Kerjasama Indonesia
Kerjasama Indonesia
Kerjasama Indonesia
Oleh:
Irma Yunita
Nim : 6211151210
([email protected])
Dosen: Dr. Agus Subagyo S.IP., M.Si
Abstract
1
government of Indonesia and the Philippines held at the Centre. The results of the
exchange of information between the two countries could find out the terrorist
network that have relevance in both countries and the growing capacity of personnel
for doing joint training.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kawasan Asia Tenggara adalah suatu kawasan yang dinamis, tidak
hanya dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan keuangan, tetapi juga politik.
Seiring dengan berkembangnya kawasan Asia Tenggara, tentu setiap anggota
negara yang berada di kawasan ini tidak hanya menginginkan perkembangan-
perkembangan di dalam bidang perdagangan dan ekonomi saja, tetapi mereka
juga menginginkan suatu rasa aman dari segala hal, yang dapat mengganggu
segala aktivitas yang mereka lakukan dan hal yang dapat mengancam
kedaulatan mereka.
Salah satu hal yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dan
mengancam kedaulatan suatu negara adalah terorisme. Terorisme secara
umum, memiliki pengertian sebagai suatu bentuk serangan (faham atau
ideologi) yang terkoordinasi, dimana serangan itu dilancarkan oleh suatu
kelompok tertentu, dimana serangan tersebut bertujuan untuk membangkitkan
perasaan takut di kalangan masyarakat.
Indonesia dan Filipina merupakan negara republik yang terdapat di
Asia Tenggara. Kedua negara ini termasuk kedalam golongan negara yang
sedang berkembang di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki letak
geografis yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan
Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia
berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini
di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor (mantan bagian
provinsi dari indonesia).
Negara tetangga lainnya yang memiliki kedekatan geografis dengan
Indonesia adalah Singapura, Filipina, Australia. Sedangkan Filipina, atau
2
Republik Filipina memiliki letak geografis pada sebelah utara berbatasan
dengan Laut Cina dan Pulau Formosa (Taiwan), Sebelah Selatan berbatasan
dengan wilayah laut Kepulauan Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan
Samudera Pasifik, dan sebelah Barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
Seperti yang kita ketahui, negara-negara berkembang memiliki banyak sekali
masalah-masalah internal yang menghambat kemajuan negara mereka.
Salah satu masalah yang menghambat Indonesia dan Filipina adalah
konflik mengenai terorisme. Lalu bagaimanakah sikap kedua negara ini dalam
menghadapi dan mengatasi konflik-konflik terorisme tersebut? Dalam
mengatasi terorisme tersebut kedua negara ini telah melakukan kerjasama
bilateral dalam bidang keamanan untuk menanggulangi masalah terorisme.
Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai kerjasama yang dilakukan
kedua negara dalam bidang keamanan.
B. Rumusan Masalah
Landasan Teori
A. Neorealisme
Teori hubungan internasional yang akan peneliti gunakan dalam
penelitian ini adalah neorealisme yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz.
Neorealisme pada intinya memfokuskan pada struktur sistem, pada unit-unit
yang saling berinteraksi dan perubahan sistem yang terjadi akibat perubahan
distribusi kapabilitas yang dimiliki antar unit-unit tersebut.
Neorealis muncul sebagai implikasi dari pengaruh globalisasi terhadap
hubungan internasional. Globalisasi dengan berbagai variannya telah
mengubah politik internasional menjadi post-international politics dimana
aktor non negara mulai ikut serta sebagai aktor dominan selain negara.1
Pada neorealisme, aktornya adalah sistem itu sendiri, dimana sistem
bertindak sebagai pengekang perilaku negara yang kebijakannya relevan
dengan isu-isu yang ada dan yang akan bertahan. Menurut Waltz negara-
negara merupakan unit-unit yang serupa, namun yang membedakan adalah
1
Yulius P. Hermawan, Transformasi dalam Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008)
hal 43.
3
kapabilitas mereka dalam menjalankan tugas yang serupa, sehingga
menimbulkan apa yang disebut perimbangan kekuatan.2
Salah satu perbedaan yang sedikit mencolok dari realisme dengan
neorealisme adalah bahwa dalam neorealisme memungkinkan adanya
kerjasama. Neorealisme mengenal adanya kerjasama antarnegara. Namun,
kerjasama ini juga dilakukan atas dasar self interest yang digunakan untuk
tujuan survival negara tersebut.3
B. Kerjasama Bilateral
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Yanuar Ikbar, Metodologi & Teori Hubungan Internasional (Bandung : PT Refika Aditama, 2014)
hal 273.
5
T.May Rudy, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin
(Bandung : Refika Aditama, 2002) hal 5.
6
Steven L.Spiegel, World Politics in A New Era (Orlando: Hartcourt College Publishers, 1995) hal 67.
4
Hubungan bilateral mengandung dua unsur pemaknaan, yakni: konflik
dan kerjasama. Antara keduanya memiliki arti yang saling bergantian
tergantung dari konsep apa yang ditawarkan antara kedua negara menurut
motivasi-motivasi internal dan opini yang melingkupinya. Serta terbianya
hubungan bilateral yang diupayakan oleh suatu negara dengan negara lain
dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan diantara keduanya. Seperti yang
dikemukakan oleh Coplin, bahwa:7
7
William D Coplin, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah, Terj. Marcedes Marbun (Bandung:
Sinar Baru Argelsindo, 2003).
8
Rian Novianto, Hubungan Bilateral Indonesia-Rusia Pasca Tragedi sukhoi 2012, skipsi., Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, 2013, hal 11.
9
Ibid, hal 12.
5
C. Konsep Terorisme
10
Abdullah Abidin, Faktor-faktor radikalisme dan terorisme, www.liputan6.com, 21 April 2017.
6
1. Pendidikan Rendah
2. Krisis Identitas
7
Keadaan ekonomi yang kurang memadai disertai dengan
sikap apatis terhadap kondisi kehidupan lingkungan sekitar, dapat
dianggap menjadi salah satu faktor penyebab untuk menarik
generasi muda dalam melakukan tindakan radikal. Acapkali
generasi muda tidak memiliki kebanggaan secara materi dan tidak
memiliki pandangan positif mengenai masa depan yang dihadapi
di dunia ini. Biaya sekolah yang mahal, membuat sebagian
generasi muda menjadi putus sekolah dan tidak mempunyai
pekerjaan hingga penghasilan yang memadai, terkadang dijadikan
salah satu faktor kekesalan terhadap sistem perekonomian yang
dianggap kebarat-baratan atau liberal, lantaran sistem yang ada
dinilai tidak pro terhadap rakyat dan tidak juga memberikan
kesejahteraan terhadap dirinya. Dengan keadaan tersebut,
penghancuran terhadap dirinya dan orang lain dianggap sebagai
suatu hal yang wajar, karena materi yang saat ini tidak diperoleh
akan digantikan dengan kenikmatan akhirat sebagai imbalannya
melakukan perjuangan dan pengorbnannya setelah mati syahid.
8
Aspirasi politik yang tidak tersalurkan melalui jalur politik
formal berdasarkan kaedah hukum yang berlaku, acapkali menjadi
salah satu alasan untuk sebuah organisasi melakukan aksi radikal.
Sehingga dengan melakukan aksi dan tindakan radikal yang
cenderung “nyeleneh” dimata masyarakat, dianggap sebagai
sebuah solusi atau terobosan kontroversial untuk dapat
menyampaikan pesan organisasi ke masyarakat luas. Adanya rasa
ketakutan mendalam, diharapkan oleh sebuah organisasi radikal
akan membuat pesan yang ingin disampaikan tertanam dan
melekat dibenak target khalayak.
Pembahasan
9
peristiwa penyerangan bom terhadap gedung World Trade Center di New York, dan
Markas Pertahanan Amerika Serikat Pentagon, pada 11 September 2001 yang
menewaskan hampir 3.000 korban. Kejadian yang menimbulkan perasaan yang
mencekam di dunia internasional, menyebabkan terorisme menjadi sebuah isu global
dan mempengaruhi kebijakan politik setiap negaranegara di dunia. Sehingga
menjadikan terorisme sebagai musuh internasional yang harus diperangi secara
bersama-sama.
10
Melihat ke masa lampau, Indonesia memiliki perkembangan sejarah terorisme
yang berkaitan dengan keinginan-keinginan untuk mendirikan negara Islam, bahkan
keinginan ini sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Jamaah Islamiyah bahkan
telah aktif sejak tahun 90-an di Indonesia. Namun, terorisme mulai menjadi topik
utama di Indonesia ketika terjadinya serangan Bom Bali I pada bulan Oktober 2002.
Sebagai salah satu negara kepulauan, Filipina memiliki garis pantai yang
sangat panjang yakni 36.289 km. Sementara itu Filipina hanya memiliki sedikit luas
wilayah daratan, yaitu mencapai 30.000 km persegi. Karena merupakan sebuah
negara kepulauan, Filipina tidak memiliki perbatasan darat, dan akses keluar masuk di
Filipina di dominasi oleh jalur maritim. Sehingga Filipina memiliki permasalahan
yang serupa seperti yang terjadi di Indonesia, yaitu tantangan mengenai wilayah
11
perbatasan yang seringkali digunakan sebagai pintu masuk teroris dan penyelundupan
senjata.
12
peledakan Superferry Fourteen di Manila Bay pada tahun 2004, dan peledakan Hotel
di Zamboanga City pada tahun 2011, merupakan aksiaksi terorisme yang terjadi di
Filipina.
Kedua perairan yang saling berbatasan ini, sempat menjadi ancaman tersendiri
bagi kedua negara. Hal ini dikarenakan kedua jalur perairan yang terdapat di bagian
Utara Pulau Sulawasi dan Kepulauan Mindanao yang terdapat di bagian Selatan
Filipina tersebut sering digunakan untuk melakukan hal-hal yang ilegal seperti
penyelundupan senjata, dan sebagai pintu masuknya teroris yang berada di kedua
negara. Karena perbatasan perairan ini digunakan sebagai pintu masuknya teroris,
maka hal ini sangat berkaitan dengan teroris-teroris yang terdapat di Indonesia dan
Filipina. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, organisasi radikal yang terdapat di
kedua negara yang dibahas di dalam penelitian ini adalah Jamaah Islamiyah dan
MILF.
13
yang lari ke Filipina selatan, selain ke Malaysia (Sabah, terutamaTawao), dan tempat
lain di Indonesia, terutama Balikpapan dan Samarinda di Kalimantan Timur.
14
adalah Mustofa, mantan ketua Mantiqi III maupun ketua satuan operasi khusus; Nasir
Abbas; Qotadah alias Basyir, seorang ahli peledak; Okasha alias Zubair, warga
Malaysia dari Sabah; dan seorang yang bernama Nasrullah, yang pernah mengunjungi
Mindanao pada 1989-1990 yang menjadi pemandu kelompok.13 Pelatihan yang
dilakukan oleh Jamaah Islamiyah ini merupakan sebuah balas jasa kepada MILF yang
memberikan mereka tempat untuk melakukan pelatihan. Dimana pelatihan tersebut
berguna untuk bekal pejuang MILF melakukan aksi-aksi yang bertujuan untuk
melepaskan diri dari Filipina.
Setelah kelima anggota tersebut sampai di Kamp Abu Bakar, mereka langsung
melakukan pelatihanpelatihan untuk para pejuang MILF. Pelatihan-pelatihan yang
dilakukan oleh Jamaah Islamiyah terhadap MILF sedianya termasuk pelajaran ketat
tentang penggunaan peluncur granat, mortir, senjata anti-tank serta howitzer, selain
senjata kecil. Lalu Nasir Abbas dengan restu Hashim mengambil inisiatif untuk
mencari lokasi yang relatif aman dan terpencil untuk menjalankan pelatihan. Setelah
melakukan pencarian, akhirnya lokasi tersebut ditemukan di daerah bagian atas kamp
Abu Bakar, yang berdekatan dengan perbatasan propinsi antara Maguindanao dan
Lanao del Sur. Lalu menamakan kamp baru tersebut dengan Hudaibiyah.
Kamp Hudaibiyah ini diyakini sebagai kamp bagi anggota Jamaah Islamiyah
untuk melakukan pelatihan-pelatihan bagi para pejuang MILF. Daerah untuk kamp ini
dipilih karena situasi, lingkungan dan kondisinya memungkinkan mereka untuk
melakukan pelatihan yang menggunakan bahan-bahan peledak dan penggunaan
senjata tersebut tanpa membahayakan masyarakat di Mindanao serta tanpa diketahui
oleh pemerintahan Filipina.
15
Jamaah Islamiyah yang terdapat di Indonesia terhadap MILF yang berada di Filipina.
Motif ini juga didasari oleh pandangan Jamaah Islamiyah yang memiliki ideologi
yang sama dengan MILF.
Sehingga dengan adanya visi yang sama yaitu mendirikan negara sendiri,
mempunyai kesamaan dalam melakukan serangan-serangan dan ancaman yang sama
dalam setiap aksi yang dilakukan, memiliki motif yang sama dalam setiap aksi dan
tindakan yang dilakukan, serta adanya interaksi-interaksi dan kerjasama satu sama
lainnya, Jamaah Islamiyah dan MILF memang memiliki suatu keterkaitan yang kuat
satu sama lainnya yang menyebabkan Indonesia dan Filipina melakukan kerjasama
dalam mengatasi mata rantai terorisme yang terdapat di kedua negara.
16
Peledakan yang dikenal dengan peristiwa Bom Bali I ini menyebabkan negara-
negara yang terdapat di Asia Tenggara untuk lebih memperkuat lagi daerah kawasan
yang terdapat di sekitar Asia Tenggara dengan cara melakukan sebuah kerjasama
dalam bidang keamanan. Seperti kerjasama yang dijalin antara Indonesia dan Filipina
dalam bidang pertahanan dan keamanan. Kerjasama dalam bidang keamanan yang
dilakukan antara Indonesia dan Filipina yang dibahas dalam penelitian ini terjadi pada
21 Juni 2005, yang disepakati di Manila. Dalam hal ini kedua negara dirasa perlu
untuk dapat berkerjasama, karena selain memiliki faktor geografis yang saling
menghubungkan kedua negara dan banyaknya keterkaitan antara kelompok radikal
yang terdapat di Indonesia dan Filipina, faktor pemicu lainnya adalah peristiwa
terjadinya peledakan di Rumah Duta Besar Filipina untuk Indonesia yaitu Leonidas
Caday pada 1 Agustus 2000.
Selain dari faktor peledakan tersebut, tiga warga negara indonesia juga
menjadi korban penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok muslim radikal yang
terdapat di Pulau Jolo bagian Filipina Selatan pada 30 Maret 2005. Faktor-faktor ini
dianggap menjadi pertimbangan bagi kedua negara untuk melakukan kerjasama untuk
dapat menjaga keamanan negara, warga negara, dan kawasan regional, baik secara
langsung maupun tidak langsung dari kegiatan terorisme yang sering terjadi.
17
terorisme yang sering terjadi di kedua negara. Kedua negara berupaya untuk
meningkatkan kerjasama dalam bidang keamanan untuk mengungkap pelaku
terorisme. Aksi dari tindakan terorisme yang terjadi di Indonesia dan di Filipina
dianggap sebagai tindakan yang dapat mengancam stabilitas kawasan yang terdapat di
kedua negara, maupun di kawasan Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan aksi dari
tindakan terorisme merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan secara terorganisir,
dapat terjadi dimana dan kapan saja.
18
maupun di Filipina. Ancaman itu berupa gerakan-gerakan teror dan terorisme yang
seolah saling berkejaran dengan capaian demokrasi. Sejak dibukanya hubungan
diplomatik Indonesia dan Filipina pada tahun 1949, hubungan antara Indonesia dan
Filipina yang saling menguntungkan di berbagai bidang telah berkembang dengan
sangat signifikan. Apalagi baik Indonesia maupun Filipina adalah negara yang sama-
sama membangun ASEAN pada tahun 1967. Pada masa ini, dengan semakin
berkembangnya pengertian keamanan kearah yang lebih bersifat multidemensional
dan dengan adanya peristiwa terorisme yang marak terjadi di kedua negara, kedua
negara ini bertekad untuk dapat memperkuat dan mempertahankan hubungan bilateral
dalam jangka waktu panjang untuk menjaga kondisi kawasan Asia Tenggara menjadi
lebih stabil dan aman. Pada tanggal 8 Maret 2011, Presiden Filipina yaitu Benigno S.
Aquino III, melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. dalam kunjungan ini
kedua negara tidak hanya membicarakan sekedar tentang keikutsertaan Indonesia
menjadi bagian anggota dari IMT, tetapi juga melakukan perpanjangan Nota
Kesepahaman antar Pemerintah Indonesia – Filipina menangani Masalah Kejahatan
Transnasional dan Bentuk Kerjasama Kepolisian Lainnya, yang sebelumnya pernah
disepakati pada 18 November 2005.
19
dibentuk dengan ditandatanganinya nota kesepahaman. Kesepakatan ini
ditandatangani dan diimplementasikan dengan sangat baik sehingga kedua negara
dapat membantu konflik-konflik yang sedang kedua negara ini hadapi.
Kesimpulan
Kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara lakukan pada tahun 2005 adalah
kerjasama dalam bentuk dinas kepolisian. Kerjasama yang disepakati dalam deklarasi
bersama itu dideklarasikan pada 21 Juni 2005 di Manila, dimana dalam deklarasi ini
kedua negara sepakat untuk menumpas segala bentuk kejahatan transnational crime
maupun counter terrorism. Setelah itu untuk lebih menjalin sebuah kerjasama yang
lebih serius, Indonesia dan Filipina mengemban suatu kerjasama yang lebih serius lagi
dengan ditandatanganinya kesepakatan kerjasama dalam bidang keamanan, dalam
20
bentuk Nota Kesepahaman antar dinas kepolisian yang ditandatangani pada 18
November 2005.
Daftar Pustaka
21
Abdullah Abidin, Faktor-faktor radikalisme dan terorisme, www.liputan6.com, 21
April 2017.
Rian Novianto, Hubungan Bilateral Indonesia-Rusia Pasca Tragedi sukhoi 2012,
skipsi., Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2013, hal 11.
Steven L.Spiegel, World Politics in A New Era (Orlando: Hartcourt College
Publishers, 1995)
T.May Rudy, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang
Dingin (Bandung : Refika Aditama, 2002) hal 5.
William D Coplin, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah, Terj. Marcedes
Marbun (Bandung: Sinar Baru Argelsindo, 2003).
Yulius P. Hermawan, Transformasi dalam Hubungan Internasional, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2008) hal 43.
Yanuar Ikbar, Metodologi & Teori Hubungan Internasional (Bandung : PT Refika
Aditama, 2014) hal 273.
22