Pembuatan Keju (Unripened Cheese) Dengan Starter Campuran: Streptococcus Lactis Dan Rhizopus Oryzae
Pembuatan Keju (Unripened Cheese) Dengan Starter Campuran: Streptococcus Lactis Dan Rhizopus Oryzae
Pembuatan Keju (Unripened Cheese) Dengan Starter Campuran: Streptococcus Lactis Dan Rhizopus Oryzae
ABSTACT
Cheese is dairy product resulted from fermented milk in wich the fermentation
process Cheese is dairy product resulted from fermented milk in wich the
fermentation process can be done by lactid acid bacteria or fungus. Unripened cheese
is soft cheese without maturation. Cheese starter is active culture from microorganism
non-patogen wigh growned in milk. It is have role to compose characteristic and
quality in many kinds of milk product. Streptococcus lactis is bacteria acid lactid
often used as starter in cheesemaking. Rhizopus oryzae is kind of microorganism
wich has an ability is produce high lactid acid with better quality than those produced
by bacteria.
This research was aim find out Rhizopus oryzae potention as starter in
cheesemaking by pH value and curd formation and also find cheese quality
according to the differentiation of rendemen value, water, fat, and protein contained.
Then the unripened cheese resulted was analyzed to find out water, fat, and protein
contained using Anava and it was continued with Duncan’s Multiply Range Tes
(DMRT) at significant of 5%. The data preference was analyzed by using Fridman
test and it was continued with Wilcoxon Signed Rigned Rank Test (WSRT) at
significant of 5%.
By using 75% Rhizopus oryzae and 25% Streptococcus lactis we get the best
result because it produce the highest value and protein, the randemen value is 8,96%
DB and protein is 15,70% DB. It also have low water contain. The water contain is
only 32,71%. 75% Rhizopus oryzae and 25% Streptococcus lactis is also produce
color and texture.
PENDAHULUAN
Susu merupakan bahan pangan yang terdiri berbagai nutrisi dengan proporsi
yang seimbang. Penyusun utamanya adalah air, protein, lemak, laktosa, mineral dan
vitamin-vitamin. Kandungan nutrisi yang tinggi ini akan mudah rusak karena adanya
kontaminasi mikrobia. Pada sisi lain, kandungan nutrisi tinggi dapat dimanfaatkan
sebagai substrat bagi mikrobia bakteri asam laktat untuk menghasilkan produk yang
diinginkan seperti keju (Widodo, 2003).
Susu dihasilkan dari hewan ternak seperti sapi, kerbau dan kambing. Di
Indonesia, khususnya di Pulau Jawa terdapat sentra penghasil susu sapi, yaitu
Sukabumi, Boyolali, dan Pasuruan. Produksi susu dari peternak didistribusikan ke
pabrik susu dan diolah sendiri menjadi susu cair siap minum. Susu yang dihasilkan
peternak hanya dapat dijual ke koperasi/pabrik susu dan diolah sendiri menjadi susu
siap minum. Terdapat permasalahan mendasar yang menimpa peternak susu, yaitu
daya tahan susu yang rendah/ mudah rusak, posisi tawar peternak terhadap harga
susu lemah dan sedikitnya daya serap produksi susu oleh pabrik/koperasi serta
minimnya pengetahuan peternak terhadap olahan susu. Disisi lain peternak sapi perah
senantiasa menginginkan agar susu yang diproduksi sapi perah yang dipeliharanya
dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang mengalami kerusakan ataupun
terbuang percuma.
Pengelolahan susu bertujuan untuk menganekaragamkan produk dan selera,
selain itu tujuan utamanya yaitu mengawetkan susu agar lebih lama bila disimpan.
Salah satu proses pengolahan susu adalah pembuatan keju yang dapat memberikan
dampak positif bagi kesehatan dan secara ekonomis dapat meningkatkan nilai jual
susu (Susilorini, 2006). Selain itu keju merupakan alternatif yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewan (Hidayati, 2003).
Mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam starter, khususnya
starter keju adalah kelompok bakteri asam laktat (BAL) yang menghasilkan asam,
3
membakar ujung ose sampai membara dan cepat didinginkan. Proses inokulasi juga
dilakukan di dekat bunsen burner (Dimodifikasi dari Widowati dan Misgiyarti, 2002).
Pembuatan Starter
Starter dibuat dengan cara susu skim cair sebanyak 1000 ml dibagi menjadi 2
bagian pada gelas beker masing-masing 500 ml dan diberi label S dan R, gelas beker
S diinokulasi dengan Streptococcus lactis sedangkan gelas beker R diinokulasi
dengan Rhizopus oryzae (Radriyo, 2006).
Pembuatan Keju
Pembuatan keju terdiri dari beberapa tahap yaitu pasteurisasi, pengukuran pH,
fermentasi dan inkubasi, koagulasi susu terfermentasi, pembuangan whey,
pengepresan curd dan penimbangan berat curd, penggaraman.
a. Pasteurisasi
Susu sapi segar 3000 ml dan dibagi menjadi 15 bagian pada botol, masing-
masing 200 ml dan diberi tabel (K, A, B, C, D). Susu masing-masing gelas beker
dipasteurisasi dengan cara dipanaskan pada suhu 65 ° C selama 16 detik, kemudian
didinginkan hingga 37 ° C (Wardhani, 1996). Setelah dingin masing-masing gelas
beker yang berisi susu dimasukkan dengan starter campuran Streptococcus lactis dan
Rhizopus oryzae sebanyak 10% atau 20 ml. Gelas beker K sebagai kontrol
ditambahkan Streptococcus lactis murni, sedangkan gelas beker A, B, C
ditambahkan starter campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae dengan
perbandingan masing-masing 1:3; 1:1; 3:1. Gelas beker D ditambahkan Rhizopus
oryzae murni. Kemudian dilakukan pengukuran pH susu sebelum dan sesudah
inkubasi.
b. Fermentasi dan Inkubasi
Botol kaca yang berisi susu yang telah diinokulasi kemudian diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 37 ° C sampai nilai pH mencapai 5,5 (selama 8 jam). Selama
inkubasi botol ditutup dengan aluminium foil ( Wardhani, 1996).
6
K 8.23a
A 8.75a
B 8.89a
C 8.96a
D 9.07a
Keterangan: kadar rendemen (%) dengan superskrip huruf kecil sama menunjukkan tidak terjadi beda
nyata (P<0,05) pada uji Duncan.
K : 100% Streptococcus lactis dan 0% Rhizopus oryzae.
A : 75% Streptococcus lactis dan 25% Rhizopus oryzae.
B : 50% Streptococcus lactis dan 50% Rhizopus oryzae.
C : 25% Streptococcus lactis dan 75 % Rhizopus oryzae.
D : 0% Streptococcus lactis dan 100% Rhizopus oryzae.
ketika kondisi terlalu asam (Daulay, 2001). Sedangkan menurut Skory (2000)
Rhizopus oryzae menghasilkan asam laktat dengan kualitas yang lebih baik daripada
yang dihasilkan oleh bakteri.
Menurut Purwandhani dan Suladra (2003), asam laktat merupakan hasil dari
metabolisme glukosa yang digunakan selama pertumbuhan sel dengan jumlah
semakin meningkat seiring bertambahnya waktu. Meningkatnya produksi asam laktat
tersebut ditandai dengan menurunnya pH atau meningkatnya asam akibat timbulnya
ion H+ yang terjadi karena dekomposisi laktosa yang menghasilkan asam-asam yang
mudah menguap dan pecahnya phosphat organik yang terdapat di dalam kasein,
sehingga menghasilkan asam (Mc.Kay et al., 1971). Asam laktat yang terbentuk
berdampak pada koagulasi kasein pembentuk dadih. Sub misel kasein yang terdiri
dari kalsium dan fosfat, ketika terbentuk asam laktat, kalsium dan fosfat akan
berikatan dengan laktat membentuk kalsium laktat dan fosfat laktat, sehingga
gumpalan-gumpalan kasein akan berdiri sendiri yang nantinya akan membentuk curd.
Menurut Daulay (1991), keju dihasilkan karena terjadinya pengendapan protein
terutama kasein dalam keadaan asam. Kasein menggumpal sebagai curd pada titik
isoelektrik yaitu 4,6. Semakin besar nilai curd maka semakin tinggi nilai rendemen
karena nilai rendemen diperoleh dengan cara membandingkan berat curd yang
dihasilkan dengan berat susu sapi segar yang digunakan sebagai bahan baku.
Kadar Air
Kadar air di dalam pembuatan keju memiliki peranan dalam proses
pematangan keju (Daulay, 1991). Data analisis kadar air keju (unripened cheese)
dengan starter campuran Steptococcus lactis dan Rhizopus oryzae dapat dilihat pada
tabel 2.
11
Tabel 2. Kadar air keju (unripened cheese) dengan campuran starter Steptococcus
lactis dan Rhizopus oryzae
Perlakuan Kadar Air (%)
K 34.50a
A 33.54a
B 33.36a
C 33.15a
D 32.71b
Perbedaan kadar air pada keju disebabkan karena air yang ada di dalam keju
berada dalam tiga keadaan yaitu terikat dalam struktur komponen dadih, tertahan
partikel dadih yang bersifat hidrokopis dan air bebas. Keberadaan air bebas dalam
dadih dipengaruhi tingkat penirisan pada saat pengeluaran whey protein dalam dadih
yang sebagian besar merupakan kasein mengikat air sehingga tertahan dalam badan
keju (Scoot, 1981).
Jika dibandingkan dengan penelitian Aly (1997) kadar air pada pembentukan
keju sebesar 45-65%, pada penelitian Jamillatun (2008) sebesar 27-33% dan menurut
Cheesmen (1981) keju unripened merupakan keju lunak yang terbuat dari susu skim
dengan atau tanpa penambahan garam yang mengandung kadar air tinggi yaitu
berkisar antara 50-80%. Berkurangnya kadar air pada keju unripened karena keju
unripened memiliki stuktur yang padat berongga dengan ikatan longgar, sehingga air
banyak yang keluar saat pengaliran whey dan pengepresan yang menyebabkan kadar
air dalam curd sedikit (Murti, 2004).
Lemak
Data analisis kadar lemak keju (unripened cheese) dengan starter campuran
Steptococcus lactis dan Rhizopus oryzae dapat dilihat pada tabel 3.
12
20,30%, dan hasil penelitian Murwaningsih (2003) sebesar 2 – 3%, pada penelitian
Jamilatun (2008) sebesar 21-36%, pada penelitian Aly (1997) sebesar 0,1-3 %, pada
penelitian Borders sebesar (2002) 0% -10%, maka kandungan lemak keju unripened
dengan menggunakan starter campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae
memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi karena bahan baku dalam pembuatan
keju unripened adalah susu segar tanpa pengurangan krim yang mempunyai kadar
lemak yang tinggi. Penggunaan susu skim dalam pembuatan keju dapat
mempengaruhi kadar lemak. Menurut Buckle (1987) susu skim merupakan susu yang
tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Menurut Burg (1988)
bahwa meningkatnya gumpalan yang dihasilkan juga meningkatkan komponen lemak
yang terperangkap didalam curd, dimana lemak mengisi rongga-rongga terbuka pada
curd. Selain itu tingginya lemak juga dipengaruhi oleh bahan baku pembuat keju
yaitu susu, menurut Basya (1983) sapi yang sedang berada pada awal laktasi terutama
setelah partus (melahirkan) akan menghasilkan susu dengan kadar lemak yang tinggi.
Protein
Protein didalam susu terdiri dari protein whey dan kasein, sedangkan didalam
keju protein yang tertinggal adalah kasein karena whey yang terbentuk telah
dikeluarkan dalam proses pembentukkan keju (Murwaningsih, 2003).
Tabel 4. Perbedaan perlakuan pembuatan keju (uripened cheese) dengan campuran
starter Steptococcus lactis dan Rhizopus oryzae terhadap kadar protein
Perlakuan Kadar Protein (%) BK
K 14.80a
A 15.20a
B 15.47a
C 15.53a
D 15.70a
14
Pada Tabel 4 menunjukkan hasil uji Duncan 5% hasilnya tidak beda nyata.
Kadar protein pada perlakuan D (100% Rhizopus oryzae) menunjukkan kadar protein
tertinggi. Rhizopus oryzae merupakan mikroorganisme yang toleran terhadap asam
dan optimal pada kondisi asam. Rhizopus oryzae tumbuh lebih baik pada kondisi
asam dari pada basa (Fardiaz, 1989). Sehingga enzim proteolitik yang dimiliki
Rhizopus oryzae berkerja secara optimal.
Menurut Direktorat Gizi Departemen Pertanian (2001) kandungan protein
keju unripened komersial sebesar 14%, Jika dibandingkan dengan kadar protein
penelitian Jamilatun (2008) yaitu sebesar 2-8 %, Murwaningsih (2003) sebesar 11-
12% dan menurut Fox (1898) kadar protein keju unripened yaitu sebesar 10%, maka
kandungan protein pada keju unripened dengan menggunakan variasi starter
campuran antara Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae ini lebih tinggi. Tingginya
kadar protein ini disebabkan karena proses pengolahanya menggunakan suhu sekitar
60 0C, menurut Fox (1989) kadar protein dalam keju dipengaruhi oleh suhu,
penggunaan suhu 65 0C pada pengelolahan keju tidak menyebabkan denaturasi
protein yang parah sehingga kadar proteinya cenderung tinggi. Denaturasi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan struktur yang sangat lanjut dan terjadi
penyimpangan dari bentuk alamiahnya. Protein yang mengalami denaturasi yaitu
pada protein serum yang tidak tahan panas, jika terjadi denaturasi protein serum
cenderung menyelimuti sub misel dan mengganggu kemampuan koagulasi untuk
bereaksi secara efektif untuk terjadi penggumpalan susu (Daulay, 2001).
Tabel 4. Menunjukkan adanya korelasi antara protein dan lemak pada curd keju
(unripened cheese)
banyak kasein yang menggumpal, maka lemak semakin tinggi dan semakin banyak
rendemen yang dihasilkan.
Uji Kesukaan
Uji kesukaan keju dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen
terhadap keju yang dihasilkan meliputi kesukaan terhadap tekstur, aroma, warna dan
rasa. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Skor uji kesukaan rasa, aroma, warna dan tekstur keju (unripened cheese)
Kode keju Rasa Aroma Warna Tekstur
K 3.68 a 3.48a 2.42 a 2.67 a
A 3.10 a 3.25a 2.53 a 2.72 a
B 2.98 a 2.83a 2.68 a 3.17 a
C 2.80 a 2.98 a 3.43 b 3.18 a
D 2.45 a 2.48 a 3.95 b 3.25 a
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa rasa keju hasil fermentasi 100%
Streptococcus lactis dan 0% Rhizopus oryzae lebih disukai dari pada yang lain
sedangkan untuk 0% Streptococcus lactis dan 100% Rhizopus oryzae memiliki nilai
rasa yang paling rendah dibanding yang lain. Bila dilihat dari hasil dari campuran
starter yang digunakan maka perlakuan starter campuran 75% Streptococcus lactis
dan 25% Rhizopus oryzae merupakan kombinasi yang terbaik yang diterima oleh
panelis. Pada perlakuan 0% Streptococcus lactis dan 100% Rhizopus oryzae memiliki
nilai rasa yang paling rendah.
Aroma keju muncul terutama disebabkan oleh volatil yang terbentuk selama
pemeraman. Keju unripened merupakan jenis keju segar tanpa pemeraman sehingga
aroma keju belum terbentuk dan masih didominasi oleh aroma susu yang digunakan
(Murwaningsih, 2003). Tabel 5 menunjukan aroma yang tertinggi pada 100%
Streptococcus lactis dan 0% Rhizopus oryzae. Hasil ini berarti bahwa keju hasil
fermentasi dari starter pada 100% Streptococcus lactis paling disukai aromanya.
Penggunaan starter campuran yang paling disukai yaitu 75% Streptococcus lactis dan
25 % Rhizopus oryzae.
17
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kadar protein, nilai kesukaan
terhadap warna dan tekstur pada 25% Streptococcus lactis dan 75% Rhizopus oryzae
lebih tinggi dibandingkan dengan keju hasil fermentasi campuran starter
Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae yang lainya. Sedangkan pada 75%
Streptococcus lactis dan 25% Rhizopus oryzae memiliki keunggulan dalam kadar
lemak yang rendah, rasa dan aroma. Sehingga dapat diketahui bahwa keju
(unripened cheese) dari starter campuran 75% Streptococcus lactis dan 25% Rhizopus
oryzae lebih baik nilai nutrisinya karena kadar lemaknya rendah dan kadar proteinnya
tidak berbeda nyata dengan kadar protein keju (unripened cheese) yang lain, selain
itu rasa dan aromanya juga lebih disukai. Namun bila dilihat dari segi ekonomis
penggunaan starter campuran 25% Streptococcus lactis dan 75% Rhizopus oryzae
19
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengelolahan Air Susu. Andi Offset.
Yogyakarta.
Aly. Gamay. 1997. Low fat cheese curd products. United States Patent 5612073
Burg, J.C.T. Van Den. 1988. Dairy Tecnology in The Tropic And Subtropic. Pudoc
Wageningen, Netherlands.
Basya, S. 1983. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Kadar Lemak Susu Sapi
Perah. Wartazoa. Pusat Penelitian dan Pengembangan peternakan. Bogor.
20
Borders, Cheryl. 2002. Use of isolated soy protein for making fresh, unripened cheese
analogs. United States Patent 6413569
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono. Penerbit Univesitas Indonesia.
Jakarta.
Cheesemen, G.C. 1981. Rennet and cheesemaking. In: Enzim and food Processing.
Applied Science Publishers, Ltd. London.
Chairani, R. 2003. Pengaruh Kombinasi Susu Kambing dan Susu Sapi Skim Sebagai
Bahan Dasar Terhadap Nilai pH, Kadar Protein dan Sifat Organoleptik keju
Cottage. Skripsi. UNDIP. Semarang.
Eckles, C.H., W.B. Combs dan H. Macy. 1980. Milk and milk Product. Tata Mc
Graw Hill Publishing. Co. ltd., Bombay.
Fox, P.F. 1993. Cheese : Chemistry, Physics and Microbiology. 2nd ed. Chapman
Hall. London
Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Hasil Olahan Susu, Ikan , Daging, dan Telur. Liberty.
Yogyakarta.
Legowo, M.A., Nurwantoro., Albaarri, A.N., Chairani, Reni., dan Purbasari Connida.
2003. Kadar Protein, Lemak, Nilai pH Dan Mutu Hedonik Keju Cottage
Dengan Bahan Dasar Susu kambing Dan Susu Sapi Krim. Prosiding Seminar
Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal : 272-
277.
Jamilatun, Makhabbah. 2004. Uji Kandungan Lemak dan Protein Keju Cottage
dengan Starter Rhizopus oryzae Setelah Penambahan Asam dan Saat
Koagulasi. Skripsi. UNS. Surakarta.
Mc. Kay, L.L., W.E. Sandine and P.R. Elliker. 1971. Lactose Utilization by Lactic
Acid and Bacteria. J. Dairy Science. 37: 493.
Midarmadi, S., Sadeghi, H., Sharafi, N., Falah pour, M., Mihseni., F. Dan Bakhtiari,
M.R. 2002. Comparison of Lactic Acid Isomers Produced by Fungal and
Bacterial Strain. Iran biomed. J.6 (2&3): 69-75.
Murti, T.W. 2004. Aneka keju. Fakultas Peternakan. UGM. Yogjakarta.
Murwaningsih, J. 2003. Kualitas Kimia Susu Sapi Frisian Holstein (FH) Dan Keju
Cottage Yang Dihasilkan Pada Genotipe Kappa Kasein Berbeda. Skripsi. IPB.
Bogor.
Nur, H.S. 2005. Pembentukan Asam Organik Oleh Isolat Bakteri Asam Laktat Pada
Media Ekstrak Daging Buah Durian (Durio ziberthinus Murr). Bioscientiae.
Volume 2. Nomor 1. Halaman 15-24. Univ Lambung Amangkurat.
Nurwantoro. 1991. Pola Pemecahan Karbohidrat selama Fermentasi Tape Ubi Kayu
Dengan Menggunakan Inokulum Murni Kering. Tesis. Institut Pertanian
Bogor.
Nout, M.J.R dan J.L Kiers. 2005. Tempe fermentasi, innovation and functionality:
update into the thirt millennium. J.Applied Microbiology. 98: 789-809
22
Purwoko, T., I.R. Pramudyanti. 2004. Pengaruh CaCO3 pada Fermentasi Asam Laktat
oleh Rhizopus oryzae. J.mikrobiologi. Indonesia. 9: 19-22.
Rahman, A., Srikandi, F., Winiarti, P.R., dan C. C., Nurwitri. 1992. Teknologi
Fermentasi Susu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral
Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Randriyo, R.P. 2006. Pengaruh Kombinasi Starter (Steptococcus lactis Dan Rhizopus
oryzae) Terhadap Kadar Lemak, Kadar Total Asam Dan kesukaan Keju
Berbahan Dasar Susu Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang
Sariyanto. 2005. Sifat Fisik dan Organoleptik Dadih Susu Sapi Hasil Fermentasi
Bakteri Prebiotik Yang Disimpan Pada Suhu Berbeda. Skripsi. IPB. Bogor.
Septiani, Y. 2004. Studi Karbohidrat, Lemak dan protein pada kecap dari tempe.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Skory, C.D. 2000. Lactic acid by Rhyzopus oryzae With Increased Lactate
Dehyrogenase.Http://www.Ars.usda.gov/research/publications/publication.ht
m?seq_no_115=151614 ( 5 September 2007).
Sudarmadji, S., Haryono., B. Dan Suhadi. 1984. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Edisi II. Penerbit Alumni, Bandung.
Susilorini, T.E. dan Sawitri, M.E. 2006. Produk Olahan Susu.Penebar Swadaya.
Yogyakarta.
Tranggono dan Setiaji B. 1898. Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Panagn
Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wardhani, B. 1996. Mempelajari Penggunaan Beberapa Jenis Renet Dalam
Pembuatan Keju Cottage. Skripsi. IPB. Bogor.
Widodo, 2003. Mikrobiologi Pangan Dan Industri Hasil Ternak. Lacticia press,
Yogyakarta.
Widowati, S dan Migiyarta. 2002. Efektivitas Bakteri Asam Laktat ( BAL) pada
Pembuatan Produksi Fermentasi Berbasis Protein/ Susu Nabati.
Prosiding Seminar Hasil Rintisan dan Bioteknologi tanaman. 360-373.
Bogor.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yuniah, Yuyun. 1996. Pengaruh Fermentasi Biji Sorgum Coklat Dengan Aspergilus
niger, Aspergilus oryzae atau Rhizopus oryzae terhadap Perubahan Komposisi
Zat-Zat Makanan. Skripsi. IPB. Bogor.