ID Pekerjaan Pondasi Tiang Pancang Cara Pem
ID Pekerjaan Pondasi Tiang Pancang Cara Pem
ID Pekerjaan Pondasi Tiang Pancang Cara Pem
Nina Nurdiani
Architecture Department, Faculty of Engineering, Binus University
Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected]; [email protected]
ABSTRACT
The foundation work a building project is commonly done when students conducted Real Estate
Internship which leads to inadequate knowledge of foundation work obtained during internship, especially the
pile foundation work. Related to this condition it is necessary to study the technical specifications of a pile
foundation commonly used on a project, how to pile, problems encountered at the field, and the latest technology
to reduce obstacles at the field. The study is conducted with a descriptive approach towards building projects in
Jakarta built in 2008, when the latest technology of pile foundation came to Indonesia. The results of the study
provide knowledge that the pile foundation is made of hard wood, concrete and steel. The form of pile
foundations is generally triangular or rectangular. Many building projects use concrete pile foundation with
steel reinforcement and spiral reinforcement. The advantages of using concrete pile foundation are in order to
be efficient, convenient and practical. Piling foundation uses a drop hammer or jacked piling system to the hard
ground. Obstacles encountered in the field are the soft soil conditions, the former marsh or land fill. Hydraulic
Static Pile Driver (HSPD) or 'Press in Pile' is the latest method as a solution to pile the piling foundation in
dense residential neighborhood. This technique can reduce or even eliminate the effects that interfere with the
environment (vibration, air pollution and noise pollution) when piling the pile foundation. In general, the
technology ‘Press in Pile’ reduces environmental problems as well as provides more convenient, faster and
economical effects.
ABSTRAK
Pekerjaan lapangan pada proyek pembangunan gedung yang ditemui mahasiswa saat melakukan kegiatan
Kerja Praktek Real Estat umumnya sudah melewati tahap pekerjaan pondasi. Kondisi demikian menyebabkan
pengetahuan terkait pekerjaan pondasi masih terbatas, khususnya pekerjaan pondasi tiang pancang (pile).
Terkait dengan hal tersebut, perlu studi untuk mengetahui spesifikasi teknis pondasi tiang pancang (pile) yang
umum digunakan pada proyek, cara pemancangan pondasi tiang pancang (pile), kendala yang ditemui di
lapangan, serta teknologi terbaru yang dapat mengurangi kendala di lapangan. Studi dilakukan dengan
pendekatan deskriptif pada proyek-proyek pembangunan gedung di Jakarta yang dibangun pada tahun 2008,
saat teknologi terbaru pemancangan tiang pancang masuk ke Indonesia. Hasil studi memberikan pengetahuan
bahwa pondasi tiang pancang dapat terbuat dari kayu keras, beton dan baja. Penampang pondasi dapat
berbentuk segitiga atau segiempat. Saat ini proyek-proyek pembangunan gedung lebih banyak menggunakan
pondasi tiang pancang beton dengan baja tulangan serta tulangan spiral. Keuntungan menggunakan tiang
pancang beton adalah pengerjaan pondasi menjadi efisien, mudah dan praktis. Cara pemancangan tiang
pancang banyak yang menggunakan drop hammer atau sistem jacked piling sampai menyentuh tanah keras.
Kendala yang ditemui di lapangan adalah kondisi tanah yang lembek, bekas rawa atau tanah urukan yang dapat
mengganggu pemancangan pondasi. Teknologi Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) atau ‘Press in Pile’ adalah
metode pemancangan terbaru sebagai solusi pemancangan pondasi tiang pancang pada lingkungan padat
hunian. Teknik ini mengurangi bahkan dapat menghilangkan dampak yang mengganggu lingkungan (getaran,
polusi udara dan polusi suara) saat pemancangan tiang pancang. Secara umum teknologi ‘Press in Pile’
mengurangi masalah lingkungan, lebih praktis, lebih cepat dan lebih ekonomis.
Kata kunci: cara pemancangan, kendala, pondasi tiang pancang, teknologi terbaru.
Kegiatan kerja praktek real estat (real estate intership) yang dilakukan oleh mahasiswa untuk
memenuhi persyaratan pemenuhan kurikulum di Jurusan Arsitektur, sejauh ini masih didominasi oleh
kegiatan kerja praktek pada proyek-proyek di lapangan. Proyek di lapangan tersebut ada yang berupa
proyek rumah tinggal, rumah-toko (ruko), kantor dan apartemen. Kegiatan proyek pembangunan
gedung dimulai dari pekerjaan pondasi sampai dengan pekerjaan finishing. Umumnya pekerjaan
lapangan pada proyek pembangunan gedung yang ditemui mahasiswa sudah melewati tahap pekerjaan
pondasi. Kalaupun ada pekerjaan pondasi yang masih bisa diikuti mahasiswa, biasanya berupa
pekerjaan pondasi lajur dari batu kali dan pondasi setempat dari beton bertulang. Kondisi demikian
menyebabkan pengetahuan terkait pekerjaan pondasi masih terbatas, khususnya pekerjaan pondasi
tiang pancang (pile). Padahal jenis pondasi ini adalah yang banyak digunakan pada proyek-proyek
pembangunan gedung bertingkat di Jakarta pada saat ini.
Dari penjelasan di atas, perlu studi mendalam terkait pengetahuan mengenai pondasi tiang
pancang untuk proyek bangunan, pelaksanaan pekerjaan pondasi tiang pancang di lapangan, dan
kendala yang terjadi di lapangan terkait pekerjaan pondasi serta teknologi terbaru terkait pekerjaan
pondasi tiang pancang.
Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui spesifikasi teknis pondasi tiang pancang (pile) yang
umum digunakan pada proyek saat ini, cara pemancangan pondasi tiang pancang (pile) di lapangan,
kendala yang ditemui terkait pekerjaan pondasi tiang pancang (pile), teknologi terbaru yang dapat
mengurangi kendala di lapangan terkait pekerjaan pondasi tiang pancang (pile). Studi ini dilakukan
untuk mendukung pengetahuan yang perlu diketahui mahasiswa agar bisa mengetahui perbedaan
antara teori dan praktek professional, khususnya pada pekerjaan pondasi tiang pancang (pile).
METODE
Untuk dapat menjawab permasalahan terkait pekerjaan pondasi tiang pancang pada proyek-
proyek pembangunan gedung, maka dilakukan studi dengan pendekatan deskriptif pada proyek-proyek
pembangunan gedung di Jakarta yang sedang melalui tahap pekerjaan pondasi tiang pancang (pile).
Pengumpulan data dan informasi terkait pekerjaan pondasi dilakukan melalui pengamatan
lapangan dan studi data sekunder. Unit analisisnya yaitu pekerjaan pondasi tiang pancang pada proyek
yang sudah berjalan di Jakarta, khususnya pada tahun 2008 saat teknologi terbaru pemancangan tiang
pancang masuk ke Indonesia (Tekno Konstruksi, 2008). Analisis data dilakukan dengan
mengeksplorasi pekerjaan pondasi tiang pancang (pile) di lapangan dari hasil pengamatan lapangan
dan data sekunder untuk mempelajari spesifikasi teknis pondasi tiang pancang (pile) yang umum
digunakan pada proyek, cara pemancangan pondasi tiang pancang (pile), kendala yang ditemui di
lapangan terkait pekerjaan pondasi tiang pancang (pile) dan teknologi terbaru yang dapat mengurangi
kendala yang terjadi di lapangan.
Pondasi tiang pancang kayu terbuat dari pohon kayu keras yaitu kayu ulin atau kayu besi dari
Kalimantan, kayu hitam dari Sulawesi, dan kayu Merbau dari Sumatera. Namun karena alasan
pelestarian lingkungan, diameter kayu yang terbatas (rata-rata 20 cm) dan panjangnya kayu yang
terbatas (12 meter sampai 15 meter), juga daya dukung pondasi tiang kayu menjadi sangat terbatas,
maka saat ini pondasi tiang kayu sudah jarang digunakan. Kecuali di daerah-daerah pinggir kota jenis
pondasi kayu ini masih digunakan. Supaya tiang pancang kayu awet, maka sebelum dipancang
tiang/batang kayu ini harus diulas ‘ter’ terlebih dahulu dan pemasangan tiang kayu ini juga harus
berada di bawah air tanah.
Pondasi tiang pancang dari baja lebih cepat pemasangannya dan waktu pelaksanaannya di
lapangan. Namun pondasi tiang pancang baja memiliki kendala apabila dipancang di daerah yang
lembab tanahnya atau dekat area pantai, karena pondasi tiang dari baja dapat mudah terkena karat.
Pondasi tiang pancang beton memiliki kelebihan dibandingkan dengan pondasi tiang pancang
kayu dan pondasi tiang pancang baja yaitu lebih awet, tahan terhadap kelembaban, kekuatan beton
mudah disesuaikan dengan kebutuhan, dan pengadaannya melalui prefabrikasi.
Karena kelemahan dan keterbatasan jenis pondasi tiang pancang kayu dan tiang pancang baja,
maka saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan pondasi tiang pancang beton untuk
pembangunan rumah tinggal atau proyek-proyek pembangunan gedung lainnya. Kajian pondasi tiang
pancang kali ini juga lebih fokus pada jenis pondasi tiang pancang dari beton.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pemancangan pondasi tiang pancang adalah
pemancangan setiap (satu) tiang harus dilaksanakan sekaligus dan tidak boleh ditunda atau diteruskan
keesokan hari, karena akan menyebabkan pergeseran tiang; tiang harus dipancang dengan cermat dan
tepat pada titik-titik sesuai pada gambar kerja; pemancangan tiang harus sampai lapisan tanah keras
sesuai data-data dari hasil penyelidikan tanah yang sudah dilakukan sebelum pekerjaan pondasi
dimulai; tiang harus dipancang betul-betul tegak lurus dan tepat, karena kemiringan akan
menyebabkan bahaya konstruksi pada bangunan.
Untuk memperkokoh bangunan berdiri di atas tanah, tiang pancang akan dipancang
menggunakan pengentak diesel yang dahulu menimbulkan polusi udara dan polusi suara. Namun saat
ini pemancangan tiang pancang banyak menggunakan drop hammer atau sistem jacked piling sampai
menyentuh tanah keras.
Keuntungan menggunakan tiang pancang: (1) pengerjaan pondasi menjadi jauh lebih cepat
dan efisiensi waktu, karena pondasi dibuat di pabrik dengan pengawasan kualitas produk yang prima;
(2) pekerjaan pemancangan pondasi mudah dan praktis.
Untuk bangunan rumah tinggal, bangunan industri dan bangunan bertingkat rendah biasanya
menggunakan pondasi tiang pancang (mini pile) dengan penampang segitiga atau segiempat, yang
memiliki spesifikasi teknik sebagai berikut:
Panjang Pile : 6 m dan 3 m
Mutu Beton : K – 450
Bentuk Penampang : Segitiga atau segiempat
Tulangan Spiral : 5 mm (toleransi 0,2 mm)
Sambungan Standar : Plat sambungan baja di las
Sistem pemancangan : Drop Hammer, Jacked in pile
Penggunaan pondasi tiang pancang beton juga harus memperhatikan kondisi tanah atau
kondisi lapangan. Kelemahan yang dapat terjadi pada pondasi tiang pancang beton yang terbuat dari
komposisi beton dan baja tulangan adalah adanya korosi baja tulangan. Korosi baja tulangan adalah
reaksi kimia atau elektro kimia antara baja tulangan dengan lingkungannya. Proses korosi baja
tulangan di dalam beton berlangsung secara karbonasi, degradasi oleh sulfat dan klorida dan leaching
(Fahirah, 2007). Fahirah juga menjelaskan dalam penelitiannya bahwa baja tulangan yang terkena
korosi mengakibatkan kerusakan beton dan dapat memperpendek usia konstruksi. Untuk dapat
mencegah terjadinya korosi maka saat awal mutu baja harus baik dan selimut beton dipertebal. Selain
itu harus ada penambahan dimensi struktur, pemampatan beton dan coating.
Selain memperhatikan kelemahan pondasi tiang pancang beton, perlu juga diperhatikan beban
yang nanti akan dipikul oleh pondasi tiang pancang. Setiap pondasi harus mampu mendukung beban
Cara kedua adalah hydraulic jacked piling system (Gambar 3), dengan spesifikasi teknik: tipe
tiang yang digunakan adalah segiempat (20 cm; 25 cm), kapasitas tekan segiempat 20 cm adalah 70
ton, kapasitas tekan segiempat 25 cm adalah 100 ton, dan sistem tekan jaw system. Keuntungan cara
ini adalahh detaran saat pemancangan sangat sedikit, bahkan tidak ada sama sekali, serta tidak ada
suara bising akibat pukulan hammer karena menggunakan sistem hydrolik..
Pelaksanaan pekerjaan pondasi tiang pancang di lapangan tidak selalu berjalan lancar. Kadang
ada hal yang menghambat pekerjaan yang ditemui oleh kontraktor saat memancang tiang pancang. Di
bawah ini adalah berbagai kendala yang umum terjadi terkait pemancangan tiang pancang:
Pertama adalah kondisi tanah yang tidak begitu baik, misalnya tanah di lapangan kondisinya
lembek, akan mengganggu pemancangan pondasi. Kondisi tanah yang lembek di lokasi menyebabkan
dorongan tanah ke samping cukup besar. Tiang pancang yang telah dipersiapkan bisa saja menjadi
miring, sehingga perlu pemancangan baru atau pemancangan ulang. Untuk menstabilkan kondisi tanah
yang lembek maka diperlukan dewatering yang cukup. Pekerjaan tanah juga dilakukan dengan cara
open cap, yaitu galian tanah dibuat terasering yang cukup lebar sehingga bebannya tidak terlalu kuat.
Saat penggalian tanah, disarankan untuk tidak menimbun tanah galian terlalu banyak, karena
dikhawatirkan akan membebani tanah itu sendiri. Sehingga timbunan tanah galian harus segera
dikeluarkan dalam satu hari.
Kendala lainnya adalah kondisi tanah bekas rawa dan urukan. Kondisi tanah seperti ini
menimbulkan pergerakan horisontal ketika dilakukan pemancangan tiang pancang. Pada saat kondisi
curah hujan dan muka air tanah cukup tinggi, tanah bekas rawa dan urukan juga dapat menimbulkan
longsor pada saat pekerjaan galian tanah untuk basement. Hal ini dapat diatasi dengan dewatering
yang cukup.
Kelebihan teknologi Hydraulic Static Pile Driver (HSPD): (1) tidak menimbulkan getaran
terhadap lingkungan; (2) tidak menimbulkan kebisingan di lingkungan; (3) lebih bersih dan tidak
menimbulkan polusi asap pada lingkungan sehingga cenderung lebih ramah lingkungan; (4) memiliki
kinerja lebih cepat 1:2,5 kali dibandingkan teknologi sistem hammer; (5) tiang pancang lebih presisi
dan mampu diaplikasikan pada tempat yang sempit dengan jarak 65 cm dari dinding bangunan
eksisting; (7) pondasi tiang pancang yang terpasang lebih efektif, efisien dan bisa diandalkan kekuatan
daya dukung pondasinya.
Cara kerja teknologi Hydraulic Static Pile Driver (HSPD): (1) menjepit di bagian tengah pile
lalu ditekan secara hidrolis; (2) cukup praktis untuk memancang tiang hingga panjang 17 meter; (3)
mampu membenamkan pile hingga 9 meter dibawah permukaan tanah, dengan bantuan doly yang bisa
dicabut kembali secara mudah.
Diskusi
Saat ini masyarakat banyak menggunakan pondasi tiang pancang beton dengan baja tulangan
serta tulangan spiral untuk pembangunan rumah tinggal atau proyek-proyek pembangunan gedung
lainnya, karena pondasi tiang pancang beton memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
pondasi tiang pancang kayu dan pondasi tiang pancang baja. Pondasi tiang pancang beton lebih
panjang usianya, tidak mudah berkarat atau lapuk, memiliki kekuatan beton yang cukup tinggi dan
sesuai kebutuhan, serta efisien dan ekonomis karena dibuat dengan cara prefabrikasi.
Untuk menghasilkan pemancangan pondasi tiang pancang beton yang cukup kokoh dan kuat
serta presisi, maka kondisi tanah harus stabil dan baik. Kondisi tanah yang kurang baik akan
mengganggu pemancangan pondasi. Contoh kasus adalah pada proyek pembangunan apartemen
Mediterania Garden Residence 2 di Jakarta Barat. Kondisi tanah yang lembek di lokasi menyebabkan
dorongan tanah ke samping cukup besar. Sehingga beberapa tiang pancang yang telah dipersiapkan
menjadi miring dan perlu pemancangan ulang. Kondisi ini diatasi dengan dewatering yang cukup agar
kondisi tanah menjadi stabil. Selain itu pekerjaan tanah juga dilakukan dengan membuat galian
terasering yang cukup lebar dan timbunan tanah galian segera dikeluarkan dari lokasi tapak.
Kondisi tanah bekas rawa dan urukan juga dapat menimbulkan pergerakan horisontal ketika
melakukan pemancangan tiang pancang beton. Namun hal ini tidak menjadi hambatan yang berarti
apabila kedalaman tanah keras sudah dicapai pada kedalaman 17 meter. Kondisi demikian dapat
dianggap cukup aman dan stabil. Tanah bekas rawa dan urukan dapat menimbulkan longsor pada saat
pekerjaan galian tanah untuk basement, apabila kondisi curah hujan dan muka air tanah cukup tinggi.
Dewatering yang cukup dapat mengatasi hal ini. Selain itu tanah yang bekas rawa dapat menimbulkan
korosi baja tulangan pada tiang pancang beton. Karenanya keputusan untuk penggunaan pondasi tiang
pancang beton juga harus memperhatikan kondisi tanah atau kondisi lapangan agar kerusakan beton
dapat dihindari dan usia konstruksi lebih panjang. Panjang tiang dan jumlah tumpukan tiang pancang
juga perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi daya dukung tiang pancang.
Aplikasi teknologi Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) sudah dicoba pada proyek
pembangunan perumahan di Pantai Indah Kapuk – Jakarta Utara (Gambar 4) dan proyek
pembangunan Rusunami Cawang – Jakarta Timur (Gambar 5), yang dibangun di lingkungan padat
hunian dan bangunan seperti perumahan, bangunan sekolah, masjid dan perkantoran, dan lain
sebagainya. Teknologi ini ternyata mampu mengurangi dan meminimalkan ketidaknyamanan terhadap
lingkungan saat pengerjaan pondasi tiang pancang.
Gambar 5 Aplikasi teknologi Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) pada proyek pembangunan
Rusunami Cawang – Jakarta Timur (Tekno Konstruksi, 2008).
Contoh lain dari aplikasi Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) adalah pada proyek apartemen
Universitas Ciputra B (24 lantai) di Surabaya. Dari hasil penelitian analisis produktivitas
pemancangan tiang pancang pada bangunan apartemen didapatkan hasil bahwa pemancangan yang
baik dan benar akan menghasilkan nilai produktivitas yang diharapkan dan pada akhirnya akan
mempengaruhi nilai apartemen secara keseluruhan termasuk nilai jualnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas antara lain sumber daya manusia, tiang pancang dan alat pancang. Proses
pemancangan dengan sistem jack-in memakai alat Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) pada
bangunan tinggi tersebut menunjukkan produktivitas paling tinggi (0.509 m/menit) dan paling rendah
(0.406 m/menit). Nilai produktivitas tergantung pada panjang tiang pancang dan satuan waktu yang
ditinjau dari durasi pemancangan (Limanto, 2009).
Hal lain yang perlu dipertimbangkan apabila menggunakan metode Hydraulic Static Pile
Driver (HSPD) adalah mutu beton pile (tiang pancang) harus sangat diperhatikan agar tidak terjadi
retak atau kerusakan fisik pada pile saat dilakukan penetrasi atau pemancangan tiang.
PENUTUP
Pondasi tiang pancang adalah elemen bangunan yang berfungsi menyalurkan beban struktur
bangunan ke tanah. Pondasi tiang pancang digunakan apabila kondisi tanah relatif stabil dan
kedalaman tanah keras tidak terletak jauh di bawah permukaan tanah. Biasanya sebelum dilakukan
pemancangan akan diadakan penyelidikan tanah untuk menentukan kedalaman tanah keras. Pondasi
tiang pancang dapat terbuat dari kayu keras, beton dan baja (pipa atau profil). Penampang pondasi
dapat berbentuk segitiga atau segiempat. Karena kelemahan dan keterbatasan jenis pondasi tiang
pancang kayu dan tiang pancang baja, maka proyek-proyek pembangunan gedung lebih banyak
menggunakan pondasi tiang pancang beton dengan baja tulangan serta tulangan spiral. Keuntungan
menggunakan tiang pancang beton adalah pengerjaan pondasi menjadi efisien, mudah dan praktis.
Penggunaan pondasi tiang pancang beton harus memperhatikan kondisi tanah atau kondisi lapangan,
dan menghitung beban yang nanti akan dipikul oleh pondasi tiang pancang.
Saat ini cara pemancangan tiang pancang banyak menggunakan drop hammer atau sistem
jacked piling sampai menyentuh tanah keras. Kendala yang ditemui di lapangan terkait pekerjaan
pemancangan pondasi tiang pancang adalah kondisi tanah yang lembek, bekas rawa atau tanah urukan
yang dapat mengganggu pemancangan pondasi.
Teknologi Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) atau ‘Press in Pile’ adalah metode
pemancangan terbaru sebagai solusi pemancangan pondasi tiang pancang pada lingkungan padat
hunian. Teknik ini mengurangi bahkan dapat menghilangkan dampak yang mengganggu lingkungan
(getaran, polusi udara dan polusi suara) saat pemancangan tiang pancang. Secara umum teknologi
‘Press in Pile’mengurangi masalah lingkungan, lebih praktis, lebih cepat dan lebih ekonomis. Apabila
pemancangannya tepat, baik dan benar akan menghasilkan nilai produktivitas bangunan yang
menguntungkan dan sesuai harapan.
DAFTAR PUSTAKA
Fahirah F. (2007). Korosi pada beton bertulang dan pencegahannya. Jurnal SMARTek (Sipil-Mesin-
Arsitekur-Elektro), 5(3), ISSN 1693-0460.
Limanto, Sentosa (2009). Analisis produktivitas pemancangan tiang pancang pada bangunan tinggi
apartemen. Prosiding Seminar Nasional 2009, Jurusan Teknik Sipil, FT-UKM, 15 Agustus
2009.
Nugroho, Soewignjo Agus, et.al. (2011). Studi pengaruh variasi panjang tiang terhadap daya dukung
kelompok tiang (model tes skala lab). Jurnal Sains dan Teknologi, 10(2).