Model Surplus Produksi Pengelolaan Ikan Teri Di Perairan Sungat Apit Kabupaten Siak Provinsi Riau
Model Surplus Produksi Pengelolaan Ikan Teri Di Perairan Sungat Apit Kabupaten Siak Provinsi Riau
Model Surplus Produksi Pengelolaan Ikan Teri Di Perairan Sungat Apit Kabupaten Siak Provinsi Riau
Abstract
PENDAHULUAN
Ikan teri (Stolephorus sp) tergolong sumberdaya perikanan pelagis dan merupakan salah
satu komoditi ikan yang mengalami peningkatan produksi di perairan Selat Lalang
sungai apit. Produksi ikan teri pada Tahun 2012-2020 yakni dari 68,86 ton mencapai
173,15 ton per tahunnya (Dinas Perikanan dan Peternakan, 2021). Beberapa Penelitian
sebelumnya tentang ikan teri umumnya membahas tentang usaha pengolahan ikan teri
dan upaya penangkapan ikan teri, belum banyak yang meneliti tentang status
pemanfaatan (termasuk aspek kelestarian dan efisiensi) sumberdaya.
Penangkapan ikan teri di perairan Selat Lalang telah berlangsung cukup lama, dengan
tingkat produksi yang dominan dibandingkan jenis ikan lainnya. Data mengenai tingkat
pemanfaatan suatu sumberdaya ikan sangat penting, karena akan menentukan apakah
pemanfaatan sumberdaya tersebut kurang optimal, optimal, atau berlebih. Pemanfaatan
sumberdaya ikan yang berlebihan akan mengancam kelestariannya. Berdasarkan tingkat
© 2022 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 1
pemanfaatan sumberdaya ikan ini, diharapkan dapat dilakukan pengelolaan yang
terencana dan lestari.
Model yang paling sederhana yang digunakan dalam dinamika populasi ikan ialah
Model Produksi Surplus (MPS), dengan memperlakukan ikan sebagai biomassa tunggal
yang tak dapat dibagi, yang tunduk pada aturan-aturan sederhana kenaikan dan
penurunan biomassa. Model Produksi Surplus ini, pada umumnya digunakan dalam
penilaian stok ikan dengan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya tangkap yang
umumnya tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan Model Produksi Surplus
yang terbaik untuk menduga jumlah produksi da upaya penangkapan yang lestari dan
berkelanjutan, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Teri dan tingkat pengusahaan ikan
teri di perairan Selat Lalang.
Penangkapan ikan teri di perairan Selat Lalang telah berlangsung cukup lama, dengan
tingkat produksi yang dominan dibandingkan jenis ikan lainnya. Kegiatan eksploitasi
sumberdaya ikan Teri harus dilakukan secara optimal, agar sumberdaya ikan Teri dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, untuk mengetahui
apaakah sumberdaya ikan Teri telah dikelola secara optimal atau belum, diperlukan
adanya informasi mengenai besarnya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Teri.
Pemanfaatan sumberdaya ikan yang berlebihan akan mengancam kelestarian
sumberdaya ikan tersebut, sehingga pengelolaan sumberdaya ikan tidak optimal dan
berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif
analisis yang bersifat studi kasus dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder.
Data primer yaitu data yang langsung didapatkan dari narasumber yaitu nelayan pelaku
usaha penangkapan ikan Teri. Data primer meliputi data produksi ikan Teri (Ton),
upaya penangkapan ikan Teri (Jumlah alat tangkap Gombang), data harga ikan Teri dan
biaya operasional melaut. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dinas
maupun lembaga terkait. Data sekunder yang diperlukan yaitu data produksi dan upaya
penangkapan ikan Teri di perairan Selat Lalang selama Periode 8 tahun terakhir.
Data (variabel) yang digunakan untuk analisis model produksi surplus ialah data hasil
𝐶
tangkapan (Ct) per tahun dan upaya tangkap (Et) per tahun, serta CPUE (𝐸𝑡 ). Data
𝑡
(variabel) utama yang digunakan untuk analisis model produksi surplus ialah sebagai
berikut :
1. Hasil tangkapan (Ct) :Jumlah Produksi ikan yang pada tahun ke t
2. Upaya tangkap (Et) : jumlah alat tangkap gombang pada tahun ke t
𝐶
3. (𝐸𝑡 ) : Hasil Tangkapan dibagi jumlah unit alat tangkap (ton/unit) pada tahun ke t
𝑡
Analisis data menggunakan metode uji regresi dari beberapa model surplus produksi.
Model penduga yang dianalisis dan dievaluasi ialah model : Schaefer, Fox, Schnute,
Walter-Hilborn, dan Clarke Yoshimoto Pooley (CYP). Berdasarkan hasil evaluasi
secara statistika sesuai nilai R2 dan signifikansi koefisien regresi model), akan diperoleh
suatu model terbaik sebagai penduga. Berdasarkan model terbaik, kemudian dihitung
nilai CMSY, upaya tangkap optimum (EMSY), tingkat pemanfaatan dan tingkat
© 2022 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 2
pengusahaan sumberdaya perikanan teri.
𝑑𝐵 𝐵
= 𝑟𝐵 (1 − )
𝑑𝑡 𝐾
dimana r dan K adalah konstanta. Ini dikenal dengan persamaan pertumbuhan logistik
Verhultst-Pearl. Paramter r adalah laju pertumbuhan intrinsik, karena untuk B kecil, maka
laju pertumbuhan kira-kira sama dengan r. Adapun K adalah daya dukung lingkungan dan
mewakili populasi maksimum yang dapat ditopang oleh lingkungan. Fungsi ini bersifat
parabolik yang simetrik dengan laju pertumbuhan maksimum pada tingkat K. Model
produksi ini tergantung pada 4 macam besaran, yaitu : biomassa populasi pada suatu
waktu tertentu t (Bt), tangkapan untuk suatu waktu tertentu t (Ct), upaya tangkap pada
waktu tertentu t (Et), dan laju pertumbuhan alami konstan (r) (Boer dan Aziz, 1995).
Model ini pertama kali dikembangkan oleh Schaefer, yang bentuk awalnya sama dengan
model pertumbuhan logistic. Menurut Coppola dan Pascoe (1996), persamaan surplus
produksi terdiri dari beberapa konstanta yang dipengaruhi oleh pertumbuhan alami,
kemampuan alat tangkap, dan daya dukung lingkungan. Konstanta-konstanta tersebut
diduga dengan menggunakan model-model penduga parameter biologi dari persamaan
surplus produksi, yaitu model : Equilibrium Schaefer, Disequilibrium Fox, Schnute, dan
Walter-Hilborn dan CYP. Berdasarkan kelima model tersebut dipilih yang paling sesuai
atau best fit dari pendugaan yang lain.
Pendugaan upaya penangkapan optimum (Eopt) dan hasil tangkapan maksimum lestari
(CMSY) didekati dengan Model Produksi Surplus. Antara hasil tangkapan per satuan
upaya (Catch Per Unit of Effort = CPUE) dan upaya tangkap (effort) dapat berupa
hubungan linear maupun eksponensial (Gulland, 1983). Model Produksi Surplus terdiri
dari 2 model dasar yaitu Model Schaefer (hubungan linear) dan Model Gompertz yang
dikembangkan oleh Fox dengan bentuk hubungan eksponensial (Gulland, 1983).
Model Fox
Model Fox (1970) memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dari model Schaefer,
yaitu pertumbuhan biomassa mengikuti model pertumbuhan Gompertz. Penurunan
CPUE terhadap upaya tangkap (E) mengikuti pola eksponensial negatif.
Hasil tangkapan maksimum lestari (CMSY) didapat dengan memasukkan nilai upaya
optimum ke dalam persamaan (3), dan diperoleh :
1
CMSY = 𝑏 ea−1 ........................................................................... (3)
Model Schaefer
Model Produksi Surplus pertama kali dikembangkan oleh Schaefer, yang bentuk
awalnya sama dengan model pertumbuhan logistik. Model tersebut ialah sebagai
berikut:
𝑑𝐵 𝐵
= G(Bt) = r Bt ( 1 - 𝐾 ) ............................................................ (4)
𝑑𝑡
dengan K ialah daya dukung lingkungan perairan, dan Ct ialah tangkapan yang dapat
ditulis sebagai :
Ct = q Et Bt ......................................................................... (6)
𝐵
𝑟𝐵𝑡 (1 − 𝑘𝑡) − 𝐶𝑡 = 0 ............................................................. (8)
atau
𝐵𝑡
𝐶𝑡 = 𝑟𝐵𝑡 (1 − 𝑘 ) = 𝑞𝐹𝑡 𝐵𝑡 ..................................................... (9)
𝑞𝐸𝑡
𝐵𝑡 = 𝐾 (1 − ) ...................................................................... (10)
𝑟
𝑐𝑡 𝑞2𝑘
= 𝑞𝐾 − 𝑓
𝑓𝑡 𝑟 𝑡
= a + 𝑏𝑓𝑡 atau 𝑐𝑡 = 𝑎𝑓𝑡 + 𝑏𝑓𝑡 2 ..... (12)
Sedangkan a = qK dan b =−𝑞 2 𝐾/𝑟. Hubungan linier ini digunakan secara luas untuk
menghitung MSY melalui penentuan turunan pertama𝐶𝑡 terhadap 𝐹𝑡 , yaitu dalam
rangka menentukan solusi optimal baik untuk usaha maupun tangkapan. Turunan
pertama turunan pertama dari 𝐶𝑡 terhadap 𝐹𝑡 , yaitu :
𝜕𝐵𝑡
= 𝑎 − 2𝑏𝑓𝑡 .......................................................................... (13)
𝜕𝑡
𝜕𝐶𝑡
Hasil tangkapan 𝐶𝑡 akan mencapai maksimum apabila = 0 sehingga diperoleh
𝜕𝑓𝑡
dugaan 𝑓𝑀𝑆𝑌 dan 𝐶𝑀𝑆𝑌 dan masing-masing :
𝑎 𝑟
fMSY = 2𝑏 = ........................................................................... (14)
2𝑞
𝑎2 𝑟𝐾
CMSY =4𝑏 = ............................................................................ (15)
4
Model Walter-Hilborn
Model surplus produksi yang dikembangkan oleh Walter dan Hilborn (1992) dikenal
sebagai difference model.Model Walter dan Hilborn juga dikenal sebagai model yang
berbeda dari model Schaefer. Model Walter dan Hilborn dapat dijelaskan pada
persamaan berikut (Wikaniati, 2011) :
𝑈𝑡+1 𝑟
−1=𝑟− 𝑈 − 𝑞𝐸𝑡
𝑈𝑡 𝐾𝑞 𝑡
= 𝑎 − 𝑏 𝑈𝑡 − 𝑐 𝐸𝑡 ........................ (16)
2𝑟 (2−𝑟) 𝑞
ln(𝑈𝑡+1 ) = 2+𝑟 ln(𝑞, 𝐾) − (2+𝑟) ln(𝑈) − 2+𝑟 (𝐸𝑡 + 𝐸𝑡+1 ) ....... (17)
dimana :
2(1−𝛽)
𝑟= ,
(1+𝛽)
q =-γ (2+r),
𝛼(2+𝑟)
𝑒
(2𝑟)
K=
𝑞
Persamaan di atas menunjukkan bahwa model surplus produksi CYP adalah non-linear
𝑑𝑥 𝑟
= (𝑟 − 𝐾 𝑥 − 𝑞𝐸) 𝑑𝑡 ............................................................ (18)
𝑥
Integrasi persamaan di atas melalui langkah one-years time, dapat diperoleh persamaan :
𝑟
ln(𝑥𝑡+1 ) − 𝑙𝑛(𝑥𝑡 ) = 𝑟 − 𝐾 𝑥̅ − 𝑞𝐸̅ ........................................... (19)
dimana : 𝑥̅ = ʃ𝑥𝑑𝑡
E = ʃ𝐸𝑑
Sehingga didapat :
𝑈𝑡+1 𝑟
ln ( ) = 𝑟 − 𝐾 𝐸̅ − 𝑞𝐸̅ ......................................................... (20)
𝑈𝑡
Persamaan ini menunjukkan bahwa model surplus produksi Schnute adalah non-linear,
lag dan reciprocal. Persamaan di atas adalah persamaan regresi yang dapat diestimasi
menggunakan Regresi, dimana :
𝑈𝑡+1
𝑌𝑡 = ln ( )
𝑈𝑡
𝑈𝑡 + 𝑈𝑡+1
𝑋1𝑡 =
2
𝐸𝑡 + 𝐸𝑡+1
𝑋2𝑡 =
2
Hasil tangkapan perikanan teri di perairan Selat Lalang dari tahun ke tahun relatif
meningkat. Data hasil tangkapan selama tahun 2012-2020, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi, Upaya tangkap, dan CPUE Ikan Teri di Perairan Selat Lalang Tahun
© 2022 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 6
2012-2020
𝑪
Tahun Produksi (ton) Upaya (unit) CPUE = 𝑬𝒕 (ton/unit)
𝒕
2012 68,86 32 2,151950054
2013 109,72 41 2,676130717
2014 149,70 44 3,402331244
2015 116,56 47 2,480104206
2016 139,29 48 2,901797143
2017 132,46 49 2,703265306
2018 135,00 53 2,547169811
2019 142,12 56 2,537857143
2020 173,15 61 2,83852459
Rata-rata 129,6519 47.8889 2.69323669
Sumber : Diolah dari data Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Siak
Dari hasil perhitungan pada Tabel 2, terlihat bahwa yang menghasilkan nilai koefisien
determinasi yang paling besar ialah model Walter-Hilborn dengan (R2 = 0,723). Dari
model Walter-Hilborn diperoleh nilai a = 1,331 nilai b = -0.402 dan nilai C = -0,004
dengan persamaan :
Model Fox
Dari hasil analisis regresi diperoleh persamaan regresi :
𝑪
Ln 𝑬𝒕 = 2,192 +0,0105 Et,dengan R2 = 0,067.
𝒕
Model Schnute
Untuk metode Schnute sesuai persamaan (19), didapatkan persamaan regresi :
Nilai upaya optimum (Eopt) dan tangkapan maksimum lestari (CMSY) adalah sebagai
berikut :
𝑟
𝐸𝑜𝑝𝑡 = 2𝑞 = 149,58985= 150 unit/tahun
𝑟𝐾
CMSY = = 247,7498165 = 247,75 ton/tahun.
4
Menunjukkan bahwa untuk menjaga kelestarian sumberdaya perikanan teri secara teknis
dan biologis, dalam setahun jumlah unit penangkapan tidak boleh melebihi 150
unit/tahun. Untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan teri di perairan Selat Lalang
Kecamatan Sungai Apit, maksimum ikan teri yang dapat ditangkap sebesar 247,75 ton
per tahun. Selanjutnya dari nilai Eopt dan CMSY dapat dihitung tingkat upaya
penangkapan dan tingkat pemanfaatan ikan teri untuk tahun tertentu misalkan Tahun
2020, sebagai berikut :
𝐸2020 61
Tingkat upaya tahun 2020 = x 100% = x 100% = 41%
𝐸𝑜𝑝𝑡 150
𝐶 173,15
Tingkat pemanfaatan tahun 2020 = 𝐶2020x 100% = x 100% = 70%
𝑜𝑝𝑡 247,75
Dari hasil perhitungan, ternyata upaya tangkap ikan teri di perairan Selat Lalang pada
Tahun 2020 belum melebihi tingkat upaya maksimum lestari, demikian pula tingkat
pemanfaatannya belum melebihi 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk Tahun 2020
hasil tangkapan masih dibawah batas tangkapan maksimum lestari atau Underfishing.
Penelitian ini menjelaskan penggunaan beberapa kriteria statistika dalam memilih
model produksi surplus terbaik. Dengan menerapkan beberapa kriteria statistika dalam
memilih model produksi surplus, akan diperoleh hasil yang lebih baik. Para peneliti di
© 2022 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 8
bidang perikanan mendapatkan pedoman dalam menetapkan kriteria pemilihan model
produksi surplus, sekaligus juga menghindari penerapan langsung satu model saja
dalam menganalisis model produksi surplus di suatu perairan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Beattie A, Sumaila UR, Christensen V, Pauly D. 2002. A model for the bioeconomic
evaluation of marine protected area size and placement in the North Sea.Natural
Resource Modeling 15: 4.
Coppola G., and S. Pascoe. 1996. A Surplus Production Model with a non-linear Catch-
Effort Relationship. (Research Paper 105) Center for the Economics and
Managemant of Aquatic Resources University of Portsmouth.
Dinas Perikanan dan Peternakan Provinsi Riau. 2021. Statistik Perikanan Tangkap
Kabupaten Siak Tahun 2019.
Fox, W.W. 1970. An Exponential Surplus Yield Model for Optimazing Exploited Fish
Population. Trans. Am. Fish Soc. 99(1):80-88.
Gulland, J.A. 1983. Fishing and Stock of Fish at Iceland. Mui.`Agric. Fish Food, Invest.
(Ser.2) 23(4): 52 ± 70.