Pengertian Hadis Tematik Dan Sejarah Pertumbuhannya
Pengertian Hadis Tematik Dan Sejarah Pertumbuhannya
Pengertian Hadis Tematik Dan Sejarah Pertumbuhannya
PERTUMBUHANNYA
Syahrul Gufron
Fakultas Ushuluddin dan Adab
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
[email protected]
Abstract
The tradition of writing hadiths has occurred from the time of the Prophet SAW. The
companions received the hadith from the Prophet and then recorded what the Prophet had
said. However, the number of friends who could write was still very few, so that the material
of the hadiths recorded was limited. Besides that, the attention of the friends who still relied
on the maintenance of the Qur'an, made the hadith records only spread to the sahifah of
friends. The method of narrators in obtaining and conveying hadith experiences the
difference between the time of the Prophet and the time of Khulafa 'al-Rashidin. Likewise,
the narration of hadith during the time of the companions was not the same as the narration of
hadith in the period after that. This causes many differences in the theme of the hadiths, but
it is the same in showing the meaning of the other traditions. Thematic hadith or hadith
maudu'i can also be said. It is a hadith that deals with one topic or purpose. The thematic
approach in understanding this hadith is aimed at understanding the meaning contained in the
hadith by studying other traditions related to the discussion of the same hadith in one theme
and paying attention to the differences between the two so that a complete understanding is
obtained. Therefore, the aim of this researcher is to find out the history and development of
thematic traditions from time to time.
Abstrak
Tradisi penulisan hadis telah terjadi dari masa Nabi SAW. Para sahabat menerima hadis dari
Nabi kemudian mencatat apa yang telah dikatakan oleh Nabi. Namun jumlah sahabat yang
bisa menulis masih sangatlah sedikit, sehingga materi hadis yang tercatat pun terbatas. Selain
itu juga perhatian para sahabat yang masih bertumpu pada pemeliharaan al-Qur’an,
menjadikan catatan hadis hanya tersebar pada sahifah sahabat. Cara periwayat dalam
memperoleh dan menyampaikan hadis mengalami perbedaan antara masa Nabi dengan masa
Khulafa’ al-Rasyidin. Begitu juga periwayatan hadis pada masa sahabat tidak sama dengan
periwayatan hadis pada masa sesudahnya. Hal ini menyebabkan banyaknya perbedaan-
perbedaan dalam tema hadis, akan tetapi sama dalam menunjukan maksud dari hadis-hadis
lainnya. Hadis tematik atau juga bisa dikatakan hadis maudu’i. Ialah hadis yang berkaitan
dengan satu topik pembahasan atau satu tujuan. Pendekatan tematik dalam pemahaman hadis
ini ialah bertujuan untuk memahami maksud yang terkandung dalam hadis dengan cara
mempelajari hadis-hadis lain yang terkait dalam pembahasan hadis yang sama dalam satu
tema dan memperhatikan perbedaan diantara keduanya sehingga diperoleh pemahaman yang
utuh. Oleh karena itu, tujuan peneliti ini untuk mengetahui sejarah serta perkembangan hadis-
hadis tematik dari masa ke masa.
Hadis menurut pengertian bahasa mempunyai beberapa arti, yaitu “jadid” (sesuatu
yang baru) lawan kata dari “qadiim” (sesuatu yang lama). “qarib” (dekat) lawan kata dari
“ba’id” (jauh), dan “khabar” (berita) yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Sedangkan hadis menurut istilah, ada perbedaan pendapat antara ahli Hadis dan Ahli
Ushul. Menurut ahli Hadis ialah “seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi
Muhammad SAW. sedangkan menurut yang lainnya ialah segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi, baik yang berupa perkataan, perbatan, maupun ketetapannya”.
Sedangkan ahli Ushul, definisi hadis ialah “semua perkataan, perbuatan, taqrir Nabi
Muhammad SAW. yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”.1
Dalam sejarah penghimpunan dan kodifikasi hadis mengalami perkembangan yang
agak lamban dan bertahap dibandingkan perkembangan kodifikasi Al-Qur’an. Hal ini wajar
saja karena Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW. sudah tercatat seluruhnya,
sekalipun sangat sederhana, dan mulai dibukukan pada masa Abu Bakar, Khalifah pertama
dari Khulafa’ ar-Rasyidiin sekalipun dalam penyempurnaannya dilakukan pada masa Utsman
bin ‘Affan yang disebut dengan tulisan Utsmani. Sedangkan penulisan hadis pada masa Nabi
secara umum justru malah dilarang. Masa pembukuannya pun terlambat sampai pada masa
abad ke-2 hijriyah dan mengalami kejayaan pada abad ke-3 hijriyah.2
Berbagai kalangan menempatkan hadis sebagai objek kajian ilmu-ilmu modern
sekalipun selama ini ilmu hadis dinilai sudah matang. Dalam hal ini, penulis mengambil
perhatian pada sejarah perkembangan hadis dari Masa sahabat Rasulullah SAW. hingga era
modern saat ini.
Hadis Tematik atau dalam bahasa arab yaitu “Maudu’i”. Secara bahasa berasal dari
kata “maudu’un” ( )موضوعyang merupaka isim maf’ul dari kata wada’a yang berarti masalah
atau pokok permasalahan.dan secara etimologi, kata “maudu’i” berarti meletakkan sesuatu
atau merendahkannya, sehingga kata tersebut merupakan lawan kata dari “al-Raf’u”
(mengangkat). Maka, yang di maksud tematik atau maudu’i ialah mengumpulkan hadis-hadis
yang terpecah-pecah dalam kitab-kitab hadis yang terkait dengan topik tertentu kemudian
1
Nur Kholis, Kuliah Ulumul Hadis: pengantar Studi Hadith, (Yogyakarta: Semesta Ilmu, 2013) cet. 1, hlm. 1-3.
2
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012) cet.1, hlm. 46
3
https://bincangsyariah.com/kalam/cara-memahami-hadis-menggunakan-metode-hadis-tematik
سعِي ٍدَ َعنْ أَ ِبي،ار َ َعنْ َع َطاءِ ْب ِن َي، َعنْ َز ْي ِد ْب ِن أَ ْسلَ َم، َحدَّ َث َنا َه َّما ٌم،ِي
ٍ س ُّ اب ْبنُ َخالِ ٍد األَ ْزد ُ ََّحدَّ َث َنا هَد
َ سول َ هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم َقال ُ أَنَّ َر،ي ِّ ا ْل ُخدْ ِر
"َ َقال- آن َف ْل َي ْم ُح ُه َو َحدِّ ُثوا َع ِّني َوالَ َح َر َج َو َمنْ َك َذ َب َعلَ َّى
ِ الَ َت ْك ُت ُبوا َع ِّني َو َمنْ َك َت َب َع ِّني َغ ْي َر ا ْلقُ ْر
" ار ِ ُم َت َع ِّمدًا َف ْل َي َت َب َّو ْأ َم ْق َعدَ هُ مِنَ ال َّن- َ َه َّما ٌم أَ ْحسِ ُب ُه َقال
Diceritakan dari Haddab bin Kholid al-Zurdiyi, di ceritakan Hammam, dari Zaid bin
Aslam, dari ‘Atho’ bin Yasar, dari Abi Sa’id Al-Khudriy, sesungguhnya Rasulullah SAW.
bersabda: “Jangan mengambil apapun dariku, dan dia yang menurunkan apapun dariku
kecuali Alquran, dia harus menghapus itu dan meriwayatkan dariku, karena tidak ada
salahnya di dalamnya dan dia yang mengaitkan kepalsuan apa pun denganku - dan
Hammam berkata : Saya pikir dia juga berkata: "dengan sengaja" -dia sebenarnya harus
menemukan tempat tinggalnya di Neraka-Api”.5(H.R. Muslim).
Pelarangan Nabi dalam penulisan hadis tersebut secara implisit menunjukkan adanya
kekhawatiran dari Nabi apabila hadis yang ditulis akan bercampur baur dengan catatan ayat-
ayat al-Qur’an. Meskipun demikian, ada juga riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa pada
masa Rasul ada sebagian sahabat yang memiliki lembaran-lembaran (sahifah) yang berisi
tentang catatan hadis, misalnya Abdullah ibn Amr ibn al-Ash dengan lembarannya yang
diberi nama alSahifah al-Shadiqah, dinamakan demikian karena ia menulis secara langsung
dari Rasulullah sendiri, sehingga periwayatannya di percaya kebenarannya.
4
Muhammad Mustafa Azami, Studies In Hadith Methodology and Literature, (Indiana: American Trust
Publications, 1977), hlm.10
5
https://sunnah.com/muslim/55/92
ِ َع ِن ا ْل َولِي ِد ْب ِن َع ْب ِد هَّللا،س ِ َعنْ ُع َب ْي ِد هَّللا ِ ْب ِن األَ ْخ َن،ش ْي َب َة َقاالَ َح َّد َث َنا َي ْح َيى َ َوأَ ُبو َب ْك ِر ْبنُ أَ ِبي،ٌس َّدد
َ َح َّد َث َنا ُم
ْش ْى ٍء أَ ْس َم ُع ُه مِن َ َّ ب ُك لُ ت أَ ْك ُت ُ َق ال َ ُك ْن، َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو،ف ْب ِن َما َه َك َ وس ُ َعنْ ُي،ٍْب ِن أَبِي ُمغِيث
ِ س ول ُ هَّللا ُ ش ْى ٍء َت ْس َم ُع ُه َو َر َ َّ ب ُك ل ُ ش َو َقالُوا أَ َت ْك ُت ٌ ول هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم أ ُ ِري ُد ِح ْف َظ ُه َف َن َه ْتنِي قُ َر ْي ِ س ُ َر
ول هَّللا ِ ص لى ِ س ُ ت َذلِ َك ل َِر ُ ب َف َذ َك ْر ِ ت َع ِن ا ْل ِك َتا ُ س ْكَ ضا َفأ َ ْم
َ الر
ِّ ب َو ِ ض َ ش ٌر َي َت َكلَّ ُم فِي ا ْل َغَ صلى هللا عليه وسلم َب
ج ِم ْن ُه إِالَّ َح ٌّق ُ ص ُب ِع ِه إِلَى فِي ِه َف َق ال َ " ا ْك ُت ْب َف َوالَّذِي َن ْف ِس ي ِب َي ِد ِه َم ا َي ْخ ُر ْ ُ "هللا علي ه وس لم َفأ َ ْو َم أ َ ِبأ
“Dahulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah karena aku ingin
menghafalnya. Kemudian orang orang Quraisy melarangku, mereka berkata, “Engkau
menulis semua yang kau dengar dari Rasulullah? Dan Rasulullah adalah seorang manusia,
kadang berbicara karena marah, kadang berbicara dalam keadaan lapang”. Mulai dari sejak
itu akupun tidak menulis lagi, sampai aku bertemu dengan Rasulullah dan mengadukan
masalah ini, kemudian beliau bersabda sambil menunjukkan jarinya ke mulutnya, “ tulislah!
Demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidak lah keluar dari mulutku ini kecuali kebenaran ”.
(HR. Adu Dawud, Ahmad, Al Hakim). 6
Dari sini dapat dilihat bahwa ada dua riwayat yang berbeda, satu riwayat menyatakan
bahwa Nabi melarang penulisan hadis dan di riwayat lain menyatakan bahwa Rasul
mengizinkannya. Dalam memandang hal ini, para ulama berbeda pendapat, dan secara garis
besar terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa riwayat yang melarang
penulisan hadis dinasakh oleh riwayat yang mengizinkannya. Menurut mereka, pelarangan
penulisan hadis oleh Nabi terjadi pada awal-awal Islam, karena dikhawatirkan adanya
percampuran antara hadis dan ayat al-Qur’an, jadi hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga
kemurnian ayat al-Qur’an.7
6
https://sunnah.com/abudawud/26/6
7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2008), cet. 1, hlm. 45
8
M. Agus Sholihin. Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung, Pustaka Setia, 2013), hlm.59
9
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm. 79
10
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm. 83-84
11
Idri, studi hadis, (Jakarta: Kencana, 2010) cet.1, hlm. 40-41
12
Idri, studi hadis, (Jakarta: Kencana, 2010) cet.1, hlm. 93
13
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2009) hlm. 55-58
Maka dengan usaha ulama besar abad ke-3, tersusunlah kitab hadis dalam tiga
macam, yaitu:
1. Kitab-kitab shahih ialah kitab-kitab yang penyusunannya tidak memasukkan
kedalamnya, selain hadis-hadis yang shahih saja.
2. Kitab-kitab sunan ialah kitab-kitab yang penulisnya tidak dimasukkan kedalam hadis-
hadis yang munkar dan yang sepertinya.
3. Kitab-katab musnad ialah kitab-litab yang penyusunannya memasukkan kedalamnya
segala rupa hadis-hadis yang diterima, dengan tidak menyaring dan tidak
menerangkan erajat-derajatnya. Oleh karena itu, derajatnya di bawah derajat kitab
sunan.14
Pada masa ini tersusun 6 kitab hadits terkenal yang bisa disebut Kutub al-Sittah, yaitu:
1. Al-Jami 'al-Shahih karya Imam al- Bukhari (194-252 H).
2. Al-Jami' al-Shahih karya Imam Muslim (204-261 H).
3. Al-Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202-261 H).
4. Al-Sunan karya al-Tirmidzi (200-279 H).
5. Al-Sunan karya al- Nasa ie (215-302 H).
6. Al-Sunan karya Ibn Madjah (207-273 H).15
16
Atang Abd. Hakim. Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 93
2. Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad VII hijriyah sampai sekarang
a. Kitab hadits yang disusun dalam abad ke-7 Hijriyah
Ath-Targhib, susunan Al-Hafizh Abdul Azhim Ibn Abd al-Qawy Ibn
Abdullah al-Mundziry (656 H).
Al-jami' baina ash-Shahihain, susunan Ahmad Ibn Muhammad al-
Qurthuby, yang ter kenal dengan nama Ibnu Hujah (642 H).
Muntaqa Al-Akhbar fi al-Ahkam, susunan Majduddin Abul Barakab Abd
as-Salam Ibn Abdillah Ibn Abi al-Qasim al-Harrany (652 H).
Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdil Wahid al-Maqdisy (643 H)
yang mentashih hadis yang belum ditashih oleh ulama sebelumnya.
Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam An-Nawawy. Kitab ini telah disyarahkan
oleh Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy dalam kitab Dalil al-Falihin.
Al-Arbain, oleh An-Nawawy dan telah disyarahkan oleh banyak ulama, di
antaranya Ahnad Hijazy al-Faryany dalam kitab Al-Majelis ats-Tsaniyah
‘ala al- Arba’in an-Nawawiyah.
b. Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-8 Hijriyah
Jami' al-Masanid was-Sunan al-Hadis ila Aqrwami Sanan, susunan Al-
Hafzh Ibnu Katsir.
Al- Imam fi Ahadis al-Ahkam, susunan Al-Imam Ibnu Daqiq al-Ied (792
H). Kitab ini telah disyarahkan oleh penulisnya dalam kitabnya Al-Imam.
c. Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-10 Hijriyah
Ith-haf al-Khiyar bi Zawa'id al-Masanid al- 'Asyrah, susunan Muhanmad
Ibn Abu Bakar al-Baghawy (804 H).
Bulugh Al-Maram, susunan Al-Hafizh Al-Asqalany. Di dalamnya
dikumpulkan sejumlah 1.400 hadis.
Majma' az-Zawa’id wa Mamba' al- Fawa’id, susunan Al-Hafizh Abu al-
Hasan Ali Ibn Abi Bakr Ibn Sulaiman asy-Syafi'y al-Haitamay (1303 H).
Kesimpulan
Hadis Tematik atau dalam bahasa arab yaitu “Maudu’i”. Secara bahasa berasal dari
kata “maudu’un” ( )موضوعyang merupaka isim maf’ul dari kata wada’a yang berarti masalah
atau pokok permasalahan.dan secara etimologi, kata “maudu’i” berarti meletakkan sesuatu
atau merendahkannya, sehingga kata tersebut merupakan lawan kata dari “al-Raf’u”
(mengangkat). Maka, yang di maksud tematik atau maudu’i ialah mengumpulkan hadis-hadis
yang terpecah-pecah dalam kitab-kitab hadis yang terkait dengan topik tertentu kemudian
disusun dengan sebab-sebab munculnya atau dan pemahamannya dengan penjelasan dan
pengkajian dalam masalah tertentu.
Hadis yang disampaikan Nabi kepada para sahabat melalui beberapa cara, menurut
Muhammad Mustafa Azami ada tiga cara, yaitu:
Pertama, menyampaikan hadis dengan kata-kata. Kedua, menyampaikan hadis
melalui media tertulis atau Nabi mendiktekan kepada sahabat yang pandai menulis. Ketiga,
menyampaikan hadis dengan mempraktek secara langsung di depan para sahabat.
Pembatasan penyederhanaan hadis, yang di tunjukkan oleh para sahabat dengan sikap
kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad
SAW. yaitu: Periwayatan lafdzi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya
persis seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya bisa dilakukan apabila mereka
hafal benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW. Periwayatan Maknawi adalah hadis yang
matannya tidak persis sama dengan yang di dengarnya dari Rasulullah SAW, akan tetapi isi
atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah
SAW. tanpa ada peruubahan sedikitpun.
Kata “kodifikasi” dalam bahasa Arab dikenal dengan “al-tadwin” yang berarti
mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah, kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan
hadis Nabi Muhammad SAW. secara resmi berdasar perintah khalifah dengan melibatkan
beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara perseorangan
atau untuk kepentingan pribadi.
17
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2009) hlm. 88-93.
https://sunnah.com
https://bincangsyariah.com/kalam/cara-memahami-hadis-menggunakan-metode-hadis-
tematik