Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian: Muthmainnah Natsir
Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian: Muthmainnah Natsir
Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian: Muthmainnah Natsir
Muthmainnah Natsir
Mahasiswa Magister Program Pascasarjana, Universitas Muslim Indonesia, Makassar
DOI: http://dx.doi.org/10.33096/hikam.v7i1.27
artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi CC BY -4.0
Muthmainnah Natsir. Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian
PENDAHULUAN
Umumnya permasalahan utang piutang yang timbul di masyarakat karena
banyaknya masyarakat yang ingin memulai atau mengembangkan usaha hanya dengan
bermodal seadanya (Giyoto Diantoro, 2014). Dari kondisi tersebut, masyarakat
memilih melakukan utang piutang kepada pihak lain (B. Baidhowi, 2015), dimana
tanpa mempertimbangkan Break Even Point (BEP) sebagai indikator untuk mengetahui
kemampuan membayar utang piutang sesuai perjanjian/kesepakatan kedua belah
pihak (Ari Supriadi., Suci Nurulita., & Y. Yefni, 2018).
Dari kondisi tersebut di atas, untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang
ditimbulkan dalam masalah utang piutang, maka Pemerintah membuat salah satu
sarana hukum dalam penyelesaian masalah utang piutang (La Ode Husen, 2009; M.
Taufik Hidayat, 2015), yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut
UU No. 37 Tahun 2004). Namun kenyataan yang terjadi saat utang piutang yang telah
jatuh tempo dan ditagih oleh pemberi utang, banyak dari masyarakat yang tidak mampu
membayar utang piutang sesuai perjanjian/kesepakatan kedua belah pihak (Ahmad
Arif Syarif, 2017). Sebagian besar dari masyarakat yang tidak mampu membayar
utang piutang membuat berbagai alasan, sehingga pemberi utang akhirnya memilih
menyelesaikan utang piutang dengan cara-cara melanggar hukum hingga salah satu
pihak/yang memiliki utang piutang harus kehilangan nyawa (Abdul Choliq M. T., 2015).
Padahal utang merupakan kewajiban dalam hukum perdata, dan setiap kewajiban
itu akan menimbulkan hak bagi orang lain (Putu Gandiyasa Wijartama & Ibrahim R.,
2016). Jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka pihak lain dapat menuntut
seseorang atas haknya secara perdata dan jika pemberi utang ingin mengambil jalur
hukum persyaratan permohonan pun tidak begitu sulit (Arsul Sani, 1993).
Syarat untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debitor dengan tujuan
untuk memperoleh pelunasan pembayaran utang ditentukan, berdasarkan Pasal 2
ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa
“Debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor”.
Upaya perdamaian (accord) dapat diajukan oleh salah satu pihak guna mengakhiri
suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara.
Dari beberapa kasus kepailitan yang dipermohonkan pada Pengadilan Niaga
Makassar, dimana hampir sebagian besar memilih untuk mengajukan penyelesaian
kepailitan dengan upaya perdamaian (I. Ishak, 2016). Salah satu contoh kasus
71
Jurnal Hukum: Al Hikam, Vol. 7, No. 1 (Juni 2020)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan dua jenis penelitian, yakni penelitian normatif
dan penelitian empiris. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang
mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika
hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum (Nurul Qamar.,
et al., 2017). Sedangkan penelitian hukum empiris ialah penelitian yang memandang
hukum dalam konteks sosialnya (Said Sampara & La Ode Husen, 2016), khususnya
terkait dengan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian
ini dilaksanakan di Kota Makassar, tepatnya di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA,
dengan pertimbangan bahwa terdapat banyak kasus penyelesaian kepailitan melalui
perdamaian di tempat penelitian ini. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini, adalah sebagai berikut (Putri Lestari, 2020):
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pakar dan orang yang
berwenang pada lembaga yang mengurusi tentang kepailitan;
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelusuran bahan hukum
kepustakaan, berupa peraturan perundang-undangan, referensi-referensi, jurnal
ilmiah hukum, ensiklopedia hukum, maupun dari teks atau terbitan resmi. Adapun
bahan hukum primer sebagai data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini,
terdiri dari:
72
Muthmainnah Natsir. Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian
73
Jurnal Hukum: Al Hikam, Vol. 7, No. 1 (Juni 2020)
2. Duduk Perkara
a. Dimana termohon telah meminjam uang terhadap Pemohon/Kreditor 1
sebesar Rp 6.912.034.901,00 (Enam Milyar Sembilan Ratus Dua Belas Juta
Tiga Puluh Empat Ribu Sembilan Ratus Satu Rupiah), Pemohon/Kreditor 2
sebesar Rp 471.969.057,00 (Empat Ratus Tujuh Puluh Satu Juta Sembilan
Ratus Enam Puluh Sembilan Ribu Lima Puluh Tujuh Rupiah), Pemohon/
Kreditor 3 sebesar Rp 164.192.060.802,00 (Seratus Enam Puluh Empat
Milyar Seratus Sembilan Puluh Dua Juta Enam Puluh Ribu Delapan Ratus
Dua Rupiah), dan Pemohon/Kreditor 4 sebesar Rp 31.364.334.581,13,00
(Tiga Puluh Satu Milyar Tiga Ratus Enam Puluh Empat Juta Tiga Ratus Tiga
Puluh Empat Ribu Lima Ratus Delapan Puluh Satu Rupiah Tiga Belas Sen).
b. Atas kejadian tersebut diatas, termohon telah wanprestasi yang
menimbulkan kerugian bagi para pemohon karena termohon sekarang
dalam keadaan berhenti membayar hutangnya dan oleh karena itu sudah
seharusnya dinyatakan pailit.
c. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004.
3. Putusan Hakim
a. Mengabulkan permohonan para pemohon
b. Menyatakan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Sementara (PKPUS) dari Pemohon tersebut selama 45 (empat puluh lima)
hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dan termohon selaku
debitor dinyatakan Pailit dan segala akibat hukumnya.
c. Menunjuk Sdr. Suratno, S.H., Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar
Kelas IA sebagai Hakim Pengawas serta mengangkat Muhammad Deni,
S.H., M.H., Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagaimana Surat Bukti
Pendaftaran Kurator dan Pengurus (SBPKP) Nomor AHU.AH.04.03-89
tertanggal 11 April 2016, Enriko Simanjuntak, S.H., Kurator dan Pengurus
yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia sebagaimana Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus
(SBPKP) Nomor AHU.AH.04.03-54 tertanggal 29 Maret 2016; dan Jimmy,
S.H., Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia sebagaimana Surat Bukti Pendaftaran
Kurator dan Pengurus (SBPKP) Nomor AHU.AH.04.03-111 tertanggal 18
April 2016.
d. Menetapkan biaya Proses PKPU sebesar Rp 7.211.000,00 (Tujuh Juta Dua
Ratus Sebelas Ribu Rupiah) dan Jaminan pembayaran imbalan jasa bagi
pengurus sebesar Rp 600.000.000,00 (Enam Ratus Juta Rupiah) yang
diangsur/dicicil selama 2 kali pembayaran yang masing-masing akan
dibayarkan oleh Pihak pertama selaku Debitor PKPU per/setiap bulannya
sejumlah Rp 300.000.000,00 (Tiga Ratus Juta Rupiah) dimulai setelah 2
74
Muthmainnah Natsir. Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
penyelesaian kepailitan melalui Pengadilan Niaga Makassar lebih banyak yang
diselesaikan melalui perdamaian. Hal tersebut dianggap lebih efektif dan proses
penyelesaiannya sesuai dengan UU No. 37 Tahun 2004 seperti adanya kurator yang
dalam pengawasan hakim pengawas dapat membuat debitor dan kreditor menemukan
4
Wawancara dengan selaku Panitera Muda Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Hamsa,
pada tanggal 1 Juli 2019.
5
Wawancara dengan selaku Staff Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Nurhidayah, pada
tanggal 1 Juli 2019.
6
Wawancara dengan selaku Staff Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Taufiq Motim,
pada tanggal 1 Juli 2019.
75
Jurnal Hukum: Al Hikam, Vol. 7, No. 1 (Juni 2020)
kesepakatan untuk menyelesaikan utang piutangnya dalam waktu yang singkat dengan
biaya yang lebih ringan serta proses yang dianggap lebih mudah. Adapun beberapa
faktor/kendala yang mempengaruhi penyelesaian kepailitan melalui perdamaian
seperti pendidikan, kurangnya pemahaman terkait UU No. 37 Tahun 2004, banyaknya
kurator yang menangani kasus lebih dari 1 dan tingginya budaya gengsi. Dengan dasar
kesimpulan tersebut, maka diperlukan penyuluhan hukum atau sosialisasi kepada
masyarakat khususnya di lingkup dunia usaha agar masyarakat lebih sadar hukum
dan lebih paham mengenai efektifnya menyelesaikan kepailitan melalui perdamaian di
Pengadilan Niaga Makassar berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004. Lebih lanjut, dengan
meningkatnya jumlah pelaporan kepailitan, maka Pengadilan Niaga Makassar harus
memperbanyak Kurator agar penyelesaian kepailitan bisa lebih baik dan lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Choliq M. T. (2015). Etika Bisnis Islami: Kajian terhadap Konsep Kredibilitas,
Citra Bisnis dan Manajemen Utang-Piutang bagi Individu dan Perusahaan. At-
Taqaddum, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 7(1), hlm. 159-185.
doi: https://doi.org/10.21580/at.v7i1.1536
Ahmad Arif Syarif. (2017). Penyalahgunaan Keadaan dalam Perjanjian Pinjam
Meminjam Uang oleh Rentenir. Lex Renaissance, Universitas Islam Indonesia, 2(2),
hlm. 278-299. doi: https://doi.org/10.20885/JLR.vol2.iss2.art2
Ari Supriadi., Suci Nurulita., & Y. Yefni. (2018). Analisis Break Even Point sebagai
Dasar Perencanaan Laba pada Gedung Serba Guna Politeknik Caltex Riau. Jurnal
Akuntansi Keuangan dan Bisnis, Politeknik Caltex Riau, 11(1), hlm. 31-41.
Arsul Sani. (1993). Tinjauan Hukum Mengenai Praktek Pemberian Jaminan Pribadi
dan Jaminan Perusahaan. Jurnal Hukum & Pembangunan, Universitas Indonesia,
23(5), hlm. 426-443. doi: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol23.no5.1035
B. Baidhowi. (2015). Tradisi Ngutang di Pasar Tradisional (Studi di Pasar Tradisional
Gunungpati). Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, Universitas Diponegoro, 10(1),
hlm. 1-23.
Giyoto Diantoro. (2014). Perlindungan Hukum terhadap Pelaku Perjanjian Adat
dalam Transaksi Utang Piutang dalam Perspektif Hukum (Studi Kasus pada Unit
Simpan Pinjam Masyarakat di Desa Tenggak Kec. Sodoharjo Kab. Sragen). Jurnal
Jurisprudence, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 4(2), hlm. 155-122.
Hanim Mafulah. (2020). Pengecualian Perjanjian yang Berkaitan Paten dan Lisensinya
dalam Pengawasan Persaingan Usaha. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius
(SIGn), 1(2), hlm. 87-103. doi: https://doi.org/10.37276/sjh.v1i2.55
Hasdi Hariyadi. (2020). Restrukturisasi Utang sebagai Upaya Pencegahan Kepailitan
pada Perseroan Terbatas. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius (SIGn),
1(2), hlm. 119-135. doi: https://doi.org/10.37276/sjh.v1i2.61
I. Ishak. (2016). Perdamaian antara Debitor dan Kreditor Konkuren dalam Kepailitan.
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum, Universitas Syiah Kuala, 18(1), hlm. 137-157.
La Ode Husen. (2009). Hukum Pajak & Hak Privilege. Bandung: CV. Utomo.
76
Muthmainnah Natsir. Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian
77