Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
Agus Zainuri1
1
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Cenderawasih, Jayapura
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014 115
Agus Zainuri: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidak Terlaksananya
Tidak terlaksananya MTBS di Puskesmas Sentani dikarenakan Dari hasil laporan bulanan puskesmas (LB 1)
dana yang bersumber dari dana APBD tidak dapat menunjang tahun 2009 dan 2010 penyebab kematian bayi terba-
seluruh kegiatan MTBS berupa penyelenggaraan pelatihan,
supervisi hingga evaluasi terhadap petugas. nyak adalah dikarenakan penyakit seperti: Insfeksi
Kesimpulan: MTBS di Puskesmas Sentani tidak terlaksana Saluran Pernafasan Atas (ISPA), malaria, diare, gizi
dikarenakan faktor SDM, sarana prasarana, kebijakan, buruk.
anggaran, kebiasaan petugas, kepuasan pasien terhadap Puskesmas Sentani sejak tahun 2006 telah
metode konvensional, serta terhentinya supervisi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten terhadap pelaksanaan MTBS di mendapat bantuan dari UNICEF untuk mengimple-
Puskesmas. mentasi MTBS. Support itu berupa pelatihan bagi
tenaga kesehatan terdiri dari dokter, bidan dan
Kata Kunci : MTBS, Sentani perawat.
Puskesmas Sentani sebagai puskesmas yang
PENGANTAR berada dalam kawasan ibukota kabupaten, harapan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bukan masyarakat tentunya Manajemen Terpadu Balita
merupakan program, melainkan suatu pendekatan Sakit ini dapat diimplementasikan dengan optimal.
yang digagas oleh WHO dan UNICEF untuk me- Pada kenyataannya jauh dari impian kita, pendekat-
nyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, an kesehatan yang berdampak pada penurunan
membuat klasifikasi penyakit, tindakan atau peng- angka kematian balita sudah lama tidak dijalankan.
obatan, konseling bagi ibu serta melakukan tindak
lanjut kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang BAHAN DAN CARA PENELITIAN
umumnya mengancam jiwa sehingga MTBS meru- Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,
pakan paket komprehensif yang meliputi aspek pre- yaitu untuk memperoleh berbagai informasi yang
ventif, promotif, kurarif, maupun rehabilitatif1. Menurut dapat memotret fenomena tidak terlaksananya MTBS
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, di- di Puskesmas Sentani. Penelitian dilaksanakan di
seluruh Indonesia angka kematian bayi per 1000 ke- Puskesmas Sentani, Distrik Sentani Kabupaten
lahiran hidup adalah sebesar 34 dan angka kema- Jayapura. Cara pengambilan sampel yang digunakan
tian balita per 1000 kelahiran hidup adalah sebesar adalah non random dengan teknik purposive sample
44. Sedangkan untuk Papua menurut Riset Kesehat- yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada
an Dasar (Riskesdas) tahun 2010, angka kematian suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
bayi per 1000 kelahiran hidup adalah sebesar 36-41 sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang
dan angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup sudah diketahui sebelumnya4.
adalah sebesar 62-64. Berdasar profil Dinas Kesehat- Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah
an Kabupaten Jayapura tahun 2009, angka kematian enam orang yang terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan
bayi per 1000 kelahiran hidup adalah sebesar 12,99 Kabupaten Jayapura, Kepala Bidang Program
dan angka kematian ibu per 1000 kelahiran hidup Pelayanan Kesehatan Dasar, Kepala Puskesmas,
adalah sebesar 6 serta prevalensi gizi kurang pada dokter, bidan dan perawat yang telah terlatih MTBS
anak balita adalah 3,20%2. Menurut data laporan rutin dan pernah terlibat dalam pelayanan MTBS.
yang dihimpun dari Dinas Kesehatan Propinsi seluruh
Indonesia melalui pertemuan nasional program kese- HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
hatan anak tahun 2010, jumlah puskesmas yang Sumber Daya Manusia
melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebe- Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) sangat
sar 51,55%, namun belum seluruh puskesmas mam- diperlukan untuk menunjang pelaksanaan MTBS
pu menerapkan pendekatan MTBS karena berbagai yang berkualitas. Sumber Daya Manusia (SDM)
sebab, antara lain: 1) belum adanya tenaga kesehat- yang berkualitas tentunya harus dipersiapkan terlebih
an yang sudah terlatih MTBS, 2) sarana dan prasara- dahulu, petugas yang akan terlibat dalam program
na belum siap, dan 3) belum adanya komitmen atau tersebut diberikan pelatihan, adapun tujuan dari pela-
kebijakan dari pimpinan Puskesmas1. Menurut la- tihan adalah agar diperoleh petugas yang professio-
poran Bank Dunia, MTBS merupakan jenis intervensi nal dalam melakukan pelayanan berbasiskan pende-
yang paling cost effective yang memberikan dampak katan MTBS yang berupa tindakan pencegahan dan
terbesar pada beban penyakit secara global. Bila pengelolaan penyakit balita secara efektif dan
puskesmas menerapkan MTBS berarti turut mem- terpadu.
bantu dalam upaya pemerataan pelayanan kesehat- Gambaran mengenai pendapat informan terha-
an dan membuka akses bagi seluruh lapisan masya- dap SDM untuk pelaksanaan MTBS dapat dilihat
rakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang pada hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas
terpadu3. berikut:
116 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
“Saya kira untuk Sumber Daya Manusianya cara dan metode pelaksanaan MTBS, karena petu-
belum cukup, karena waktu itu pelatihan gas harus dilatih bagaimana cara penanganan bayi/
MTBS yang diundang hanya Dokter, Bidan dan
Perawat untuk mengikuti pelatihan M TBS,
balita sakit secara komprehensif yaitu kuratif, pre-
karena SDM belum cukup, sehingga personel ventif dan promotif. Sementara bagaimana mana-
yang bertugas dalam menjalankan MTBS itu jemen pelaksanaan pelatihan MTBS tersebut, dapat
harus rangkap tugas disaat pelayanan, ada dilihat dari hasil wawancara kepala dinas berikut
yang rangkap di apotik, promosi, loket. Terus
masalahnya biasanya mereka (SDM MTBS) itu “Kalau pelatihan MTBS itu sebenarnya ada ku-
sekolah atau pindah. Itulah yang membuat rikulumnya dan pelatihan MTBS membutuh-
biasanya MTBS tidak berjalan dengan baik” kan tahapan-tahapan yang tidak seperti pela-
(responden Kepala Puskesmas Sentani) tihan biasa sehingga ada syarat-syarat terten-
tu yang harus dipenuhi dan pelatihan itu me-
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala mang cukup menyita waktu yang cukup pan-
puskesmas tersebut diatas menunjukkan bahwa jang, dimana kita merubah mainset dari petu-
gas yang tadinya berpikir untuk kuratif saja
SDM untuk pelaksanaan MTBS terdiri dari Dokter, sehingga mereka biasa melakukan secara
Bidan dan Perawat yang dilatih jumlahnya tersedia komprehensif atau bagaimana dengan pre-
lengkap namun terbatas jumlahnya. Sehingga me- ventif dan promotif juga” (responden Kepala
nyebabkan banyak tenaga yang merangkap tugas. Dinas Kesehatan kab. Jayapura)
Seperti harus membantu di loket, apotik, poliklinik “Pelatihan MTBS harus ditangani oleh fasilita-
dan lain sebagainya. Permasalahan lainnya terkait tor yang sudah dilatih dan punya sertifikasi,
tenaga tersebut adalah tidak bertahan lamanya tena- jadi sebelum melatih MTBS fasilitatornya ha-
ga tersebut di puskesmas, hal ini dikarenakan tena- rus lulus sebagai fasilitator, sehingga waktu
membimbing Dia mengerti tentang prinsip
ga-tenaga tersebut banyak yang sedang tugas bela- kerja MTBS. Untuk melatih MTBS memang di-
jar, mendapat promosi di tempat lain ataupun pindah butuhkan keahlian setelah dilatih” (respon-
dengan alasan mengikuti suami sehingga terjadi ke- den Kepala Dinas Kesehatan kab. Jayapura)
kosongan dalam personel yang menjalankan MTBS.
“Kalau belakangan ini pelatihan tidak ada lagi
Persoalan perpindahan, satus tugas belajar, dan pro- sejak tahun 2006 terakhir. Ya sebelum Pus-
mosi jabatan adalah tanggung jawab dinas kese- kesmas Sentani menjalankan 2005 itu pasti
hatan maupun badan kepegawaian daerah, puskes- kita latih petugasnya. Kemudian petugas itu-
mas tidak dapat berbuat banyak menghadapi per- kan ada yang mutasi, misalnya Dokternya
yang sudah kita latih MTBS pindah, nah tahun
soalan SDM seperti ini. Dengan berkurangnya tenaga berikutnya kita lihat Perawatnya pindah, nah
yang terlatih menyebabkan MTBS tidak berjalan, Dokter dan Perawat kita ikutkan lagi dalam
karena jelas MTBS harus dilaksanakan oleh tenaga pelatihan sehingga mereka bisa laksanakan.
yang terampil, terlatih dan tidak semua tenaga kese- Pelatihan tahun 2006 dan 2007 itu hasil kerja
sama dinkes provinsi Papua dan UNICEF. Din-
hatan di latih MTBS oleh dinas kesehatan kabupaten kes Kabupaten Jayapura tidak pernah melak-
maupun provinsi. sanakan pelatihan M TBS karena pelatihan
Sementara untuk mengetahui seberapa besar MTBS itu anggaran yang dibutuhkan sangat
pentingnya pelatihan bagi para petugas, dapat dilihat besar” (responden Kepala Dinas Kesehatan
kab. Jayapura)
dari hasil wawancara dengan responden dokter dan
perawat. “Jadi yah itulah masalahnya, sudah kita latih
“MTBS itu bagus dan memang sangat perlu terus tidak ditempat. Jadinya tidak dijalankan
diadakan pelatihan, karena kalau tidak yang lagi MTBS karena tidak ada orangnya. Tadinya
repot kita. MTBS kan suatu metode pende- ada pengawasan dari bidang Yankes tentang
katan untuk penanganan balita sakit secara pelaksanaan dari seksi KIA, sekarang sudah
komprehensif berbeda dengan metode yang tidak ada karena MTBSnya tidak jalan” (res-
konvensional sehingga sebelum dilaksana- ponden Kepala Dinas Kesehatan kab.
kan kita di latih terlebih dahulu. Contoh seder- Jayapura)
hana dalam MTBS harus diatur waktu tungguh
pelayanannya, promosinya, gizinya, sehingga
tenaga harus disipkan secara matang terlebih
Wawancara dengan kepala dinas kesehatan
dahulu, kalau tidak hasil yang diharapkan tidak kabupaten Jayapura menunjukkan bahwa implemen-
optimal. (Responden Dokter dan perawat) tasi MTBS harus didahului dengan pelatihan MTBS
dengan kata lain MTBS ini tidak dapat dijalankan
Informasi dari dokter dan perawat menunjukkan tanpa personel yang terlibat didalamnya dilatih sebe-
betapa pentingnya para petugas kesehatan yang lumnya. Di kabupaten Jayapura pelatihan terakhir
terlibat dalam MTBS untuk disiapkan dengan diadakan tahun 2006, itupun yang mengadakan
diberikan pelatihan terlebih dahulu agar mengetahui dinkes provinsi Papua bekerja sama dengan Unicef.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014 117
Agus Zainuri: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidak Terlaksananya
Hal ini dikarenakan besarnya investasi dalam pela- semua ada di Puskesmas, seperti timer un-
tihan MTBS. Permasalahan lain adalah berubahnya tuk mengukur napas, kalo tidak ada biasa kita
sediakan/ siapkan untuk petugas, tapi itu kan
personel yang sebelumnya sudah dilatih MTBS, tidak membutuhkan biaya yang besar dan itu
karena pindah, maupun tugas belajar. ada di Puskesmas. Jadi dari segi sarana dan
Kesempatan lain Kepala puskesmas sendiri prasarana sebenarny a tidak ada masalah
memberikan penjelasan terkait pelaksanaan pela- untuk mendukung MTBS. Sekarang kemauan
petugas dan kemauan Kepala Puskesmas
tihan MTBS yang telah diikuti stafnya yang terlibat juga bagaimana untuk mengaktifkan MTBS
MTBS, ini berikut: itu juga yang penting. Karena saya pikir ketika
tidak ada kemauan agak sulit kita bicara
“Pelatihan M TBS itu trainernya dari Dinas tentang bagaimana pelaksanaan MTBS. Jadi
kesehatan Propinsi kemudian dibuat suatu sarana prasarana tidak bermasalah, bahkan
pelatihan yang dilakukan oleh Dinas saat ini jauh lebih banyak sarana yang dibutuh-
Kesehatan provinsi bekerja sama dengan kan tersedia di Puskesmas, apa saja yang
UNICEF. Dinas kesehatan Kabupaten bertugas diminta Puskesmas ada dan apa yang tidak
yang menentukan puskesmas mana dan terdapat kita bisa beli dengan dana operasio-
siapa yang ikut. Kemudian pelatihan itu nal yang cukup besar” (responden kepala
sendiri kurang lebih 1 minggu jadi sekitar 4- Puskesmas Sentani)
5 hari kerja, itu full kelas dan kelasnya itu
benar-benar dari pagi sampai malam karena Petikan wawancara dengan kepala puskesmas
metode pelatihannya adalah seperti dilatih
untuk membaca, jadi metodenya harus menunjukkan bahwa kondisi sarana prasarana Pus-
membaca semua lembar demi lembar semua kesmas Sentani pada saat sekarang jika dibanding-
lembaran itu dibaca. Itu makanya butuh waktu kan dengan kondisi sarana prasarana pada saat
yang lama dan sangat membosankan. Banyak MTBS berjalan lima tahun yang lalu tidak mengalami
peserta pelatihan yang mengeluh kecapean
apalagi mereka banyak yang sudah tua tapi perubahan. Semua yang dibutuhkan tersebut seba-
harus menghafal segitu bany akny a” gian besar telah tersedia di Puskesmas, hanya ada
(responden Kepala puskesmas Sentani) beberapa peralatan saja yang tidak tersedia. Dahulu
fasilitas bayi/balita diletakkan diruangan khusus
Informasi tersebut menunjukkan bahwa Pelatih- MTBS tetapi setelah MTBS terhenti dan ruangan
an MTBS diselenggarakan menggunakan kurikulum menjadi kosong maka dijadikan ruangan HIV/AIDS-
yang sudah di tetapkan di departemen kesehatan kusta, sejak saat itulah semua fasilitas bayi/balita
pusat, sehingga banyak mengalami pembiasan dila- digabungkan di polik umum. Untuk mengetahui hasil
pangan. Metode pelatihan dirasakan sangat mem- observasi ketersediaan sarana prasarana penunjang
bosankan karena hanya presentasi dan presentasi, pelaksanaan MTBS di Puskesmas Sentani dapat
materi yang diajarkan dan semua modul yang diajar- dilihat pada Tabel 1.
kan atau dipakai sangat tebal, sehingga tidak ada
motivasi untuk membacanya. Waktu pelatihan yang Tabel 1. Ketersediaan sarana prasarana penunjang
lama, hampir memakan waktu hingga 4-5 hari. Ini pelaksanaan M TBS
yang menyebabkan peserta banyak yang tidak me- No Jenis Sarana prasarana Keterangan
1 Ruang Khusus (terpisah) untuk Ada
mahami dan menguasai maksud ataupun isi dari pemeriksaan bayi/balita
modul MTBS bahkan kecapean. 2 Pojok oralit Ada
3 Tempat Imunisasi Ada
4 Persediaan Obat Cukup
Sarana Prasarana 5 Barang cetakan :
Pelayanan kesehatan sering terhambat karena - Formulir MTBS Cukup
kurang atau tidak tersedianya sarana perlengkapan - Buku bagan Ada
yang dibutuhkan, untuk itu dalam menunjang pelak- - Kartu Nasihat Ibu Cukup
6 Peralatan :
sanaan MTBS diperlukan dukungan sarana prasa- - Timer Ada
rana yang benar-benar memadai. Bagaimana infor- - Termometer Ada
masi mengenai kondisi perbandingan antara sarana - Timbangan anak Ada
- Manset anak Tidak ada
prasarana Puskesmas Sentani saat ini dengan - Tensime ter Bayi Tidak ada
sarana prasarana pada saat lima tahun yang lalu - Infuse set dengan wing needles Ada
dapat dilihat pada hasil wawancara dengan kepala - Semprit dan jarum suntik Ada
- Kasa/kapas Ada
puskesmas Sentani berikut: - Pipa lambung Tidak ada
“Sebenarnya sarana di Puskesmas itu cukup - Alat tumbuk obat Ada
ya, tidak ada masalah, apa lagi untuk MTBS - Alat penghisap lender Ada
tidak dibutuhkan sarana yang luar biasa, tidak 7 Alur pelayanan MTBS Tidak ada
sama sekali. Semua yang dibutuhkan hampir
Sumber : Data Primer, 2013
118 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar ngan masalahnya pertama, anggaran kami
sarana prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang berkurang, kemudian perubahan dari modul
tersebut sangat banyak dari semenjak 2003
pelaksanaan MTBS telah tersedia, namun ada bebe- sampai sekarang itu MTBS berubah sebanyak
rapa sarana prasarana yang tidak tersedia di Pus- 3 kali. Dan perubahan-perubahan tersebut
kesmas, yaitu manset anak, tensimeter bayi, pipa kami rasakan semakin sulit. Jadi kami dari
lambung dan alur pelayanan, padahal alat-alat kese- puskesmas siap mau melanjutkan MTBS cu-
ma kami keterbatasan dana. Kebetulan lapor-
hatan tersebut terkesan sederhana namun sangat an yang baru dari Menkes sekarang itu harus
dibutuhkan dalam pelayanan MTBS. semua bayi dan balita itu harus di MTBS, untuk
itu kami dari seksi KIA kami sudah mengaju-
Kebijakan kan kepada pimpinan kami bahwa kami harus
melakukan M TBS sesuai dengan laporan
Pelayanan kesehatan sering tidak berjalan atau yang ada, disuruh kami buat perencanaan dan
terhenti karena tidak adanya kebijakan yang meng- kami sudah membuat perancanaan cuma
atur tentang pelaksanaan suatu program tersebut, kebetulan dana kami terbatas jadi MTBS tidak
untuk itu dalam menunjang pelaksanaan MTBS dibu- bisa dilakukan. Karena laporannya dari pusat
itu harus ada bayi yang di lakukan MTBS, un-
tuhkan kebijakan yang bersifat mengatur agar pelak- tuk itu kami dari Dinas sendiri bilang o…
sanaannya dapat berjalan dengan baik dan terarah, berarti kami harus melakukan M TBS lagi,
aturan ini dapat berupa Peraturan Daerah, Peraturan untuk itu kami dari KIA dari kepala seksi
Bupati atau produk hukum lainnnya. Untuk menge- mengajukan kepada pimpinan diatas atau
Kepala Dinas kita membuat perencanaan
tahui pendapat informan mengenai kebijakan dari supaya mungkin tahun depan kami bisa
Dinas Kesehatan mengenai pelaksanaan MTBS da- melakukan program MTBS, cuma tahun 2010
pat dilihat hasil wawancara dengan kepala dinas kemarin kami sudah membuat perencanaan
kesehatan kabupaten Jayapura: tetapi dalam 2011 tidak terjawab karena
anggaran kami terbatas” (responden Kepala
“Ya kita sih maunya jalan MTBS tapi karena
puskesmas Sentani)
Sumber Daya di Puskesmas kalau kita lihat,
kenapa mereka berhenti, mereka kekurang-
an staf, anggaran, dan fasilitas apalagi teman- Wawancara dengan kepala dinas kesehatan
teman di puskesmas kalau sudah tidak ada kabupaten Jayapura dan kepala puskesmas Sentani
M TBS begini mereka kembali ke pelayanan menunjukkan bahwa kebijakan dari Menteri Kese-
dengan model konvensional. Kemarin waktu
zaman MTBS masih berjalan kita punya Sum- hatan bahwa semua bayi dan balita harus ditangani
ber Daya yang cukup misalnya ada fasilitator secara MTBS tidak dapat dilaksanakan di tingkat
yang cukup di Dinas itu kita selalu melakukan kabupaten karena terkendala masalah dana. Untuk
supervisi dan evaluasi, tapi waktu itu me- penyelenggaraan pelatihan kepada petugas-petugas
mang masih didukung oleh UNICEF jadi masih
ada cukup pendanaan tapi pada saat ini de- membutuhkan dana yang tidak sedikit. Support sis-
ngan kita berharap dari APBD yang sulit, APBD tem dari dinas kesehatan kabupaten Jayapura dalam
kita kan tidak memungkinkan juga untuk me- pelaksanaan MTBS hanya berupa dukungan dan
nunjang seluruh kegiatan MTBS itu. Jadi be- himbauan saja, tidak ada dukungan perangkat hukum
lum ada kebijakan dalam bentuk peraturan,
misanya Perda tentang Puskesmas harus maupun regulasi baik di tingkat dinas kesehatan
buat polik anak, itu belum ada, kalau sekedar maupun pemerintah daerah yang dapat membuat
himbauan dari saya misalnya Puskesmas da- MTBS itu suistanable di Kabupaten Jayapura. pelak-
lam POA nya menyusun tentang bagaimana sanaan pelatihan MTBS pun yang dapat terlaksana
pelayanan balita sakit lewat MTBS, tapi itukan
masih dalam bentuk himbauan-himbauan itu, hanya 3 periode saja mulai tahun 2005 hingga 2007
tapi kalau instruksi belum ada instruksi- itupun karena ada dukungan dana dari UNICEF.
instruksi saya bahwa puskesmas harus me- Sungguh sangat ironi karena pelaksanaan
laksanakan MTBS itu belum ada sama sekali. MTBS memerlukan pelatihan terus menerus karena
Kita juga sudah melakukan advoakasi kepada
Bupati dan DPRD tapi sepertinya mentok tidak setiap tahunnya selalu ada perubahan mengenai
ada hasilny a, teman-teman di legislilatif tatalaksana dalam pendekatan MTBS. Perubahan-
kurang memiliki respon terkait M TBS ini, perubahan tersebut sangat sulit dipelajari oleh peser-
kalau fisik boleh teman-teman bisa respon ta pelatihan yang sebagaian besar peserta adalah
dengan baik” (responden Kepala Dinas
Kabupaten Jayapura) petugas-petugas yang terbiasa dengan rutinitas pe-
kerjaan yang tidak dari terbarui dengan baik. sehing-
Sementara, hasil wawancara dengan kepala ga membutuhkan modul pelatihan yang ringkas,
puskesmas adalah sebagai berikut praktis, fleksibel untuk dilaksanakan dilapangan.
“Sebenarnya kebijakan kalau ada akan kami
mau jalankan, cuma itu kami terbengkai de-
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014 119
Agus Zainuri: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidak Terlaksananya
120 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
dampak kepada derajat kesehatan penduduk, sangat hal ini dibuktikan pula dari hasil observasi langsung
tergantung pada tersedianya tenaga yang terlatih7. oleh peneliti. Permasalahan dalam pelaksanaan
Adapun tujuan dari mengikuti pelatihan MTBS ialah MTBS dahulu yaitu prasarana berupa gedung khusus
meningkatnya pengetahuan serta keterampilan pe- untuk pelaksanaan MTBS yang belum memadai, se-
tugas, terutama dalam menilai dan mengklasifikasi- lain itu tidak puasnya petugas puskesmas terhadap
kan suatu penyakit pada bayi dan balita. Temuan ini sarana penunjang pelaksanaan MTBS yang diberikan
tidak berbeda jauh dari penelitian Lie5 bahwa pelatihan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura.
MTBS memberikan tambahan ilmu dan keterampilan Permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan
yang memadai serta terjadi perbaikan tatalaksana MTBS bahwa yang menjadi masalah adalah dari segi
pengobatan bayi/balita sakit dan perbaikan pada prasarana berupa ruangan khusus untuk penatalak-
sistem rujukan. sanaan bayi/balita sakit yang belum memadai dika-
Menurut Lie5, sekali pelatihan saja tidak akan renakan sempitnya ruangan yang digunakan untuk
memberikan hasil yang maksimal bagi sebuah orga- pelaksanaan MTBS serta tidak tersedianya fasilitas
nisasi. Pelatihan merupakan suatu fungsi manaje- bermain anak, perlu diketahui bahwa pelaksanaan
men yang perlu dilaksanakan terus menerus dalam MTBS dilakukan secara bertahap yaitu penilaian,
pembinaan ketenagakerjaan dalam suatu organisa- klasisifikasi penyakit, pengobatan/tindakan, konse-
si8. Sebaliknya pelatihan hanya diselenggarakan se- ling bagi ibu serta tindak lanjut sehingga membu-
banyak tiga kali selama tiga periode di Kabupaten tuhkan ruangan yang cukup banyak sesuai dengan
Jayapura dan terakhir dilaksanakan tahun 2006, di tahapan-tahapan dalam MTBS serta membutuhkan
tahun 2007 hanya dilakukan penyegaran kepada pe- ruang gerak yang cukup besar, terlebih lagi ruangan
tugas, selanjutnya di tahun-tahun berikutnya pelatih- MTBS harus dilengkapi dengan ruang tunggu anak
an tidak dilaksanakan lagi di. yang dilengkapi dengan mainan anak, gambar-
Menurut Wijaya1, agar pelaksanaan MTBS bisa gambar sehingga anak menjadi lebih tenang berada
berjalan dengan efektif dan efisien cakupan pelatihan di ruang MTBS dan anak tidak mudah rewel sewaktu
MTBS paling tidak ada 60% tenaga kesehatan yang ditangani, hal ini akan memudahkan petugas untuk
bisa mengelola anak-anak dalam MTBS sehingga melakukan penilaian dan tindakan dengan tepat dan
petugas tidak merasa lelah dan jenuh dalam melak- cepat5.
sanakan pendekatan MTBS. Sarana yang sering mengalami kerusakan se-
Untuk mengatasi permasalahan dari sisi Sumber perti termometer diakibatkan anak gelisah waktu
Daya Manusia (SDM) untuk pelaksanaan MTBS mengukur suhu sehingga terjatuh pecah dan tim-
perlu adanya suatu ketentuan atau syarat yang ketat bangan berat badan memang harus mendapat perha-
dari pemerintah daerah, Badan Kepegawaian, dan tian untuk penggantian yang cepat, sarana lain
dinas kesehatan bagi tenaga atau petugas kesehat- seperti kursi dan meja untuk pelayanan juga harus
an yang akan diikutsertakan dalam pelatihan MTBS mendapat perhatian dari Dinas Kesehatan Kabupaten
bahwa tenaga kesehatan tersebut tidak sedang di- karena ada beberapa Puskesmas yang dirasa masih
rencanakan pindah tugas dan atau melanjutkan pen- kurang, hal ini didukung oleh penelitian5.
didikan, selain itu perlu adanya pengangkatan tenaga Sarana prasarana yang diberikan oleh Dinas
kesehatan baru untuk menangani MTBS baik berupa Kesehatan kepada Puskesmas dirasakan kurang
tenaga kontrak maupun tenaga dari formasi Calon memuaskan terlebih lagi dari segi kualitas dari barang
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) agar pelayanan MTBS tersebut. Kualitas dari barang yang diberikan jauh
tidak terbengkalai. Pimpinan Puskesmas perlu mem- dari apa yang diharapakan oleh petugas, karena fasi-
perhatikan pengalokasian petugas kesehatan Pus- litas berupa alat yang diberikan seringkali dalam
kesmas yang telah dilatih MTBS untuk khusus keadaan rusak atau tidak dapat digunakan lagi.
melakukan pelayanan MTBS agar tidak terjadi tidak Kebutuhan bersifat tak terbatas sedangkan sumber
rangkap tugas. daya sifatnya terbatas, kenyataan ini memang sering
dihadapi oleh petugas pada sektor kesehatan. Ke-
Faktor Sarana Prasarana Kaitannya Terhadap inginan petugas di Puskesmas bahwa semua sarana
Tidak Terlaksananya MTBS di Puskesmas yang dibutuhkan oleh fasilitas pemberi pelayanan
Sentani kesehatan dapat terpenuhi sesuai standar. Meskipun
Terkait aspek sarana prasarana, beberapa kenyataan yang dihadapi sering tidak sama dengan
informan memberikan pendapatnya bahwa sarana keinginan5.
untuk pelaksanaan MTBS di Puskesmas Sentani Dinas Kesehatan harus berupaya mendukung
dapat dikatakan cukup karena sebagian besar pelaksanaan MTBS dengan memberi sarana/fasilitas
sarana/fasilitas penanganan bayi/balita telah tersedia yang lebih memadai serta pengadaan sarananyapun
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014 121
Agus Zainuri: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidak Terlaksananya
122 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 3 September 2014 123