Nahwu science (syntax), have an important role in learning Arabic,
it was born by mistake people 'ajamy (people/community non-Arabs) in the
language at the time of the Caliph Ali Ibn Abi Talib. The development of this
science in the first century of the Islamic nahwu begins from the city of Basra
and then expanded to the city of Mecca and Medina. Periodization figures of
nahwu science (syntax) of Basrah current is divided into six periods, one
period of the initiators and five periods of development. In each period, there
are characters who are very instrumental with brilliant ideas. Abul-Aswad
a'd-Duwalī is the originator of the birth of science nahwu figure. The
characters that appear after Abul-Aswad a'd-Duwalī have some notions
contradiction with previous figures opinion of their teacher. Dynamics like
these that delivers the development of science nahwu (syntax) has classic
peaked during the Sibawaihi. In addition, the difference of opinion in the next
period triggered a new stream in science nahwu. Factors that encourage the
development of science nahwu in Basrah is a factor of sociology, cultural, and
strategic geographical location with many travelers from other regions, the
stability of a society that is far from the wars and violence, the number of
learning activities in the mosque of Basra and their Mirbad market as a place
for expression in the work, especially the field of language and literature.

Keywords: Priodization, Nahwu (syntax), Basrah

Pendahuluan
Pada awal kemunculannya, nahwu dimaksudkan hanya sebagai
sarana belajar untuk mengantisipasi meluasnya kesalahan berbahasa.
Namun pada perkembangannya, nahwu justru menjadi sebuah disiplin
ilmu yang mandiri, terlepas dari ilmu lain, dan banyak dipengaruhi oleh
“euforia” filsafat Yunani sehingga ilmu ini rumit dan berbelit-belit.2 Dalam

1
Penulis adalah alumni Magister Pendidikan Bahasa Arab UIN Malang, saat ini menjadi
dosen tetap Prodi PBA Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan.
2 Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2004), 1.

50
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

sejarah perkembangan lingustik Arab, nahwu merupakan cabang ilmu yang


pertama kali mendapat perhatian serius dari khalifah Ali bin Abi Thalib.
Keseriusan ini dibuktikan dengan ditugaskannya Abu al-Aswad ad-
Duwali untuk memperhatikan kesalahan orang Arab dalam berbahasa
Arab, dan mencari solusinya agar kesalahan tersebut itu tidak terulang
kembali. Keseriusan kedua orang tersebut dan para linguis Arab pasca
mereka menjadikan nahwu (sintaksis) mencapai kematangan secara
etimologis. Kematangan ilmu nahwu itu berawal dari apa yang tersirat dari
kisah singkat ini. Abūl-Aswad ad-Duwali memberikan tinta dan pena
kepada seorang dari abdi al-Qais, agar ia memberi kode apa yang
dibacanya. Ketika Abu al-Aswad ad-Duwali membaca huruf yang
berharakat fathah, maka ia akan memberikan titik merah di atas huruf itu.
Ketika ada huruf yang dibaca dengan kasrah, maka huruf itu akan diberi
tanda titik merah di bawahnya; dan jika ada huruf dibaca dengan
dhommah, maka huruf itu akan diberi tanda merah di antara huruf itu dan
sesudahnya”.3
Menurut Dhoif4, terdapat lima madzhab/madrasah yang
berkembang dalam mengkaji nahwu, yaitu mazhab Bashrah, Kufah,
Baghdad, Andalusia, dan Mesir. Mazhab Bashrah merupakan pionir bagi
mazhab lainnya, karena ia merupakan peletak pertama kaidah nahwu.
Sementara itu, mazhab lainnya adalah pengembangan dari mazhab Bashrah.
Hal ini disebabkan pendiri atau tokoh-tokoh mazhab-mazhab tersebut
merupakan murid dari tokoh-tokoh mazhab Bashrah.
Selain itu, Basrah itu sendiri adalah salah satu kota di Irak, yang
menjadi pusat perdagangan. Di sana, mengalir sungai Tigris dan Euphrat
yang bermuara ke laut. Basrah terletak pada jarak tiga ratus mil tenggara
Baghdad. Namanya diperoleh dari sifat tanahnya yang halus dan berbatu,
banyak mengandung air dan cocok untuk pertanian. Hal ini diperlihatkan
dengan adanya buluh (qashb), yaitu tanah yang cocok untuk dijadikan
tempat tinggal. Letak Geografis Bashrah ternyata memberikan andil bagi
perkembangan ilmu nahwu.
Basrah dan Perkembangan Ilmu Nahwu
Secara umum, tumbuh dan berkembangnya nahwu disebabkan
banyak faktor. al-Fadli5 menyimpulkannya menjadi dua faktor, yaitu faktor

3 Taman Hasan, Dirāsah Ibstimulujiyah li Ushuulil -Fikri al-Lughoh al-Arabiyah (Maghrib:

a‟d-Darul-Baydhoh, 1991), 32.


4 Syauqi Dhoif , Al-Madarisul-Nachwiyah (Kairo: Darul-Ma„arif, 1968), 5.
5 Al-Hadi al-Fadhli, , Marakiz al-Dirāsah a’n-Nahwuiyah (Urdun: Maktabah al-Manar,
1986), 5.

51
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

sosiologi dan budaya. Khusus dalam konteks Bashrah, menurut Rawway,6


paling tidak ada empat faktor pendukung lain penyebab tumbuh dan
berkembangnya ilmu nahwu tersebut. Kempat faktor itu adalah sebagai
berikut.
Pertama, letak geografis. Bashrah terletak pada jarak tiga ratus mil ke
arah tenggara dari kota Bagdad, terdapat sungai Tigris dan Euphrates yang
mengalir dan bermuara di laut. Kondisi strategis seperti ini tentunya akan
berpengaruh kuat terhadap pembentukan personalitas penduduk, dan
membuat mereka terkenal dengan kematangan berfikir, fasih dalam
berbahasa yang murni, dan terbebas dari cacat lachn dan kata-kata asing.
Letak Kota Bashrah yang berada di pinggir pedalaman seringkali dijadikan
tujuan para ilmuwan dalam melakukan perjalanan. Di tengah perjalanan,
biasanya mereka bertemu dengan orang Arab asli dan melakukan
pembicaraan dari sumber bahasa yang asli. Namun, adakalanya juga para
ilmuwan tersebut membawa orang Badui ke kota mereka.
Orang yang terkenal melakukan perjalanan ke pedalaman untuk
melakukan survey tentang bahasa Arab Fusha adalah Khalîl bin Ahmad,
Yūnus bin Chabīb, Nadhar bin Syāmil, dan Abū Zaidil-Anshāri. Hal ini
tampak jelas dari perkataan Khalīl ketika ditanyai oleh al-Kisāī tentang
sumber-sumber ilmunya. Dia menjelaskan bahwa sumbernya ada di
pedalaman Hijaz, Najd dan Tihama, maka al-Kisāī pun keluar menuju
pedalaman tersebut dan menghabiskan lima belas botol tinta untuk menulis
bahasa Arab selain dari yang sudah dihafalnya. Ulama Bashrah berpendapat
bahwa bahasa Arab yang asli hanya ada di kabilah-kabilah pedalaman, yang
belum banyak berinteraksi dengan dunia luar, jadi bahasanya masih baik
dan benar. Di antara kabilah yang paling sering dikunjungi adalah Tamim
dan Qais.
Mengingat Bashrah sebagai pelabuhan perdagangan bagi Irak di
Teluk Arab, maka datanglah unsur-unsur asing yang berimbas pada
kemajuan di bidang perdagangan dan investasi. Dari sinilah terjadi
pertemuan antara orang-orang Arab, Persia, dan India, sekaligus
merupakan perjumpaan antara agama Nasrani, Yahudi, Majusi, dan Islam.
Kedekatan Bashrah dengan madrasah Jundisapur di Persia yang
mempelajari kebudayaan Persia, Yunani, dan India telah menghantarkan
pada pertautan kebudayaan secara menyeluruh. Karena itu, muncullah
upaya penerjemahan pada masa Umar bin Abdul Aziz yang dilakukan oleh
Masir Haubah dengan menerjemahkan buku kedokteran. Hal yang sama

6 Rawway, Shalah, An-Nahwu-l Arabiy: Nasy’atuhu, Tathawwuruhu, Madarisuhu, Rijaluhu

(Kairo: Dar Ghorib, 2003), 85-92.

52
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

juga dilakukan oleh Abdullah al-Muqaffa‟ yang pandai berbahasa Arab dan
Persia. Ia menerjemahkan peningalan-peninggalan sejarah dan sastra Persia
ke dalam bahasa Arab. Dari putranya yang bernama Muhammad, lahirlah
buku terjemahan bahasa Arab untuk ilmu mantiq-nya Aristoteles dan
terjemahan Kalilah wa Dimnah.
Selain itu, di Bashrah sendiri, terdapat aliran Syi‟ah dan Mu‟tazilah
yang telah membuka lebar berkembangnya keilmuan Yunani. Ini sangat
berpengaruh dalam mazhab ilmu kalam mereka dan juga berimbas pula
pada ilmu nahwu dalam hal taqsim, ta’lil, ta’wil dan qiyas.
Kedua, stabilitas masyarakat. Bashrah adalah kota yang mempunyai
tingkat keamanannya yang stabil. Di kota ini tidak ada konflik dalam
masalah politik, pergeseran antara mazhab, kerusuhan antara kelompok
sosial masyarakat. Kondisi yang damai ini banyak menarik perhatian orang
asing untuk mengunjungi Bashrah, dimana mereka akan mendapatkan
ketenangan dan perlindungan keamanan. Dampak dari stabilitas kota ini
adalah banyaknya orang Bashrah yang terjun dalam dunia perdagangan.
Peradaban Bashrah jauh lebih cepat maju, aktivitas keilmuannya
berkembang pesat, masuknya budaya lain yang turut mewarnai corak
kehidupan masyarakat semakin beragam. Puncaknya, lahirlah di Bashrah
pakar-pakar ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang kehidupan yang
sangat dibutuhkan saat itu.
Ketiga, Pasar Mirbad. Pasar Mirbad adalah pasar yang sangat
terkenal yang terletak di pintu barat kota Bashrah. Dahulu pasar ini dinamai
Pasar Unta (sūqul-ibil) karena terbatas hanya pada penjualan unta, kemudian
dinamakan Mirbad karena unta ditinggalkan di tempat tersebut. Oleh karena
itu, setiap tempat yang digunakan untuk menambatkan unta dinamakan
mirbad. Kemudian jadilah tempat tersebut tempat yang terkenal dan di sana
diadakan unjuk kebolehan di bidang puisi dan khitabah. Adapun sebab
didirikannya Pasar Mirbad adalah karena orang-orang Arab yang datang ke
Bashrah dari tengah Jazirah Arab menemukan di pinggiran kota tersebut
tempat yang nyaman untuk menunda perjalanan. Mereka kemudian
menjadi penduduk Bashrah. Mereka menanti di tempat tersebut untuk
berdagang dan saling bertukar hal-hal yang bermanfaat. Kondisi ini
berkembang dan Pasar Mirbad menjadi pusat perdagangan di mana para
empunya adalah para penyair dan sastrawan, sehingga hiduplah nuansa
sastra di pasar ini. Merekapun mampu bersaing dalam keindahan dengan
para penyair di Ukaz.
Keempat, Masjid Bashrah. Masjid Basrah memiliki majelis-majelis
yang mengkaji beberapa disipilin ilmu pengetahuan, di antaranya majelis

53
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

kajian tafsir, ilmu kalam, dan bahasa. Para imamnya adalah penduduk
Bashrah sendiri yang berbangsa Arab, Persia, dan India dan sebagian lagi
orang-orang Badui yang datang dari pedalaman. Majelis-majelis tersebut
antara lain adalah: [1] Majelis Himad bin Salmah di mana Sibawaihi ikut
bergabung dalam majelis tersebut; [2] Majelis Musa bin Siyar al-Aswari, dan
[3] Majelis Abu „Amru bin al-„Alla. Ia mengajar qira’ah, bahasa, dan nahwu.
Murid-muridnya berdesak-desakan di dalamnya. Suatu ketika, Hasan al-
Bashri lewat dan menyaksikan betapa berjejalnya murid-murid yang
mengikuti majelis tersebut, maka ia pun berkata:” la ilaha illallah, hampir
para ulama menjadi tuhan-tuhan baru. Jika setiap kemuliaan mereka tidak
dibentengi dengan ilmu, maka kehinaanlah yang berkuasa”.
Di antara majelis-majelis Bashrah yang paling terkenal adalah:
1) Majelis Khalīl bin Ahmad al-Farāhīdi, yang diikuti para murid yang
kemudian hari menjadi pakar bahasa dan nahwu semisal: Sibawaihi, an-
Nadhar bin Syamīl, „Ali bin Chamzah al-Kisāi, Abi Muhammad al-
Yazidi, al-Ashmai dan yang lainnya.
2) Majelis Yūnus bin Chabīb yang dipenuhi pula murid-murid. Di antara
para pemimpin majelis ini yang terkenal adalah Abū ‟Ubaidah, al-
Ashmai, Abū Zaid al-Anshari, Abû Muhammad al-Yazidī, Qathrab,
Sibawaihi, Abû Umar al-Jurmī, al-Kisaī, al-Farra‟, Khalf Achmar dan
Ibnu Salām al-Jamachī. Halaqah Yunus dimulai pada masa Khalîl dan
mencapai kesempurnaan setelah wafatnya.

Periodisasi Madzhab Basrah


Periodisasi generasi ulama Basrah terdapat perbedaan pendapat.
Ada yang membaginya menjadi lima periode/generasi dan ada yang
membaginya menjadi tujuh periode/generasi. Pembagian periodisasi itu
diawali dengan periode penggagas, yaitu: masa Abul-Aswad ad-Duwali,
kemudian dilanjutkan oleh generasi lain dengan tokoh-tokohnya sebagai
berikut. Generasi pertama, tokohnya Nashr bin „Ashm, „Anbasah al-Fil,
„Abdu‟r-Rachman bin Hurmaz, Yachya bin Ya„mar. Generasi kedua,
tokohnya Ibnu Abi Ischaq, „Isa bin „Umar al-Tsaqafiy al-Bashariy, Abu
„Umar bin al-„Ala′. Generasi ketiga, generasi al-Akhfasy al-Akbar, al-Kholīl
bin Achmad dan Yunus. Generasi keempat dengan tokoh yang berperan
adalah Sibawaihi dan al-Yazidi. Generasi kelima menjadi miliknya al-
Akhfasy. Generasi keenam, tokohnya ada lima orang yaitu al-Jarmi, al-
Māzani, Abu Chatim as-Sijistani, at-Tawzi, dan al-Riyashi. Generasi keenam
adalah masa al-Mabrid.

54
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

Sementara itu, Dhoif menyusun periode generasi ulama Bashrah


menjadi enam generasi yaitu generasi penggagas atau masa Abûl Aswad
a‟d-Duwali.7 Generasi selanjutnya seperti tertulis dalam tabel berikut ini:
No Generasi Tokoh-Tokoh
Ibnu Abi Ishaq, „Isa bin „Umar al-
1 Pertama Tsaqafiy al-Bashariy, Abu „Umar bin al-
„Ala′ dan Yunus bin Chabib
2 Kedua al-Kholil bin Achmad
3 Ketiga Sibawaihi

4 Keempat al-Akhfasy, al-Jarmi, al-Mazani dan


Qathrab

5 Kelima al-Mabrid, al-Juzaz, Ibnu a‟s-Siraaj, al-


Sirafi

Berdasarkan data tersebut dan pertimbangan masa hidup, hubungan


guru dan murid, maka periodisasi ulama Bashrah disusun sebagai berikut:
Generasi Pertama (Generasi Penggagas)
Abu al-Aswad a’d-Duwali (w. 69 H / 688 M). Nama lengkapnya Zhalim
bin „Umar bin Supyan bin Jundal bin Ya‟mur bin Halis bin Nufatsah bin
„Uda ibn Du‟al bin Abdu Manah bin Kinanah. Ia juga dipanggil dengan
sapaan Utsman. Ia seorang penduduk Bashrah yang memiliki kekuatan
ingatan. Ia seorang yang mempunyai gagasan yang cemerlang, dan paling
mengerti bahasa Arab.8 Abu-l Aswad a‟d-Duwali termasuk orang yang fasih
bacaannya. Ia belajar qira‟ah dari Utsmân bin „Affan, Ali ibn Abî Thalib.
Diantara murid Abu-l Aswad a‟d-Duwali yang turut berkontribusi dalam
pengembangan ilmu nahwu adalah Nashr bin „Ashim, Yahya bin Ya„mur.
Mereka adalah ahli qiraat yang telah menyusun Mu’jam/kamus kata-kata
dalam mushaf Alquran.9
Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Abu al-Aswad a‟d-Duwali
adalah orang pertama yang menyusun ilmu Nahwu setelah mendapat
rekomendasi dari Ali r.a. Abu al- Aswad a‟d-Duwali meninggal di Bashrah
pada tahun 69 H/688 M, pada usia delapan puluh lima tahun ketika terjadi

7 Syauqi Dhoif, Al-Madarisul-Nachwiyah (Kairo: Darul-Ma„arif, 1968), 22.


8 Al-Hadi al-Fadli, Marakiz al-Dirāsah al-Nahwuiyah (Urdun: Maktabah al-Manar, 1986),
8.
9 Syauqi Dhoif, Al-Madarisul......., 17.

55
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

wabah pes, tetapi adapula yang mengatakan bahwa ia wafat sebelum


terjadinya wabah pes.
Karya Abu al-Aswad a‟d-Duwali dalam bidang nahwu antara lain
pemberian tanda titik yang berbeda-beda sesuai fungsi kata dalam kalimat
(irab). Dalam riwayat az-Zubaidi10 dijelaskan bahwa Abu al-Aswad ad-
Duwali dan Nashr bin „Ashim, Abdu ar-Rahman bin Hurmaz telah
menyusun materi nahwu itu dalam beberapa bab yaitu „Awamil al-rafa, al-
nashb, al-khofad, al-Jazm, bab al-Fail, Maful bihi, at-Taajub dan al-Mudhof .
Kaidah at-Ta’ajjub ditemukan oleh Abu al-Aswad a‟d-Duwali
berdasarkan riwayat bahwa ketika Abu al-Aswad a‟d-Duwali datang
kerumah putrinya di tanah Basrah, sekarang sebuah propinsi di negara Iraq,
pada saat itu putrinya mengatakan "‫ث ٍَباَشَذ ْاى َح ِ ّز‬ ِ َ‫ "ٌَب أَث‬dengan membaca rafa‟
pada lafadz “‫ ”اَشَذ‬dan membaca jar pada lafadz ‫اى َح ِ ّز‬. ْ Dengan spontan Abu al-
Aswad a‟d-Duwali menjawab “‫ش ْه ُزَّب َهذَا‬ َ ” (wahai putriku bulannya memang
musim panas). Mendengar jawaban ayahnya sang putripun langsung
berkata : wahai ayah, saya saya tidak bertanya padamu tentang panasnya
bulan ini tetapi saya memberi kabar padamu atas kekagumanku pada
panasnya bulan ini. Lalu Abû-l Aswad a‟d-Duwalī menjawab ”kalau begitu,
engkau harus mengucapakan "‫ث ٍَباَشَذ ْاى َحز‬ ِ َ‫ " ٌَب أَث‬dengan membaca fathah pada
ْ 11
lafadz ‫ اَشَذ‬dan nashab pada lafadz ‫اى َحز‬.
Generasi Kedua (Generasi Teman Atau Dan Murid Abu Aswad Al-
Duwali)
Pertama, Ibnu „Abbas (w. 68 H/687 M). Tokoh ini termasuk ulama
lughah dari kota Mekkah yang sezaman dengan Abu al-Aswad ad-Duwali.
Ini dibuktikan bahwa jarak masa wafatnya antara keduanya hanya berbeda
satu tahun. Tokoh ini mempunyai sebuah majlis yang fokus pada
pembahasan masalah halal dan haram, tafsir al-Quran, bahasa Arab, syiir
dan kata asing dalam bahasa Arab.12 Dalam catatan sejarah hidupnya,
sebelum mengajar di Mekkah, ia juga pernah mengajar di Bashrah.
Kedua, Nashr bin „Ashim al-Laitsi (w. 89 H/708 M). Nama
lengkapnya Nashr bin „Ashim bin Umar bin Khālid bin Hazm bin As„ad bin
Wadiah bin Malik bin Qais bin Amīr bin Laits bin Bakr bin Abdi Manah bin
„Ali bin Kinanah. Ia memiliki hubungan kekerabatan dengan Abu al- Aswad
a‟d-Duwali dari Bakr bin Abdi Mannah. Ia seorang yang faqih dan

10Ibid., 16.
11Sholihuddin Shofwan, al-Maqosid al-Nahwiyah Pengantar Alfiyyah Ibnu Malik, (Jombang:
Darul Hukam, 2005), 5.
12 Al- Hadi al-Fadli, Marakiz al-Dirāsah al-Nahwuiyah (Urdun: Maktabah al-Manar, 1986),

39.

56
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

berpengetahuan di bidang bahasa Arab, termasuk dari tabīn terdahulu. Ia


juga termasuk ahli Qiraah yang fasih dan banyak merujuk kepada Abu al-
Aswad ad-Duwali dalam kajian al-Qur‟an dan nahwu. Nashr juga pernah
belajar Nahwu dari Yachya bin Ya‟mar. Menurut Abu „Umar bin al-„Alaa ia
memiliki sebuah buku dalam bahasa Arab. Ia termasuk salah seorang dari
tim yang merumuskan perubahan harakat (i’rab) karena penyesuaian
makna.13 Ia meninggal pada tahun 89 H/708 M. Bersama Yahya bin Ya‟mar,
al-Laitsi telah melakukan lompatan yang besar dalam penulisan bahasa
Arab. mereka telah berkreasi membuat titik yang berbeda bagi huruf-huruf
yang mirip, seperti ‫ُ ة ت‬. Selain itu, mulai dipakainya istilah a’r-rafa‘, a’n-
nashb, al-jar, a’t-tanwin dan al-‘irab.14
Ketiga, „Anbasah al-Fīl (w. 100 H/ 719 M). „Anbasah bin Mu„dân al-
Misani al-Mahrī, orangtuanya berasal dari Misan, kemudian berpindah ke
Bashrah dan bermukim di sana. Ia mendapat gelar al-fīl dikarenakan
bapaknya adalah seorang pelatih gajah. Ia wafat pada tahun 100 pertama
hijriah.15 Ia disebut oleh Khalīl bin Achmad al-Farihidi sebagai murid dan
sahabat Abu-l Aswad a‟d-Duwalī yang paling cerdas.
Keempat, Maimun Al-Aqran . Abu Abdullah Maimun Al-Aqran,
dipanggil juga Maimun bin al-Aqran. Ia belajar nahwu dari „Anbasah al-
Fil.16 Menurut al-Suyuthi,17 sebelumnya ia telah belajar kepada Abūl Aswad
a‟d-Duwalī. Namun, berdasarkan keterangan lain, bahwa Maimun Al-
Aqran adalah guru dari „Anbasah al-Fīl. Hal ini seperti dinyatakan oleh Abu
„Ubaidah: ”Orang yang pertama kali menyusun ilmu nahwu adalah Abu al-
Aswad a‟d-Duwali, kemudian Maimun Al-Aqran, kemudian „Anbasah al-
Fil, dan Abdullah bin Abi Ishaq”. Berdasarkan keterangan dari Abî „Ubaidah
bin al-Matsani bahwa Maimun adalah sahabat „Anbasah al-Fīl yang paling
pandai”.18 Keterangan ini menjelaskan bahwa ia hidup pada tahun 100
hijriah pertama sebagaimana „Anbasah al-Fīl, akan tetapi informasi tentang
masa wafatnya tidak diperoleh.
Kelima, „Abdu‟r-Rachmân bin Hurmaz (w. 117 H/ 735 M). Nama
lengkapnya adalah Abu Dawud „Abdu‟r-Rachman bin Hurmaz bin Abi
Sa‟ad al-Madini al-A‟raj, hamba Ibnu Rabi„ah bin al-Harits bin Abdu-l
Muthalib. Abdullah bin al-Hai„ah meriwayatkan dari Abi Nadhr bahwa

13Taman Hasan, Al-Ushul : Dirasah Ibstimulujiyah li Ushul al-Fikri al-Lughoh al-Arabiyah


(Maghrib: ad-Dar al-Baydoh, 1991), 33.
14 Al-Hadi al-Fadli, , Marakiz..., 27.
15 Muhammad Thantāwiy, Nasyatu’n-Nachwi wa Tarikh Asyhuria’n-Nuhah, (Mesir; Al-

Azhar, 1969), 57.


16 Ibid., 57.
17 Al-Hadi al-Fadli, Marakiz..., 26.
18 Ibid. 58

57
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

„Abdur-Rahman bin Hurmaz adalah orang pertama yang menyusun bahasa


Arab dan dialah orang pertama yang paling tahu ilmu nahwu dan ia
termasuk keturunan Quraisy.19
„Abdu‟r-Rahman bin Hurmaz termasuk ahli qiraah dan termasuk juga
rijalul hadits. Ia termasuk ahli fiqih yang berbeda pendapat dengan Malik
bin Anas. Ilmu yang diperdebatkan adalah mengenai ushul ad-din. „Abdur-
Rahhman bin Hurmaz pindah ke Iskandariah, dan bermukim di sana
sampai wafat pada tahun 117 H.20
Keenam, Yahya bin Ya„mar Al-Udwani Al-Laitsi (w. 129 H/747 M).
Abu Sulaiman Yahya bin Ya„mar bin Wasyqah bin „Auf bin Bakr bin Yaskur
bin „Udwan ibn Qays bin Ilan bin Mudhar. Ia dari golongan Bani Laits. Ibnu
Ya‟mar termasuk orang yang belajar dari Abul-Aswad mengenai pemberian
titik mushaf dengan titik „irab. Ia adalah seorang syii yang fasih dalam
menggunakan hal asing dalam kata-katanya. Dan ia wafat pada tahun 129
h/747 M).21 Chatim meriwayatkan dari Dāwud bin Zibriqah dari Qatadah
bin Da‟amah ad-Daus, ia berkata:”Orang pertama yang menyusun nahwu
setelah Abûl-Aswad adalah Yachya bin Ya„mar, dan belajar darinya
Abdullah bin Abi Ishaq.
Generasi Ketiga (Generasi Ulama/Tokoh Bashrah Awal)
1. Abdullah bin Abi Ishaq (w. 127 H/745 M)
Ia belajar al-Qur‟an kepada Yahya bin Ya„mar dan Nasr bin „Âshim,
dan belajar nahwu kepada Maimūn Al-Aqran. Pendapat lain
menyatakan bahwa ia belajar nahwu dari Yachya bin Ya„mar. Hatim
meriwayatkan dari Dāwud bin Zibriqah dari Qatadah bin Da‟amah a‟d-
Daus, ia berkata:”Orang pertama yang menyusun nahwu setelah Abūl-
Aswad adalah Yachya bin Ya„mar, dan belajar darinya Abdullah bin
Abi Ishaq.
Menurut Ibnu a‟s-Salām, Ibnu Abī Ischāq ini merupakan tokoh
nahwu pertama yang ahli dalam bidang qiyās dan syarh al-„Ilal. Ini
dibuktikan oleh sebuah riwayat bahwa ketika ia ditanya oleh Yūnus bin
Chabīb ”apakah kata ‫ اىسىٌق‬dibaca orang Arab dengan ‫ ”?اىصىٌق‬Dijawab
Ibnu Ishaq ”Ya, oleh kabilah Amru bin Tamim”. Katanya persoalan ini
tidak hanya membutuhkan qiyas tapi juga talil.22
2. Isa bin „Umar al-Tsaqafî (w. 149 H/766 M)

19 Ibid., 24.
20 Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.
21 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 58.
22 Syauqi Dhoif, Al-Madarisul..., 25.

58
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

„Isa bin „Umar belajar nahwu dari Abdullah bin Abi Ischaq dan Abu
„Amru bin Al-„Ala‟a. Kemudian, Al-Khalil bin Ahmad, Yunus bin
Chabīb dan Sibawaihi belajar
darinya. Isa telah mengkiaskan kata " ‫ " ٌب رجال‬kepada kata "‫ " ٌب ٍطزا‬pada
kata al-Ahwash;
ٌ‫اىسالً ٍطز ٌب عيٍل وىٍس عيٍهب ٍطزا ٌب هللا سي‬
Pengkiasan ini terkait dengan kaidah al-munada dari nakirah ghaira
maqsudah.23 diantara karya yang telah ditulis oleh Isa bin Umar yaitu
kitab "‫ "اىجبٍع‬dan "‫"األمَبه‬.
3. Abu „Amru bin Al-„Ala‟a (w. 154 H/771 M)
Menurut sebagian riwayat nama lengkapnya adalah Zabân bin al-
„Ala′a al-Mazini al-Tamimi. Ia dilahirkan pada tahun 70 Hijriah di Kota
Mekkah, dan dibesarkan di Bashrah sampai wafat pada tahun 154 H. Ia
termasuk ahli dalam qiraat sab‟ah.24 Al-Riyasy meriwayatkan dari al-
Ashma„i, ia berkata: ”Saya bertanya pada Abu „Amru: ”Siapa
namamu?” Ia menjawab: ”Nama saya Abū „Amru”. Abu Ubaidah
berkata: ”Abu „Amru adalah manusia yang paling tahu di bidang sastra,
bahasa Arab, Alqur‟an, dan puisi”. Al-A„shami berkata: ”Saya bertanya
pada Abū „Amru seribu pertanyaan, maka ia pun memberi jawaban
dengan seribu hujjah/argumentasi”. Ia meninggal di Kufah pada tahun
154 H, dan ada pula yang mengatakan 159 H.
4. Yunus bin Chabīb (w. 182 H/798 M).
Yunus bin Chabīb seorang mawali dari Bani Dhobbah. Ia dilahirkan
pada tahun 94 H dan wafat pada tahun 182 H dalam usia ±78 tahun.
Hobinya mengadakan rihlah/ perjalanan dan mendengarkan
percakapan orang Badui, sehingga ia dapat menjadi seorang perawi
bahasa dan menyusun buku di bidang yang sama.25 Ia belajar bahasa
dari Abū „Amru bin Al-„Alā‟a. Ia mepunyai kelompok/halaqah di
Masjid Jami‟ Bashrah. Kasāi termasuk salah seorang yang pernah
mengikuti halaqah tersebut.26
Salah satu pendapatnya tentang kaidah nahwu bahwa tashgir untuk
kata ‫قجبئو‬
adalah ‫قجٍو‬, sementara Khalīl dan Sibawaihi berpendapat ‫قجٍئو‬. Ia juga
mempunyai pendapat yang berbeda dengan Sibawaihi dan Khalīl
mengenai huruf tambahan pada kata "‫"قطع‬. Menurut Khalīl, huruf
tambahan pada kata "‫ "قطع‬adalah huruf pertama, bagi Yūnus huruf

23 Ibid, 27
24 Ibid, 27.
25 Ibid., 28.
26 al-Hadi Al-Fadli, 1986, Marakiz...,. 35.

59
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

kedua merupakan huruf tambahan.27 Salah satu karya Yunus dalam


nahwu adalah al-Qiyas fi al-Nahwi.28
Generasi Keempat (Generasi Khalil Dan Sibawaihi)
1. Al-Khalil bin Achmad (w. 175 H/ 791 M)
Nama lengkapnya al-Khalil bin Ahmad al-Farāhidy al-Bashari. Ia
dilahirkan pada tahun 100 H dan dibesarkan di Bashrah sampai ia wafat
pada tahun 175 H dalam usia ± 75 tahun. Dalam beberapa literatur,
Khalīl lebih dikenal dengan sebutan al-Farahidy. Gelar ini dinisbatkan
kepada kabilah nenek moyangnya, yaitu farhud, salah satu kabilah di
desa azad Oman.29
Ia belajar bahasa Arab kepada kedua gurunya, „Isā bin „Umar
a‟ts-Tsaqafi dan Abu „Amru bin Al-„Ala‟a. Ia juga aktif dalam
mempelajari ilmu mantiq Aristoteles dan musik Yunani. Sementara itu,
murid-muridnya yang selalu mengambil riwayat darinya adalah
Sibawaihi, al-„Ashma‟i, dan Nadhar bin Syumail. Ada seorang
muridnya lagi yang bernama al-Layts yang dijadikan rujukan dalam
periwayatan Khalîl.30
Karya-karya al-Khalil adalah sebagai berikut. Dalam bahasa, dia
menulis: [a] Kitab Ma „anil-Huruf, [b] Kitab an-Naqth wat-Tasykil, [c]
Kitab al-Jamal, [d] Kitab asy-Syawahid, dan [e] Kitab al-„Ain. Karyanya
dalam ilmu „Arudh adalah: [a] Kitab al-„Arudh, dan [b] Kitab al-Farsy
wal-Mitsal. Di antara pendapatnya dalam nahwu adalah ia menyatakan
bahwa “‫”اٌب‬termasuk ism mudhmar, yang dihubungakan dengan kata ،‫ي‬
‫ ك‬،‫ هـ‬karena kata itu tidak bermakna jika berdiri sendiri.31
2. Sibawaihi (w. 180 H/796 M)
Ia bernama lengkap Abū Basyr bin „Utsman bin Qunbar. Ia
diberi gelar Sibawaihi (wangi apel), karena ibunya sering memberi buah
itu kepadanya semasa kecilnya. Ia dilahirkan di al-Baydho′ sebuah desa
di Parsi.32 Ia mulai belajar di kampung halamannya sendiri. Setelah
muncul keinginan yang kuat di usianya yang masih muda untuk
mempelajari agama, ia pergi ke Bashrah untuk belajar kepada Hammād
bin Salmah bin Dinar, seorang ahli hadits yang terkenal masa itu.33 Ia

27 Syauqi Dhoif, Al-Madarisul..., 28.


28 al-Hadi Al-Fadli , 1986, Marakiz...,. 36.
29 Taufiqurrahman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN Press, 2008), 281.
30 Ibid., 283.
31 Barakat, Kamaluddin al-Inshaf, tth, Al-Inshaf fi Masail al-khilaf baina al-Nahwiyin: al-

Bashiriyin wa al-Kufiyin, (Darul-Fikri.) 695.


32 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 66.
33Dhoif, Syauqi, 1968, Al-Madârisul..., 57.

60
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

juga mempelajari nahwu kepada al-Khalīl, Yunus dan „Isa bin „Umar.34
Ia wafat pada tahun 180 H di Kota Syiraz, pendapat lain mengatakan di
Hamdzan.35
Karya Sibawaihi yang paling momental adalah al-Kitab. Karya itu
dibuat setelah wafatnya al-Khalil, terbukti banyaknya kata ‫ رحَه هللا‬di
belakang nama Khalîl. Kitab ”Sibawaihi” saat ini dijuluki dengan istilah
”Quran al-Nahwu”, sedangkan pada masa dahulu disebut dengan
”Imam al-Nuhah”.36 Dalam menyusun kitab ini, Sibawaihi banyak
mengambil manfaat dari ilmu yang dimiliki Khalīl. Hal ini dibuktikan
dengan sering digunakannya kata ”‫ ”سأىث اىخيٍو‬dalam kitab tersebut.
Sibawaihi meriwayatkan dalam kitabnya tentang para ahli nahwu,
meskipun tidak jelas apakah ia bertemu mereka atau belajar dari
mereka secara lisan. Mereka itu adalah Al-Akhfasy, Yunus, Abi Zayd,
Abu Umar bin al-„Ala′a, dan lain-lain.37
Dua sumber yang dipakai Sibawaihi sebagai argumentasi dalam
menguatkan pendapatnya mengenai sebuah persoalan tata bahasa,
yaitu: puisi, prosa Arab, dan ayat Alquran. Dalam kitabnya, Sibawaihi
menggunakan kurang lebih seribu lima ratus bait puisi.38 Banyak dari
puisi tersebut tidak disebutkan sumbernya, entah karena penciptanya
sudah meninggal atau memang tidak diketahui. Karena takut salah,
kadang-kadang Sibawaihi mencantumkan dua bahkan lebih sumber
untuk satu puisi. Puisi-puisi itu ada yang dinyatakan bersumber dari
gurunya atau dari pendengarannya sendiri. Al-Jarmî menyatakan
bahwa dalam Kitab Sibawaihi terdapat seribu lima puluh bait puisi, yang
seribu diketahui penyairnya dan sisanya lima puluh bait tidak
diketahui penyairnya.39
Dalam menyusun kitabnya, Sibawaihi telah menyusun materi-
materi tatabahasa Arab dengan sistematis. Dari satu bagian ke bagian
lain terdapat jalinan yang padu sehingga memudahkan para pembaca.
Dalam akhir bagian selalu ada epilog yang menyambungkan dengan
bagian sesudahnya. Tidak ada pemisahan pembahasan dalam setiap
bagian. Pembahasan dalam kitab Sibawaihi berdasar pada contoh-
contoh asli bahasa Arab agar dapat langsung menentukan antara
bentuk kalimat yang benar dan yang salah. Kitab itu sendiri terdiri atas

34 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 66.


35 Dhoif, Syauqi, 1968, Al-Madarisul..., 59.
36 Ibid., 59
37 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 67.
38 Ibid., 71.
39 Ibid., 73.

61
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

820 bab. Penyusunan bab-bab itu berbeda dengan umumnya penulis


dalam beberapa hal, yaitu:
1) Urutan yang dipakai bukan pembahasan mengenai marfu‘at,
kemudian manshūbāt, dan seterusnya. Namun, pembahasan
dimulai dengan pembahasan fā‘il yang bersambung dengan
pembahasan maf‘ūl, atau pembahasan mubtada’ yang disambung
dengan pembahasan mengenai khabar.
2) Mendahulukan pembahasan yang seharusnya di akhir dan
mengakhirkan pembahasan yang seharusnya di awal. Misalnya,
mendahulukan pembahasan musnad ilaih dan baru disambung
dengan pembahasan musnad.
3) Membahas dari masalah yang umum ke yang khusus. Misalnya,
membahas tasghir secara umum, kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai berbagai macam bentuk tasghir.
4) Beberapa pembahasan dilakukan sampai selesai. Misalnya,
pembahasan mengenai fa‘il dimulai dengan fa’il tanpa maf‘ul, fa‘il
dengan satu maf‘ul, dan diakhiri fa‘il dengan dua maf’ul. Pada
masa sekarang, pembahasan ini biasanya diletakkan pada
pembahasan mengenai fi‘l muta‘adi, dan lazim.
5) Kadang-kadang suatu pembahasan berada dalam satu bab,
sedangkan pembahasan yang lain berada pada bab yang lain agar
mendapatkan kecocokan.
6) Karena belum ada istilah-istilah baku untuk tata bahasa Arab,
Sibawaihi masih menggunakan kata-kata yang panjang untuk
membuat judul suatu bab. Misalnya untuk inna wa akhwatuha ia
menggunakan kata-kata „bab mengenai lima partikel yang
berfungsi seperti fi‘l terkait dengan kata-kata sesudahnya.40

Kitab Sibawaihi banyak mendapat pujian karena


kelengkapannya. Di Bashrah kitab ini adalah kitab pokok ilmu tata
bahasa Arab. Namun, banyak juga orang yang tidak percaya bahwa
kitab ini adalah karya Sibawaihi sendiri. Mereka mengira Sibawaihi
mengerjakan kitab ini bersama-sama orang lain. Kitab Sibawaihi telah
mengalami enam kali cetak. Cetakan pertama di Paris pada tahun
1881, disambung dengan cetakan kedua di Calcutta tahun 1887,
cetakan ketiga di Jerman tahun 1895, cetakan keempat di Kairo tahun
1898, cetakan kelima di Baghdad, dan cetakan keenam di Kairo tahun
1966. Salah satu pendapatnya dalam ilmu nahwu bahwa tingkat

40 Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.

62
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

ma‟rifat yang paling tinggi adalah kata dhamīr, karena kata itu tidak
terjadi sebelum ia disebutkan terlebih dahulu.41
3. Al-Yazidy (w. 202 H/ 817 M)
Ia adalah Abu Muchammad Yahya bin al-Mubārak bin al-
Mughîrah al-„Adwiy.42 Nama al-„Adwy disambungkan kepada „Ady bin
„Abd Manah bin „Add bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar bin Nazar
bin Ma„d bin Adnan. Kabilah ini kabilah yang besar dan terkenal.
Kakeknya, al-Mughirah, adalah tuan seorang perempuan dari Bani
„Ady. Nama al-Yazīdy didapatnya karena ia pertama kali mengajar
anak-anak Yazīd bin Manshur bin „Abdullah bin Yazid al-Hamiry,
paman al-Mahdy. Nama al-Yazidy ini kemudian diberikan kepada
keturunannya.43
Al-Yazidy tinggal di Bashrah. Ia belajar ilmu qira‟ah kepada Abi
„Amr bin al-„Ala′a dan nahwu serta „Arudh kepada Khalil bin Ahmad.
Kemudian, ia menggantikan „Amr mengajar sambil berguru kepada
„Abdullah bin Ishaq dan Yûnus bin Habib. Setelah itu, al-Yazidy
mengajar anak-anak Yazīd bin Mansur. Yazīd kemudian
menghubungkan al-Yazidy dengan Khalifah Harun ar-Rasyīd dan
khalifah memerintahkan al-Yazidy untuk mengajar al-Ma‟mun,
sedangkan al-Kisa‟iy mengajar al-Amīn. Yazīdy dan al-Kisa‟iy sering
terlibat dalam perdebatan, tetapi al-Yazīdy lebih sering menang.44
Al-Yazidy adalah seorang sastrawan dan penyair yang produktif.
Syair yang ditulisnya kebanyakan berisi pujian terhadap ulama Bashrah
dan penghinaan terhadap ulama Kufah. Di antara kitab yang disusun
oleh al-Yazidy adalah: Mukhtashar fi a‟n-Nahwu. Ia meninggal pada
tahun 202 H.
Generasi Kelima (Generasi Al-Akhfasy)
1. Al-Akhfasy al-Awsath (w. 211 H/ 826 M)
Nama lengkapnya adalah Abû al-Hasan Sa„îd bin Mas„adah,
seorang Parsi asli.45 Al-Akhfasy adalah sebutan karena matanya kecil
dan penglihatannya lemah. Abu al-Hasan Sa„id bin Mas„adah dikenal
sebagai al-Akhfasy al-Shaghir, sedangkan „Abdu-l Hamīd bin „Abdur
Rahmān dikenal sebagai al-Akhfasy al-Kabir.46 Al-Akhfasy dilahirkan di
Balkh, sedangkan riwayat yang lain mengatakan di Khawarizm. Ia

41 Barakat, Kamaluddin al-Inshaf, tth, Al-Inshaf ..., 707.


42 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 87.
43 Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.
44 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi...,. 87.
45 Dhoif, Syauqi, 1968, Al-Madârisul..., hlm.94.
46 Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.

63
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

datang ke Bashrah untuk menuntut ilmu kepada Sibawaihi. Al-Akhfasy


dikenal sebagai pengikut Mu„tazilah, walaupun ada yang mengatakan
bahwa ia pengikut Qadariyyah-Murji‟ah aliran Abu Syimr.
Al-Akhfasy adalah teman dekat Sibawaihi ketika ia terusir dari
Baghdad karena kalah berdebat dengan al-Kisa‟iy. Al-Akhfasy adalah
sumber utama konsep tata bahasa Arab yang disusun Sibawaihi karena
tidak ada satu konsep pun dari tata bahasa Sibawaihi yang tidak dibaca
al-Akhfasy.47 Muridnya dari kalangan ulama Bashrah adalah al-Jarmy
dan al-Maziny, sedangkan dari kalangan ulama Kufah adalah al-Kisaiy.
Al-Akhfasy termasuk tokoh terbesar kedua setelah Sibawaihi di
kalangan rijal al-lughah mazhab Bashrah. Ia juga merupakan tokoh
yang pertama menggagas perbedaan pendapat dengan Sibawaihi, yang
akhirnya menjadi penggagas utama berdirinya mazhab Kufah.
Perbedaan antara Al-Akhfasy dan Sibawaihi hanya pada masalah
furu‟iyah bukan pada masalah pokok dalam ilmu nahwu, karena
menurut Dhoif48 kesempurnaan kaidah-kaidah pokok nahwu telah
tersusun pada masa Sibawaihi dan gurunya al-Khalīl.
Al-Kisa‟iy secara khusus menempatkan al-Akhfasy di
sampingnya dengan segala kemuliaan. Al-Akhfasy sendiri adalah guru
putra-putra al-Kisa‟iy. Banyaknya kemuliaan yang diterima al-Akhfasy
di Baghdad mempengaruhi kedekatannya dengan mazhab Kufah. Al-
Akhfasy mulai membantah pendapat gurunya, Sibawaihi serta al-
Khalīl, dan membantu para ulama aliran Kufah dalam menyusun
mazhab mereka. Al-Akhfasy menunjukkan kepada para ulama Kufah
beberapa pendapat yang berbeda mengenai tata bahasa yang kemudian
mereka ikuti di antaranya:
َ ‫ىَقَ ْذ َجب َءكَ ٍِ ِْ َّجَئ ِ اْى َُ ْز‬
1) Min jar za‟idah dalam kalimat aktif, misalnya: ٍَِْ‫س ِي‬
2) Pemberlakuan ketentuan inna ketika ditambah ma, misalnya: ٌِ‫إِّ ََب قَبئ‬
‫سَ ٌْذًا‬
3) Penggunaan tanwin pada kata ‫ ثَبىِث‬dan nasab pada kata ً‫ ثَالَثَة‬dalam
frase ‫ِث ثَالَثَة‬ ُ ‫ثَبى‬
4) Penggunaan lam al-ibtida‟iyyah pada ni„ma dan bi‟sa, misalnya ُ‫ِإ‬
49
‫ٍُ َحَذًا ىَِْ ْع ٌَ َر ُجو‬
Al-Akhfasy dikenal sebagai orang yang ahli dalam bahasa Arab,
mempunyai daya ingat yang kuat dan sangat cerdas. Banyak sekali
kitab yang telah ia hasilkan, di antaranya, al-Awsath dan al-Maqayis.
Ada beberapa pendapat mengenai tahun wafatnya al-Akhfasy, yaitu

47 Dhoif, Syauqi, 1968, Al-Madârisul...,.94.


48 Ibid.
49 Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.

64
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

tahun 211 H, 215 H, 221 H, dan 225 H. Menurut Thantāwiy, ia wafat di


Baghdad pada tahun 215 H.50
2. Qathrab (w. 206 H/ 821 M)
Ia bernama Abu „Ali Muhammad bin al-Mustanīr, hamba Salm
bin Ziyad. Ia lahir dan besar di Bashrah, kemudian belajar tata bahasa
kepada „Isa bin „Umar dan Sibawaihi, tetapi ia lebih banyak belajar dan
berkomunikasi dengan Sibawaihi. Nama “Qathrab” diberikan oleh
Sibawaihi karena ia sering menunggui Sibawaihi di depan pintu
rumahnya pada malam hari (‫)قطزة ىٍو‬, sehingga ketika Sibawaihi
bangun pagi, Qathrab sudah berada di depan rumah. Qathrab sendiri
beraliran Mu„atzilah Nizhamiyyah.51
Salah seorang panglima perang khalifah Harun ar-Rasyid, Abu
Dalf al-„Ajliy, memperkenalkannya kepada khalifah sehingga ia diminta
mengajar al-Amin.52 Qathrab memiliki beberapa pendapat yang berbeda
dengan ulama-ulama sebelumnya, baik itu al-Khalīl, Sibawaihi,
maupun al-Akhfasy. Beberapa pendapat Qathrab itu misalnya:
1) Tanda baca pada i„rab berupa raf„, nashb, jarr, dan jazm, pada
hakikatnya adalah tanda baca berupa dhammah, fathah, kashrah,
dan sukun.
2) Al-Khalil dan Sibawaihi menyatakan bahwa i„rab untuk mutsanna
dan jama„ mudzakkar salim itu muqaddarah (diprediksi) pada alif,
waw, dan ya‟, sedangkan Qathrab berpendapat bahwa i„rab-nya
muqaddarah pada huruf sebelum alif, waw, dan ya‟.
3) Sibawaihi berpendapat bahwa i„rab untuk al-asma‟ al-khamsah itu
muqaddarah pada waw, alif, dan ya‟, sedangkan Qathrab
berpendapat bahwa i„rāb-nya itu muqaddarah pada huruf sebelum
waw, alif, dan ya‟.53
Di samping perbedaan di atas, Qathrab juga menyusun banyak
kitab dalam ilmu nahwu dan sharf seperti: al-Isytiqaq; sedangkan
dalam bidang lingustik adalah al-Adhdād, Khalaqul-Insan, Khuluqul-
Furs dan al-Mutsallats fi a‟n-Nahwu. Karyanya dalam bidang ilmu al-
Qur‟an dan al-Hadits adalah Ma„ani al-Qur‟an, I„rab al-Qur‟an,
Gharibu-l al-Hadits dan al-Raddu „Ala al-Mulahiddin fi Tasyabuhi al-
Quran.54 Banyaknya kitab ini membuktikan kecerdasan Qathrab
sebagaimana diakui oleh para ulama. Qathrab meninggal pada tahun
206 H.

50 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 91.


51 Ibid., 91-92.
52 Dhoif, Syauqi, 1968, Al-Madârisul..., 94
53 Ibid., 111-112.
54 Ibid., 108-109

65
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

3. Al-Jurmy (w. 225 H/ 840 M).


Ia bernama Abu „Umar Shālih bin Ishaq al-Bajly, hamba bani
Jarm.55 Nama al-Jurmy dihubungkan dengan Jarm bin Rabban bin
„Imran bin Ilhaf bin Qadha„ah, karena ia dihadiahkan kepada Jarm.
Jarm adalah salah satu kabilah Yaman yang terkenal. Al-Jurmy lahir
dan besar di Bashrah kemudian belajar tata bahasa kepada al-Akhfasy
al-Awsath dan Yunus bin Chabib.56 Ia juga belajar ilmu bahasa dari Abu
„Ubaidah, Abu Zaid al-Anshary, Ushmu„i, dan ulama-ulama lain yang
semasa. Tokoh bahasa yang hidup semasanya adalah al-Mazani.
Al-Jurmy merupakan seorang sastrawan, penyair yang
berakidah benar. Ia pindah dan tinggal Baghdad sampai wafat pada
tahun 225 H/840 M. Ia pernah berdebat dengan al-Farra. Ia terkenal
suka berbicara keras dalam setiap perdebatan sehingga mendapat gelar
al-Kalb (anjing). Al-Jurmy juga terkenal cerdas dan ahli di bidang hadits.
Beberapa kitab yang telah disusun di antaranya: al-Farh, at-Tatsniyah
wal-Jama‘, Tafsir Gharib Sibawaihi, Mukhtashar Nahwuil-Muta‘allimīn, al-
Abniyah, at-Tashrīf, al-Arudh, al-Qawafi, dan as-Siyar. Menurut al-Jurmy
‫اىىاو اىَعٍة‬menasabkan bukan dengan huruf ‫ّب‬, akan tetapi ia sendiri yang
menasabkannya, karena ‫ اىىاو اىَعٍة‬itu bukan termasuk ‫ﻒطع‬.57
4. A‟t-Tauzy (w. 238 H/ 852 M)
Dia bernama Muhammad „Abdullah bin Muchammad bin
Harun. Nama a‟t-Tauzy dihubungkan dengan negeri Tauz di Persia. Dia
berguru kepada al-Usmu„i, Abū „Ubaidah, Abu „Umar al-Jurmy, Abu
Zaid al-Anshary, dan al-Akhfasy. At-Tauzy adalah salah seorang
pegawai khalifah al-Watsiq yang telah menyusun beberapa kitab, di
antaranya: al-Amtsal, al-Adhdad, an-Nawadir, Fa„altu wa Af„altu, dan
al-Khail. Banyak perbedaan pendapat mengenai tahun wafatnya at-
Tauzy, yaitu tahun 230 H, 233 H, dan 238 H.58
5. Al-Maziny (w. 249 H/ 863 M)
Ia bernama Abu „Utsman Bakr bin Muhammad. Ia berasal dari
bani Sadus, dan dilahirkan di Basrah. Nama al-Maziny dihubungkan
dengan Bani Mazin bin Syaiban bin Dzahl bin Tsa„labah bin „Ukabah
bin Sha„b bin „Ali bin Bakr bin Wail. Ia adalah hamba Bani Sadus yang
dihadiahkan kepada Bani Mazin. Al- Maziny adalah ahli tatabahasa dan
qira‟ah.

55 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 92.


56 Ibid.92.
57 Barakat, Kamaluddin al-Inshaf, tth, Al-Inshāf ..., 555.
58 Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.

66
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

Bersama al-Jarmy, ia belajar kepada Abi Ubaidah, Abi Zayd dan


al-Akhfas. Pada masa al-Watsiq, Al-Maziny mendapatkan seratus dinar
setiap bulan untuk keperluan belanjanya. Ini disebabkan
kemampuannya dalam menjawab pertanyaan yang berbeda dengan al-
Tawzy tentang sebab mansubnya kata ”‫ ”رجال‬pada syair berikut ini:
ٌ‫أظيٌٍ إُ ٍصبثنٌ رجال أهذي اىسالً إىٍنٌ ظي‬
Bagi al-Tawazy mansubnya kata ”‫ ”رجال‬adalah ism inna,
sedangkan menurut al-Maziny, yang wafat di Bashrah pada tahun 249
H/863 M, kata ”‫” رجال‬, mansub-nya disebabkan ia berfungsi sebagai
mafu‟l bih dari kata ٌ‫ٍصبثن‬.59 Banyak kitab yang telah disusun oleh al-
Maziny, di antaranya: „Ulumul-Qur‟an, „Ilālu‟n-Nachwi, Tafsir Kitab
Sibawaihi, Lahnul-„Ammah, al-„Alif wal-Lam, al-„Arudh, al-Qawafy,
dan ad-Dibaj. Meskipun tidak ada karya yang dihasilkan dalam ilmu
bahasa, akan tetapi al-Maziny memiliki pendapat sendiri, di antaranya:
1) Alif mutsanna, waw jama‟, dan ya‟ al-mukhathabah pada fi‟l,
misalnya َُ‫ ٌَقُ ْى ٍُ ْى‬،ُ‫ب‬
ِ ٍَ ‫ ٌَقُ ْى‬dan ٍَِْ ٍِ‫جَقُ ْى‬, bukanlah fa„il, tetapi tanda tatsniyah,
jama‟, dan ta‟nits. Adapun fa‟il adalah dhamir mustathir.
2) Alif, waw, dan ya‟ pada mutsanna dan jama„ mudzakkar salim,
misalnya َُ‫ ٍُ ْس ِي َُ ْى‬،ِِْ ٍََ ‫ ٍُ ْس ِي‬،ُ‫ب‬
ِ ََ ‫ ٍُ ْس ِي‬dan ٍَِْ َِِ‫ ٍُ ْسي‬, bukanlah tanda i„rab, tetapi
tanda mutsanna‟ dan jama„ mudzakkar salim.
3) Jama„ mu‟annats salim wajib mabni fathah jika didahului la nafiyah
lil-jins, misalnya َ‫لَ ٍُطِ ٍْعَبتَ ىَل‬.
4) Al-KhalIl menyatakan bahwa „ain fi‟l dalam kata, seperti ‫ اِ ْسحَحْ ٍى‬itu
dibuang karena ada pertemuan dua sukun, sedangkan al-Maziny
menyatakan bahwa „ain fi‟l itu dibuang karena sebagai takhfif karena
banyak digunakan.
5) Sibawaihi menyatakan bolehnya qiyas pada ism tafdhil dari fi‟l
mudhari‟ dengan wazan ‫أ َ ْف َع َو‬, tetapi al-Maziny menyatakan tidak
boleh, sehingga tidak ambigu antara fi‟l madhi dan ism tafdhil.60
6. Ar-Riyasyy (w. 257 H/ 871 M)
Ia bernama Abu al-Fadhl „Abbas bin al-Farj, hamba dari
Muhammad bin Sulaiman bin „Ali al-Hasyimy. Ar-Riyasyy
dihubungkan dengan seseorang dari Jadzam yang bernama Riyasy
yang menjadi tuan al-Farj, ayah „Abbas,61 kemudian ia menjual al-Farj
kepada al-Hasyimy. Akan tetapi, nama „Abbas tetap dihubungkan
dengan tuan sebelumnya, yaitu Riyasy.
Ar-Riyasyy adalah ahli di bidang bahasa dan nahwu. Ia banyak
meriwayatkan tentang bahasa dari Ushmu„i, AbU „Ubadah dan lain-

59 Dhoif, Syauqi, 1968, Al-Madârisul..., 115-116.


60 Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.
61 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 95.

67
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

lain. Ia belajar ilmu nahwu dari gurunya al-MAzany. Meskipun


demikian, karyanya tidak ada yang terkait dengan nahwu. Ar-Riyasyy
juga dikenal sebagai orang yang zuhud, banyak mempergunakan
waktunya untuk ilmu, dan seorang penopang mazhab Bashrah. Ar-
Riyasy tewas terbunuh di daerah Zanj di Bashrah pada tahun 257 H/
871 M saat sedang melaksanakan shalat subuh. Peristiwa itu terjadi
pada masa pemerintahan Khalifah al-Mutawakkil. Khalifah menyerbu
Zanj karena menjadi markas perlawanan kaum Alawiyyin yang
dipimpin oleh „Ali bin Muhammad bin „Isa.
Generasi Keenam (Generasi al-Mabrid)
1. Al-Mabrid (w. 285 H/ 898 M).
Ia bernama AbU al-„Abbas Muhammad bin Yazid bin „Abdul-
Akbar bin „Umair bin Hasan bin Salim bin Sa„d bin „Abdullah bin Yazid
bin Malik bin al-HArits bin „Amir bin „Abdullah bin Bilal bin „Auf bin
Aslam bin Ahjan bin Ka„b bin al-HArits bin Ka„ab bin „Abdullah bin
Malik bin Nashr bin al-Azd bin al-Ghauts. Ia dilahirkan di Bashrah pada
tahun 210 H.62
Ia berguru pada al-Jurmy, al-Maziny, dan a‟s-Sijistany.
Sebagaimana al-Maziny, al-Mabrid memprioritaskan perumusan kaidah
dengan teknik mendengar langsung (simai„). Dalam hal taskin fi„l
mudhari„ pada puisi : ‫ إِثْ ًَب ٍِ َِ هللاِ َولَ َواغِو‬# ‫غٍ َْز ٍُ ْسحَحْ قِت‬
َ ُ‫فَ ْبىٍَ ْى ًَ أ َ ْش َزة‬. Sibawaihi
َ
memperbolehkan taskin pada kata ْ‫أ ْش َزة‬, sedangkan menurut al-Mabrid,
bacaan yang benar adalah ُ‫ فَ ْبى ٍَ ْى ًَ أ َ ْش َزة‬. Demikian juga dengan dhamir jar
sebagai ganti dari dhamir rafa„ dalam kata seperti َ‫ ىَ ْىلَك‬dalam puisi:
‫ ىىلك هذا اىعبً ىٌ أحجج‬# ‫أ َ ْو ٍث ثِنَفٍهب ٍِ اىهىدج‬
Menurut al-Mabrid, bacaan seperti ini salah karena dhamir rafa‟
di atas tidak bisa diganti, misalnya dalam ayat : ٍَِِْْ ٍِ ْ‫( ىَىلَ أ َ ّْح ُ ٌْ ىَ ُنْب ٍُؤ‬31 :‫)سجأ‬.
Kata di ayat tersebut seharusnya dibaca َ‫ىَ ْىلَ أ َ ّْث‬ bukannya
ََ‫ىَ ْىلك‬.Pebedaan pendapat yang lain adalah tasghir dari kata ٌُ ٍْ ‫إِث َْزا ِه‬dan
‫اِ ْس ََب ِع ٍْ ُو‬.Menurut Sibawaihi, kedua kata di atas menjadi ٌُ ٍْ ‫ ث َُز ٌْ ِه‬dan ‫س ََ ٍْ ِع ٍْ ُو‬
ُ ََ.
Adapun menurut al-Mabrid, kedua kata itu menjadi ُ‫ أثٍَ ِْز ٌْه‬dan ‫سٍَِْ ٍْ ُع‬ ُ َ ُ‫أ‬
karena alif pada kedua kata di atas adalah asli.
Al-Mabrid telah menghasilkan beberapa karya yang penting, di
antaranya: Nasab „Adnan wa Qakhthan, I„rabul-Qur„an, al-Ittifaq wal-
Ikhtilaf minal-Qur„anil-Majid, al-Fadhil, al-Kamil, al-Muqtadhab, al-
Isytiqaq, at-Tashrif, al-Madkhal li-Sibawaihi, Syarh Syawahidul-Kitab,
Ma„na Kitab lil-Akhfasy, ar-Radd „ala Sibawaihi, Dharuratusy-Syi„r, al-

62 Dhoif, Syauqi, 1968, Al-Madârisul...,. 123.

68
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

Maqshur wal-Mamdud, dan al-Qawafy. Ia meninggal pada hari Senin


tanggal 28 Dzulhijjah 286 H dan dimakamkan di sebuah rumah depan
pintu masuk kota yang dibelinya.
2. Al-Zujaj (w. 310 H/ 922 M)
Al-Zujaj nama lengkapnya Abu Ishaq Ibrahim bin al-Sariyi bin
Sahal. Ia suka mempelajari nahwu kepada al-Mabrid. Ia pernah menjadi
katib/sekretaris dari Qasim bin Ubaidillah bin Sulaiman. Al-Zujaz
merupakan penulis yang produktif. Ketika wafat pada tahun 310 H, ia
telah menghasilkan karya yang banyak di antaranya kitab syarh abyat
Sibawaihi, Mukhtasor fi Nachwi, kitab al-Isytiqoq, kitab Ma„ani al-
Quran, kitab al-Qowafi dan al-Arudh.
Gagasan al-Zujaz dalam ilmu nahwu terkait dengan masalah al-
Awamil, al-Talil, al-Adawat. Dalam masalah al-„awamil, menurut al-
Zujaz:
1) Fiil Mudhari (verba imperfek) hanya terkait dengan waktu yang
akan datang (istiqbal), berbeda dengan jumhur ulama dan
Sibawaihi yang menyatakan fiil tersebut terkait masa kini dan
akan datang. Al-zujaz juga berpendapat bahwa ‫ ىَ َعو‬dan َُ‫ َمأ‬tetap
beramal sebagaimana lazimnya jika ditambah ‫ ٍَب‬, contohnya ‫َمأَّ ََب‬
ًِ‫ ٍُ َحَذًا قَبد‬.
2) Harakat mansub pada maful ma‟ahu (keterangan) itu disebabkan
oleh kata kerja (verba) yang tersembunyi setelah huruf wa,
contohnya: ‫َجْز‬ ِ ‫ع ْاىف‬
َ ‫ع َوطُيُ ْى‬ ِ ‫ع ْاىف‬
َ َ‫ ا ْسح َ ٍْق‬taqdirnya ‫َجْز‬ ُ ‫س‬
َ ‫طيُ ْى‬ َ َ‫ ا ْسح َ ٍْق‬Berbeda
َ َ‫ع َو َلث‬
dengan pendapat mayoritas linguis bahwa mansub-nya kata َ‫طيُ ْىع‬ ُ
itu disebabkan oleh huruf wa.63
Selain itu, ia juga berpendapat bahwa mutsanna (bentuk
ganda) seperti kata ٌِ‫سٌذ‬-ُ‫ سٌذا‬adalah mabni (berharakat tetap)
bukan sebaliknya (berubah harakat) sebagaimana pendapat
mayoritas ulama Bashrah. Ini dikarenakan adanya makna huruf
athaf/koordinasi dalam kata tersebut, jadi ‫ قبً سٌذ‬berart ‫قبً سٌذ وسٌذ‬
Dalam masalah morfologi, ia berpendapat bahwa kata ganti
(dhomir) ً‫ ه‬،‫ هى‬bukanlah kedua hurufnya itu asli semua
sebagaimana pendapat ulama bashrah, tetapi huruf ha‟-nya saja
yang asli, sedangkan huruf ya‟ dan wawu-nya adalah tambahan.
Ini dikarenakan kedua huruf tersebut akan hilang seperti pada
kata dhomir ِ‫هَب هٌ ه‬.64
3. Ibnu al-Siraj (w. 316 H/ 928 M)

63 Ibid., 136
64 Ibid., 137

69
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

Ia adalah Abu Bakr Muhammad bin al-Sariyyi, yang pernah


menjadi murid termuda dari al-Mabrid. Ia seorang yang tekun dalam
mengikuti pelajaran nahwu dan bahasa dari gurunya, ia juga mencinta
pelajaran mantiq dan seni. Setelah wafatnya al-Mubrad, ia belajar
kepada al-Zujaz. Ia belajar karya Sibawaihi dari Abu Ali Al-Farisi. Ia
wafat pada tahun 316 H/928 M.
Ia sangat perhatian kepada masalah Ilal al-nahwu dan
maqayisih-nya, ini dibuktikan dengan karyanya dalam bidang tersebut,
yaitu kitab al-Ushul al-Kabir. Buku itu merupakan sebuah karya al-Siraj
yang menggabungkan pendapat ulama bashrah yang terkenal seperti
Sibawaihi dengan ulama lainnya seperi al-Akhfas dan ulama kufah,
akan tetapi buku ini tidak terpublikasi sampai sekarang.65
Di antara karyanya yang lain yaitu kitab mujmal al-Aswat, al-
Isytiqoq, syarh Sibawaihi, kitab Ihtijaj al-Farra. Ia mempunyai banyak
ide/pendapat dalam ilmu nahwu dan shorf, di antaranya ia
berpendapat bahwa ‫ ىٍس‬bukanlah fiil naqis sebagaimana pendapat
mayoritas ulama Bashrah, tetapi ia merupakan huruf (partikel), karena
ia tidak bisa ditasrifkan atau tidak ada bentuk fiil mudhori (verba
imperfek) dan fiil amarnya (verba imperatif). Kalau mayoritas ulama
Bashrah berpendapat bahwa ‫ ىَب‬pada contoh ‫ وىَب جبءًّ أمزٍحه‬merupakan
huruf/partikel, maka Ibnu Siraj berpendapat bahwa ‫ ىَب‬tersebut
merupakan zhorof zamani.
4. Al-Sirafi (w. 368 H/ 978 M)
Ia bernama lengkap Abu Said al-Chasan bin Abdillah bin al-
Mirzabān. Ia dilahirkan di Sirāfi pada tahun 280 H. Bapaknya yang
bernama Hazad adalah seorang Majusi, dan setelah masuk Islam
namanya diganti menjadi Abdullah. Pada usia 20 tahun, al-Sirâfi keluar
dari negerinya menuju Oman dan berlanjut kepada Baghdad. Ia
mempelajari bahasa Arab dari Ibn Duraid, nahwu dari Ibn Siraj, qiraat
dari Abu Bakr bin Mujahid. Ia juga ahli dalam bidang fiqh, sehingga
dipilih menjadi Qadi di wilayah selatan Baghdad. Dan ia juga
memperdalami logika dan filsafat.
Sirafi telah menyusun kitab syarh Sibawaihi, al-madhol ila al-
Kitab, alifat al-Washl dan al-Qathi, kitab syarh maqsurah ibn Duraid,
kitab al-Iqna‟ fi al-Nahwu, kitab Shinaati al-syiir wa al-Balaghah dan
kitab Jazirat al-Arab. Aktivitas menulis dan mengarang buku terus
berlanjut sampai ia wafat pada tahun 368 H/ 978 M.66

65 Ibid., 140
66 Ibid., 146.

70
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

Di antara pendapatnya dalam ilmu nahwu sebagai berikut.


Pertama, kata ‫ مٍﻒ‬bukan zorof (‫)ظزف‬, pendapatnya itu berbeda dengan
pendapat Sibawaihi. Kedua, majzum-nya (berharakat sukun) fiil
mudhari (verba imperfek) dari contoh ‫ ائحًْ أمزٍل‬adalah kata thalab ”
ًْ‫ ”ائح‬yang berkedudukan sebagai pengganti dari kata syart yang
menjazamkan.
Penutup
Ulama Basrah-wilayah Irak sekarang adalah pionir bagi
perkembangan ilmu Nahwu. Selain faktor sosiologi dan budaya, faktor yang
mendukung perkembangan Nahwu di Basrah adalah kondisi wilayah
Basrah yang stabil dan ulama‟ Basrah yang cakap dalam bidang logika.
Perkembangan ilmu Nahwu berawal dari kekhawatiran khalifah Ali bin Abi
Thalib terhadap banyak lahn (kesalahan) yang terjadi dalam perkataan
orang Arab, khususnya dari kelompok malawi dan musta‟ribin. Upaya
kongkrit mengatasi hal tersebut diawali Abu al-Aswad ad-Duali dengan
memberi tanda harakat yang berbeda-beda untuk sebuah kata yang ada
dalam kalimat. Ulama Basrah, meskipun mempunyai keterkaitan guru dan
murid, tetapi tak jarang ide mereka tentang suatu kaidah bisa berbeda.
Untuk itu kajian tentang perbedaan pendapat dalam masalah lingustik
khususnya antara guru dan murid periode Basrah patut untuk dikaji dan
diteliti lebih mendalam.

Daftar Pustaka

Al-Fadli, al-Hadi, Marakiz al-Dirasah al-Nahwuiyah, Urdun: Maktabah al-


Manar. 1986.
A‟s-Suyuthi, Jalaludin, t.t. Al-Mazhar, Kairo: Isa al-Halabiy.
Al Wasilah, A. Chaedar, Politik Bahasa dan Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, Cet.1, 1997.
Barakat, Kamaluddin al-Inshaf, t.h. Al-Inshaf fi Māsail al-khilaf baina a‟n-
Nahwiyin: al-Bashiriyin wa al-Kufiyin, Darul-Fikri.
Dhoif, Syauqi. Al-Madaris a‟n-Nachwiyah, Kairo: Dar al-Marif. 1968.
Dardjowidjojo, Soenjono, Rampai Bahasa, Pendidikan, dan Budaya, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2003.

71
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109

Hasan, Taman, Al-Ushul: Dirasah Ibstimulujiyah li Ushul al-Fikri al-Lughoh


al-Arabiyah, Maghrib: a‟d-Dar al-Baidhoh. 1991.
Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.
Muflih Isa, Kholid, Al-Lughah Al-Arabiyah Baina al-Fusha Wa al-„Amiah.
al-Dar Al-Jamahiriyah al-Nasyr wa Al-Tauji wa Al-Ilan. 1987.
Miftachul Ulum,”Eksistensi Pendidikan Pesantren : Kritik Terhadap
Kapitalisasi Pendidikan, “TA‟LIM : Jurnal Studi Pendidikan Islam,
Vol.1 No.2 Juli 2018 : 20-37
Rawway, Shalāh, An-Nahwu-l Arabiy: Nasy‟atuhu, Tathawwuruhu,
Madarisuhu, Rijaluhu. Kairo: Dar Ghorib, 2003.
Thantawiy, Muhammad, Nasyatu‟n-Nahwui wa Tarīkh Asyhuria‟n-Nuhah,
Mesir: Al-Azhar. 1969.
Taufiqurrahman, Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN Press. 2008.

72

You might also like