Prabowo, S.M. S.A. Dewi: Jurnal Kultivasi Vol. 18 (2) Agustus 2019

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Jurnal Kultivasi Vol.

18 (2) Agustus 2019 851

Prabowo, S.M. ∙ S.A. Dewi

Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit
(Capsicum frutescens L.)

The leaves extract of four o'clock flower and pagoda as antivirus plants
to control curl disease on cayenne pepper (Capsicum frutescens L.)
Diterima : 13 Desember 2018/Disetujui : 28 Juli 2019 / Dipublikasikan : 7 Agustus 2019
©Department of Crop Science, Padjadjaran University

Abstract. Many chili farmers use chemical tumbuhan berdaya antivirus: bunga pukul
pesticides as the main choice for controlling empat dan pagoda, dalam mengendalikan
curly diseases. This study aimed to redundant penyakit keriting pada cabai yang disebabkan
the potential of leaves extracts: four o'clock virus. Penelitian ini dilakukan di lahan endemi
flower and pagodas, in controlling chili disease penyakit keriting pada cabai merah di daerah
caused by viruses. This research was carried out Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini
in the endemic area of curly disease in red chili , dilaksanakan mulai bulan April sampai Juni
Sukoharjo Districts. This research was carried 2018. Bahan yang digunakan adalah tanaman
out from April to June 2018. The material used sebagai bahan pesisida nabati: bunga pukul
plants as organic pesticides: leaves of four empat dan pagoda. Alat yang digunakan
o'clock flowers and pagodas. Tools are used: blender, sprayer, jerigen, baskom dan alat tulis.
blenders, sprayers, jerry cans, basins and Penelitian menggunakan rancangan acak
stationery. The study used a Randomized Block kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan, yaitu
Design (RBD) with five treatments of leaf tanpa perlakuan pestisida nabati; ekstrak daun
extracts application. There were without organic bunga pukul empat konsentrasi 50 mL/L;
pesticides application, leaves of four o'clock ekstrak daun bunga pukul empat konsentrasi
flower with concentration 50 mL/L; leaves of 100 mL/L; ekstrak daun pagoda konsentrasi 50
four o'clock flower with concentration 100 mL/L; dan ekstrak daun pagoda konsentrasi 50
mL/L; leaves of pagoda flower with mL/L. Setiap plot perlakuan terdiri dari 3 kali
concentration 50 mL/L; and leaves of pagoda ulangan. Hasil penelitian menunjukkan
flower with concentration 100 mL/L. Each perlakuan ekstrak daun pukul empat dan
treatment plot replicated three times. The results pagoda memberikan insidens penyakit dan
showed that leaves extract of four o’clock flower keparahan penyakit lebih rendah daripada
and pagoda gave lower disease incidence and tanpa perlakuan pestisida nabati, sehingga
disease severity than without organic pesticide, memberikan hasil yang lebih baik. Hasil cabai
so yield of plants are higher. the best yield, terbesar, yaitu sebesar 255 g, diperoleh dari
about 255 g, is given by leaf extract of four perlakuan ekstrak bunga pukul empat dengan
o'clock flower at the dose of 100 mL/L. konsentrasi 100 mL/L.

Keywords: Cayenne pepper ∙ Four o'clock Kata Kunci: Cabai rawit ∙ Bunga pukul empat ∙
flower ∙ Pagoda ∙ Leaf extract Pagoda ∙ Ekstrak daun

Sari. Banyak petani cabai yang menggunakan


pestisida kimia sebagai pilihan utama untuk
Pendahuluan
mengendalikan penyakit keriting. Penelitian ini
bertujuan mempelajari potensi ekstrak
Cabai merupakan komoditas sayuran yang
Dikomunikasikan oleh Fitri Widiantini cukup strategis, baik cabai merah maupun cabai
Prabowo, S.M.1 ∙ S.A. Dewi1 rawit. Cabai juga digunakan sebagai penyedap
1Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UNIBA Surakarta

Korespondensi :

Prabowo, S.M. dan S.A. Dewi: Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit (Capsicum frustescens L.)
852 Jurnal Kultivasi Vol. 18 (2) Agustus 2019

masakan dan penambah selera makan sehingga Ketahanan sistemik dari suatu tanaman
masakan tanpa cabai terasa tawar dan hambar. dapat dipicu oleh agen biologis seperti
Pada musim tertentu, kenaikan harga cabai mikroorganisme nonpatogenik (Oka, 2002), dan
cukup signifikan sehingga mempengaruhi bahan organik tertentu (Kessmann, et. al., 1994).
tingkat inflasi. Fluktuasi harga ini terjadi hampir Ketahanan sistemik terinduksi dapat juga
setiap tahun dan meresahkan masyarakat. dipicu/dirangsang oleh ekstrak tumbuhan,
Upaya pemerintah dalam mengatasi gejolak seperti Clerodendrum aculeatum (Verma, et. al.,
harga cabai dengan melakukan upaya 1996). Ekstrak tanaman lainnya seperti daun
peningkatan luas tanam cabai pada musim bayam duri (Amaranthus spinosus), daun bunga
hujan, pengaturan luas tanam dan produksi pukul empat (Mirabilis jalapa), dan daun bunga
cabai pada musim kemarau, stabilisasi harga pagoda (Clerodendrum paniculatum) dilaporkan
cabai, serta pengembangan kelembagaan dapat menginduksi ketahanan sistemik terhadap
kemitraan yang andal dan berkelanjutan. patogen antraknosa dan cucumber mosaic virus
Rata-rata hasil panen cabai merah pada (CMV) pada cabai (Hersanti, 2003; Suganda,
tahun 2002 tercatat sebesar 1,8 ton/ha (BPS, 2000).
2002) dan pada tahun 2003 tercatat 5,3 ton/ha Penggunaan ekstrak tanaman sebagai
(BPS, 2003). Pada tahun 2015 produksi cabai pestisida nabati untuk mengendalikan penyakit
besar mengalami penurunan sebesar 2,59 persen yang disebabkan virus khususnya pada cabai
dibandingkan tahun 2014 (BPS, 2017). belum banyak dikaji, sehingga diperlukan
Kebutuhan cabai untuk kota besar yang penelitian mengenai hal tersebut. Informasi
berpenduduk satu juta atau lebih sekitar 800.000 tentang pestisida nabati dari bahan-bahan
ton/tahun atau 66.000 ton/bulan. Pada musim tanaman yang menghasilkan senyawa antivirus
hajatan atau hari besar keagamaan, kebutuhan diharapkan dari penelitian ini.
cabai biasanya meningkat sekitar 10-20% dari
kebutuhan normal. Tingkat produktivitas cabai
secara nasional selama 5 tahun terakhir sekitar 6 Bahan dan Metode
ton/ha. Kebutuhan bulanan masyarakat
perkotaan memerlukan luas panen cabai sekitar Bahan yang digunakan adalah tanaman sebagai
11.000 ha/bulan, sedangkan pada musim bahan pestisida nabati: bunga pukul empat dan
hajatan luas area panen cabai yang harus pagoda. Alat yang digunakan adalah blender,
tersedia berkisar antara 12.100-13.300 ha/bulan. sprayer, jerigen, baskom dan alat tulis.
Kebutuhan cabai tersebut belum termasuk Penelitian ini dilakukan di lahan endemi
untuk konsumsi harian masyarakat pedesaan penyakit keriting pada cabai merah di Desa
atau kota-kota kecil serta untuk bahan baku Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten
olahan (Pusat Data dan Sistem Informasi Sukoharjo. Penelitian ini dilaksanakan mulai
Pertanian, 2015). bulan April sampai Juni 2018. Penelitian
Untung (1993) menegaskan bahwa penggu- menggunakan rancangan acak kelompok (RAK)
naan insektisida dapat menimbulkan dampak dengan 5 kombinasi perlakuan, yaitu tanpa
negatif, antara lain timbulnya resistensi hama, perlakuan pestisida nabati; ekstrak daun bunga
ledakan hama kedua, resurgensi atau peristiwa pukul empat konsentrasi 50 mL/L; ekstrak daun
meningkatnya populasi hama setelah mem- bunga pukul empat konsentrasi 100 mL/L;
peroleh perlakuan insektisida, terbunuhnya ekstrak daun pagoda konsentrasi 50 mL/L; dan
musuh alami, bahaya bagi kesehatan ekstrak daun pagoda konsentrasi 50 mL/L.
masyarakat, dan ancaman pencemaran setiap plot perlakuan terdiri dari 6 tanaman dan
lingkungan. 3 kali ulangan, sehingga total terdapat 90
Banyak kerugian yang didapatkan dari tanaman. Tata laksana penelitian meliputi:
penggunaan pestisida kimia sintetik yang survei lahan, persiapan lahan, penyiapan
berlebihan. Pemerintah sendiri sudah beberapa tanaman sebagai bahan pestisida
memberikan penyuluhan melalui kecamatan nabati, pembuatan pestisida nabati, dan aplikasi
tentang dampak dari pestisida kimia. Salah satu perlakuan.
solusi untuk mengendalikan penyakit yaitu
dengan menggunakan pestisida nabati sebagai Variabel yang diamati :
konsep pertanian organik.

Prabowo, S.M. dan S.A. Dewi: Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit (Capsicum frustescens L.)
Jurnal Kultivasi Vol. 18 (2) Agustus 2019 853

Insidens Penyakit. Insidens penyakit Data hasil penelitian dianalisis dengan


merupakan persentase dari jumlah daun sakit. menggunakan uji F taraf 5% dan uji DMRT
Satuan pengamatan merupakan jumlah daun (Duncan’s Multiple Range Test) taraf 5%.
total dari satu tanaman. Pengamatan dilakukan Pengamatan variabel meliputi insidens penyakit
seminggu satu kali hingga panen. (%), keparahan penyakit (%), tinggi tanaman,
IP = dan hasil cabai.
Keterangan:
IP merupakan Insidens Penyakit (%), a
(Jumlah daun sakit), b (Jumlah daun total). Hasil dan Pembahasan

Keparahan Penyakit. Pengamatan Insidens Penyakit. Hasil penelitian ini


keparahan penyakit dilakukan pada minggu menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak bunga
terakhir pengamatan. Metode yang digunakan pukul empat dan pagoda mampu menekan
adalah skoring. Nilai skoring yang dijadikan kejadian penyakit keriting pada cabai. Hal ini
sebagai acuan adalah 0 (tidak ada serangan), 1 (0 terlihat dari hasil pengamatan yang disajikan
≤ x ≤20% bagian daun yang terserang), 2 (20≤ x pada Gambar 1 bahwa nilai insidens penyakit
≤40% bagian daun yang terserang), 3 (40≤ x ≤ pada perlakuan tanpa aplikasi pestisida nabati
60% bagian daun yang terserang), 4 (60≤ x ≤ 80% lebih tinggi daripada berbagai ekstrak bunga
bagian daun yang terserang), dan 5 (80≤ x ≤ pukul empat dan pagoda. Nilai insidens
100% bagian daun yang terserang). penyakit di akhir pengamatan pada 10 MST
Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman diamati yang paling tinggi sampai yang paling rendah
dengan mengukur tinggi dari pangkal batang berturut-turut adalah tanpa perlakuan = 63%;
hingga titik tumbuh tanaman. Tinggi tanaman bunga pukul empat konsentrasi 100 mL/L =
diukur sejak 3 hingga 10 MST. 40%; pagoda konsentrasi 100 mL/L = 39%;
Hasil Cabai. Data pengamatan diperoleh pagoda konsentrasi 50 mL/L = 33%; bunga
dengan cara menimbang hasil cabai setiap pukul empat konsentrasi 50 mL/L = 29%.
tanaman .

80
Insidens penyakit

Tanpa Perlakuan Bunga


Mimbapukul empat konsentrasi 100 mL/L
dosis 25ml/L

60 Bungadosis
Mimba pukul empat konsentrasi 50 mL/L
100ml/L
(%)

40

20

0
3 4 5 6 7 8 9
10
Minggu setelah tanam
Pagoda konsentrasi 50 mL/L
100 Tanpa Perlakuan
penyakit (%)

Pagoda konsentrasi 100 mL/L


Insidens

Paitan dosis 25ml/L


Paitan dosis 50ml/L

50

3 4 5 6 7 8 9 10
Minggu setelah tanam

Gambar 1. Insidens penyakit keriting (%) pada tanaman cabai yang diperlakukan dengan ekstrak daun
bunga pukul empat (grafik atas) dan ekstrak pagoda (grafik bawah).

Prabowo, S.M. dan S.A. Dewi: Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit (Capsicum frustescens L.)
854 Jurnal Kultivasi Vol. 18 (2) Agustus 2019

Tanpa perlakuan memiliki nilai insidens penyakit hingga 50 %, sedangkan tingkat


penyakit yang paling tinggi dibandingkan keparahan penyakit pada tanpa perlakuan
ekstrak bunga pukul empat dan pagoda. Dengan pestisida nabati diatas 50 % yang artinya bahwa
demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian tanpa perlakuan pestisida nabati menunjukkan
ekstrak bunga pukul empat dan pagoda tingkat keparahan penyakit yang lebih besar
berpengaruh terhadap insidens penyakit jika daripada perlakuan ekstrak tanaman antivirus.
dibandingkan dengan tanpa perlakuan. analisis Hasil pengamatan yang disajikan pada
uji DMRT menunjukkan beda nyata antara tanpa Gambar 2 bahwa nilai keparahan penyakit pada
perlakuan dengan ekstrak bunga pukul empat tanpa perlakuan pestisida nabati lebih tinggi
dan pagoda. daripada berbagai ekstrak bunga pukul empat
Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak dan pagoda. Dengan demikian dapat
daun bunga pukul empat dan pagoda diduga disimpulkan bahwa pemberian ekstrak bunga
kuat mengandung senyawa antivirus yang pukul empat dan pagoda berpengaruh terhadap
berfungsi dapat menekan perkembangan virus keparahan penyakit. Analisis uji DMRT
penyebab penyakit keriting. Penelitian yang menunjukkan beda nyata antara tanpa
dilakukan oleh Jassim & Naji (2003) menyatakan perlakuan pestisida nabati dengan ekstrak
bahwa ada tiga tahap mekanisme senyawa bunga pukul empat dan pagoda.
antivirus yaitu pertama, mengikat protein Menurunnya insidens dan keparahan
selubung protein virus. Kedua, dengan cara penyakit akibat ekstrak bunga pukul empat dan
berikatan dengan virus dan atau protein dari pagoda diduga karena mengandung senyawa
membaran sel inang, sehingga menahan antivirus, selain itu bisa jadi karena
absorbsi virus ke dalam sel. Ketiga, meningkatnya ketahanan tanaman cabai atau
menginaktifkan virus secara langsung dan atau disebut juga ketahanan sistemik terinduksi.
menghambat virus masuk ke dalam sel. Menurut Maule, et. al., (2007) menyatakan
Senyawa antivirus terkandung pada bahwa ketahanan sistemik terinduksi
beberapa macam tanaman. Hal ini telah dikategorikan sebagai perlindungan secara
dibuktikan oleh Rahardjo et al., (2004) yang biologi pada tanaman dimana tanaman adalah
menyatakan bahwa ekstrak mimba mampu targetnya bukan patogennya.
menghambat intensitas serangan tobacco mosaic Ketahanan sistemik dari suatu tanaman
virus (TMV). Lebih lanjut lagi oleh Somowiyarjo dapat diaktifkan dengan menginduksi gen-gen
et al., (2001) yang menyatakan bahwa ekstrak ketahanan yang terdapat di dalam tanaman
daun bunga pukul empat dapat menghambat dengan memanfaatkan agens penginduksi
infeksi virus CMV pada Chenopodium ketahanan (Kuc, 1987). Hal yang sama
amaranticolor. Kemudian diperkuat oleh dilaporkan oleh Vivek, et. al., (1995) bahwa
Kardinan (2006) yang menyatakan bahwa Clerodendrum inerme dapat menginduksi
Mimba mengandung nimbin dan nimbidin yang ketahanan sistemik tanaman tembakau terhadap
berperan sebagai antivirus yang sangat TMV (Tobacco Mosaic Virus). Lebih lanjut lagi
bermanfaat dalam mengendalikan penyakit penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari,
tanaman. Martosudiro, & Hadiastono (2015) menyatakan
Keparahan Penyakit. Gambar 2 bahwa ekstrak M. Jalapa memiliki sifat inhibitor
menunjukkan bahwa tanpa perlakuan pestisida terkuat dibandingkan dengan ekstrak E.
nabati memiliki tingkat keparahan penyakit crassipes, E. alvarezii dan A. spinosus
yang paling tinggi yaitu sebesar 79%, sedangkan Goldbach, et. al., (2003) menyatakan bahwa
perlakuan yang lain menunjukkan tingkat asam salisilat memegang peranan penting dalam
keparahan penyakit yang relatif lebih rendah, ketahanan sistemik terinduksi, asam salisilat ini
yaitu bunga pukul empat konsentrasi 50 mL/L terbentuk pada tanaman sebagai reaksi terhadap
sebesar 35 %; bunga pukul empat konsentrasi infeksi pathogen. Lebih lanjut lagi menurut
100 mL/L sebesar 31 %; pagoda konsentrasi 50 Murphy et al., (2000) Asam salisilat akan
mL/L sebesar 33 %; pagoda konsentrasi 100 mengaktifkan ketahanan tanaman terhadap
mL/L sebesar 33 %. Tingkat keparahan penyakit penyakit. Terinduksinya ketahanan tanaman
pada perlakuan ekstrak bunga pukul empat dan cabai akibat ekstrak daun bunga pukul emapat
pagoda dibawah 50 % yang artinya perlakuan dan pagoda diduga disebabkan oleh semakin
yang diberikan mampu menekan keparahan meningkatnya kandungan asam salisilat.

Prabowo, S.M. dan S.A. Dewi: Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit (Capsicum frustescens L.)
Jurnal Kultivasi Vol. 18 (2) Agustus 2019 855

90
79
80

70
Keparahan Penyakit (%)
60

50

40 35 36
31 33 33 32
30

20

10

0 50 100 50 100
Dosis ml/L Tanpa Perlakuan Bunga
Pagoda
pukul empat

Gambar 2. Pengaruh ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda terhadap keparahan penyakit.

90

80

70
Tinggi tanaman (cm)

60

50

40 Tanpa Perlakuan
30 Mimba dosis empat
Bunga pukul 25ml/Lkonsentrasi 50 mL/L
Mimba dosis empat
Bunga pukul 50ml/Lkonsentrasi 100 mL/L
20

10
3 4 5 6 7 8 9 10
0 Minggu setelah tanam

100

80
Tinggi tanaman (cm)

60

40 Tanpa Perlakuan
Pagoda konsentrasi
Paitan dosis 25ml/L 50 mL/L
Paitan
Pagodadosis 50ml/L 100 mL/L
konsentrasi
20 3 4 5 6 7 8 9 10
Minggu setelah tanam
3 4 5 6 7 8 9 10
0 Minggu setelah tanam

Gambar 3. Pengaruh ek strak daun bunga pukul empat dan daun pagoda terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman cabai.

Prabowo, S.M. dan S.A. Dewi: Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit (Capsicum frustescens L.)
856 Jurnal Kultivasi Vol. 18 (2) Agustus 2019

Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman sebelum mekar atau sebelum mengalami


merupakan ukuran tanaman yang sering penyerbukan.
diamati, baik sebagai indikator pertumbuhan Hasil pengamatan yang disajikan pada
maupun sebagai parameter yang digunakan Gambar 4 bahwa hasil cabai pada tanpa
untuk mengetahui pengaruh lingkungan atau perlakuan pestisida nabati lebih rendah
perlakuan yang diterapkan. Hal ini disebabkan daripada berbagai ekstrak bunga pukul empat
karena tinggi tanaman merupakan ukuran dan pagoda. Gambar 4 terlihat bahwa tanpa
pertumbuhan yang paling mudah diamati. perlakuan pestisida nabati yang paling rendah
Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 3 hasil cabainya yaitu 96 gram, hal ini terjadi
menunjukkan bahwa rerata tinggi tanaman dari karena disebabkan oleh penyakit keriting yang
setiap perlakuan ekstrak antivirus nabati tingkat keparahan penyakitnya cukup tinggi,
menyebabkan tinggi tanaman tidak berbeda dari sedangkan pada perlakuan ekstrak tanaman
tanpa perlakuan pestisida nabati. Uji DMRT antivirus hasil cabainya relatif sama tetapi lebih
menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan tinggi daripada tanpa perlakuan pestisida
yang nyata terhadap perlakuan yang diberikan. nabati, hasil cabai paling tinggi pada perlakuan
Duriat (2008) menyatakan bahwa gejala bunga pukul empat konsentrasi 100 mL/L yaitu
lanjut dari penyakit keriting dapat sebesar 255 gram.
menyebabkan pertumbuhan tidak normal dan Data hasil cabai dalam satuan jumlah buah
akhirnya tanaman menjadi kerdil. Gejala lanjut per 6 tanaman sampel, umumnya menunjukkan
tersebut tidak terjadi pada tanaman yang bahwa semua ekstrak tanaman antivirus lebih
diinduksi oleh ekstrak bunga pukul empat dan baik dari tanpa perlakuan pestisida nabati.
pagoda. Hal ini karena pengaruh dari ekstrak Analisis uji DMRT menunjukkan beda nyata
tumbuhan yang mampu menekan antara tanpa perlakuan pestisida nabati dengan
perkembangan penyakit keriting sehingga ekstrak bunga pukul empat dan pagoda.
pertumbuhan tanaman relatif normal.Pada Penyakit keriting ini pada beberapa
penelitian ini, tinggi tanaman tidak dipengaruhi varietas cabai cukup merugikan, hasil panen
oleh insidens penyakit. Perlu pengamatan berkurang sampai terjadi puso, terutama pada
komponen pertumbuhan tanaman yang lain tanaman yang sudah terinfeksi sejak masa
agar dapat diketahui gangguan penyakit tanaman masih sangat muda. Kerugian petani
terhadap pertumbuhan. akibat penyakit ini secara keseluruhan dapat
Hasil Cabai. Cabai yang menunjukkan mencapai milyaran rupiah. Pada tanaman cabai
gejala penyakit keriting hingga tanaman rawit yang terserang sampai 100% masih
menjadi kerdil akan mengalami penurunan hasil mampu menghasilkan buah walaupun hanya
cabai bahkan jika sudah sangat parah tidak sedikit, sedangkan pada cabai besar sering
mampu menghasilkan buah. Hal ini disebabkan hanya menghasilkan kurang dari 5 buah saja
karena rontoknya bunga cabai pada saat (Duriat, 2009).

300
255 254
237 247
250 224
Hasil cabai (gram)

200
147
150
96
100

50

Konsentrasi
0 mL/L
Tanpa perlakuan 50 P1 50P2 100 P3
Bunga
100
pukul empat
Pagoda

Gambar 4. Diagram Hubungan antara ekstrak daun bunga pukul empat dan
daun pagoda dengan hasil Cabai.

Prabowo, S.M. dan S.A. Dewi: Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit (Capsicum frustescens L.)
Jurnal Kultivasi Vol. 18 (2) Agustus 2019 857

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan Nabati dalam Menginduksi Ketahanan


informasi tentang alternatif pengendalian Tanaman Cabai terhadap Vektor dan
penyakit keriting yang lebih ramah lingkungan Penyakit Kuning Keriting. J Hort, 18(4),
sehingga mampu mempertahankan atau bahkan 446–456.
meningkatkan hasil cabai. Menurut Syamsidi et Duriat, A. S. (2009). No TitlePengendalian Penyakit
al., (1997) Terjadinya infeksi virus pada tanaman Kuning Keriting pada Cabai (5th ed.). Balai
cabai dapat menurunkan pertumbuhan dan tanaman sayuran.
hasil tanaman, baik secara kuantitatif maupun Goldbach, R., Bucher, E., & Prins, M. (2003).
kualitatif. Resistance mechanisms to plant viruses: an
Hasil pengamatan dari hasil cabai sesuai overview. Virus Research, 92(2), 207–212.
dengan pengamatan terhadap insidens penyakit Retrieved from
dan keparahan penyakit bahwa ekstrak bunga https://doi.org/10.1016/S0168-
pukul empat dan pagoda mampu menekan 1702(02)00353-2
perkembangan penyakit keriting sehingga hasil Hersanti. (2003). Pengujian potensi ekstrak 37
cabai lebih tinggi daripada tanpa perlakuan. spesies tumbuhan sebagai agens
Adanya keselarasan antara daya hambat dari penginduksi ketahanan sistemik tanaman
ekstrak bunga pukul empat dan pagoda cabai merah terhadap Cucumber mosaic
terhadap perkembangan virus keriting sehingga virus. Fitopatologi Indonesia, 7(2), 54–58.
hasil cabai lebih tinggi daripada yang tidak Jassim, S. A. A., & Naji, M. A. (2003). Novel
diberi ekstrak tanaman antivirus. antiviral agents: A medicinal plant
perspective. Journal of Applied Microbiology,
95(3), 412–427.
Kesimpulan dan Saran https://doi.org/10.1046/j.1365-
2672.2003.02026.x
Kesimpulan Kardinan, A. (2006). Manfaat Mimba
1. Ekstrak bunga pukul empat dan pagoda (Azadirachta indica). Sinar Tani.
mampu menekan insidens dan keparahan Kessmann, H., Staub, T., Hofmann, C., Maetzke,
penyakit keriting sehingga hasil cabai lebih T., Herzog, J., Ward, E., … Ryals, J. (1994).
tinggi daripada tanpa perlakuan. Induction of systemic acquired disease
2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa resistance in plants by chemicals. Annual
Insidens penyakit pada perlakuan ekstrak Review of Phytopathology, 32, 439–459.
bunga pukul empat konsentrasi 50 mL/L https://doi.org/https://doi.org/10.1146/a
mempunyai nilai terendah yaitu 29%, nnurev.py.32.090194.002255
keparahan penyakit pada ekstrak bunga Kuc, J. (1987). Plant Immunization and its
pukul empat konsentrasi 100 mL/L applicability for disease control. Di dalam: Chet
mencapai nilai terendah yaitu 31 %, hasil I, editor. Inovative Approaches to Plant Disease
cabai tertinggi diperoleh dari perlakuan Control.
ekstrak bunga pukul empat konsentrasi 100 Kumalasari, R. N., Martosudiro, M., &
mL/L yaitu sebesar 255 g. Hadiastono, T. (2015). Pengaruh berbagai
jenis ekstrak nabati terhadap infeksi
Saran. opPerlu penelitian lebih lanjut lagi Cucumber Mosaic Virus (CMV) pada
tentang konsentrasi yang efektif dari ekstrak tanaman mentimun (Cucumis sativus L.).
bunga pukul empat dan pagoda. Jurnal HPT, 3(1), 30–34.
Maule, A. J., Caranta, C., & Boulton, M. I. (2007).
Sources of natural resistance to plant
viruses: status and prospects. Molecular
Daftar Pustaka
Plant Pathology, 8(2), 223–231.
https://doi.org/10.1111/j.1364-
BPS. (2002). Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-
3703.2007.00386.x
buahan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Murphy, A. M., Gilliland, A., Wong, C. E., West,
BPS. (2003). Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-
J., Singh, D. P., & Carr, J. P. (2000). Signal
buahan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
transduction in resistance to plant viruses.
BPS. (2017). Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-
European Journal of Plant Pathology, 107, 121–
buahan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
128. Retrieved from
Duriat, A. S. (2008). Pengaruh Ekstrak Bahan

Prabowo, S.M. dan S.A. Dewi: Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit (Capsicum frustescens L.)
858 Jurnal Kultivasi Vol. 18 (2) Agustus 2019

https://link.springer.com/article/10.1023/ Bogor.
A:1008732123834 Suganda, T. (2000). Introduction of resistance of
Oka, I. (2002). Ketahanan sistemik terinduksi red pepper against fruit antracnose by the
tanaman cabai merah (Capsicum annuum application of biotic and abiotic inducers. J
L.) terhadap Cercospora capsici Heald & Agrikultura, 11, 72–78.
Wolf, Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp Syamsidi, S., Hasdiatono, T., & Putra, S. (1997).
vasinvectum Snyder & Hans., dan Ketahanan cabai merah terhadap
Colletotrichum gloeosporiodes (Penz.) Cucumber Mosaic Virus (CMV) pada umur
Sacc. dengan penginokulasian Rhizopseu. tanaman pada saat inokulasi. Prosiding
Jurnal Hama Penyakit Tumbuhan, 95(9), 80– Kongres Nasional XIV Dan Seminar Ilmiah.
89. Perhimpunan Fitopalogi Indonesia.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Untung, K. (1993). Pengantar Pengelolaan Hama
(2015). Outlook: Komoditas Pertanian Sub Terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada
sektor Hortikultura Cabai. Retrieved from University press.
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/. Verma, H., Srivastrava, S., Varsha, & Kumar, D.
Rahardjo, I. B., Sulyo, Y., & Maryam, A. (2004). (1996). Induction of systemic resistance in
Pengaruh ekstrak Mimba secara mekanis plants against viruses by basic protein from
terhadap virus mosaic tembakau strain Clerodendrum aculeatum leaves.
Aggrek (TMV-O) pada tanaman indikator Phytopathology, 86, 485–492.
Tembakau. Jurnal Hortikultura, 4(5), 94–98. Vivek, P., Shalini, S., Varsha, H., & Verma.
Somowiyarjo, S Sumardiyono, Y., & Martono. (1995). Two basic protein isolated from
(2001). Inaktivasi CMV dengan ekstrak Clerodendrum inerme are inducer of
Mirabilis jalapa. Prosiding Kongres Nasional systemic antivirus resistance in susceptible
XVI Dan Seminar Ilmiah, PFI, 218–220. plants. Plant Science, 110, 73–82.

Prabowo, S.M. dan S.A. Dewi: Ekstrak daun bunga pukul empat dan daun pagoda sebagai tanaman
antivirus untuk mengendalikan penyakit keriting pada cabai rawit (Capsicum frustescens L.)

You might also like