Relationship of Long Operation With Shivering Events in Post Spinal Anesthetic Patient at Rsud Leuwiliang Bogor Regency
Relationship of Long Operation With Shivering Events in Post Spinal Anesthetic Patient at Rsud Leuwiliang Bogor Regency
Relationship of Long Operation With Shivering Events in Post Spinal Anesthetic Patient at Rsud Leuwiliang Bogor Regency
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
Oleh
Taufik Romansyah1, Adiratna Sekar Siwi2, Suci Khasanah3
1,2,3Program Studi Keperawatan Anestesiologi Fakultas Kesehatan Universitas
Harapan Bangsa
Jl. Raden Patah No. 100, Banyumas, Jawa Tengah
Email: [email protected]
PENDAHULUAN
Penggunaan teknik regional anestesi masih menjadi pilihan untuk bedah operasi
daerah abdomen dan ekstermitas bagian bawah karena teknik ini membuat pasien tetap
dalam keadaan sadar sehingga masa pulih lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih cepat
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
468
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
(Mashitoh, Mendri and Majid, 2018). Teknik anestesi ini pun popular karena sederhana,
efektif, aman terhadap sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya
serta mempunyai analgesi yang kuat namun pasien masih tetap sadar, relaksasi otot cukup,
perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi dengan lambung penuh lebih kecil, pemulihan
saluran cerna lebih cepat (Longdong, 2011).
Regional anestesi menghasilkan blok simpatis, relaksasi otot, dan blok sensoris
terhadap reseptor suhu perifer sehingga menghambat respon kompensasi terhadap suhu.
Anestesi epidural dan spinal menurunkan batas pemicu vasokonstriksi dan menggigil sekitar
0,6°C. Oleh karena itu, dampak yang timbul pasca tindakan general anestesi maupun regional
anestesi yang sering terjadi adalah shivering (Mashitoh, Mendri and Majid, 2018). Kombinasi
dari tindakan anestesi spinal dan tindakan pembedahan dapat menyebabkan gangguan
fungsi dari pengaturan suhu tubuh yang akan menyebabkan penurunan suhu inti tubuh
(Core temperature) sehingga menyebabkan hipotermi yang berdampak pada penurunan
batas pemicu vasokontriksi dan menggigil sekitar 0,6℃ (Fauzi, 2015).
Shivering merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan hipotermi.
Kontraksi otot pada saat shievering menghasilkan panas tubuh. Pada pasien
shivering/menggigil terjadi peningkatan konsumsi oksigen dan hipoksemia, memperparah
nyeri operasi, serta menghambat proses observasi pasien (Cahyawati, 2019).
Shivering pasca anestesi atau Post Anesthesia Shivering (PAS) atau menggigil pasca
anestesi terjadi pada 5-65% pasien yang menjalani anestesi umum dan lebih kurang 33-57%
pada anestesi spinal (Laksono &Isngadi, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur
Akbar Fauzi di RSUD Karawang menunjukan 19 kejadian shivering dari jumlah sampel 65
orang dengan mayoritas 11 orang pasien adalah perempuan, dan mayoritas pasien
mengalami shivering grade dua (Fauzi, 2015).
Lama tindakan pembedahan dan anestesi berpotensi memiliki pengaruh besar
khususnya obat anestesi dengan konsentrasi yang lebih tinggi dalam darah dan jaringan
(khususnya lemak), kelarutan, durasi anestesi yang lebih lama, sehingga agen-agen ini harus
berusaha mencapai keseimbangan dengan jaringan tersebut. Selain itu, pembedahan dengan
durasi yang lama akan menambah waktu terpaparnya tubuh dengan suhu dingin (Mashitoh,
Mendri and Majid, 2018).
Sebuah studi menyatakan bahwa jumlah pasien pasca anestesi hampir 80% mengalami
kejadian hipotermi. Hasil data statistik dan penelitian didapatkan bahwa 60- 75% penyebab
morbiditas dari tindakan operasi adalah akibat dari komplikasi pasca bedah salah satunya
adalah hipotermia. Dampak negatif hipotermia terhadap pasien yaitu risiko perdarahan
meningkat, pemulihan pasca anestesi yang lebih lama, serta meningkatnya risiko infeksi
(Harahap, Kadarsah and Oktaliansah, 2014)
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada pasien operasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Leuwiliang Kabupaten Bogor pada bulan Desember 2021 sampai Februari 2021
didapatkan data bahwa 60% pasien menjalani operasi <1 jam, 20% pasien menjalani operasi
1-2 jam, dan 20% pasien menjalani operasi >2 jam. Angka kejadian shivering masih cukup
tinggi di RSUD Leuwiliang masih tinggi, hal ini dibuktikan dengan data bahwa 5 dari 10
pasien (50%) yang menjalani operasi dengan spinal anestesi mengalami shivering. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan lama
operasi dengan kejadian Shivering pada pasien pasca spinal Anestesi di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor”.
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
469
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Lama Operasi Pasien Pasca Spinal Anestesi di Kamar
Operasi Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kabupaten Bogor Tahun 2022
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
470
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Derajat Shivering Pada Pasien Pasca Spinal Anestesi di
Kamar Operasi Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kabupaten Bogor Tahun 2022
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
471
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
operasi RSUD Leuwiliang antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh yaitu kelamin
laki-laki yaitu 54 responden atau 58.7% dan perempuan 38 responden atau 41.3%. Hal ini
menunjukkan jumlah kunjungan pasien di RSUD Leuwiliang antara laki-laki dan perempuan
sama banyak.
Berdasarkan usia sebagian besar pada usia dewasa akhir (41-65) yaitu 55 responden
atau 59.8%, Dewasa awal (26-40) sebanyak 26 responden atau 28.3% dan Remaja (17-25)
atau 12.1%.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mashitoh, dkk (2018)
mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan anestesi
spinal di kamar operasi RSUD Yogyakarta. Berdasarkan usia ,mayoritas responden usia 46-
55 tahun 22 responden atau 55%. Pasien yang menjalani spinal anestesi di RSUD Kota
Yogyakarta lebih banyak pada tindakan operasi seperti URS, TURP, dan ORIF sehingga
responden pada penelitian ini lebih banyak pada usia lansia awal dibandingkan usia lainnya.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dolok Syauqi,
dkk (2019) mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan
anestesi spinal di kamar operasi RSUD Nganjuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir
setengahnya responden memiliki umur 21- 30 tahun, yaitu sebanyak 5 responden (38,5%),
hal ini terjadi karena Sebagian respondennya menjalani operasi sectio caesarea (SC). Usia 21-
30 tahun merupakan umur produktif dan umur ideal bagi ibu melahirkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti beropini bahwa usia di kamar operasi RSUD
Leuwiliang mayoritas usia dewasa akhir (41-65) yaitu 55 responden atau 59.8%. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pada usia ini sudah mulai terjadi penurunan fungsi
organ tubuh sehingga terjadi berbagai kerusakan organ tubuh yang mengharuskan
dilakukan suatu tindakan pembedahan.
Berdasarkan jenis operasi sebagian besar operasi bedah umum yaitu 34 pasien atau
37%, obsgyn 27 responden atau 29.3%, orthopedi sebanyak 17 responden atau 18.5% dan
urologi sebanyak 14 responden atau 15.2%.
Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mashitoh, dkk
(2018) mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan
anestesi spinal di kamar operasi RSUD Yogyakarta. Berdasarkan operasi didominasi oleh
operasi urologi yang mayoritas terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 16 responden atau 40%.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dolok Syauqi,
dkk (2019) mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan
anestesi spinal di kamar operasi RSUD Nganjuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besarrespondennya menjalani operasi sectio caesarea (SC) yaitu sebanyak 9
responden (69,2%).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti beropini bahwa jenis operasi di kamar
operasi RSUD Leuwiliang didominasi oleh bedah umum. Hal ini terjadi karena dalam
penelitian ini berdasarkan kriteria inklusinya pada pasien elektif, dalam hal ini jadwal pasien
elektif di RSUD Leuwiliang di dominasi oleh pasien bedah umum karena pasien obsgyn
didominasi oleh pasien cito. Selain itu jumlah dokter spesialis bedah umum lebih banyak
yaitu 2 orang, dokter spesialis orthopedi 1 orang dan dokter spesialis urologi sebanyak 1
orang sehingga jadwal pasien elektif bedah lebih banyak dibandingkan pasien elektif
orthopedi dan urologi.
Lama Operasi
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
472
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 92 pasien sebagian besar durasinya sedang
(1-2 jam) sebanyak 51 atau 55.4%, durasi operasi lama (>2) jam sebanyak 31 pasien atau
41.3% dan cepat (<1 jam) sebanyak 3 pasien atau 3.3%.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dolok Syauqi,
dkk (2019) mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan
anestesi spinal di kamar operasi RSUD Nganjuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir
setengahnya responden di Kamar Operasi RSUD Nganjuk menjalani lama operasi 31-60
menit, karena sebagian besar merupakan pasien perempuan yang menjalani operasi
sectio caesarea (SC). Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menjalani operasi SC di Ruang
Operasi RSUD Nganjuk yaitu 31-60 menit sesuai dengan waktu normal yang dibutuhkan
dalam operasi SC pada umumnya.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mashitoh, dkk
(2018) mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan
anestesi spinal di kamar operasi RSUD Yogyakarta. Pembagian operasi berdasarkan
durasinya ada 4 kelompok, yaitu operasi ringan(< 60 menit), operasi sedang (60-120
menit), operasi besar (>120 menit) dan operasi khusus yang menggunakan alat-alat
khusus dan canggih (Depkes RI, 2009). Namun, dalam penelitian ini dilakukan penggabungan
sel antara operasi sedang dan operasi berat agar dapat memenuhi syarat penghitungan
statistik sehingga lama operasi dikategorikan menjadi operasi ringan dan operasi berat saja.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar menjalani operasi Ringan (60 menit) yaitu 25
pasien atau 62,5%, namun kejadian shivering ditemukan pada pasien dengan durasi operasi
>60 menit.
Derajat Shivering
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Resti (2020)
mengenai lama operasi dan jenis operasi dengan terjadinya Post Anaesthetic shivering (PAS)
pada pasien operasi dengan anestesi spinal di ruang pemulihan bedah sentral RSUP M. Djamil
Padang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden menjalani
lama operasi ≥90 menit sebanyak 27 orang (56.2%) dan jenis operasi non laparatomi
sebanyak 33 orang (68.8%).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti beropini bahwa hampir setengah responden
di Kamar Operasi RSUD Leuwiliang menjalani lama operasi 1-2 jam, karena sebagian besar
merupakan yang menjalani operasi BPH dan SC. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menjalani operasi BPH dan SC di Ruang Operasi RSUD Leuwiliang tidak terlalu singkat atau
lama namun sesuai dengan waktu normal tindakan laparotomy dan SC.
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan
derajat shivering dimana dari 92 pasien sebagian besar mengalami derajat shivering derajat
3 yaitu 54 pasien atau 58.7%, derajat 2 terdapat 27 pasien atau 29.3%, derajat 1 terdapat 10
pasien atau 10.9 dan serajat 1 sebanyak 1 pasien atau 1.1%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dolok Syauqi, dkk
(2019) mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan
anestesi spinal di kamar operasi RSUD Nganjuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
27 responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 12 responden (44,4%) mengalami
terjadinya shivering derajat 3. Dari 12 responden tersebut, setengahnya responden
memiliki umur 21-30 tahun, yaitu sebanyak 6 responden (50%) dan sebagian besar
memiliki tingkat pendidikan SMA, yaitu sebanyak 9 responden (75%). Ketahanan tubuh
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
473
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
klien operasi dengan anestesi spinal yang mampu bertahan pada shivering derajat 3
dapat disebabkan karena sebagian besar responden tersebut memiliki umur 21-30
tahun, dimana umur tersebut pasien memiliki stamina fisik yang baik dan memiliki
ketahanan terhadap penurunan ambang batas suhu sebagai dampak anestesi spinal. Selain
itu, pendidikan responden sebagian besar SMA turut memberikan pengaruh secara tidak
langsung pada terjadinya shivering, karena responden dengan pendidikan SMA memiliki
kemampuan berpikir yang lebih logis, sehingga mereka termotivasi untuk melakukan
persiapan pre operasi dengan baik serta patuh pada instruksi tenaga kesehatan untuk
meminimalkan dampak negatif anestesi spinal yaitu shivering.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mashitoh, dkk (2018)
mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan anestesi
spinal di kamar operasi RSUD Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden yang mengalami shivering lebih banyak dibandingkan yang tidak yaitu sebanyak
21 responden atau 52.5%. Adapun faktor yang mempengaruhi shivering pada penelitian ini
adalah faktor usia, jenis kelamin, status fisik ASA dan jenis operasi.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Resti (2020)
mengenai lama operasi dan jenis operasi dengan terjadinya Post Anaesthetic shivering (PAS)
pada pasien operasi dengan anestesi spinal di ruang pemulihan bedah sentral RSUP M. Djamil
Padang. Hasil penelitian ini didapatkan kejadian shivering sebesar 41.7%
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berasumsi bahwa hampir setengahnya
responden mengalami terjadinya shivering derajat 3 atau masih dalam taraf yang normal,
dimana hanya beberapa otot klien yang menggigil, tidak sampai seluruh tubuh menggigil
(derajat 4). Biasanya dalam derajat ini dianggap belum perlu diberi obat farmakologis, tetapi
hanya diberi selimut hangat. Pada penelitian ini mayoritas usia 41-65 dimana pada usia ini
sudah mulai terjadi penurunan metabolisme sehingga kemampuan untuk mempertahankan
suhu tubuh juga mulai menurun sehingga meningatnya resiko terjadi shivering.
Hubungan lama operasi dengan kejadian pada pasien pasca spinal anestesi
Hasil penelitian menunjukkan lama operasi >2 jam mengalami shivering derajat 3
sebanyak 33 responden atau 35.9%, lama operasi sedang (1-2 jam) 21 responden atau 22.8
mengalami shivering derajat 2 dan 3 sedangkan operasi cepat <1 jam 2 responden atau 2.2%
mengalami shivering derajat 2.
Berdasarkan hasil uji rank spearman diketahuan nilai signifikansi atau sig. (2-tailed)
sebesar 0.001, karena nilai sig. (2-tailed) 0,001 < lebih kecil dari 0.05 maka artinya ada
hubungan yang signifikan (berarti) atara variabel lama operasi dengan kejadian shivering.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dolok Syauqi, dkk
(2019) mengenai lama operasi dengan terjadinya shivering pada pasien operasi dengan
anestesi spinal di kamar operasi RSUD Nganjuk. Hasil penelitian menunjuukan terdapat
hubungan antara lama operasi dengan terjadinya shivering dimana hasil pengujian
spearman rank menunjukkan p-value 0,002 ≤ α (0,05).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh mashitoh, dkk (2018)
, mengenai lama operasi dan kejadian shivering pada pasien pasca spinal anstesi di RSUD
Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara lama operasi dengan
kejadian shivering pada pasien pasca spinal anestesi dengan p-value sebesar 0,007.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Resti (2020)
mengenai lama operasi dan jenis operasi dengan terjadinya Post Anaesthetic shivering (PAS)
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
474
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
pada pasien operasi dengan anestesi spinal di ruang pemulihan bedah sentral RSUP M. Djamil
Padang. Hasil uji statistik didapatkan hubungan antara lama operasi dan jenis operasi dengan
kejadian shivering (p value < 0.05).
Berdasarkan uraian diatas,maka dapat peneliti berasumsi bahwa semakin lama durasi
operasi yang dijalani oleh responden di Kamar Operasi RSUD Leuwiliang, maka semakin
besar risiko responden mengalami terjadinya shivering .Sebaliknya semakin singkat durasi
operasi yang dijalani oleh responden di Kamar Operasi RSUD Leuwiliang, maka semakin kecil
risiko responden mengalami terjadinya shivering. Dalam penelitian ini lamanya operasi >2
jam yang dijalani oleh responden di Kamar Operasi RSUD Leuwiliang mengalami shivering
derajat 3. Karena itu, efek samping anestesi spinal yang dialami oleh responden juga berada
pada level yang sedang (menengah), yaitu berupa shivering derajat 3.
KESIMPULAN
1. Karakteristik responden berdasarkan lama operasi dimana dari 92 responden
sebagian besar durasinya 1-2 jam yaitu 55.4%.
2. karakteristik responden berdasarkan derajat shivering dimana dari 92 pasien
sebagian besar mengalami derajat shivering derajat 3 yaitu 54 pasien atau 58.7%.
3. Ada hubungan antara lama operasi dengan kejadian shivering dengan nilai
signifikansi atau sig. (2-tailed) sebesar 0.001.
SARAN
Kepada Institusi Pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan atau
materi pembelajaran baik kalangan mahasiswa pendidikan sarjana maupun profesi agar
dapat memahami tentang kejadian shivering pada pasien pasca spinal anestesi.
Kepada RSUD Leuwiliang khususnya bagi penata anestesi agar meningkatkan
kewaspadaan terhadap kejadian shivering pasca anestesi guna mencegah terjadinya
komplikasi pasca spinal anestesi diharapkan dapat menerapkan metode yang dapat
menurunkan risiko shivering pada pasien pasca spinal anestesi.
Kepada penelitian lain agar melakukan penelitian yang lebih spesifik seperti
menggunakan teori-teori baru yang relevan, memperluas sampel penelitian dan menambah
variabel lainnya yang berhubungan dengan kejadian shivering pada pasien pasca anestesi
spinal ini dapat berguna dalam pengembangan penelitian bagi peñata anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Adhikary, M. et al. (2014) ‘Study of self medication practices and its determinant
among college students of Delhi University North Campus, New Delhi, India’,
International Journal of Medical Science and Public Health, 3(4), p. 406. doi:
10.5455/ijmsph.2014.260120146.
[2] Arisman (2007) Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
[3] Buggy, D. J. and Crossley, A. W. A. (2000) ‘Thermoregulation, mild perioperative
hypothermia and post-anaesthetic shivering’, British Journal of Anaesthesia, 84(5), pp.
615–628. doi: 10.1093/bja/84.5.615.
[4] Cahyawati, F. E. (2019) ‘Pengaruh Cairan Intravena Hangat Terhadap Derajat
Menggigil Pasien Post Sectio Caesarea Di RS PKU Muhammadiyah Gamping’, Jurnal
Kebidanan, 8(2), p. 86. doi: 10.26714/jk.8.2.2019.86-93.
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
475
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI
476
JCI
Jurnal Cakrawala Ilmiah
Vol.2, No.2, Oktober 2022
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
http://bajangjournal.com/index.php/JCI