Kajian Historis Periodisasi Tokoh Ilmu Nahwu
Kajian Historis Periodisasi Tokoh Ilmu Nahwu
Kajian Historis Periodisasi Tokoh Ilmu Nahwu
1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
M. Fathor Rohman 1
Prodi Pendidikan Bahasa Arab (Fakultas Tarbiyah)
Institut Pesantren Sunan Drajat
[email protected]
Abstract:
Nahwu science (syntax), have an important role in learning Arabic,
it was born by mistake people 'ajamy (people/community non-Arabs) in the
language at the time of the Caliph Ali Ibn Abi Talib. The development of this
science in the first century of the Islamic nahwu begins from the city of Basra
and then expanded to the city of Mecca and Medina. Periodization figures of
nahwu science (syntax) of Basrah current is divided into six periods, one
period of the initiators and five periods of development. In each period, there
are characters who are very instrumental with brilliant ideas. Abul-Aswad
a'd-Duwalī is the originator of the birth of science nahwu figure. The
characters that appear after Abul-Aswad a'd-Duwalī have some notions
contradiction with previous figures opinion of their teacher. Dynamics like
these that delivers the development of science nahwu (syntax) has classic
peaked during the Sibawaihi. In addition, the difference of opinion in the next
period triggered a new stream in science nahwu. Factors that encourage the
development of science nahwu in Basrah is a factor of sociology, cultural, and
strategic geographical location with many travelers from other regions, the
stability of a society that is far from the wars and violence, the number of
learning activities in the mosque of Basra and their Mirbad market as a place
for expression in the work, especially the field of language and literature.
Pendahuluan
Pada awal kemunculannya, nahwu dimaksudkan hanya sebagai
sarana belajar untuk mengantisipasi meluasnya kesalahan berbahasa.
Namun pada perkembangannya, nahwu justru menjadi sebuah disiplin
ilmu yang mandiri, terlepas dari ilmu lain, dan banyak dipengaruhi oleh
“euforia” filsafat Yunani sehingga ilmu ini rumit dan berbelit-belit.2 Dalam
1
Penulis adalah alumni Magister Pendidikan Bahasa Arab UIN Malang, saat ini menjadi
dosen tetap Prodi PBA Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan.
2 Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004), 1.
50
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
51
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
52
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
juga dilakukan oleh Abdullah al-Muqaffa‟ yang pandai berbahasa Arab dan
Persia. Ia menerjemahkan peningalan-peninggalan sejarah dan sastra Persia
ke dalam bahasa Arab. Dari putranya yang bernama Muhammad, lahirlah
buku terjemahan bahasa Arab untuk ilmu mantiq-nya Aristoteles dan
terjemahan Kalilah wa Dimnah.
Selain itu, di Bashrah sendiri, terdapat aliran Syi‟ah dan Mu‟tazilah
yang telah membuka lebar berkembangnya keilmuan Yunani. Ini sangat
berpengaruh dalam mazhab ilmu kalam mereka dan juga berimbas pula
pada ilmu nahwu dalam hal taqsim, ta’lil, ta’wil dan qiyas.
Kedua, stabilitas masyarakat. Bashrah adalah kota yang mempunyai
tingkat keamanannya yang stabil. Di kota ini tidak ada konflik dalam
masalah politik, pergeseran antara mazhab, kerusuhan antara kelompok
sosial masyarakat. Kondisi yang damai ini banyak menarik perhatian orang
asing untuk mengunjungi Bashrah, dimana mereka akan mendapatkan
ketenangan dan perlindungan keamanan. Dampak dari stabilitas kota ini
adalah banyaknya orang Bashrah yang terjun dalam dunia perdagangan.
Peradaban Bashrah jauh lebih cepat maju, aktivitas keilmuannya
berkembang pesat, masuknya budaya lain yang turut mewarnai corak
kehidupan masyarakat semakin beragam. Puncaknya, lahirlah di Bashrah
pakar-pakar ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang kehidupan yang
sangat dibutuhkan saat itu.
Ketiga, Pasar Mirbad. Pasar Mirbad adalah pasar yang sangat
terkenal yang terletak di pintu barat kota Bashrah. Dahulu pasar ini dinamai
Pasar Unta (sūqul-ibil) karena terbatas hanya pada penjualan unta, kemudian
dinamakan Mirbad karena unta ditinggalkan di tempat tersebut. Oleh karena
itu, setiap tempat yang digunakan untuk menambatkan unta dinamakan
mirbad. Kemudian jadilah tempat tersebut tempat yang terkenal dan di sana
diadakan unjuk kebolehan di bidang puisi dan khitabah. Adapun sebab
didirikannya Pasar Mirbad adalah karena orang-orang Arab yang datang ke
Bashrah dari tengah Jazirah Arab menemukan di pinggiran kota tersebut
tempat yang nyaman untuk menunda perjalanan. Mereka kemudian
menjadi penduduk Bashrah. Mereka menanti di tempat tersebut untuk
berdagang dan saling bertukar hal-hal yang bermanfaat. Kondisi ini
berkembang dan Pasar Mirbad menjadi pusat perdagangan di mana para
empunya adalah para penyair dan sastrawan, sehingga hiduplah nuansa
sastra di pasar ini. Merekapun mampu bersaing dalam keindahan dengan
para penyair di Ukaz.
Keempat, Masjid Bashrah. Masjid Basrah memiliki majelis-majelis
yang mengkaji beberapa disipilin ilmu pengetahuan, di antaranya majelis
53
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
kajian tafsir, ilmu kalam, dan bahasa. Para imamnya adalah penduduk
Bashrah sendiri yang berbangsa Arab, Persia, dan India dan sebagian lagi
orang-orang Badui yang datang dari pedalaman. Majelis-majelis tersebut
antara lain adalah: [1] Majelis Himad bin Salmah di mana Sibawaihi ikut
bergabung dalam majelis tersebut; [2] Majelis Musa bin Siyar al-Aswari, dan
[3] Majelis Abu „Amru bin al-„Alla. Ia mengajar qira’ah, bahasa, dan nahwu.
Murid-muridnya berdesak-desakan di dalamnya. Suatu ketika, Hasan al-
Bashri lewat dan menyaksikan betapa berjejalnya murid-murid yang
mengikuti majelis tersebut, maka ia pun berkata:” la ilaha illallah, hampir
para ulama menjadi tuhan-tuhan baru. Jika setiap kemuliaan mereka tidak
dibentengi dengan ilmu, maka kehinaanlah yang berkuasa”.
Di antara majelis-majelis Bashrah yang paling terkenal adalah:
1) Majelis Khalīl bin Ahmad al-Farāhīdi, yang diikuti para murid yang
kemudian hari menjadi pakar bahasa dan nahwu semisal: Sibawaihi, an-
Nadhar bin Syamīl, „Ali bin Chamzah al-Kisāi, Abi Muhammad al-
Yazidi, al-Ashmai dan yang lainnya.
2) Majelis Yūnus bin Chabīb yang dipenuhi pula murid-murid. Di antara
para pemimpin majelis ini yang terkenal adalah Abū ‟Ubaidah, al-
Ashmai, Abū Zaid al-Anshari, Abû Muhammad al-Yazidī, Qathrab,
Sibawaihi, Abû Umar al-Jurmī, al-Kisaī, al-Farra‟, Khalf Achmar dan
Ibnu Salām al-Jamachī. Halaqah Yunus dimulai pada masa Khalîl dan
mencapai kesempurnaan setelah wafatnya.
54
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
55
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
10Ibid., 16.
11Sholihuddin Shofwan, al-Maqosid al-Nahwiyah Pengantar Alfiyyah Ibnu Malik, (Jombang:
Darul Hukam, 2005), 5.
12 Al- Hadi al-Fadli, Marakiz al-Dirāsah al-Nahwuiyah (Urdun: Maktabah al-Manar, 1986),
39.
56
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
57
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
19 Ibid., 24.
20 Http/Forumstudi Nahwu.blogspot. com.
21 Muhammad Thantawiy, Nasyatu’n-Nachwi..., 58.
22 Syauqi Dhoif, Al-Madarisul..., 25.
58
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
„Isa bin „Umar belajar nahwu dari Abdullah bin Abi Ischaq dan Abu
„Amru bin Al-„Ala‟a. Kemudian, Al-Khalil bin Ahmad, Yunus bin
Chabīb dan Sibawaihi belajar
darinya. Isa telah mengkiaskan kata " " ٌب رجالkepada kata " " ٌب ٍطزاpada
kata al-Ahwash;
ٌاىسالً ٍطز ٌب عيٍل وىٍس عيٍهب ٍطزا ٌب هللا سي
Pengkiasan ini terkait dengan kaidah al-munada dari nakirah ghaira
maqsudah.23 diantara karya yang telah ditulis oleh Isa bin Umar yaitu
kitab " "اىجبٍعdan ""األمَبه.
3. Abu „Amru bin Al-„Ala‟a (w. 154 H/771 M)
Menurut sebagian riwayat nama lengkapnya adalah Zabân bin al-
„Ala′a al-Mazini al-Tamimi. Ia dilahirkan pada tahun 70 Hijriah di Kota
Mekkah, dan dibesarkan di Bashrah sampai wafat pada tahun 154 H. Ia
termasuk ahli dalam qiraat sab‟ah.24 Al-Riyasy meriwayatkan dari al-
Ashma„i, ia berkata: ”Saya bertanya pada Abu „Amru: ”Siapa
namamu?” Ia menjawab: ”Nama saya Abū „Amru”. Abu Ubaidah
berkata: ”Abu „Amru adalah manusia yang paling tahu di bidang sastra,
bahasa Arab, Alqur‟an, dan puisi”. Al-A„shami berkata: ”Saya bertanya
pada Abū „Amru seribu pertanyaan, maka ia pun memberi jawaban
dengan seribu hujjah/argumentasi”. Ia meninggal di Kufah pada tahun
154 H, dan ada pula yang mengatakan 159 H.
4. Yunus bin Chabīb (w. 182 H/798 M).
Yunus bin Chabīb seorang mawali dari Bani Dhobbah. Ia dilahirkan
pada tahun 94 H dan wafat pada tahun 182 H dalam usia ±78 tahun.
Hobinya mengadakan rihlah/ perjalanan dan mendengarkan
percakapan orang Badui, sehingga ia dapat menjadi seorang perawi
bahasa dan menyusun buku di bidang yang sama.25 Ia belajar bahasa
dari Abū „Amru bin Al-„Alā‟a. Ia mepunyai kelompok/halaqah di
Masjid Jami‟ Bashrah. Kasāi termasuk salah seorang yang pernah
mengikuti halaqah tersebut.26
Salah satu pendapatnya tentang kaidah nahwu bahwa tashgir untuk
kata قجبئو
adalah قجٍو, sementara Khalīl dan Sibawaihi berpendapat قجٍئو. Ia juga
mempunyai pendapat yang berbeda dengan Sibawaihi dan Khalīl
mengenai huruf tambahan pada kata ""قطع. Menurut Khalīl, huruf
tambahan pada kata " "قطعadalah huruf pertama, bagi Yūnus huruf
23 Ibid, 27
24 Ibid, 27.
25 Ibid., 28.
26 al-Hadi Al-Fadli, 1986, Marakiz...,. 35.
59
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
60
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
juga mempelajari nahwu kepada al-Khalīl, Yunus dan „Isa bin „Umar.34
Ia wafat pada tahun 180 H di Kota Syiraz, pendapat lain mengatakan di
Hamdzan.35
Karya Sibawaihi yang paling momental adalah al-Kitab. Karya itu
dibuat setelah wafatnya al-Khalil, terbukti banyaknya kata رحَه هللاdi
belakang nama Khalîl. Kitab ”Sibawaihi” saat ini dijuluki dengan istilah
”Quran al-Nahwu”, sedangkan pada masa dahulu disebut dengan
”Imam al-Nuhah”.36 Dalam menyusun kitab ini, Sibawaihi banyak
mengambil manfaat dari ilmu yang dimiliki Khalīl. Hal ini dibuktikan
dengan sering digunakannya kata ” ”سأىث اىخيٍوdalam kitab tersebut.
Sibawaihi meriwayatkan dalam kitabnya tentang para ahli nahwu,
meskipun tidak jelas apakah ia bertemu mereka atau belajar dari
mereka secara lisan. Mereka itu adalah Al-Akhfasy, Yunus, Abi Zayd,
Abu Umar bin al-„Ala′a, dan lain-lain.37
Dua sumber yang dipakai Sibawaihi sebagai argumentasi dalam
menguatkan pendapatnya mengenai sebuah persoalan tata bahasa,
yaitu: puisi, prosa Arab, dan ayat Alquran. Dalam kitabnya, Sibawaihi
menggunakan kurang lebih seribu lima ratus bait puisi.38 Banyak dari
puisi tersebut tidak disebutkan sumbernya, entah karena penciptanya
sudah meninggal atau memang tidak diketahui. Karena takut salah,
kadang-kadang Sibawaihi mencantumkan dua bahkan lebih sumber
untuk satu puisi. Puisi-puisi itu ada yang dinyatakan bersumber dari
gurunya atau dari pendengarannya sendiri. Al-Jarmî menyatakan
bahwa dalam Kitab Sibawaihi terdapat seribu lima puluh bait puisi, yang
seribu diketahui penyairnya dan sisanya lima puluh bait tidak
diketahui penyairnya.39
Dalam menyusun kitabnya, Sibawaihi telah menyusun materi-
materi tatabahasa Arab dengan sistematis. Dari satu bagian ke bagian
lain terdapat jalinan yang padu sehingga memudahkan para pembaca.
Dalam akhir bagian selalu ada epilog yang menyambungkan dengan
bagian sesudahnya. Tidak ada pemisahan pembahasan dalam setiap
bagian. Pembahasan dalam kitab Sibawaihi berdasar pada contoh-
contoh asli bahasa Arab agar dapat langsung menentukan antara
bentuk kalimat yang benar dan yang salah. Kitab itu sendiri terdiri atas
61
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
62
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
ma‟rifat yang paling tinggi adalah kata dhamīr, karena kata itu tidak
terjadi sebelum ia disebutkan terlebih dahulu.41
3. Al-Yazidy (w. 202 H/ 817 M)
Ia adalah Abu Muchammad Yahya bin al-Mubārak bin al-
Mughîrah al-„Adwiy.42 Nama al-„Adwy disambungkan kepada „Ady bin
„Abd Manah bin „Add bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar bin Nazar
bin Ma„d bin Adnan. Kabilah ini kabilah yang besar dan terkenal.
Kakeknya, al-Mughirah, adalah tuan seorang perempuan dari Bani
„Ady. Nama al-Yazīdy didapatnya karena ia pertama kali mengajar
anak-anak Yazīd bin Manshur bin „Abdullah bin Yazid al-Hamiry,
paman al-Mahdy. Nama al-Yazidy ini kemudian diberikan kepada
keturunannya.43
Al-Yazidy tinggal di Bashrah. Ia belajar ilmu qira‟ah kepada Abi
„Amr bin al-„Ala′a dan nahwu serta „Arudh kepada Khalil bin Ahmad.
Kemudian, ia menggantikan „Amr mengajar sambil berguru kepada
„Abdullah bin Ishaq dan Yûnus bin Habib. Setelah itu, al-Yazidy
mengajar anak-anak Yazīd bin Mansur. Yazīd kemudian
menghubungkan al-Yazidy dengan Khalifah Harun ar-Rasyīd dan
khalifah memerintahkan al-Yazidy untuk mengajar al-Ma‟mun,
sedangkan al-Kisa‟iy mengajar al-Amīn. Yazīdy dan al-Kisa‟iy sering
terlibat dalam perdebatan, tetapi al-Yazīdy lebih sering menang.44
Al-Yazidy adalah seorang sastrawan dan penyair yang produktif.
Syair yang ditulisnya kebanyakan berisi pujian terhadap ulama Bashrah
dan penghinaan terhadap ulama Kufah. Di antara kitab yang disusun
oleh al-Yazidy adalah: Mukhtashar fi a‟n-Nahwu. Ia meninggal pada
tahun 202 H.
Generasi Kelima (Generasi Al-Akhfasy)
1. Al-Akhfasy al-Awsath (w. 211 H/ 826 M)
Nama lengkapnya adalah Abû al-Hasan Sa„îd bin Mas„adah,
seorang Parsi asli.45 Al-Akhfasy adalah sebutan karena matanya kecil
dan penglihatannya lemah. Abu al-Hasan Sa„id bin Mas„adah dikenal
sebagai al-Akhfasy al-Shaghir, sedangkan „Abdu-l Hamīd bin „Abdur
Rahmān dikenal sebagai al-Akhfasy al-Kabir.46 Al-Akhfasy dilahirkan di
Balkh, sedangkan riwayat yang lain mengatakan di Khawarizm. Ia
63
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
64
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
65
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
66
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
67
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
68
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
63 Ibid., 136
64 Ibid., 137
69
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
65 Ibid., 140
66 Ibid., 146.
70
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
Daftar Pustaka
71
P-ISSN : 2541 - 6774 Jurnal Ummul Qura Vol XI, No. 1, Maret 2018
E-ISSN : 2580 - 8109
72