Analitika: Hubungan Antara Mindfulness Dan Kesejahteraan Subjektif Mahasiswa Selama Pandemi

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, Vol.

13 (1) Juni (2021)


ISSN: 2085-6601 (Print), ISSN: 2502-4590 (Online)
DOI: : http://doi.org/10.31289/analitika.v13i1.4349

ANALITIKA
Jurnal Magister Psikologi UMA
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/analitika

Hubungan antara Mindfulness dan Kesejahteraan Subjektif


Mahasiswa Selama Pandemi

The Relationship between Mindfulness And Subjective Well-Being


Of Students During Pandemic

Melda Werty, Nina Zulida Situmorang* & Mujidin


Program Magister Psikologi , Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia

Diterima: 16 Oktober 2020, disetujui: 26 Juni 2021, dipublish: 30 Juni 2021


*Corresponding author: E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara mindfulness dengan kesejahteraan subjektif pada
mahasiswa di Yogyakarta saat pandemi Covid 19. Subjek penelitian berjumlah 80 orang. Metode penelitian
menggunakan metode kuantitatif, alat pengumpulan data menggunakan skala mindfulness, dan skala kesejahteraan
subjektif. Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi product moment Pearson diperoleh r = 0,610 pada
taraf signifikansi p = 0,000 <0,05. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara
mindfulness dengan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa di Yogyakarta. Semakin tinggi mindfulness maka
semakin tinggi kesejahteraan subjektif, sebaliknya semakin rendah mindfulness, maka semakin rendah
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa.
Kata kunci: Mindfulness; Kesejahteraan Subjektif, Pandemi

Abstract
This study aims to determine the relationship between mindfulness and subjective well-being among Yogyakarta
students during the Covid 19 pandemic. The number of research subjects was 80 people. The research method uses
quantitative methods; data collection tools use a mindfulness scale and subjective welfare scale. The Analysis in this
study using Pearson’s product moment correlation test obtained r = 0,610 at a significance level of p= 0,000 < 0,05 This
shows that there is a very significant relationship between mindfulness and subjective well-being in students in
Yogyakarta. The higher the mindfulness, the higher the subjective welfare; conversely, the lower the mindfulness, the
lower the students' subjective wel-being.
Keywords: Mindfulness; Subjective Well-Being; Pandemic

How to Cite: Werty, M., Nina, Z.S., Mujidin (2021). Hubungan antara Mindfulness dan Kesejahteraan
Subjektif Mahasiswa Selama Pandemi, Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 13 (1): 12 - 23

12
Melda Werty, Nina Zulida Situmorang & Mujidin, Hubungan antara Mindfulness dan Kesejahteraan
Subjektif Mahasiswa Selama Pandemi

PENDAHULUAN
Sebuah kasus yang serupa dengan Pneumonia muncul di Wuhan, China pada tanggal
31 Desember 2019 (Lee, 2020). Hanya dalam kurun waktu beberapa hari, pihak
kesehatan di China mengindentifikasi lebih dari 44 kasus yang terjadi, dan hingga akhir
Januari sudah terdapat 9270 kasus positif, 15.238 orang terduga terinfeksi, dan 213 orang
meninggal akibat virus tersebut (Lee, 2020). Penyebaran virus ini menyebar dengan
sangat cepat semuanya di China dan beberapa negara lain (Bao et al, 2020). Sejak saat itu,
kota Wuhan di China menjadi sorotan dunia (Li et al, 2020). Tidak hanya di Wuhan, virus
covid-19 ini pun menyebar ke beberapa negara, termasuk Indonesia (Rahma dan Arvianti,
2020). Menurut data pemerintah Indonesia, kasus positif per 16 September 2020
sejumlah 228.993 kasus, 164.101 sembuh dan 9.100 meninggal dunia (covid19.go.id).
Sedangkan di Yogyakarta, kasus positif sejumlah 1.943 kasus, 1.420 sembuh, dan 53
kematian (corona.jogjaprov.go.id).
Dampak dari covid-19 terlihat hampir di seluruh sektor dan aspek kehidupan
masyarakat (Susilawati et al, 2020). Menurut Onyema et al, (2020) aspek aktivitas
masyarakat tersebut mulai dari aspek pendidikan, penelitian, olahraga, hiburan, ekonomi,
bisnis dan politik, namun sektor pendidikan tetap menjadi salah satu yang terparah
terkena dampak wabah ini. Akibatnya, pembatasan aktivitas sosial tersebut
menyebabkan beberapa pelaku bisnis tidak bisa beraktivitas tatap muka dan penutupan
pusat perbelanjaan hingga pariwisata (Mohler et al, 2020), melakukan sistem kerja dari
rumah (work from home) (Wahyu & Sa’id, 2020), hingga meliburkan sekolah-sekolah dan
menggantinya dengan pembelajaran sistem daring (Hasibuan, 2020). Pembelajaran dari
rumah dengan sistem daring sudah dilakukan sejak awal bulan Maret tahun 2019. Tidak
hanya sekolah dasar, perguruan tinggi juga meniadakan pembelajaran tatap muka dan
beralih ke sistem daring untuk menekan penyebaran virus di sektor pendidikan (Zhafira
et al, 2020). Sementara itu, tanggal 11 Maret 2020 WHO secara resmi menyatakan bahwa
covid-19 adalah pandemi (WHO, 2020).
Saat pandemi Covid-19 ini mahasiswa mengalami peningkatan masalah kesehatan
mental. Zhao et al, (2020) memaparkan bahwa terjadi peningkatan gejala depresi pada
mahasiswa Korea, Jepang dan Cina, hal ini disebabkan oleh terlalu lama berada di dalam
rumah, kesehatan fisik yang rendah, dan kekhawatiran yang tinggi terkait pandemi covid-
19. Pembatasan kebebasan, ketidakpastian, dan kebosanan berada di rumah menjadi
penyebab gejala kecemasan dan depresi yang tampak pada mahasiswa (Li, Cao, Leung, &
Mak, 2020). Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cao (2020) bahwa
sebanyak 24,9% mahasiswa mengalami kecemasan selama pandemi covid-19.
Penutupan pembelajaran tatap muka dan tidak bisa melakukan pembelajaran di
kampus menjadi satu dari masalah yang dihadapi mahasiswa. Menurut Gillett-Swan
(2017) belajar tanpa tatap muka atau belajar secara daring bukan merupakan hal yang
mudah bagi mahasiswa karena banyaknya mata kuliah yang harus dihadapi. Perubahan
pola pembelajaran inilah yang membuat munculnya permasalahan tersendiri di
lingkungan mahasiswa selama pandemi covid-19 (Rahardjo, Qomariyah, Mulyani &
Andriani (2020). Du Plessis (2019) juga mengatakan hal yang sama bahwa pembelajaran
13
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 13 (1) (2021): 12 - 23

jarak jauh dapat memunculkan tekanan dan stres pada mahasiswa. Bahkan, menurut
Puteri (2020), beradaptasi dengan aktivitas dan situasi yang baru ini dapat
mempengaruhi kesejahteraan subjektif atau subjective well-being pada mahasiswa itu
sendiri.
Menurut Diener et al, (2002), kesejahteraan subjektif merupakan definisi yang luas
terkait kepuasan emosi, afek negatif yang rendah, dan kepuasan hidup yang tinggi.
Menurut Diener, Kahneman dan Helliwell (2010) kesejahteraan subjektif diartikan
sebagai “kondisi baik” yang merujuk pada kesejahteraan subjektif individu secara
menyeluruh dan pengalaman afek emosi positif, seperti bahagia, senang, ceria dan damai
(Diener et al 1999). Aspek-aspek yang membentuk kesejahteraan subjektif adalah afek
kepuasan, afek ketidakpuasan, kepuasan hidup, dan domain kepuasan (Diener et al,
1999).
Bagi orang awam, kesejahteraan subjektif dapat diartikan sebagai kebahagiaan atau
kepuasan hidup secara umum (Abdo & Ruiz, 2012). Kebahagiaan disebut juga sebagai
kepuasan hidup dan merupakan bentuk kualitas hidup yang menyenangkan bagi individu
(Veenhoven, 1995). Para ilmuwan psikologi banyak menggunakan istilah kebahagiaan
sebagai kesejahteraan subjektif atau kesejahteraan subjektif (Uchida et al, 2004; Boven,
2005; Pavot, 2008;). Lebih lanjut, Diener (2016) juga menyebutkan bahwa kesejahteraan
subjektif merupakan istilah psikologi untuk kebahagiaan dan kepuasan hidup, berpikir
positif dan merasakan hidup yang berjalan dengan baik dan tidak merasa buruk. Namun
demikian, kebahagiaan bukan merupakan kebalikan dari ketidaknyamanan atau
kesedihan (Cacioppo et al, 1999). Kebahagiaan juga menjadi topik penelitian yang sangat
banyak digunakan oleh para peneliti di era saat ini (Pavot, 2008). Menurut Argyle et al,
(1989), kebahagiaan juga didefinisikan sebagai bentuk keunggulan afek positif pada afek
negatif sebagai kepuasan hidup yang menyeluruh. Kemudian Diener (2000) mengatakan
bahwa seluruh penilaian kognitif mengenai kualitas kehidupan individu merupakan
kesejahteraan subjektif.
Kesejahteraan tiap individu berbeda-beda. Diener et al, (2002) menjelaskan beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif individu, antara lain
kepribadian (personality), dan demografik (usia, jenis kelamin dan kondisi ekonomi).
Sementara itu, individu yang tidak memiliki kekhawatiran, religius dan menikah menjadi
faktor kesejahteraan subjektif yang tinggi (Diener et al, 2002). Individu yang sering
merasakan afek positif seperti merasa puas dengan kondisi hidupnya, dan jarang
merasakan afek negatif dapat dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi
(Diene et al, 1999). Diener dan Oishi (2004) mengatakan afek positif yang tinggi ditandai
dengan seberapa sering individu merasakan beberapa hal seperti keceriaan dan
kebahagiaan. Sementara itu, afek negatif yang rendah ditandai dengan individu yang
jarang merasakan kesedihan, marah, kesal, tidak puas dan perasaan tidak menyenangkan
(Diener & Oishi, 2004). Myers dan Diener (1995) menambahkan bahwa individu yang
memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi ditandai dengan kemampuan individu
dalam mengontrol emosinya dan mampu menghadapi segala peristiwa yang terjadi dalam

14
Melda Werty, Nina Zulida Situmorang & Mujidin, Hubungan antara Mindfulness dan Kesejahteraan
Subjektif Mahasiswa Selama Pandemi

hidup yang lebih baik. Sehingga, mahasiswa yang sedang menghadapi pandemi covid-19
ini diharapkan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi.
Selama pandemi Covid-19 ini, mahasiswa yang mengakses informasi secara cukup
tidak akan berpengaruh terhadap individu, namun terpapar informasi berlebihan terkait
COVID-19 dapat meningkatkan afek negatif dan memperburuk kesejahteraan subjetifnya
(Lades et al, 2020). Sejalan dengan itu, Zacher & Rudolph (2020) mengatakan bahwa pada
saat pandemi Covid-19 ini banyak orang yang mengalami dampak buruk pada
kesejahteraan subjektifnya. Adanya gejala kecemasan, depresi, afek negatif dan kondisi
emosional yang negatif mengarahkan pada kondisi kesehatan mental yang mulai
terganggu, hal ini sejalan dengan pernyataan Dai et al, (2020) berpendapat bahwa
beberapa prediktor adanya gangguan kesehatan mental adalah keadaan insomnia,
kecemasan, depresi dan stres yang mengganggu.
Peneliti telah melakukan wawancara terhadap 3 mahasiswa yang terdampak covid-
19. Dua diantaranya sedang mengerjakan skripsi. Beberapa mahasiswa mengaku
kesulitan dalam beradaptasi pada situasi pandemi ini. Mahasiswa memilih untuk pulang
ke kampung halaman karena sistem pembelajaran beralih ke sistem daring. Namun,
muncul beberapa permasalahan seperti lokasi kampung halaman yang jauh dari
jangkauan internet sehingga menyulitkan mahasiswa dalam proses perkuliahan daring,
kurang fokus terhadap perkuliahan karena harus membagi waktu antara mengerjakan
tugas perkuliahan dengan tugas yang harus dilakukan selama di rumah. Banyaknya tugas
yang dibebankan kepada mahasiswa juga salah satu masalah yang dihadapi mahasiswa
sehingga mahasiswa merasa kurang memiliki waktu untuk bersantai. Selain itu,
menunda-nunda pekerjaan tugas yang diberikan oleh dosen juga semakin meningkat
karena beberapa dosen memberikan kelonggaran waktu dalam pengumpulan tugas
selama daring di masa pandemi ini dan tidak ada hukuman bagi mahasiswa yang
terlambat mengumpulkan tugas. Akibatnya, mahasiswa cenderung mengumpulkan tugas
pada batas akhir waktu pengumpulan.
Sementara itu, mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi mengaku kesulitan dalam
proses perkuliahan selama pandemi. Selain merasa keberatan dengan bimbingan online
karena menghabiskan kuota dengan boros, mereka juga merasa banyak menghabiskan
waktu dengan sia-sia karena kegiatan untuk mengambil data menjadi tertunda.
Mahasiswa juga mengeluhkan dengan biaya kuliah yang besar, karena saat covid-19 ini
tidak sedikit orangtua mereka yang mengalami kesulitan dari segi ekonomi. Kemudian,
muncul rasa cemas dan khawatir karena pandemi membatasi ruang gerak mahasiswa.
Selain itu, mahasiswa juga menjadi malas dalam kegiatan perkuliahan karena sering
menunda tugas nya. kesulitan atau hambatan yang dialami mahasiswa tersebut dapat
menurunkan kesejahteraan subjektif itu sendiri.
Menurut Scheid & Brown (2010) kesehatan mental tidak hanya terkait ketiadaan
penyakit atau gangguan, melainkan berkaitan erat dengan self esteem, kontrol diri, dan
kemampuan untuk memiliki hubungan yang berarti dengan orang lain. Hal ini senada
dengan WHO yang mendefinisikan kesehatan mental tidak hanya keabsenan penyakit,
namun juga berkaitan dengan kesejahteraan (well-being), memahami kualitas diri,
15
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 13 (1) (2021): 12 - 23

mampu mengatasi sumber stres, produktif, dan mampu berkontribusi untuk lingkungan
(Keyes & Michalec, 2002). Dalam beberapa tahun terakhir, masalah yang terkait dengan
kesejahteraan subjektif telah banyak menarik perhatian bagi para peneliti (Mandal et al,
2011). Penelitian ini akan membahas lebih jauh terkait well-being sebagai salah satu
definisi dari kehidupan mental yang sehat, dan akan berfokus pada kesejahteraan
subjektif pada mahasiswa saat pandemi Covid-19.
Kehidupan individu seharusnya dapat berjalan secara otomatis tanpa melibatkan
perhatian dan kesadaran penuh, dan individu dapat merasakan kesejahteraan subjektif
atau kesejahteraan pada dirinya. Kesadaran penuh ini disebut dengan mindfulness, yaitu
sebuah kesadaran penuh perhatian (attention) dan kesadaran (awareness) terhadap apa
yang terjadi pada masa sekarang (Brown & Ryan 2003). Beberapa hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara mindfulness dengan aspek-
aspek subjective well-being, salah satunya penelitian oleh Frewen et al, (2008) bahwa
mindfulness dapat berfungsi sebagai bentuk kemampuan individu dalam membuang
berbagai pikiran negatif.
Selama masa pandemi covid-19, mahasiswa seharusnya membutuhkan mindfulness,
karena mindfulness berhubungan dengan fisik dan kesehatan mental (Kabat-Zinn, 1990).
Sementara itu, mindfulness juga memiliki hubungan yang positif dan berkontribusi
langsung dengan kesejahteraan subjektif individu tersebut (Brown & Ryan 2003; Brown
et al, 2007). Rendahnya mindfulness dapat menyebabkan munculnya prokrastinasi dan
stres, sehingga mempengaruhi penyesuaian kesehatan mental dan fisik (Sirois & Tosti,
2012). Sehingga, dapat dikatakan mahasiswa yang memiliki mindfulness yang rendah
pada saat masa pandemi covid-19 ini akan berakibat pada kesehatan mental dan
meningkatkan prokrastinasi terhadap tugas-tugas yang diberikan selama pembelajaran
daring.
Mindfullness menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
subjektif. Penelitian Waskito et al, (2018) menunjukkan bahwa mindfulness memiliki
hubungan yang signifikan dengan kepuasan hidup pada mahasiswa, bahwa semakin
tinggi tingkat mindfulness maka semakin tinggi pula kepuasan hidup yang dimiliki.

METODE PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berada di kota Yogyakarta.
Banyaknya jumlah mahasiswa di Yogyakarta sehingga memerlukan proses pengambilan
sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
simple random sampling yaitu memilih subjek penelitian secara acak sehingga tiap subjek
memiliki peluang yang sama untuk dipilih.
Metode pengukuran data pada penelitian ini adalah melalui penyebaran skala
kuesioner. Skala kuesioner penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala mindfulness
dan skala kesejahteraan subjektif. Skala kuesioner dalam penelitian ini telah melalui
serangkaian tahapan proses untuk mendapatkan hasil psikometri yang baik. Beberapa
proses tersebut yaitu melakukan uji validitas isi melalui penelaahan alat ukur secara
keseluruhan. Tahapan ini didampingi para profesional judgment agar tata bahasa pada

16
Melda Werty, Nina Zulida Situmorang & Mujidin, Hubungan antara Mindfulness dan Kesejahteraan
Subjektif Mahasiswa Selama Pandemi

masing-masing butir pernyataan skala berupa cerminan representasi dari apa yang akan
diukur.
Analisis data yang dilakukan menggunakan metode komputasi statistik, metode ini
merupakan beberapa cara ilmiah yang sudah disiapkan untuk mengumpulkan data,
menyusun data dan juga menganalisis data dalam wujud angka-angka yang nantinya akan
diolah dengan bantuan program software SPSS versi 20.0 for windows, sehingga dapat
memperoleh hasil yang kiranya dapat dipertanggung jawabkan dalam menarik
kesimpulan sesuai dengan penelitian yang akan di lakukan. Dalam menganalisis data
metode yang digunakan adalah analisis uji asumsi, dikarenakan penelitian yang dianalisis
merupakan analisis regresi berganda yang dapat digunakan untuk menguji hubungan
antara mindfulness dan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa yang merupakan jenis
data interval dan perhitungannya berdasarkan angka kasar. Keseluruhan dari komputasi
data mengunakan aplikasi SPSS yang sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur
yang bertujuan agar skala yang nantinya akan digunakan merupakan skala yang benar-
benar mewakili variabel yang akan di ukur. Skala yang sudah melalui tahap profesional
judgement selanjutnya melalui tahap penyebaran kuisioner yang merupakan pernyataan-
pernyataan melalui google form dengan kriteria-kriteria responden yang benar-benar
sudah ditentukan dan secara langsung memberikan kuisioner penelitian pada responden
yang akan melakukan pengisian. Peneliti melakukan penyebaran menggunakan google
form, penyebaran pertama terdiri dari dua skala kuisioner yaitu mindfulness dan
kesejahteraan subjektif pada tanggal 7 oktober 2020 dengan jumlah responden sebanyak
80 mahasiswa di DI Yogyakarta yang sesuai kriteria.
Skala yang sudah terkumpul kemudian dilakukan penyekoran dengan memasukan
hasil pengisian responden pada tabulasi Microsoft Excel. Data dari Microsoft Excel disalin
dan ditempel pada software SPSS versi 20.0 for windows untuk memudahkan proses
analisis. Analisis uji coba dilakukan untuk mengetahui fungsi aitem alat ukur dengan
menggunakan corrected aitem total correlation (rit) dan koefisien reliabilitas (rtt) pada
skala mindfulness, dan subjective well-being.
Batasan koefisien ini mengacu pada pendapat Azwar (2012) yang mengatakan
bahwa apabila aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem dengan total sama atau lebih
dari 0,30 jumlahnya melebihi jumlah aitem yang dispesifikasikan dalam rencana untuk
dijadikan skala, maka dapat dipilih aitem-aitem indeks daya diskriminasi tertinggi.
Sebaliknya apabila jumlah aitem yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang
diinginkan, dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria misalnya
menjadi 0,25 sehingga aitem yang diinginkan dapat tercapai.
Uji seleksi aitem pada skala mindfulness dilakukan dalam 2 tahap dengan mengunakan
bantuan software SPSS versi 20.0 for windows. Tahap pertama hasil akhir skala dengan nilai
alpha cronbach sebesar α = 0,715, dengan rentang corrected aitem total correlation (rit)

17
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 13 (1) (2021): 12 - 23

dari 0,044 sampai 0,636, terdapat 8 aitem yang gugur pada skala kuisioner ini, berikut
tabel aitem gugur pada skala happiness pada tahap pertama.
Table 1. Aitem Gugur Skala Mindfulness
No Aspek Favourable Unfavourable Aitem Valid
1 Observasi 1, 5, 9 13, 17 3
2 Deskripsi 2,6 10, 14, 18 3
3 Bertindak dengan kesadaran 3, 7, 11 15, 19 3
4 Menerima tanpa menilai 4,8, 12 16, 20 3
Total 11 9 12

Tabel 1 menunjukkan Aitem yang gugur ditandai dengan cetak tebal, dimana
terdapat 8 aitem yang gugur pada tahap pertama yaitu aitem nomor 2, 7, 8, 9, 13, 16, 18
dan 19. Namun, dikarenakan aitem yang dilakukan analisis belum dilakukan tahap
penyetaraan maka ada beberapa aitem yang tadinya gugur di pertimbangkan lagi
berdasarkan batas koefisien yang mengacu pada pendapat Azwar (2012) maka aitem yang
gugur dikarenakan tidak mencukupi batas koefisien 0,30 di pertimbangkan lagi dengan
menurunkan acuan batas koefisien sebesar 0,25. Setelah setiap aspek berdasarkan aitem
dengan mengembalikan corrected aitem total correlation (rit) tertinggi dan menghapus
corrected aitem total correlation (rit) terendah, diperoleh nilai alpha cronbach sebesar α =
0,756, dengan rentang corrected aitem total correlation (rit) dari 0,254 sampai 0,586, Item-
item yang dikembalikan setiap aspeknya masing-masing disetarakan menjadi 3 aitem,
dengan begitu skala akhir mindfulness memperoleh 12 aitem dari hasil analisis
penyetaraan.
Uji seleksi aitem pada skala kesejahteraan subjektif dilakukan dalam 2 tahap dengan
prosedur yang sama yaitu mengunakan bantuan software SPSS versi 20.0 for windows.
Tahap pertama hasil akhir skala dengan nilai alpha cronbach sebesar α = 0,835, dengan
rentang corrected aitem total correlation (rit) dari -0,111 sampai 0,589, terdapat 2 aitem
yang gugur pada skala kuisioner ini, berikut tabel aitem gugur pada skala Kesejahteraan
Subjektif.
Table 2. Aitem Gugur Skala kesejahteraan subjektif
No Aspek Favourable Unfavourable Aitem Valid
1 Kognitif 1, 2, 3 4 4
5, 6, 7, 8, 9 10 6
2 Afektif 11, 12, 13, 14, 15 5
16, 17, 18, 19, 20 5
Total 13 7 20
Jumlah aitem yang gugur ditandai dengan cetak tebal dimana ada 2 aitem yang gugur
adalah aitem nomor 10 dan aitem nomor 17. Pada tahap selanjutnya skala kesejahteraan
subjektif juga dilakukan tahap penyetaraan dimana aitem-aitem yang digunakan menjadi
setara pada setiap aspek yang digunakan. Setelah dilakukannya penyetaraan maka skala
hasil akhir kesejahteraan subjektif memperoleh 18 Aitem dengan nilai alpha cronbach
sebesar α = 0, 852, dengan rentang corrected aitem total correlation (rit) dari 0,302 sampai
0,572. Berikut tabel penyetaraan aitem pada Skala kesejahteraan subjektif.

18
Melda Werty, Nina Zulida Situmorang & Mujidin, Hubungan antara Mindfulness dan Kesejahteraan
Subjektif Mahasiswa Selama Pandemi

Table 3. Aitem Penyetaraan Skala Subjective Well-Being


No Aspek Favourable Unfavourable Aitem Valid
1 Kognitif 1, 2, 3 4 4
5, 6, 7, 8, 9 10 5
2 Afekif 11, 12, 13, 14, 5
15
16, 17, 18, 19, 20 4
Total 13 7 18

Aitem yang gugur dalam penyetaraan adalah aitem dengan nomor 10 dan 17. Hal ini
dilakukan dengan menyetarakan peraspek skala kesejahteraan subjektif menjadi 9 aitem
per aspek dengan mengugurkan aitem-aitem seleksi pada tabel. Profil data pada penelitian
ini sebanyak 80 subjek dengan presentasi jumlah masing-masing gender sebesar 50 %,
artinya dalam penelitian ini ada keseimbangan jenis kelamin dalam pengisian data
penelitian.
Table 4. Kategorisasi Berdasarkan Profil Data
Jumlah Persentase
Gender Laki-laki 40 50%
Perempuan 40 50%
Total 80 100%
Usia 18-20 Thn 37 46,3%
21-22 Thn 25 31,5%
23-24 Thn 13 16,3%
25-27 Thn 5 6,3%
Total 80 100%

Rentang usia berdasarkan tabel 4, menunjukan bahwa presentase terbesar berada


pada usia 18 sampai 20 tahun dengan jumlah sebanyak 37 orang, dan sebanyak 25 orang
mempunyai persentase kedua terbesar pada usia 21 sampai 22 tahun. Sebanyak 13 berada
pada usia 23 sampai 24 tahun, dan sebanyak 5 berada pada usia 25-27 dimana usia ini
menunjukkan bahwa adanya beberapa mahasiswa yang kuliah dijenjang magister dengan
usia sudah terbilang tua. Seligman (2002) mengatakan bahwa Emosi yang menyenangkan
memang sedikit turun sejalan dengan usia, tetapi emosi yang tidak menyenangkan
cenderung bersifat tetap. Usia muda adalah usia bahagia dimana perubahan pada emosi
yang ekstrem, semakin tua emosi yang diperoleh cenderung tidak stabil dan tidak lagi
bergejolak.
Hasil data deskriptif ini digunakan untuk mengambarkan secara umum mengenai
kecenderungan respon yang di berikan oleh subjek ketika mengisi skala kuisioner yang
diberikan terhadap variabel dalam penelitian ini yaitu, mindfulness, dan kesejahteraan
subjektif. Penelitian ini diuraikan menjadi kategorisasi masing-masing variabel penelitian,
kategorisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah kategori jenjang (ordinal). Hasil
komputasi data statistik korelasi secara bersama-sama menunjukkan korelasi eksplisit
yang signifikan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi product moment
Pearson diperoleh r = 0,610 pada taraf signifikansi p = 0,000 <0,05. Hasil penelitian

19
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 13 (1) (2021): 12 - 23

menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara mindfulness dengan


kesejahteraan subjektif pada mahasiswa. Artinya, semakin tinggi mindfulness yang dimiliki
mahasiswa maka semakin tinggi pula kesejahteraan subjektif. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa hipotesis diterima yang berarti terdapat pengaruh mindfulness dengan
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa di Yogyakarta.

Table 5. Pengujian Hipotesis dengan uji korelasi product moment Pearson

mindfulness Kesejahteraan subjektif


mindfulness Pearson
1 ,610
Correlation
Sig. (2-tailed) ,000
N 80 80
Kesejahteraan Pearson
,610 1
subjektif Correlation
Sig. (2-tailed) ,000
N 80 80

Table 5 menunjukkan hubungan mindfulness dengan kesejahteraan subjektif dari


nilai r = 0,610 dan signifikan dengan p = 0,000 < 0,05.
Table 6. Pengujian Hipotesis dengan uji F
Model F Sig.
Regression 46.305 .000

Nilai signifikan untuk pengaruh X terhadap Y adalah sebesar 0,000 < 0,05 dan nilai
F hitung 46, 305 > 3, 11.
Table 7. Pengujian Koefisien Diterminasi
Model R R Square
1 .610a .373

Nilai R Square sebesar 0,373, hal ini menggandung arti bahwa variabel mindfulness
memiliki kontribusi terhadap variabel kesejahteraan subjektif sebesar 37,3%, dan 63,7%
kesejahteraan subjektif dipengaruh oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian
ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara mindfulness dengan
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan. Hasil analisis korelasi
pada penelitian ini menunjukkan membuktikan bahwa adanya hubungan positif yang
sangat signifikan antara mindfulness dengan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa di
Yogyakarta. Variabel bebas mindfulness sama-sama memberikan sumbangan efektif
sebesar 37,3% terhadap kesejahteraan subjektif. Artinya variable mindfulness pada
mahasiswa saat pandemi menunjukkan hubungan tinggi atau rendahnya kesejahteraan
subjektif mahasiswa. Hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Germer et al, (2005)
bahwa mindfulness merupakan cara memaknai peristiwa baik positif, negatif, maupun
netral sehingga mampu mengatasi perasaan tertekan dan menimbulkan kesejahteraan
diri.

20
Melda Werty, Nina Zulida Situmorang & Mujidin, Hubungan antara Mindfulness dan Kesejahteraan
Subjektif Mahasiswa Selama Pandemi

Selama pandemi Covid-19 ini, mahasiswa yang mengakses informasi secara cukup
tidak akan berpengaruh terhadap individu, namun terpapar informasi berlebihan terkait
COVID-19 dapat meningkatkan afek negatif dan memperburuk kesejahteraan nya. Masa
pandemi Covid-19 ini juga banyak individu yang mengalami dampak buruk pada
kesejahteraan subjektifnya. Mahasiswa yang memiliki mindfulness tinggi cenderung akan
merasakan semua aktivitas yang dijalaninya dalam belajar akan berjalan dengan sabar,
sehingga kejernihan pikiran akan muncul menimbulkan cara berpikir yang tidak banyak
menghakimi dan lebih menikmati bahkan menerimannya dengan perasaan lembut tanpa
adanya kekerasan dan paksaan. Dalam hal ini sesuai dengan aspek mindfulness (menerima
dengan kesadaran) dimana mahasiswa menuangkan konsentrasi penuh terhadap apa yang
dikerjakan dan dirasakan dengan baik ketika bekerja. Berdasarkan hal tersebut maka
mindfulness dapat membantu meningkatkan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa.
Individu yang memiliki kesejahteraan subjektif rendah pada umumnya lebih
banyak mengalami emosi negatif dibandingkan emosi positif. Namun hal tersebut bukan
berarti bahwa mereka tidak pernah merasakan afek positif, tetapi lebih banyak merasakan
afek yang negatif dalam kehidupannya. Berbeda yang individu yang memiliki
kesejahteraan subjektif yang tinggi, dimana pada umumnya lebih banyak merasakan afek
positif dibandingkan afek negatif.
Hasil dari penelitian ini juga sejalan dengan peneliti yang pernah melakukan
penelitian dengan variabel mindfulness yang sama. Zeidan et al, (2010) mengungkapkan
latihan mindfulness dapat meningkatkan dan memperbaiki mood, mengurangi kelelahan
dan kecemasan. Secara signifikan latihan mindfulness meningkatkan peprosesan visual
spartial, memori jangka pendek, fungsi-fungsi eksekutif mental, serta kemampuan
memusatkan perhatian. Rendahnya mindfulness dapat menyebabkan munculnya
prokrastinasi dan stres, sehingga mempengaruhi penyesuaian kesehatan mental dan fisik
(Sirois dan Tosti, 2012). Sehingga, dapat dikatakan mahasiswa yang memiliki mindfulness
yang rendah pada saat masa pandemi covid-19 ini akan berakibat pada kesehatan mental
dan meningkatkan prokrastinasi terhadap tugas-tugas yang diberikan selama
pembelajaran daring.

SIMPULAN
Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan factor mindfulness menjadi prediksi
tinggi atau rendah kesejahteraan subjektif pada mahasiswa di Yogyakarta saat pandemi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara mindfulness
dengan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa. Artinya, semakin tinggi mindfulness yang
dimiliki mahasiswa maka semakin tinggi pula kesejahteraan subjektif. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang berarti terdapat hubungan mindfulness
dengan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa di Yogyakarta. Variabel mindfulness
secara simultan terhadap variabel kesejahteraan subjektif adalah sebesar 37,3%, dan
63,7% kesejahteraan subjektif dipengaruh oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.

21
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 13 (1) (2021): 12 - 23

Adapun saran bagi peneliti selanjutnya, yaitu agar melakukan penelitian dengan
jangkauan yang lebih luas lagi, tidak hanya dilakukan pada mahasiswa di Yogyakarta,
namun juga mahasiswa universitas lain yang lebih banyak. Selain itu, diperlukan adanya
uji validasi konstruk bagi peneliti yang menyusun sendiri instrumen penelitiannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdo-Ayyash, H., & Ruiz-Sánchez, M. J. (2012). Subjective Wellbeing And Its Relationship With Academic
Achievement And Multilinguality Among Lebanese University Students. International Journal of
Psychology, 47(3), 192-202.
Argyle, M., Martin, M., Crossland, J., Forgas, J. P., & Innes, J. M. (1989). Recent Advances In Social
Psychology: An International Perspective.
Bao, W. (2020). Covid‐19 And Online Teaching In Higher Education: A Case Study of Peking
University. Human Behavior And Emerging Technologies, 2(2), 113-115.
Boven, L. V. (2005). Experientialism, Materialism, And The Pursuit Of Happiness. Review of General
Psychology, 9(2), 132-142.
Brown, K. W., & Ryan, R. M. (2003). The Benefits Of Being Present: Mindfulness And Its Role In
Psychological Well-Being. Journal of Personality And Social Psychology, 84(4), 822.
Brown, K. W., Ryan, R. M., & Creswell, J. D. (2007). Mindfulness: Theoretical Foundations And Evidence
For Its Salutary Effects. Psychological Inquiry, 18(4), 211-237.
Cacioppo, J. T., Gardner, W. L., & Berntson, G. G. (1999). The Affect System Has Parallel And Integrative
Processing Components: Form Follows Function. Journal Of Personality And Social Psychology, 76,
839–855.
Cao, W., Fang, Z., Hou, G., Han, M., Xu, X., Dong, J., & Zheng, J. (2020). The Psychological Impact Of The
Covid-19 Epidemic On College Students In China. Psychiatry Research, 911234.
Dai, H., Zhang, S. X., Looi, K. H., Su, R., & Li, J. (2020). Perception Of Health Conditions And Test
Availability As Predictors Of Adults’ Mental Health During The Covid-19 Pandemic: A Survey Study
Of Adults In Malaysia. International Journal Of Environmental Research And Public Health, 17(15),
5498.
Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective Weil-Being: Three Decades Of
Progress. American Psychological Association Psychological Bulletin, 125 (2). 276-302. Doi;
10.1037/0033- 2909.125.2.276.
Diener, E. (2000). Subjective Well‐Being: The Science Of Happiness And A Proposal For A National Index.
American Psychologist 55, Pp. 34–43.
Diener, E. (2016). Improving Departments of psychology. Perspectives on Psychological Science, 11(6), 909-
912.
Diener, E., & Oishi, S. (2004). Are Scandinavians Happier Than Asians? Issues In Comparing Nations On
Subjective Well-Being. In F. Columbus (Ed.), Asian Economic Andpolitical Issues: Vol. 10. 1-25.
Diener, E., Kahneman, D., & Helliwell, J. (2010). International Differences In Well-Being. Oxford University
Press.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002). Subjective Well-Being: The Science Of Happiness And Life
Satisfaction. Dalam Snyder, C. R. & Lopez, S. J., Handbook Of Positive Psychology (63 – 73). New
York: Oxford University Press.
Du Plessis, M. (2019). Coping With Occupational Stress In An Open Distance Learning University In South
Africa. Journal Of Psychology In Africa, 29(6), 570-575.
Frewen, P. A., Evans, E. M., Maraj, N., Dozois, D. J., & Partridge, K. (2008). Letting Go: Mindfulness And
Negative Automatic Thinking. Cognitive Therapy And Research, 32(6), 758-774.
Gillett-Swan, J. (2017). The Challenges Of Online Learning: Supporting And Engaging The Isolated
Learner. Journal Of Learning Design, 10(1), 20-30.
Hasibuan, A. D. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebahagiaan Belajar Mahasiswa Di Masa
Pandemi Covid-19. Al-Irsyad, 10(1).
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. (2020). Diakses pada 10 Juni 2020.
Https://Corona.Jogjaprov.Go.Id/
KPCPN. Diakses pada 15 Agustus 2020. Https://Covid19.Go.Id/ tanggal 15 Agustus

22
Melda Werty, Nina Zulida Situmorang & Mujidin, Hubungan antara Mindfulness dan Kesejahteraan
Subjektif Mahasiswa Selama Pandemi

Kabat-Zin, J. (1990). Full Catastrophe Living: Usingthe Wisdom Of Your Body And Mind To Face Stress,
Pain And Illness.
Keyes, C. L. M. & Michalec, B. (2002). Viewing Mental Health From The Complete State Paradigm. Dalam
Scheid, T. L. & Brown, T. N., A Handbook For Study Of Mental Health: Social Context, Theories,
And System (125 – 134). New York: Cambridge University Press.
Lades, L. K., Laffan, K., Daly, M., Dan Delaney, L. (2020). Daily Emotional Well-Being During The Covid-
10 Pandemic. British Journal Of Health Psychology, 1 – 10.
Lee, A. (2020). Wuhan Novel Coronavirus (Covid-19): Why Global Control Is Challenging?. Public
Health, 179, A1.
Li, H. Y., Cao, H., Leung, D. Y., & Mak, Y. W. (2020). The Psychological Impacts Of A Covid-19 Outbreak
On College Students In China: A Longitudinal Study. International Journal Of Environmental
Research And Public Health, 17(11), 3933.
Mandal, S. P., Arya, Y. K., & Pandey, R. (2011). Mindfulness, Emotion Regulation And Subjective Wellbeing:
An Overview Of Pathways To Positive Mental Health. Indian Journal Of Social Science Research, 8(1-
2), 159-167.
Mohler, G., Bertozzi, A. L., Carter, J., Short, M. B., Sledge, D., Tita, G. E., ... & Brantingham, P. J. (2020).
Impact Of Social Distancing During Covid-19 Pandemic On Crime In Los Angeles And
Indianapolis. Journal Of Criminal Justice, 101692.
Myers, D. G., & Diener, E. (1995). Who Is Happy?. Psychological Science, 6(1), 10-19.
Onyema, E. M., Eucheria, N. C., Obafemi, F. A., Sen, S., Atonye, F. G., Sharma, A., & Alsayed, A. O. (2020).
Impact Of Coronavirus Pandemic On Education.
Pavot, W. (2008). The Assessment Of Subjective Well-Being. The Science Of Subjective Well-Being, 124-
140.
Puteri, I. A. W. (2020). Asertivitas Dan Subjective Well-Being Pada Mahasiswa Di Masa Pandemi Covid-
19. Jurnal Psikologi Malahayati, 2(2).
Rahardjo, W., Qomariyah, N., Mulyani, I., & Andriani, I. (2020). Social Media Fatigue Pada Mahasiswa Di
Masa Pandemi Covid-19: Peran Neurotisisme, Kelebihan Informasi, Invasion Of Life Dan
Kecemasan. Jurnal Psikologi Sosial.
Rahma, V. S., & Arvianti, G. F. (2020). The Impacts Of Covid-19 Pandemic In Indonesia And China's Hotel
Industry: How To Overcome It?. Jelajah: Journal Of Tourism And Hospitality, 2(1), 55-64.
Scheid, T. L. & Brown, T. N. (2010). A Handbook For Study Of Mental Health: Social Context, Theories, And
System. New York: Cambridge University Press.
Sirois, F. M., & Tosti, N. (2012). Lost In The Moment? An Investigation Of Procrastination, Mindfulness,
And Well-Being. Journal Of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy, 30(4), 237-248.
Susilawati, S., Falefi, R., & Purwoko, A. (2020). Impact Of Covid-19’s Pandemic On The Economy Of
Indonesia. Budapest International Research And Critics Institute (Birci-Journal): Humanities And
Social Sciences, 3(2), 1147-1156.
Uchida, Y., Norasakkunkit, V., & Kitayama, S. (2004). Cultural Constructions Of Happiness: Theory And
Emprical Evidence. Journal Of Happiness Studies, 5(3), 223-239.
Veenhoven, R. (1995). The Cross‐National Pattern Of Happiness: Test Of Predictions Implied In Three
Theories Of Happiness. Social Indicators Research, 43, 33–86.
Wahyu, A. M., & Sa’id, M. (2020). Produktivitas Selama Work From Home: Sebuah Analisis Psikologi
Sosial. Jurnal Kependudukan Indonesia, 53-60.
Waskito, P., Loekmono, J. T. L., & Dwikurnianingsih, Y. (2018). Hubungan Antara Mindfulness Dengan
Kepuasan Hidup Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling. Jurnal Kajian Bimbingan Dan Konseling,
3, (03), 99 – 107.
Zacher, H., & Rudolph, C. W. (2020). Individual Differences And Changes In Subjective Wellbeing During
The Early Stages Of The Covid-19 Pandemic. American Psychologist.
Zhafira, N. H., Ertika, Y., & Chairiyaton, C. (2020). Persepsi Mahasiswa Terhadap Perkuliahan Daring
Sebagai Sarana Pembelajaran. Jurnal Bisnis Dan Kajian Strategi Manajemen, 4(1).
Zhao, B., Kong, F., Aung, M. N., Yuasa, M., Dan Nam, E. W. (2020). Novel Coronavirus (Covid-19)
Knowledge, Precaution Practice, And Associated Depression Symptoms Among University
Students In Korea, China, And Japan. International Journal of Environmental Research And Public
Health, 17, 6671.

23

You might also like