ID Studi Populasi Dan Habitat Anoa Bubalus

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

STUDI POPULASI DAN HABITAT ANOA (Bubalus sp) DI KAWASAN

HUTAN LINDUNG DESA SANGGINORA KABUPATEN POSO


Reza Ariawan Ranuntu 1, Sri Ningsih Mallombasang2
[email protected]
1
(Mahasiswa Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Tadulako)
2
(Staf Pengajar Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Tadulako)

ABSTRACT
The research objective is to estimate and study the genaral picture of dwarf buffalo (Bubalus
sp) in oder that their presence around can still be recorded and better managed in Sulawesi.
Descriptive research method was used by applying line transect to observe population quadrat
transect was used to analyze habitat composition. Based on footprints found, there were estimated
that were about less that 12 adult, 8 teenagers and 5 young dwarf buffaloes around within 13
obrvation points with density of 1.23 dwarf buffaloes/km2 or around 1 ± 2 per square kilometres.
For habitat vegetaton, there were about 85 species function as supporting habitat and about 33
species as food sources. Laboratory analysis noted that soil texture on the sites are clay with
salinity level of 0.72 µS/cm. In addition, it was recorded that the temperature during the morning
time were about 140 C ± 180 C, 180 C ± 200 C during the noon time, and arond 200 C ± 150 C during
the evening time. To summarize, the population sze of dwarf buffalo can be conculded as low
leading to extinction if illegal hunting and habitat destruction continuously occur
Keyword: population, dwarf buffalo, protected forest

Indonesia memiliki kekayaan alam yang Poso. Anoa (Bubalus sp) merupakan salah
tak ternilai harganya baik yang berupa satu satwa endemik yang dilindungi yang
sumberdaya alam hayati maupun non hayati menjadi ciri khas Pulau Sulawesi yang turut
terutama yang terdiri dari flora dan fauna mendiami Kawasan Hutan Lindung Desa
yang dikenal mempunyai keanekaragaman Sangginora Kabupaten Poso.
(biodiversitas) yang cukup tinggi. Namun, Jahidin, (2003) menyatakan bahwa
Indonesia masih termasuk dalam daftar penyebaran satwa ini sangat terbatas,
Negara dimana berbagai jenis spesies sedangkan populasi dan habitatnya semakin
organismenya terancan punah. Spesies yang lama semakin menurun baik kuantitas
terancam punah tersebut antara lain 26 spesies maupun kualitasnya. Penurunan populasi
burung, 63 spesies mamalia, dan 36 spesies terjadi akibat kehilangan habitat karena
reptil, sedangkan 521 spesies fauna dan 36 perusakan habitat, maupun perburuan yang
spesies flora dilindungi secara hukum berlebihan. Dalam keadaan-keadaan demikian
(Mallombasang, 2012). spesies dapat berkurang dengan cepat dan
Mustari, (2003) Kawasan Wallacea yang menuju kepunahan, untuk itu perlu adanya
terdiri atas pulau Sulawesi, Maluku, upaya pelestarian yang bertujuan khusus
Halmahera, Kepulauan Flores, dan pulau- untuk melindungi spesies yang terancam
pulau kecil di Nusa Tenggara. Wilayah ini punah.
unik karena banyak memiliki flora dan fauna Anoa (Bubalus sp) adalah satwa yang
yang endemik dan merupakan kawasan dilindungi undang-undang Indonesia. Oleh
peralihan antara benua Asia dan Australia. organisasi internasional IUCN, Anoa
Salah satu kawasan yang memiliki flora dan diklasifikasikan endangered dan oleh CITIES,
fauna endemik Sulawesi antara lain Kawasan Anoa dimasukan dalam kategori perlindungan
Hutan Lindung Desa Sangginora Kabupaten tertinggi di appendix 1. Hal ini sangat

81
82 e-Jurnal Mitra Sains, Volume 3 Nomor 2, April 2015 hlm 81-94 ISSN: 2302-2027

penting terutama untuk menjaga Melalui metode tersebut diharapkan


keseimbangan ekosistem seperti yang penelitian ini dapat menggambarkan suatu
tercantum dalam Undang-undang No.5 Tahun objek atau kondisi riil dan merupakan
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam pemecahan masalah yang diselidiki pada
dan Ekosistemnya. Akan tetapi, masih kondisi tertentu secara sistematis, faktual dan
minimnya informasi mengenai populasi dan akurat. Hal tersebut dilakukan berdasarkan
habitat Anoa menjadi salah satu faktor fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
penghambat upaya pelestariannya. adanya.
Anoa merupakan salah satu satwa Penelitian ini dilaksanakan selama tiga
endemik Sulawesi yang tergolong satwa liar bulan yaitu mulai bulan Juni sampai dengan
yang langka dan dilindungi berdasarkan surat bulan Agustus 2014, bertempat di Kawasan
Keputusan Menteri Pertanian RI No: Hutan Lindung Desa Sangginora Kabupaten
421/KPTS/ UM/8/1970 dan surat Keputusan Poso. Jenis data terdiri atas data primer dan
Menteri Pertanian No: 90/KPTS/2/1972. data sekunder. Data primer yaitu data yang
Upaya pelestarian terhadap satwa ini sangat diperoleh pada saat pengamatan di lokasi
penting terutama untuk menjaga penelitian. Data populasi pada saat di
keseimbangan ekosistem di alam. lapangan meliputi jumlah jejak dan ukuran
Penyebaran populasi dari spesies Anoa, setiap jejak yang selanjutnya akan dianalisis.
menurut Gunawan 1996 di Sulawesi Utara Data komponen biotik (vegetasi) meliputi
meliputi Taman Nasional Dumoga Bone, jenis dan bagian yang dimakan, jumlah dan
Minahasa, Gorontalo, Boolang Mangondow; diameter. Sedangkan untuk komponen abiotik
di Sulawesi Tengah tersebar di daerah (fisik) yaitu tanah, suhu dan air. Sedangkan
Donggala, Toli-toli, Taman Nasional Lore data sekunder meliputi keadaan umum lokasi,
Lindu, Cagar Alam Lore Kalamanta dan luas kawasan dan aksesbilitas.
Morowali; di Sulawesi Selatan terdapat di
Luwu, Mamuju dan Enrekang; sementara di Teknik Pelaksanaan Lapangan
Sulawesi Tenggara dapat dijumpai di wilayah
Suaka Marga Satwa Tangjung Amolengo, di Sensus Populasi
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, dan Data kelimpahan populasi di dapatkan
juga terdapat di Kabupaten Kolaka. melalui kombinasi metode transek jalur
Faktor utama penyebab penurunan dengan footrint count (Van Strien, 1983
populasi Anoa adalah karena terjadi dalam Rahman, 2001) langkah-langkah yang
kerusakan terhadap habitatnya yang dilakukan dalam sensus populasi adalah
disebabkan oleh kebutuhan manusia di dalam sebagai berikut:
pemanfaatan hutan semakin meningkat, 1. Penetapan jalur transek dilakukan dengan
penangkapan dan perburuan secara liar yang menyusuri tepian sungai, dataran dan
cenderung meningkat sehingga satwa ini bukit yang merupakan jalur lintasan satwa.
semakin sulit untuk dijumpai di habitat Jumlah transek pada setiap lokasi adalah
aslinya (Gunawan, et al.,2005). satu dengan panjang transek bervariasi.
2. Data populasi dikumpulkan berdasarkan
METODE identifikasi ukuran, bentuk dan umur jejak
yang ditemukan dilokasi.
3HQHOLWLDQ LQL EHUVLIDW ³dHVNULSWLI ³ 3. Waktu sensus dilaksanakan dengan selang
dengan metode survey dan pendekatan waktu masing-masing 5-7 hari. Selang
kualitatif, dilakukan melalui penelusuran waktu bertujuan menghindari pengaruh
informasi yang didapatkan dari masyarakat yang ditinggalkan dalam sensus
sekitar dan pengamatan langsung di lapangan. sebelumnya seperti jejak, bau dan
Reza Ariawan Ranuntu,dkk, Studi Populasi dan Habitat Anoa (Bubalus sp) di Kawasan YYYYXXXXXXXXXXXYYYYYY83

kerusakan yang dilakukan pada waktu 2. Membuat plot yang berukuran 20 x 20


sensus. meter yang akan dilakukan dalam transek
4. Sensus dilaksanakan secara bertahap, jalur dengan penempatan secara purposive
disesuaikan dengan kondisi lapangan. dimana ditemukan tanda-tanda yang
Sensus dilaksanakan selama 3 bulan (Juni- ditinggalkan oleh satwa kemudian
Agustus 2014). menentukan titik koordinat dan melakukan
Data jejak satwa diidentifikasi dengan pengamatan pada vegetasi.
metode footprint count (Van Stien, 1983 3. Dalam plot ukuran 20 x 20 m, dibuat plot
dalam Rahman, 2001). Langkah-langkah ukuran 10 x 10 m untuk pengamatan tiang,
yang dilakukan yaitu: petak 5 x 5 m untuk pengamatan pancang,
1. Pengukuran jejak tapak kaki meliputi dan 2 x 2 m untuk pengamatan semai dan
panjang, prediksi umur dan arah jejak. tumbuhan bawah.
Pengukuran ini bertujuan untuk 4. Pengamatan vegetasi dilakukan untuk
membedakan masing-masing jejak mengetahui nama lokal, ukuran diameter
sehingga tidak terjadi duplikasi data. dan jumlah serta jenis vegetasi yang
Dalam pengumpulan data jejak satwa akan menjadi pakan satwa Anoa. Vegetasi yang
diklasifikasikan berdasarkan umur belum teridentifikasi akan dikoleksi
(dewasa, muda, anak) dan jenis kelamin dengan cara mengambil bagian daun, buah,
individu (jantan betina dan tidak akar, kulit kemudian akan diidentifikasi di
diketahui). Herbarium Celebence (CEB) UPT. Sumber
2. Penetapan kriteria identifikasi jejak Daya Hayati Sulawesi Universitas
didasarkan pada teknik tradisional yang Tadulako.
biasa dilakukan pemburu lokal 5. Pengambilan sampel tanah diambil pada
(komunikasi pribadi). Metode ini salah satu plot pengamatan untuk dianalisis
disesuaikan dengan hasil pengukuran jejak di Laboratorium untuk mengetahui sifat
anoa dataran rendah yang berasal dari fisik tanah di lokasi penelitian.
Taman Safari Indonesia (TSI) dan hasil 6. Pengukuran suhu dilakukan sebanyak tiga
penelitian Tikupadang dan Gunawan 1996 kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan
sebagai berikut: malam hari setiap petak pengamatan.
- dewasa : P > 6,5 cm, jantan berkuku 7. Pengambilan sampel air di lokasi
terbuka, betina berkuku sejajar. dilakukan dimana ditemukan bekas
- muda : P = 5 sampai 6,4 cm kuku kubangan/ tempat merendam badan
sejajar. kemudian sampel akan di analisis di
- anak : P < 5 cm kuku sejajar. Laboratorium untuk mengetahui
Keterangan : P = panjang kuku (cm) kandungan garam.
Sumber: Tikupadang dan Gunawan 1996 8. Potensi pakan satwa di identifikasi melalui
penjelajahan lokasi penelitian, terutama
Habitat dalam jalur transek sensus populasi dan
Langkah-langkah yang dilakukan untuk dalam plot pengamatan vegetasi.
mendapatkan data mengenai gambaran umum Pengamatan pakan satwa dilakukan secara
habitat yaitu: tidak langsung dengan mengamati bekas
1. Observasi langsung di lapangan, mencari gigitan pada daun dan jejak Anoa yang
penduduk setempat yang berpengalaman terdapat dibawah vegetasi dengan asumsi
dan lebih mengetahui habitat Anoa yang bahwa vegetasi tersebut dimakan oleh
selanjutnya akan menjadi pemandu dalam satwa baik daun maupun buah yang jatuh
melakukan observasi di lapangan. di lantai hutan. Informasi mengenai pakan
84 e-Jurnal Mitra Sains, Volume 3 Nomor 2, April 2015 hlm 81-94 ISSN: 2302-2027

satwa diketahui melalui pemandu dan studi vegetasi untuk mencari INP digunakan rumus,
literatur yang ada. menurut Soerianegara dan Indrawan (1998)
Kriteria pengamatan vegetasi digunakan dalam Fachrul (2007), sebagai berikut :
berdasarkan batasan menurut Fachrul
(2007): a. Kerapatan (K)
a. Pohon, tegakan yang berdiameter > 20 cm Jumlah individu suatu jenis
b. Tiang , tegakan yang berdiameter 10 ± 20 K = ---------------------------------
cm Luas petak contoh
c. Pancang, permudaan yang tingginya > 1,5
m berdiameter sampai 10 cm
d. Semai, permudaan pohon berkecambah b. Kerapatan relative (KR)
sampai setinggi 1,3 cm Kerapatan suatu jenis
KR = ---------------------------- x 100%
Analisis Data Kerapatan seluruh jenis
Populasi
Parameter populasi yang diamati adalah
meliputi kepadatan populasi, struktur umur, c. Frekuensi (F)
dan jumlah individu. Pada metode yang Jumlah petak ditemukan suatu jenis
digunakan peneliti mengasumsikan bahwa F = ------------------------------------------
populasi satwa menyebar secara acak. Data Jumlah seluruh petak
sensus yang dikumpulkan selanjutnya
ditabulasi dan dihitung nilai rataan dan d. Frekuensi Relatif (FR)
kisarannya. Frekuensi suatu jenis
a. Jumlah individu FR = -------------------------- x 100%
à Frekuensi seluruh jenis
N= Ì
b. Kepadatan populasi
Ç e. Dominansi (D)
D= Jumlah luas bidang datar suatu jenis
Éëß
Keterangan: D = --------------------------------------------
Luas petak contoh
D= Dugaan populasi satwa (ekor/Km2)
N= Jumlah individu satwa f. Dominansi Relatif ( DR)
J= Jumlah total jejak dalam jalur Dominansi suatu jenis
S= Jumlah seluruh sensus dalam lokasi D = ------------------------------ x 100%
P= Panjang jalur (m) Dominansi seluruh jenis
L= Lebar jalur dalam lokasi (m)
Indeks nilai penting (INP) untuk pohon, tiang,
Vegetasi pancang = KR + FR + DR
Data vegetasi dianalisis dan disajikan Indeks nilai penting (INP) untuk semai
secara deskriptif dan kuantitatif. Dalam = KR + FR
analisis deskriptif bentuk dan sifat
karakteristik pertumbuhan diuraikan. Analisis
Reza Ariawan Ranuntu,dkk, Studi Populasi dan Habitat Anoa (Bubalus sp) di Kawasan YYYYXXXXXXXXXXXYYYYYY85

HASIL DAN PEMBAHASAN bukit sampai pegunungan, tahap kedua pada


jalur dataran dan tahap ketiga dilakukan pada
Gambaran Lokasi Penelitian jalur tepi sungai. Luas areal penelitian kurang
Lokasi penelitian terletak di Kawasan lebih 500 Ha.
Hutan Lindung Desa Sangginora Kecamatan
Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso Spesifikasi dan Ukuran Jejak Anoa
Sulawesi Tengah. Desa Sangginora memiliki (Bubalus sp)
luas kawasan sebesar 1.218.583 Ha, dengan Berdasarkan data yang diperoleh dari
pembagian lokasi sebagai berikut: luas desa pengamatan di lokasi penelitian, ditemukan
18.589 Ha, luas areal perkebunan biasa 500 kurang lebih sebanyak 13 titik pengamatan
Ha, luas perkebunan coklat 800 Ha, sebaran jejak Anoa (Bubalus sp). Jejak yang
sedangkan luas Kawasan Hutan Lindung ditemukan pada umumnya tersebar di tiga
1.198.694 (Data Desa Sangginora 2012). tempat yakni di sekitar tepi sungai, dataran
Seluruh wilayah pengamatan yang ada dan bukit sampai pegunungan. Dari hasil
di Kawasan Hutan Lindung Desa Sangginora identifikasi di lapangan, ditemukan berbagai
dibagi menjadi 3 jalur pengamatan dengan jenis bentuk ukuran jejak Anoa mulai dari
panjang dan lebar jalur yang bervariasi yaitu bentuk panjang, lebar dan kedalaman jejak
jalur Tepi sungai, dataran dan bukit sampai yang tersebar di 13 titik dalam 3 jalur
pegunungan (tabel 2). Pembagian jalur ini pengamatan. Selanjutnya setiap jejak Anoa
telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan yang ditemukan kemudian di ukur dan di
survey awal sebelum ditetapkanya waktu analisa. Sepanjang pengamatan dilapangan,
penelitian dan penetapan jalur ini didasarkan tidak ditemukan jejak satwa lain seperti Babi
pada kondisi bentang alam dan distribusi jejak hutan, Babi rusa, dan Rusa yang berada satu
yang ditemukan. Pengamatan lapangan telah lokasi dengan Anoa. Hal ini menadakan
dilakukan selama 21 hari untuk pengamatan bahwa Anoa adalah satwa yang soliter.
distribusi jejak, dengan menggunakan metode Alikodra (1990), jejak merupakan salah
survey pada areal seluas kurang lebih 50 Ha satu indikator yang membuktikan serta
dengan panjang total jalur 22,97 Km yang di menandai adanya keberadaan dan pergerakan
duga sebagai habitat Anoa (Bubalus sp). satwa liar dari satu tempat ke tempat yang
Pengamatan di lakukan dengan 3 tahapan lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
yaitu tahap pertama pengamatan pada jalur Tabel 1.
86 e-Jurnal Mitra Sains, Volume 3 Nomor 2, April 2015 hlm 81-94 ISSN: 2302-2027

Tabel 1. Spesifikasi dan ukuran jejak Anoa di lokasi penelitian


Ukuran Jejak Sex Ratio Umur
Titik Ketinggian Jml Bentuk / arah P L K
No Lokasi
Koordinat (Mdpl) Jejak Jejak (C (C (C
Jantan Betina Dewasa Remaja Anak
m m m
) ) )
S1°34'49,1'' 523 7 Sejajar 8,3 7,2 0,8 ¥ ¥

E120°31'30,2" 8 Terbuka 6,1 5,4 0,6 ¥ ¥

6 Terbuka 3,2 2,1 0,3 ¥

S1°34'38,2" 459 7 Sejajar 6,3 5,6 0,5 ¥ ¥

E120°31'25,1"
1 Tepi Sungai
S1°34'20,1" 370 4 Terbuka 7,4 6,1 0,7 ¥ ¥

E121°31'19,3'' 9 Sejajar 3,2 3,1 0,4 ¥ ¥

S1°34'24.8" 301 5 Terbuka 8,1 7,3 0,9 ¥ ¥

E120°31'16,1'' 8 Sejajar 3,3 2,4 0,7 ¥ ¥

JUMLAH 54 4 4 3 2 2

S1°34'0.06'' 632 6 Terbuka 7,5 6,6 0,5 ¥ ¥

E120°31'5,2" 7 Terbuka 5,3 4,1 0,3 ¥ ¥

9 Sejajar 7,2 6,1 0,4 ¥ ¥

S1°34'43.1'' 640 5 Terbuka 4,5 4,2 0,2 ¥ ¥

E120°31'263''

S1°34'50.4" 572 7 Sejajar 6,1 5,4 0,5 ¥ ¥

E120°31'30.1 8 Terbuka 7,3 6,2 0,6 ¥ ¥

2 Dataran

S1°34'30.6" 630 7 Terbuka 8,5 7,4 0,7 ¥ ¥

E120°31'15,4" 4 Sejajar 6,2 5,1 0,3 ¥ ¥

S1°34'20,6" 526 8 Sejajar 7,4 6,3 0,4 ¥ ¥

E120°31'11,3 6 Terbuka 6,3 5,2 0,3 ¥ ¥

9 Terbuka 9,1 8,3 1 ¥ ¥

JUMLAH 76 7 4 7 3 1

S1°34'12,3" 1322 5 Terbuka 7,1 6,2 0,2 ¥ ¥

E120°31'7,4

S1°34'18,8 1347 7 Sejajar 8,1 7,3 0,3 ¥ ¥

E120°31'11,7 10 Sejajar 3,2 3,1 ¥ ¥

S1°34'23,4 1353 8 Terbuka 6,3 5,4 0,2 ¥ ¥


3 Pegunungan
E120°31'16,5 6 Sejajar 6,1 5,2 0,2 ¥ ¥

S1°34'28,3 1471 8 Terbuka 6,4 5,3 0,1 ¥ ¥

E120°31'19,4

JUMLAH 44 2 4 3 1
Reza Ariawan Ranuntu,dkk, Studi Populasi dan Habitat Anoa (Bubalus sp) di Kawasan YYYYXXXXXXXXXXXYYYYYY87

Hasil pengamatan di lapangan Hasil penelitian Tikupadang, 1994 di


berdasarkan jejak yang ditemukan dan Hutan Lindung Kambuno Katena dengan luas
diidentifikasi, diprediksi bahwa jumlah Anoa 5000 Ha, dengan intensitas sampiling 4,8% di
(Bubalus sp) yang masih ada di Kawasan duga terdapat 18-92 ekor Anoa. Hasil ini jika
Hutan Lindung Desa Sangginora berjumlah di bandingkan dengan hasil estimasi populasi
kurang lebih 25 ekor yang ditemukan pada di Kawasan Hutan Lindung Desa Sangginora,
masing-masing jalur yaitu : jalur tepi sungai maka populasi Anoa di Hutan Lindung
diduga (8 ekor), jalur dataran diduga (11 Kambuno Katena lebih besar. Hal dapat
ekor) dan jalur bukit sampai pegunungan menjadi salah satu gambaran bahwa populasi
diduga (6 ekor). Berdasarkan ukuran jejak Anoa di pastikan sudah semakin menurun.
yang diamati, diduga terdapat 12 ekor Sampai saat ini, belum ada kesepakan dan
dewasa, 8 ekor remaja, dan 5 ekor anak. informasi mengenai besarnya presentase
penurunan populasi Anoa.
Kepadatan Populasi
Tabel 2. Perhitungan kepadatan populasi Anoa (Bubalus sp)
Jumlah Kepadatan
Panjang Lebar jalur
Lokasi individu populasi
jalur (Km²) (Km²)
(N) (D)
Jalur tepi sungai 4,5 0,5 8
Jalur dataran 5 0,5 11
Jalur pegunungan 4 0,5 6
Jumlah 13,5 1,5 25 1,23

Hasil survey di lokasi penelitian yang Variasi kelimpahan populasi dalam


selanjutnya ditabulasi, maka diketahui setiap sensus cenderung akan berbeda untuk
kepadatan populasi di lokasi penelitian masing-masing lokasi sensus. Mac Kinnon
sebesar 1,23 ekor/km, jadi hanya sekitar 1-2 dan Turmudji (1980) dalam Rahman (2001)
ekor setiap Km. Gunawan 1996, yang yang mengadakan sensus Anoa di Cagar
melaporkan bahwa populasi Anoa di enam Alam Tangkoko, Provinsi Sulawesi Utara
kompleks yang ditelitianya di Taman (luas wilayah 8.718 Ha), mengungkapkan
Nasional Rawa Aopa Watumohai (Lahalo, bahwa kepadatan populasi Anoa di belahan
Laea, Mando Mandola, Lanowulu, Lalembo timur kawasan itu adalah 0,5 ekor/Km² setara
dan Roraya) di perkirakan 68 ekor dengan 0,005 ekor/Ha. Sedangkan Mustari
berdasarkan besar kelompok Anoa dan luas (1996) yang melakukan sensus Anoa di
daerah jelajahnya pada habitat yang ideal bagi Tanjung Amelengo, Sulawesi Tenggara (luas
kehidupan Anoa dengan komponen diatas wilayah 500 Ha) mengungkapkan hasil
seluas 50 Ha maka kerapatan Anoa dapat penelitiannya dengan kepadatan populasi
mencapai 6,6 individu per Km. Hasil ini jika Anoa adalah 1,6 ekor/Km² atau setara dengan
di bandingkan dengan kerapatan populasi di 0,016 ekor/Ha.
Kawasan Hutan Lindung Desa Sangginora,
terdapat perbedaan yang cukup besar. Analisis Vegetasi
Besarnya kerapatan dan jumlah populasi di Hasil pengamatan tentang komposisi
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai jenis Vegetasi pakan dan INP baik dari
diduga didukung oleh kelimpahan jenis pakan tingkat pohon, tiang, pancang, semai pada
dan ketersediaan komponen habitat yang di habitat Anoa (Bubalus sp) di Kawasan Hutan
butuhkan satwa. Lindung Desa Sangginora, diperoleh hasil
yang dapat dilihat pada Tabel 3.
88 e-Jurnal Mitra Sains, Volume 3 Nomor 2, April 2015 hlm 81-94 ISSN: 2302-2027

Tabel 3. Hasil perhitungan INP tingkat Pohon, tiang, pancang dan semai.
NAMA INP
NO NAMA LATIN FAMILI
LOKAL POHON TIANG PANCANG SEMAI

1 Nantuwana* Saurauia sp Actinidiaceae 13,04 8,66 15,99

2 Kasa* Alpinia sp (1) Zingiberaceae 13,23 8,21 19,7

3 Damar Aghatis celebica (Koord) Warb Araucariaceae 7,81 13,13

4 Poli* Ficus sp Moraceae 9,32 4,94

5 Umayo Melochia umbellata (Houtt.) Stapf Malvaceae 10,44 8,7

6 Jongi* Podocarpus neriifolius D.Don Podocarpaceae 6,82 7,28

7 Tea* Ficus ampelas Burm. F Moraceae 12,37

8 Morontuo* Syzygium sp Myrtaceae 9,25 5,71 4,71

9 Konsiu* Ardisia sp Primulaceae 11,97 9,58 7,61

10 Pereago Horsfielddia costula Warb Myristiticaceae 9,83 8,7

11 Kulahi Haplolobus floribundus H.J.Lam Burseraceae 7,97

12 Leda Eucalyptus deglupta Myrtaceae 9,61 8,76

13 Kase Pometia pinnata J.R Forst & G.Forst Sapindaceae 9,69 8,08

14 Uru Callicarpa pentandra Elmer Verbenaceae 8,6 10,68

15 Beringin* Ficus sp Moraceae 8,42

16 Roda Erythrina subumrans ( Hassk.) Merr Leguminoceae 7,65 11,01


17 Lekatu Canarium asperum(Benth) Burseraceae 7,53

18 malapoga Urophyllum sp Rubiaceae 9,33 7,49 9,22

19 Kampu* Ardisia sp Primulaceae 9,96 5,07

20 Meaja Trema orientalis (L) Cannabaceae 12,89

21 Singkodo Unidentified Rubiaceae 14,04

22 Wentonu* Podocarpus neriifolius D.Don Podocarpaceae 12,4

23 Polo Ficus sp Rubiaceae 11,26

24 Kume Horsfielddia costula Warb Myristiticaceae 9,36

25 Sisio Canarium balsamiferum Willd Burseraceae 6,53

27 da'a Horsfielddia sp Myristiticaceae 7

28 kokopu Lithocarpus sp Fagaceae 9,58 12,59

29 ipoli* Litoocarpus celebicus Myrtaceae 9,96

30 pohon 1 Prumus sp Rossaceae 8,07

31 Uonce* Goia sp Sapindaceae 9,84

32 Cempedak* Artocarpus sp Moraceae 7,16

33 Tumanginjou Crytandra sp Gesneriaceae 8,32

34 wenua* Turbinia sp Rubiaceae 8,44

35 Bencue* Maaranga sp Euphorbiaceae 7,64 7,61

36 Wakambana* Litsea sp Lauraceae 7,52

37 Bintangur Lithocarpus sp Fagaceae 7,28

38 Lepatimbawu Intria sp Caesalpiniaceae 8,3

39 Suka* Genetum gnemon Gnataceae 6,51 4,71

40 Pololi* Saurauia sp Actinidiaceae 9,58

41 Kolombuto* Ervatamia spaerocharpa Euphorbiaceae 8,44 5,07

42 Bintonu Sarcotheca celebica Veld Oxolidaceae 8,71 7,78

43 Kayaka Chionanthus sordiduskiew Olaeceae 7,31

44 Bayur Melochia umbellata (Houtt.) Stapf Sterculiaceae 8,42

45 lemoro Mallotus paniculatus (Lam.) Mull. Arg Euphorbiaceae 5,09

46 pinang hutan Psychotria sp Rubiaceae 5,89 13,19

47 jabon putih Neolamarckia macrophylla (Roxb) Rubiaceae 7,28

48 molore Pterospermum celebicum Mig Malvaceae 6,56

49 lombi-lombi* Timonius minahassae Koord Rubiaceae 8,01 12,79

50 daiti Unidentified Rubiaceae 9,33 9,92

51 padae Pipturus sp Urticaceae 7,57 7,61


52 simpuju Unidentified Gesneriaceae 7,44
Reza Ariawan Ranuntu,dkk, Studi Populasi dan Habitat Anoa (Bubalus sp) di Kawasan YYYYXXXXXXXXXXXYYYYYY89

53 dongkangisi Celtis philippensis Malvaceae 9,28

54 popandila Oreocnide rubescens Urticaceae 8,44

55 ponto merah Lithocarpus sp Fagaceae 8,74 8,26

56 lontalere Unidentified Gnataceae 4,38 8,33

57 olo-olo* Alpinia sp Zingiberaceae 7,59 9,78

58 wilonti Homalanthus populneus (Gaiseler) Pax Euphorbiaceae 8,67

59 waka Ficus Elmari Mer Thelypterdiaceae 12,07

60 karu Phoebe grandis (Nees) Merr Lauraceae 7,33 9,06

61 Lebanu Syzygium sp Myrtaceae 10,28

62 Wakamakumi Litsea sp Lauraceae 13,18

63 Lengaru* Macaranga hispida (blume) Mull. Arg Euphorbiaceae 11,25

64 Durian Hutan Durio sp Euphorbiaceae 12,88

65 Siuri Tabernaemontana sp Apocynaceae 16,72

66 Pokae* Psychotria sp Fagaceae 16,72 8,7

67 sinyanyo Saurauia sp Actinidiaceae 11,72

68 malapare Lithocarpus sp Fagaceae 23,56

69 pancang 1 Ficus sp Moraceae 8,59

70 Lungku* Salaginella sp Seleginellaceae 14,2

71 tumpu tumpa Elatostema sp Urticaceae 9,78

72 Wongu* Pinaga sp Palmae 6,16

73 Pakis* Pronephrium sp Thelypteridaceae 6,16

74 Rotan* Calamus sp Arecaceae 6,16

75 Katimbayopo* Pinaga sp Aracaceae 7,71

77 Bonse* Melastoma malabathricum L Melastomataceae 5,07

78 Paka Cananga odorata (lam)Hook.f.&Thomson Anonaceae 6,16

79 Yuku* Pyrrcsia lanceolata Polydaceae 6,16

80 Enau* Arenga pinnata (Wurmb) Merr Palmae 2,54

81 Tole* Pandanus sp Palmae 6,52

82 bate'a* Xylocarpus granatum Koen Annonaceae 6,16

83 ewo* Alpinia elttaria Sinseberiaceae 11,96

84 katopu* Lithocarpus sp Fagaceae 3,99

85 tumbela* Angiopteris evecta (G. Fors.) hoffm Marattiaceae 7,61

86 pesangke* Unidentifeed Euphorbiaceae 7,25

Jumlah 300 300 300 200

Keterangan : * Pakan Anoa

Menurut Arief (1994) dalam Mengkido (2001), makin besar nilai penting jenis, maka
(2009), INP untuk tingkat pancang, tiang dan besar peranan jenis tersebut dalam hutan.
pohon dihitung berdasarkan penjumlahan Lebih lanjut dikemukakan nilai penting jenis
kerapatan Relatif (KR), Frekwensi Relatif tersebut menggambarkan nilai ekologi paling
(FR), dan Dominansi Relatif (DR) karena INP tinggi dan menunjukan tingkat kekuasaan
menggambarkan besarnya pengaruh yang dalam komunitas paling besar.
diberikan oleh satu spesies dalam Berdasarkan hasil pengamatan di
komunitasnya. Jika ada spesies yang lapangan yang selanjutnya di lakukan
tertinggi, hal ini menunjukan bahwa spesies perhitungan diketahui bahwa terdapat 86 jenis
tersebut merupakan jenis yang dominan. spesies yang terdiri dari 30 jenis pohon dari
Jenis yang mempunyai INP terbesar 18 famili, 38 jenis tiang dari 22 famili, 24
mengindikasikan bahwa jenis tersebut jenis pancang dari 14 famili dan 29 jenis
mempunyai penyebaran yang luas dan semai dan tumbuhan bawah dari 19 famili.
menguasai areal hutan tersebut serta jenis Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk
yang paling banyak dikonsumsi oleh Anoa. tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai dan
Menurut Sutisna (1985) dalam Antomi tumbuhan bawah yang mempunyai indeks
90 e-Jurnal Mitra Sains, Volume 3 Nomor 2, April 2015 hlm 81-94 ISSN: 2302-2027

nilai penting (INP) terbesar secara berturut- yang kurang baik sehingga sebaran dan
turut yaitu tepulu (Ficus ampelas Burm) pertumbuhannya relatif sedikit.
16,04%, damar (Agathis Celebica (Koord)
Warb) sebesar 13,13, malapare (Lithocarpus Jenis Vegetasi Pakan Anoa (Bubalus sp)
sp) sebesar 23,56%, dan ewo (Elpinia eltaria) Menurut Syam (1977) dalam Labiro
sebesar 11,96%. Hal ini di duga karena (2001), bahwa Anoa (Bubalus sp) memenuhi
kondisi habitat tempat tumbuh yang keperluan hidupnya dengan mencari
mendukung dan sesuai dengan kebutuhan makanannya pada tiga areal vegetasi yaitu
unsur hara vegetasi tersebut, sehingga hutan hujan tropis, areal kawah gunung dan
vegetasi yang lainnya tidak dapat menyaingi hutan sekunder. Pada hutan hujan tropis
perkembangan dan pertumbuhanya. Anoa mengkonsumsi buah-buahan dari pohon
Sedangkan INP terkecil untuk tingkat pohon, yang jatuh ataupun memakan umbut dari
tiang, pancang dan semai dan tumbuhan tumbuh-tumbuhan.
bawah secara berturut-turut yaitu jenis sisio Hasil pengamatan di lapangan dan
(Cannarium balsamifeerum Willd) sebesar wawancara dengan masyarakat serta
6,53%, poli (Ficus sp) sebesar 4,98, karu penelusuran pustaka dan hasil penelitian
(Phoebe grandis (Ness) Meer) sebesar 7,32%, terdahulu, ditemukan beberapa jenis vegetasi
dan katopu (Lithocarpus Sp) sebesar 3,99%. yang diduga sebagai makanan Anoa di habitat
Hal ini diduga karena kondisi tempat tumbuh alaminya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil identifkasi jenis dan bagian vegetasi yang di makan Anoa di Kawasan Hutan
Lindung Desa Sangginora
BAGIAN YANG DI MAKAN
NO NAMA LOKAL NAMA LATIN
DAUN BUAH UMBUT
1 Nantuwana* Saurauia sp 3 - -
2 Kasa* Alpinia sp (1) - 3 -
3 Poli* Ficus sp - 3 -
4 Jongi* Podocarpus neriifolius D.Don 3 3 -
5 Tea* Ficus ampelas Burm. F - 3 -
6 Morontuo* Syzygium sp 3 - -
7 Konsiu* Ardisia sp 3 - -
8 Beringin* Ficus sp 3 - -
9 Kampu* Ardisia sp 3 - -
10 Wentonu* Podocarpus neriifolius D.Don - 3 -
11 Tepulu* Ficus ampelas Burm. F - 3 -
12 kokopu* Lithocarpus sp - 3 -
13 ipoli* Litoocarpus celebicus 3 - -
14 Uonce* Goia sp 3 - -
15 Cempedak* Artocarpus sp - 3 -
16 Kase* Pometia pinnata J.R Forst & G.Forst 3 -
17 wenua* Turbinia sp 3 -
18 Bencue* Maaranga sp 3 - -
19 Wakambana* Litsea sp 3 - -
20 Suka* Genetum gnemon 3 - -
21 Pololi* Saurauia sp - 3 -
Reza Ariawan Ranuntu,dkk, Studi Populasi dan Habitat Anoa (Bubalus sp) di Kawasan YYYYXXXXXXXXXXXYYYYYY91

BAGIAN YANG DI MAKAN


NO NAMA LOKAL NAMA LATIN
DAUN BUAH UMBUT
22 Kolombuto* Ervatamia spaerocharpa - 3 -
23 lombi-lombi* Timonius minahassae Koord 3 3 -
24 olo-olo* Alpinia sp 3 - -
25 Lengaru* Macaranga hispida (blume) Mull. Arg 3 - -
26 Pokae* Psychotria sp - 3 -
27 Lungku* Salaginella sp 3 - -
28 Wongu* Pinaga sp - - 3
29 Pakis* Pronephrium sp 3 - -
30 Rotan* Calamus sp 3 - 3
31 Katimbayopo* Pinaga sp - 3 -
32 Bonse* Melastoma malabathricum L 3 - -
33 Yuku* Pyrrcsia lanceolata 3 - -
34 Enau* Arenga pinnata (Wurmb) Merr 3 - -
35 Tole* Pandanus sp 3 - -
36 %DWH¶D Xylocarpus granatum Koen 3 - -
37 ewo* Alpinia elttaria 3 - -
39 tumbela* Angiopteris evecta (G. Fors.) hoffm 3 - -
40 Pesangke Unidentifeed - 3 -

Secara umum pakan yaitu berupa Wakambana (Litsea sp), Suka (Genetum
hijauan yang berupa makanan satwa liar gnemon), Lombi-lombi (Timonius
dihabitat aslinya ataupun di tempat-tempat minahassae Koord), Lengaru (Macaranga
penangkaran. Pakan utama adalah pakan hispida (blume) Mull. Arg), Lungku
yang selalu dikonsumsi dan tersedia (Salaginella sp), Pakis (Pronephrium sp),
sepanjang tahun sedangkan pakan sekunder Rotan (Calamus sp), Bonse (Melastoma
adalah pakan yang dikonsumsi yang tidak malabathicum L), Yuku (Pyrrcsia
selalu tersedia sepanjang tahun (alternative) lanceolata), Enau (Arenga pinnata (Wurmb)
(Labiro, 2001). Merr), Tole (Pandanus VS %DWH¶D
Dalam observasi di lapangan ditemukan (Xylocarpus granatum Koen), Ewo (Alpinia
40 jenis vegetasi yang diduga merupakan elttaria), Tumbela (Angiopteris evecta (G.
makanan Anoa (Bubalus sp), terbagi dari 27 Fors) hoffm).
jenis pakan utama dan 13 jenis pakan Jenis-jenis buah yang dikonsumsi oleh
sekunder. Bagian-bagian vegetasi yang Anoa di lokasi penelitian adalah Kasa
dimakan meliputi 15 jenis buah, 26 jenis (Alpinia sp), Poli (Ficus sp),Wentonu
daun, 2 jenis umbut, dan daun yang dimakan (Podocarpus neriifolius D.Don), Katopu
bersama buah 2 jenis. (Lithocarpus sp), Cempedak (Artocarpus sp),
Jenis-jenis daun yang dikonsumsi oleh Pololi (Sauraia sp), Kolombuto (Ervatamia
Anoa di habitat alaminya adalah Nantuwana spaerocarpa),Lombi-lombi (Timonius
(Saurauia sp), Wentonu (Podocarpus minahassae Koord) , Pokae (Psychotria sp),
neriifolius D.Don), Morontuo (Syzygium sp), dan Katimbayopu (Pinanga sp).
Konsiu (Ardisia sp), Poli (Ficus sp), Ipoli Hasil pengamatan di lapangan
(Litoocarpus celebicus), Uonce (Goia sp), ditemukan bahwa terdapat vegetasi yang
Kase (Pometia pinnata J.R Forst & G. Forst), dikonsumsi bagian daun dan buah yaitu
Wenua (Turbinia sp), Bencue (Maaranga sp), Lombi-lombi (Timonius minahassae Koord)
92 e-Jurnal Mitra Sains, Volume 3 Nomor 2, April 2015 hlm 81-94 ISSN: 2302-2027

dan juga ditemukan vegetasi yang dikonsumsi Menurut (Whitten, 1987) Anoa dataran
bagian daun dan umbut yaitu Rotan rendah (Bubalus depressicornis) merupakan
(Calamus sp). Daun merupakan makanan binatang memamah biak yang hidup dari
utama Anoa di habitat alaminya karena selalu herba, memakan paku-pakuan dan perdu yang
tersedia sepanjang tahun dan dengan jumlah tumbuh dilantai hutan. Selanjutnya (Labiro,
cukup banyak di habitatnya sebagai sumber 2001) menyatakan, makanan harus selalu
makanan dibandingkan dengan buah. tersedia bagi margasatwa karena jika tidak
Sehingga semua jenis vegetasi yang dimakan ada ataupun kurang dari jumlah yang
bagian daun dan umbut adalah merupakan dibutuhkan, akan mengakibatkan perpindahan
pakan utama Anoa, sedangkan vegetasi yang margasatwa untuk menjelajahi daerah yang
ada dimakan bagian buah, merupakan pakan banyak makanannya untuk kelangsungan
sekunder. hidupnya.
Penentuan jenis pakan ini didasarkan Pujaningsih (2007), mengemukakan
pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya bahwa makanan Anoa dataran rendah
serta pengalaman pemandu lapangan dan (Bubalus depressicornis) terdiri dari
informasi dari masyarakat setempat yang beberapa jenis rumput dan semak serta
memelihara Anoa di desa/kampung. Di bagian-bagian lain dari tumbuhan seperti daun
habitat aslinya, Anoa lebih sering memakan (pucuk), buah, umbi, atau umbut yang
daun-daunan dan umbut dari pada memakan umumnya mengandung air. Seperti halnya
buah. binatang memamah biak lainya, Anoa juga
Hasil pengamatan pada kandang Anoa memerlukan garam yang diperoleh dengan
yang dipelihara oleh masyarakat, Anoa sering cara menjilat batu yang mengandung garam
diberi makan dan sangat menyukai Yuku dan mineral di alam.
(Pyrrcisia Lanceolata), Enau (Arenga pinata Dari beberapa pakan yang ditemukan di
:XUPE 0HUU %DWH¶D (Xylocarpus granatum lokasi penelitian, terdapat kesamaan dengan
Koen) dan jika sedang musim buah di hutan, jenis pakan yang di temukan pada tempat-
Anoa yang dipelihara sering diberi makan tempat penelitian sebelumnya dengan lokasi
buah seperti Jongi (Podocarpus neriifolis yang berbeda. Seperti yang ditemukan oleh
D.Don), Kolombuto (Ervatamia (Pujaningsih, 2007) di Kawasan Taman
spaerocarpa), dan Tea (Ficus ampelas Nasional Lore Lindu, (Mansur, 2009) di
Burm.F). Kawasan Hutan Pendidikan Untad, (Basri dan
Menurut Kasim (2002), pada kondisi Rukmi, 2011), di Cagar Alam Pangi
penangkaran jenis tanaman yang biasa Binangga, (Ranuntu, 2013) di Kawasan Hutan
dimakan oleh Anoa adalah kangkung, bayam, Lindung Desa Gontara. Dengan beberapa
ubi jalar, daun ketelah pohon, daun kumis jenis yaitu: Poli (Ficus sp), Suka (Gnetum
kucing, kulit pisang, kedondong, buah gnemon L), Jongi (Podocarpus nerifolius
mangga (masih muda), daun nangka, D.Don), Rotan (Calamus sp), Morontuo
rerumputan dan daun cabe. Mustari (1977) (Syzygium sp), jenis-jenis ini di temukan pada
mengemukakan bahwa sebagai herbivora masing-masing lokasi penelitian. Sedangkan
Anoa lebih bersifat sebagai pemakan jenis pakan lainya tidak terdapat pada tempat-
semak/daun (browser) dari pada sebagai tempat penelitian di atas, hal ini diduga
pemakan rumput (grazer). Perilaku ini karena Anoa telah beradaptasi dengan
dibuktikan dengan pengamatannya terhadap vegetasi yang ada di habitatnya.
perilaku makan Anoa di Kebun Binatang Hutan primer Sulawesi merupakan
Ragunan yang lebih menyukai mengkonsumsi keranjang makanan bagi semua jenis satwa.
makanan campuran dari pada makanan Hutan didominasi oleh pohon-pohon
tunggal. penghasil buah seperti pohon beringin. Buah
Reza Ariawan Ranuntu,dkk, Studi Populasi dan Habitat Anoa (Bubalus sp) di Kawasan YYYYXXXXXXXXXXXYYYYYY93

beringin yang matang banyak mengandung DAFTAR RUJUKAN


gula dan mineral serta mudah dicerna,
sehingga buah ini sangat disukai oleh satwa Alikodra, H.S., 1990. Pengelolaan Satwa
Anoa dan penghuni hutan lainnya (Kinnaird, Liar. Departemen Pendidikan dan
1997 dalam Rahman 2001). Kebudayaan Direktorat Jenderal Riset
Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bogor.
Basri, M. dan Rukmi. 2011. Jenis dan
Kesimpulan Kandungan Tanin Pakan Satwa Anoa
Berdasarkan hasil penelitian (Bubalus sp). Media Peternakan 34 (1) :
disimpulkan bahwa: 30-34.
1. Berdasarkan jejak yang ditemukan dan Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling
diidentifikasi, diprediksi bahwa populasi Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Anoa (Bubalus sp) yang masih ada di Gunawan, H dan A.S. Mukhtar. 2005.
Kawasan Hutan Lindung Desa Sangginora Pengaruh perambahan terhadap vegetasi
berjumlah kurang lebih 25 ekor. dan satwa liar di Taman Nasional Rawa
Berdasarkan arah dan bentuk jejak yang di Aopa Watumohai, Provinsi Sulawesi
temukan dan di amati di lapangan, di Tenggara. Jurnal Penelitian Hutan dan
diduga bahwa terdapat 13 ekor jantan dan Konservasi Alam. 2 (5): 449-459
12 ekor betina. Berdasarkan ukuran jejak Gunawan, H., 1996. Satwa Langka Sulawesi
yang di amati, di duga terdapat 12 ekor dan Masalah Pelestariannya. Rimba
dewasa, 8 ekor remaja, dan 5 ekor anak Sulawesi.
dengan kepadatan populasi 1,23 ekor/Km. Jahidin. 2003. Populasi dan Perilaku Anoa
2. Spesifikasi habitat di lokasi penelitian Pegunungan (Bubalus (Anoa) quarlesi
terbagi atas habitat mencari makan, habitat Ouwens) di Taman Nasional Lore
mencari minum, habitat untuk berlindung Lindu. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
dan berkembang biak, serta habitat untuk Bogor.
berkubang. Spesifikasi habitat ini dapat Kasim, K. 2002. Potensi Anoa (Bubalus
dibedakan dengan melihat gambaran depressicornis dan Bubalus quarlesi)
umum lokasi habitat, karena setiap lokasi sebagai Alternatif Satwa Budidaya
habitat memberikan gambaran yang dalam Mengatasi Kepunahannya.
berbeda. Disertasi pada Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rekomendasi Labiro, 2001. Analisis komposisi pakan
Diharapkan adanya penelitian yang satwa liar anoa (babulus sp) dikawasan
serupa dengan memilih lokasi yang berbeda, hutan taman nasional lore lindu
untuk memperkaya informasi tentang propinsi Sulawesi tengah. Tesis.
populasi Anoa sehingga dapat diketahui besar Universitas Mulawarman.Samarinda.
presentase penurunan populasi, karena hasil Tidak dipublikasikan.
penelitian ini masih sangat jauh dari Mallombasang. S. N. 2012. Studi
kesempurnaan. Namun demikian, data Pengembangan Strategi dan Aksi
tersebut merupakan data pendahuluan untuk Konservasi di Wilayah Kesepakatan
mengetahui perkembangan dan penurunan Konservasi Masyarakat Desa Bobo
populasi sebelumnya Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi
dan berikutnya. Tengah. Disertasi. Universitas
Mulawarman. Tidak di Publikasikan.
94 e-Jurnal Mitra Sains, Volume 3 Nomor 2, April 2015 hlm 81-94 ISSN: 2302-2027

Mansur, 2009. Karakteristik Biofisik Habitat Pujaningsih, R.I., A. Malik and S.


Anoa Dataran Rendah (Bubalus Pudyatmoko. 2007. Comparation study
depressicornis) Dikawasan Hutan SURJUHVV RQ $QRD¶V EHKDYLRXU SULRU WR
Pendidikan Universitas Tadulako. conservation program. Presented on 7th
Skripsi, Universitas Tadulako. Tidak Mini Workshop by International
dipublikasikan. Alumni Network Southeast Asia
Mengkido. R., 2009. Studi Biofisik Habitat Germany, SEAG ± Indonesia. 3-5th of
Babirusa (Babyrusa babirousa) Di May 2007, Manado.
Kawasan Cagar Alam Pangi Binangga. Ranuntu, AR.,2013. Jenis Vegetasi Pakan
Skripsi, Universitas Tadulako. Tidak Anoa Dataran Rendah (Bubalus
dipublikasikan. depresicornis) di Kawasan Hutan
Mustari, A.H. 1996. Ecology and Lindung Desa Gontara Kabupaten
Conservation of Lowland Anoa Morowali. Skripsi. Fakultas Kehutanan.
(Bubalus depressicornis Smith) in Universitas Tadulako. Tidak
Tanjung Amolengu Wildlife Reserve dipublikasikan
Southeast Sulawesi. Dalam: Population Tikupadang, H. dan Guanawan, 1996. Kajian
and Habitat Viability Assessment Habitat dan Populasi Anoa
Workshop Report. Taman Safari Pegunungan (Buballus quarlessi). Di
Indonesia, Cisarua. 22-26 Juli 1996. Hutan Kambuno Katena Kabupaten
Mustari, A.H. 1997. Kebutuhan Nutrisi Anoa Luwu Sulawesi Selatan. Buletin
(Bubalus sp.) di Kebun Binatang Penelitian Kehutanan. Bogor.
Ragunan Jakarta. Laporan Penelitian Whitten, AM., G.S. Mustafa and Henderson.
Institut Pertanian Bogor. (Tidak di 1987. The Ecology of Sulawesi. Gajah
Publikasikan). Mada University Press, Yogyakarta. pp.
Mustari, A.H. 2003. Kebutuhan Pakan Anoa 38-41; 412-414; 539-540.
Dataran Rendah (Bubalus
depressicornis, Smith) di Suaka
Margasatwa Tanjung Peropa, Sulawesi
Tenggara. Media Konservasi, Jurnal
Ilmiah Bidang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Lingkungan. Volume
VIII/Nomor 3, Desember 2003.

You might also like