Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian: Muthmainnah Natsir

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Jurnal Hukum: Al Hikam

Vol. 7, No. 1 (Juni 2020): 070-077


P-ISSN: 2089-0974 || E-ISSN: 0000-0000

ANALISIS PENYELESAIAN KEPAILITAN


MELALUI PERDAMAIAN

Muthmainnah Natsir
Mahasiswa Magister Program Pascasarjana, Universitas Muslim Indonesia, Makassar

Submit: 18 April 2020 Publish: 30 Juni 2020


Abstract: This study aims to analyze the effectiveness of the bankruptcy settlement through the
Makassar Commercial Court, and the factors that influence it. The type of research used is normative
legal research and empirical legal research which is descriptive qualitative in nature. This research
was conducted at the District Court of Class IA Makassar. Data collection techniques used in this study
were interviews, documentation, and literature study. The data analysis technique used is qualitative
data analysis techniques. The results showed that the bankruptcy settlement through the Makassar
Commercial Court was mostly resolved by peaceful means. This is considered to be more effective and
the settlement process is in accordance with Law No. 37 of 2004, such as the existence of a curator who
is under the supervision of a supervisory judge can make debtors and creditors find an agreement to pay
off their debts in a short time with lower costs and a process that is considered easier. There are several
factors/obstacles that affect the settlement of bankruptcies through peace such as education, lack of
understanding of Law No. 37 of 2004, the number of curators handled more than 1 case and had a high
prestige culture. In addition, legal counseling or socialization to the public, especially the business
world, is needed so that people are more aware of the law and better understand the effectiveness
of bankruptcy settlement through peace at the Makassar Commercial Court based on Law No. 37 of
2004. Furthermore, with the increasing number of bankruptcy reports, the Court Niaga Makassar must
increase the number of curators so that the settlement of bankruptcy can be better and faster.
Keyword: Bankruptcy, Conciliation, Decision, Effectiveness.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas penyelesaian kepailitan melalui
Pengadilan Niaga Makassar, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tipe penelitian yang
digunakan adalah penelitian normatif dan penelitian empiris yang bersifat deskriptif kualitatif.
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Adapun teknik
analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penyelesaian kepailitan melalui Pengadilan Niaga Makassar lebih banyak yang diselesaikan
melalui perdamaian. Hal tersebut dianggap lebih efektif dan proses penyelesaiannya sesuai dengan UU
No. 37 Tahun 2004 seperti adanya kurator yang dalam pengawasan hakim pengawas dapat membuat
debitor dan kreditor menemukan kesepakatan untuk menyelesaikan utang piutangnya dalam waktu
yang singkat dengan biaya yang lebih ringan serta proses yang dianggap lebih mudah. Adapun beberapa
faktor/kendala yang mempengaruhi penyelesaian kepailitan melalui perdamaian seperti pendidikan,
kurangnya pemahaman terkait UU No. 37 Tahun 2004, banyaknya kurator yang menangani kasus lebih
dari 1 dan tingginya budaya gengsi. Selanjutnya, diperlukan penyuluhan hukum atau sosialisasi kepada
masyarakat khususnya di lingkup dunia usaha agar masyarakat lebih sadar hukum dan lebih paham
mengenai efektifnya menyelesaikan kepailitan melalui perdamaian di Pengadilan Niaga Makassar
berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004. Lebih lanjut, dengan meningkatnya jumlah pelaporan kepailitan,
maka Pengadilan Niaga Makassar harus memperbanyak Kurator agar penyelesaian kepailitan bisa
lebih baik dan lebih cepat.
Kata Kunci: Efektivitas, Kepailitan, Perdamaian, Putusan.

DOI: http://dx.doi.org/10.33096/hikam.v7i1.27
artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi CC BY -4.0
Muthmainnah Natsir. Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian

PENDAHULUAN
Umumnya permasalahan utang piutang yang timbul di masyarakat karena
banyaknya masyarakat yang ingin memulai atau mengembangkan usaha hanya dengan
bermodal seadanya (Giyoto Diantoro, 2014). Dari kondisi tersebut, masyarakat
memilih melakukan utang piutang kepada pihak lain (B. Baidhowi, 2015), dimana
tanpa mempertimbangkan Break Even Point (BEP) sebagai indikator untuk mengetahui
kemampuan membayar utang piutang sesuai perjanjian/kesepakatan kedua belah
pihak (Ari Supriadi., Suci Nurulita., & Y. Yefni, 2018).
Dari kondisi tersebut di atas, untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang
ditimbulkan dalam masalah utang piutang, maka Pemerintah membuat salah satu
sarana hukum dalam penyelesaian masalah utang piutang (La Ode Husen, 2009; M.
Taufik Hidayat, 2015), yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut
UU No. 37 Tahun 2004). Namun kenyataan yang terjadi saat utang piutang yang telah
jatuh tempo dan ditagih oleh pemberi utang, banyak dari masyarakat yang tidak mampu
membayar utang piutang sesuai perjanjian/kesepakatan kedua belah pihak (Ahmad
Arif Syarif, 2017). Sebagian besar dari masyarakat yang tidak mampu membayar
utang piutang membuat berbagai alasan, sehingga pemberi utang akhirnya memilih
menyelesaikan utang piutang dengan cara-cara melanggar hukum hingga salah satu
pihak/yang memiliki utang piutang harus kehilangan nyawa (Abdul Choliq M. T., 2015).
Padahal utang merupakan kewajiban dalam hukum perdata, dan setiap kewajiban
itu akan menimbulkan hak bagi orang lain (Putu Gandiyasa Wijartama & Ibrahim R.,
2016). Jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka pihak lain dapat menuntut
seseorang atas haknya secara perdata dan jika pemberi utang ingin mengambil jalur
hukum persyaratan permohonan pun tidak begitu sulit (Arsul Sani, 1993).
Syarat untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debitor dengan tujuan
untuk memperoleh pelunasan pembayaran utang ditentukan, berdasarkan Pasal 2
ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa
“Debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor”.
Upaya perdamaian (accord) dapat diajukan oleh salah satu pihak guna mengakhiri
suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara.
Dari beberapa kasus kepailitan yang dipermohonkan pada Pengadilan Niaga
Makassar, dimana hampir sebagian besar memilih untuk mengajukan penyelesaian
kepailitan dengan upaya perdamaian (I. Ishak, 2016). Salah satu contoh kasus

71
Jurnal Hukum: Al Hikam, Vol. 7, No. 1 (Juni 2020)

yaitu PT Sentani Persada Sentosa yang dinyatakan sebagai debitor tertanggal 05


November 2018, dimana dilaporkan oleh PT Core Hospitality International, PT Tiara
Dekorindo Sakti, PT Pembangunan Daerah Papua dan PT Bank Muamalat, Tbk., yang
dinyatakan Pengadilan Niaga Makassar sebagai kreditor memutuskan bersama untuk
menyelesaikan kasus kepailitan melalui upaya perdamaian seperti yang dijelaskan
pada Putusan Pengadilan Niaga Makassar Nomor 10/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.
Mks tentang Putusan Pengesahan Perdamaian terhadap PT Sentani Persada Sentosa
Selaku Termohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (selanjutnya
disebut Putusan PN Makassar No. 10/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mks), tertanggal
23 Januari 2019.
Disahkannya perdamaian berarti berakhirnya demi hukum suatu kepailitan
dan akan mengakibatkan gugurnya tuntutan-tuntutan hukum yang bertujuan untuk
meminta pembatalan dan pengembalian atas segala kebendaan yang telah diberikan
oleh debitor pailit sebelum pernyataan pailit diumumkan (Hasdi Hariyadi, 2020).
Jika perdamaian itu berisi suatu pelepasan harta pailit, maka hak untuk melakukan
tuntutan pembatalan dan pengembalian tersebut tetap ada, dalam hal ini tuntutan-
tuntutan tersebut dapat dilanjutkan atau dimajukan oleh para pemberes harta pailit.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis efektifitas penyelesaian kepailitan melalui Pengadilan Niaga Makassar,
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan dua jenis penelitian, yakni penelitian normatif
dan penelitian empiris. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang
mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika
hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum (Nurul Qamar.,
et al., 2017). Sedangkan penelitian hukum empiris ialah penelitian yang memandang
hukum dalam konteks sosialnya (Said Sampara & La Ode Husen, 2016), khususnya
terkait dengan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian
ini dilaksanakan di Kota Makassar, tepatnya di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA,
dengan pertimbangan bahwa terdapat banyak kasus penyelesaian kepailitan melalui
perdamaian di tempat penelitian ini. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini, adalah sebagai berikut (Putri Lestari, 2020):
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pakar dan orang yang
berwenang pada lembaga yang mengurusi tentang kepailitan;
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelusuran bahan hukum
kepustakaan, berupa peraturan perundang-undangan, referensi-referensi, jurnal
ilmiah hukum, ensiklopedia hukum, maupun dari teks atau terbitan resmi. Adapun
bahan hukum primer sebagai data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini,
terdiri dari:

72
Muthmainnah Natsir. Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan


dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
b. Putusan Pengadilan Niaga Makassar Nomor 10/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.
Mks tentang Putusan Pengesahan Perdamaian terhadap PT Sentani Persada
Sentosa Selaku Termohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka digunakan
teknik pengumpulan data, yakni sebagai berikut (Hanim Mafulah, 2020):
1. Interview, dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dengan informan
terkait masalah yang dikaji dalam penelitian ini;
2. Dokumentasi, dilakukan dengan cara permintaan secara resmi kepada instansi
terkait tentang dokumen Putusan PN Makassar No. 10/Pdt.Sus-PKPU/2018/
PN.Niaga.Mks;
3. Studi Kepustakaan, dilakukan dengan cara menginventarisasi, membaca dan
menganalisis bahan hukum primer.
Data yang telah terkumpul kemudian diolah secara deskriptif kualitatif. Adapun
metode analisis dilakukan dengan cara mengidentifikasi secara sistematis serta
menghubungkan antara data primer dengan bahan hukum primer.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Efektifitas Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian


Dalam pelaksanaan penyelesaian kepailitan melalui perdamaian dalam
praktiknya di Pengadilan Niaga Makassar cukup diminati dan dianggap lebih efektif,
sebagaimana dikemukakan oleh Hamsa,1 Nurhidayah,2 serta Taufiq Motim,3 bahwa:
“Debitor dan kreditor mengambil keputusan/kesepakatan menempuh
penyelesaian utang piutang dengan upaya perdamaian. Masyarakat
yang berperkara tidak membutuhkan waktu lama, tidak harus ribet dan
penyelesaiannya sesuai dengan keinginan kedua belah pihak.”
Berdasarkan hasil analisis Studi Kasus Putusan PN Makassar No. 10/Pdt.
Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mks:
1. Pihak-Pihak yang Berperkara
a. PT Sentani Persada Sentosa, selaku Termohon/Debitor;
b. PT Core Hospitality International, selaku Pemohon/Kreditor 1;
c. PT Tiara Dekorindo Sakti, selaku Pemohon/Kreditor 2;
d. PT Pembangunan Daerah Papua, selaku Pemohon/Kreditor 3;
e. PT Bank Muamalat, Tbk, selaku Pemohon/Kreditor 4.
1
Wawancara dengan selaku Panitera Muda Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Hamsa,
pada tanggal 1 Juli 2019.
2
Wawancara dengan selaku Staff Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Nurhidayah, pada
tanggal 1 Juli 2019.
3
Wawancara dengan selaku Staff Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Taufiq Motim,
pada tanggal 1 Juli 2019.

73
Jurnal Hukum: Al Hikam, Vol. 7, No. 1 (Juni 2020)

2. Duduk Perkara
a. Dimana termohon telah meminjam uang terhadap Pemohon/Kreditor 1
sebesar Rp 6.912.034.901,00 (Enam Milyar Sembilan Ratus Dua Belas Juta
Tiga Puluh Empat Ribu Sembilan Ratus Satu Rupiah), Pemohon/Kreditor 2
sebesar Rp 471.969.057,00 (Empat Ratus Tujuh Puluh Satu Juta Sembilan
Ratus Enam Puluh Sembilan Ribu Lima Puluh Tujuh Rupiah), Pemohon/
Kreditor 3 sebesar Rp 164.192.060.802,00 (Seratus Enam Puluh Empat
Milyar Seratus Sembilan Puluh Dua Juta Enam Puluh Ribu Delapan Ratus
Dua Rupiah), dan Pemohon/Kreditor 4 sebesar Rp 31.364.334.581,13,00
(Tiga Puluh Satu Milyar Tiga Ratus Enam Puluh Empat Juta Tiga Ratus Tiga
Puluh Empat Ribu Lima Ratus Delapan Puluh Satu Rupiah Tiga Belas Sen).
b. Atas kejadian tersebut diatas, termohon telah wanprestasi yang
menimbulkan kerugian bagi para pemohon karena termohon sekarang
dalam keadaan berhenti membayar hutangnya dan oleh karena itu sudah
seharusnya dinyatakan pailit.
c. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004.
3. Putusan Hakim
a. Mengabulkan permohonan para pemohon
b. Menyatakan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Sementara (PKPUS) dari Pemohon tersebut selama 45 (empat puluh lima)
hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dan termohon selaku
debitor dinyatakan Pailit dan segala akibat hukumnya.
c. Menunjuk Sdr. Suratno, S.H., Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar
Kelas IA sebagai Hakim Pengawas serta mengangkat Muhammad Deni,
S.H., M.H., Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagaimana Surat Bukti
Pendaftaran Kurator dan Pengurus (SBPKP) Nomor AHU.AH.04.03-89
tertanggal 11 April 2016, Enriko Simanjuntak, S.H., Kurator dan Pengurus
yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia sebagaimana Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus
(SBPKP) Nomor AHU.AH.04.03-54 tertanggal 29 Maret 2016; dan Jimmy,
S.H., Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia sebagaimana Surat Bukti Pendaftaran
Kurator dan Pengurus (SBPKP) Nomor AHU.AH.04.03-111 tertanggal 18
April 2016.
d. Menetapkan biaya Proses PKPU sebesar Rp 7.211.000,00 (Tujuh Juta Dua
Ratus Sebelas Ribu Rupiah) dan Jaminan pembayaran imbalan jasa bagi
pengurus sebesar Rp 600.000.000,00 (Enam Ratus Juta Rupiah) yang
diangsur/dicicil selama 2 kali pembayaran yang masing-masing akan
dibayarkan oleh Pihak pertama selaku Debitor PKPU per/setiap bulannya
sejumlah Rp 300.000.000,00 (Tiga Ratus Juta Rupiah) dimulai setelah 2

74
Muthmainnah Natsir. Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian

bulan masa tenggang yang terhitung sejak saat perjanjian perdamaian


dalam perkara PKPU disahkan.
e. Membebankan perkara terhadap Termohon

B. Faktor/Kendala yang Mempengaruhi Penyelesaian Kepailitan Melalui


Perdamaian
Dalam penelitian ini dapat di uraikan beberapa faktor/kendala yang
berhubungan dengan penyelesaian kepailitan melalui perdamaian sebagaimana
dikemukakan oleh Hamsa,4 Nurhidayah,5 serta Taufiq Motim,6 antara lain yaitu:
1. Pendidikan
Sebagian pihak kreditor masih rendah dalam pendidikan sehingga masih
banyaknya kreditor yang tidak begitu paham tentang penyelesaian kepailitan
melalui perdamaian yang membuat beberapa Kreditor memohon untuk
didahulukan dalam pembayaran debitor.
2. Kesadaran Hukum
Di dalam kehidupan masyarakat, UU No. 37 Tahun 2004 masih sangat kurang
dipahami bahkan ada beberapa pihak yang memiliki usaha sama sekali tidak
mengetahui tentang peraturan tersebut sehingga banyak perkara yang tidak
terlaporkan.
3. Kurator
beberapa kurator yang masih harus menangani perkara lebih dari satu sehingga
terkadang pelaporan kurator sebagai tim pengurus masih terhitung lambat.
4. Budaya
Alasan pihak yang memilih untuk menyelesaikan perkara kepailitan melalui
perdamaian karena sebagian besar dari mereka memiliki sifat gengsi. Mereka
berpendapat jika penyelesaian perkara mereka melalui perdamaian hanya
segelintir orang yang mengetahuinya sehingga tidak menjadi penghambat
dalam pembuatan usaha yang baru dan masih bisa mendapat kepercayaan dari
pihak lain yang baru.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
penyelesaian kepailitan melalui Pengadilan Niaga Makassar lebih banyak yang
diselesaikan melalui perdamaian. Hal tersebut dianggap lebih efektif dan proses
penyelesaiannya sesuai dengan UU No. 37 Tahun 2004 seperti adanya kurator yang
dalam pengawasan hakim pengawas dapat membuat debitor dan kreditor menemukan
4
Wawancara dengan selaku Panitera Muda Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Hamsa,
pada tanggal 1 Juli 2019.
5
Wawancara dengan selaku Staff Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Nurhidayah, pada
tanggal 1 Juli 2019.
6
Wawancara dengan selaku Staff Khusus Niaga, Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA, Taufiq Motim,
pada tanggal 1 Juli 2019.

75
Jurnal Hukum: Al Hikam, Vol. 7, No. 1 (Juni 2020)

kesepakatan untuk menyelesaikan utang piutangnya dalam waktu yang singkat dengan
biaya yang lebih ringan serta proses yang dianggap lebih mudah. Adapun beberapa
faktor/kendala yang mempengaruhi penyelesaian kepailitan melalui perdamaian
seperti pendidikan, kurangnya pemahaman terkait UU No. 37 Tahun 2004, banyaknya
kurator yang menangani kasus lebih dari 1 dan tingginya budaya gengsi. Dengan dasar
kesimpulan tersebut, maka diperlukan penyuluhan hukum atau sosialisasi kepada
masyarakat khususnya di lingkup dunia usaha agar masyarakat lebih sadar hukum
dan lebih paham mengenai efektifnya menyelesaikan kepailitan melalui perdamaian di
Pengadilan Niaga Makassar berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004. Lebih lanjut, dengan
meningkatnya jumlah pelaporan kepailitan, maka Pengadilan Niaga Makassar harus
memperbanyak Kurator agar penyelesaian kepailitan bisa lebih baik dan lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Choliq M. T. (2015). Etika Bisnis Islami: Kajian terhadap Konsep Kredibilitas,
Citra Bisnis dan Manajemen Utang-Piutang bagi Individu dan Perusahaan. At-
Taqaddum, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 7(1), hlm. 159-185.
doi: https://doi.org/10.21580/at.v7i1.1536
Ahmad Arif Syarif. (2017). Penyalahgunaan Keadaan dalam Perjanjian Pinjam
Meminjam Uang oleh Rentenir. Lex Renaissance, Universitas Islam Indonesia, 2(2),
hlm. 278-299. doi: https://doi.org/10.20885/JLR.vol2.iss2.art2
Ari Supriadi., Suci Nurulita., & Y. Yefni. (2018). Analisis Break Even Point sebagai
Dasar Perencanaan Laba pada Gedung Serba Guna Politeknik Caltex Riau. Jurnal
Akuntansi Keuangan dan Bisnis, Politeknik Caltex Riau, 11(1), hlm. 31-41.
Arsul Sani. (1993). Tinjauan Hukum Mengenai Praktek Pemberian Jaminan Pribadi
dan Jaminan Perusahaan. Jurnal Hukum & Pembangunan, Universitas Indonesia,
23(5), hlm. 426-443. doi: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol23.no5.1035
B. Baidhowi. (2015). Tradisi Ngutang di Pasar Tradisional (Studi di Pasar Tradisional
Gunungpati). Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, Universitas Diponegoro, 10(1),
hlm. 1-23.
Giyoto Diantoro. (2014). Perlindungan Hukum terhadap Pelaku Perjanjian Adat
dalam Transaksi Utang Piutang dalam Perspektif Hukum (Studi Kasus pada Unit
Simpan Pinjam Masyarakat di Desa Tenggak Kec. Sodoharjo Kab. Sragen). Jurnal
Jurisprudence, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 4(2), hlm. 155-122.
Hanim Mafulah. (2020). Pengecualian Perjanjian yang Berkaitan Paten dan Lisensinya
dalam Pengawasan Persaingan Usaha. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius
(SIGn), 1(2), hlm. 87-103. doi: https://doi.org/10.37276/sjh.v1i2.55
Hasdi Hariyadi. (2020). Restrukturisasi Utang sebagai Upaya Pencegahan Kepailitan
pada Perseroan Terbatas. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius (SIGn),
1(2), hlm. 119-135. doi: https://doi.org/10.37276/sjh.v1i2.61
I. Ishak. (2016). Perdamaian antara Debitor dan Kreditor Konkuren dalam Kepailitan.
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum, Universitas Syiah Kuala, 18(1), hlm. 137-157.
La Ode Husen. (2009). Hukum Pajak & Hak Privilege. Bandung: CV. Utomo.

76
Muthmainnah Natsir. Analisis Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian

M. Taufik Hidayat. (2015). Penyelesaian Sengketa Akibat Kesalahan Kurator dari


Berkurangnya Harta Debitur Pailit yang Merugikan Pihak Kreditur dalam
Kepailitan. Al 'Adl : Jurnal Hukum, Universitas Islam Kalimantan, 7(14), hlm. 50-
68.
Nurul Qamar., et al. (2017). Metode Penelitian Hukum (Legal Research Methods).
Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn).
Putri Lestari. (2020). Pengadaan Tanah untuk Pembangunan demi Kepentingan Umum
di Indonesia Berdasarkan Pancasila. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius
(SIGn), 1(2), hlm. 71-86. doi: https://doi.org/10.37276/sjh.v1i2.54
Putu Gandiyasa Wijartama & Ibrahim R. (2016). Cara-Cara Penagihan Utang dalam
Perspektif Hukum Perdata. Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum, Universitas
Udayana, 4(2), hlm. 1-16.
Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 10/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mks
tentang Putusan Pengesahan Perdamaian terhadap PT Sentani Persada Sentosa
Selaku Termohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Said Sampara & La Ode Husen. (2016). Metode Penelitian Hukum. Makassar: Kretakupa
Print.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 131. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4443).

77

You might also like