Inokulasi Rhizobium Pada Kedelai

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

AGROTROP, 2(1): 25-32 (2012) C Fakultas Pertanian Universitas Udayana

ISSN : 2088-155X Denpasar Bali - Indonesia

Tanggapan Tanaman Kedelai terhadap Inokulasi Rhizobium

OKTI PURWANINGSIH1, DIDIK INDRADEWA2, SITI KABIRUN3, DJAFFAR


SHIDDIQ4

1)
Mahasiswa Program Doktor Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada & Dosen Fakultas
Pertanian Universitas PGRI Yogyakarta. 2,3,4)Dosen Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Respons of Soybean to Rhizobium Inoculation


Nitrogen is one important element in plant growth. In soybean crop nitrogen requirement can be
met from the fixation of nitrogen which is the result of symbiosis between rhizobium bacteria with
soybean. A study on the relationship between soybean cultivar and rhizobium inoculation was conducted
in Banguntapan Bantul Yogyakarta on regusol soils. Research aimed the responses of soybean cultivar
of rhizobium inoculation. This research is a pot experiment that tested the response of 16 soybean
cultivars of rhizobium inoculation. The sixteen cultivars consisted of 12 superior cultivars and 4 local
cultivars. Before planting soybean seeds were inoculated with legin. Land used first sterilized using
autoclaves. Determination of soybean cultivars into four categories based on agronomic characters
nodule number, nodule dry weight, canopy N content, nitrogenase activity and grain yield components
(seed dry weight). The study demonstrated that (1) Cultivars Anjasmara, Sibayak, Surya, Gepak yellow,
Galunggung, Argomulyo and Baluran provide a response to rhizobium inoculation in the form of increased
nitrogen fixation and grain yield (2) rhizobium inoculation on Tanggamus cultivars can increase nitrogen
fixation but not followed by an increase in grain yield (3) rhizobium inoculation in cultivar Malabar,
Seulawah and Petek not increase nitrogen fixation but can increase grain yield (4) rhizobium inoculation
in cultivar Ijen, Sinabung, Wilis, Grobogan, and Garut not increase nitrogen fixation and grain yield.

Keywords: soybean, rhizobium.

PENDAHULUAN percobaan hasil bisa mencapai lebih dari 3,0 ton/


Kedelai merupakan tanaman pangan yang ha (Adisarwanto, 2000). Produksi kedelai tersebut
dikenal luas oleh masyarakat karena merupakan tergantung pada kondisi lingkungan, faktor genetik,
sumber protein nabati dengan harga terjangkau kualitas benih, dan kemampuan petani dalam
oleh sebagian besar masyarakat. Biji kedelai mengadopsi teknologi.
merupakan bahan baku untuk pembuatan kecap, Upaya peningkatan produksi tanaman kedelai
tempe, tahu, tauco dan susu kedelai yang dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain
merupakan bahan pangan yang dibutuhkan oleh adalah perluasan areal pertanaman, perbaikan
segenap lapisan masyarakat. Mengingat teknologi budidaya dan pengembangan varietas
pentingnya kedelai maka upaya unt uk kedelai melalui program pemuliaan tanaman
meningkatkan produksi perlu terus dilakukan. sehingga akan diperoleh varietas baru yang
Produksi kedelai di Indonesia bervariasi antara 0,5 mempunyai sifat-sifat unggul. Terhitung sejak tahun
ton/ha sampai 1,7 ton/ha, bahkan pada kondisi 1974 – 1998 sudah ada 32 varietas kedelai yang

25
AGROTROP, VOL. 2, NO. 1 (2012)

dilepas. Terakhir ada lima varietas yang dilepas pupuk nitrogen anorganik. Kebutuhan tanaman
yaitu Bromo, Argomulyo dan Burangrang yang kedelai akan unsur hara nitrogen sangat tinggi
mempunyai ukuran biji besar serta Kawi dan sehingga adanya sumber nitrogen yang murah akan
Leuser yang mempunyai ukuran biji kecil. Varietas membantu mengurangi biaya produksi. Pada
kedelai yang banyak dibudidayakan oleh petani tanaman kedelai untuk menghasilkan 1 kg biji,
antara lain adalah Wilis, Orba, Galunggung, tanaman menyerap 70-80 gram nitrogen dari
Selamet, Sumbing, Singgalang, Kipas Putih, dalam tanah sehingga jika hasil panen 1,5 ton/ha
Dempo, Kerinci, Merbabu, Guntur, Lokon, Tidar, maka akan menyerap 105-120 nitrogen dari dalam
Raung, Rinjani, Petek, Tambora, Lampobatang, tanah. Adanya inokulasi Rhizobium yang efektif,
Anjasmoro, Mahameru, Cikuray, Argomulyo. 50-75 % total kebutuhan nitrogen dapat dipenuhi
Disamping itu sejak tahun 2001 dikembangkan dari fiksasi oleh Rhizobium (Pasaribu, 1989).
kedelai hitam Malika, dimana pada tahun 2006 Fiksasi N2 terjadi karena adanya hubungan
kedelai Malika tersebut sudah sebagai varietas simbiosis antara tanaman tingkat tinggi dengan
unggul nasional. Badan Litbang Pertanian pada bakteri prokariotik diazotrop yaitu bakteri yang
tahun 2001 – 2003 telah melepas varietas unggul dapat menambat molekul gas nitrogen yang ada
kedelai yang adaptif pada lahan kering masam di dalam udara (MacDicken, 1994). Organisme
Sumatera dan Kalimantan yaitu varietas diazotrop ini menghasilkan enzim nitrogenase yang
Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai dan Seulawah berperanan sebagai katalisator dalam peruraian gas
yang mempunyai potensi hasil 2 ton/ha (Anonim, nitrogen dan mereduksi menjadi NH3+.
2004). Ada beberapa bakteri yang dapat memfiksasi
Kedelai merupakan salah satu tanaman N2, tetapi dalam pertanian, Rhizobium merupakan
leguminosae yang dapat bersimbiosis dengan bakteri yang paling penting dalam fiksasi nitrogen
bakteri diazotrop untuk memfiksasi N2. Tanaman (Thomas, et al., 1997). Rhizobia penyebab
kedelai dapat bersimbiosis dengan bakteri terbentuknya bintil akar pada akar tanaman legum.
penambat nitrogen Rhizobium, Bradyrhizobium Tanpa tanaman legum rhizobia tidak dapat
dan Azorhizobium. Fiksasi nitrogen simbiotik memfiksasi nitrogen, sebaliknya tanpa rhizobia
penting pada pertanian berkelanjutan untuk tanaman legum juga tidak dapat memfiksasi
mengurangi kebutuhan pupuk dan menjaga nitrogen. Nitrogen difiksasi di nodul dan hanya
kelestarian lingkungan. Besarnya nitrogen terfiksasi terjadi jika ada hubungan simbiotik antara bakteri
sangat tergantung pada tanaman inang, dengan tanaman legum.
mikrosimbion dan lingkungan. Besarnya nilai RE Simbiosis antara rhizobia dengan akar
(Relative efficiency of N2 fixation) ditentukan tanaman legum akan menghasilkan organ
oleh umur tanaman dan kondisi lingkungan. RE penambat nitrogen yaitu bintil akar. Pada bintil akar
merupakan parameter untuk menilai produksi H2 terdapat sel-sel yang agak membesar berisi
oleh nitrogenase dimana RE = 1 – H2/C2H2 bakteroid dan diantaranya terdapat sel-sel yang
reduksi. Nilai RE tanaman yang tumbuh tanpa lebih kecil dan lebih banyak mengandung pati.
dikombinasikan dengan nitrogen akan menurun Perkembangan bintil akar mulai terjadi pada saat
selama fase vegetatif pertumbuhan dan meningkat sel korteks akar terangsang membelah secara
setelah pembungaan (Edie, 1982). mitotik membentuk calon bintil dan diikuti oleh
Inokulasi Rhizobium pada tanaman kedelai masuknya bakteri Rhizobium kedalam sel-sel
sudah lama dikenal sebagai salah satu pupuk tersebut. Umumnya bintil akar terbentuk 5-6 hari
hayati. Inokulasi Rhizobium diharapkan dapat setelah inokulasi, sedangkan fiksasi nitrogen terjadi
memenuhi kebutuhan nitrogen pada tanaman 8-15 hari setelah inokulasi. Struktur bintil akar
kedelai sehingga dapat mengurangi kebutuhan ditentukan oleh tanaman inang. Pada bintil akar

26
Purwaningsih at.al: Tanggapan Tanaman Kedelai terhadap Inokulasi

determinate, daerah meristematik tidak jelas, hasil tertinggi dibandingkan dengan simbiosis antara
bentuk bulat, misalnya pada tanaman kedelai. Bintil kultivar dan isolat yang lain.
akar indeterminate ditandai dengan daerah
meristimatik yang jelas, ukuran panjang meningkat BAHAN DAN METODE
selama pertumbuhan, misalnya pada clover. Bintil Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
akar yang efektif memfiksasi N2 berwarna merah respon tanaman kedelai terhadap inokulasi
karena mengandung leghemoglobin. Bintil akar rhizobium ini dilakukan di kebun percobaan
tetap aktif selama 50–60 hari, setelah itu akan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada yang
mengalami senescen. Pada saat senescen bakteroid terletak di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa
dan leghemoglobin akan mengalami degradasi Yogyakarta. Bahan penelitian yang digunakan
sehingga bintil akar berwarna hijau atau coklat. adalah benih kedelai kultivar unggul dan kultivar
Bentuk, ukuran, warna, tekstur dan letak bintil lokal sebanyak 16 kultivar, Legin (inokulan bakteri
akar pada tanaman ditentukan oleh tanaman inang rhizobium), pupuk urea, SP-36, KCl, polibag hitam
(Dierolf, et al., 2001). ukuran 30 x 20 cm, pestisida, gas etilen dan karbit
Tanaman tingkat tinggi yang mampu untuk membuat gas asetilen.
bersimbiosis dengan bakteri diazotrop untuk Penelitian ini merupakan percobaan pot.
memfiksasi N 2 udara terutama adalah dari Tanah diayak dan disterilkan dalam autoclove pada
golongan leguminosae. Jenis tanaman dapat suhu 120 oC selama dua jam, kemudian
bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen dimasukkan dalam polibag berukuran 30 x 20 cm.
Rhizobium, Bradyrhizobium dan Azorhizobium. Jenis tanah yang digunakan dalam penelitian ini
Ada lebih 115 genera dari famili leguminosae adalah tanah regusol. Berat tanah yang dimasukkan
diketahui bersimbiosis dengan bakteri penambat kedalam polibag adalah delapan kilogram. Pupuk
nitrogen (MacDicken, 1994). Pada masing-masing urea diberikan dengan dosis 25 kg/ha (0,07 g per
jenis legum mempunyai variasi genetik berbeda- polibag), KCl 75 kg/ha (0,2 g per polibag) dan
beda dalam membentuk simbiosis dengan galur SP-36 100 kg/ha (0,27 g per polibag). Benih
Rhizobium tertentu. Galur Rhizobium juga diinokulasi dengan legin 15 g/kg benih. Tiap
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda polibag ditanami empat benih tetapi hanya
dalam menginfeksi tanaman inang. Beberapa galur disisakan dua tanaman sehat untuk diteliti.
dapat menginfeksi satu tanaman inang tetapi Percobaan pot ini merupakan percobaan faktorial
terdapat juga galur yang dapat bersimbiosis lebih yang terdiri atas dua faktor yang disusun dalam
dari satu jenis tanaman legum. rancangan acak lengkap (RAL) dan diulang
Penelitian untuk mengetahui adaptasi serta sebanyak tiga kali. Adapun kedua faktor tersebut
respon berbagai varietas kedelai terhadap kondisi adalah:
lingkungan dan teknologi budidaya kedelai telah Faktor pertama adalah kultivar kedelai,
banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh meliputi 12 kultivar unggul terdiri atas: Anjasmara,
Harun dan Ammar (2001) bertujuan untuk menguji Ijen, Malabar, Sibayak, Seulawah, Sinabung, Wilis,
respon berbagai kultivar kedelai yaitu Selamet, Tanggamus, Surya, Gepak kuning, Galunggung,
Sumbing, Singgalang, Tidar, Wilis dan Kipas Putih Argomulyo dan empat kultivar lokal terdiri atas :
terhadap inokulasi isolat Bradyrhizobium Grobogan, Garut, Baluran, Petek. Faktor kedua
japonicum strain Hup+ pada tanah masam. Hasil adalah inokulasi Rhizobium, terdiri atas dua aras
penelitian menunjukkan bahwa simbiosis antara yaitu: tanpa diinokulasi legin dan diinokulasi legin.
kultivar Selamet dengan B. japonicum strain Hup+ Pengamatan dilakukan terhadap lima tanaman
asal isolat RIF 6 menunjukkan pertumbuhan dan sampel untuk masing-masing kombinasi perlakuan.

27
AGROTROP, VOL. 2, NO. 1 (2012)

Pengamatan yang dilakukan meliputi jumlah bintil, HASIL DAN PEMBAHASAN


berat kering bintil, kandungan nitrogen tajuk, berat Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
biji kering dan aktivitas nitrogenase. Penentuan respon kultivar kedelai terhadap inokulasi
kultivar kedelai yang memberikan respon positip rhizobium ini menguji 16 kultivar kedelai yang
dan respon negatip terhadap inokulasi rhizobium meliputi 12 kultivar unggul dan empat kultivar lokal.
dilakukan dengan cara metode pembobotan Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi
(scoring). Pengaruh inokulasi rhizobium terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot nitrogen
fiksasi nitrogen ditentukan oleh rerata hasil tajuk, aktivitas nitrogenase dan bobot biji kering.
pembobotan (scoring) dari variabel jumlah bintil, Berdasarkan hasil analisis korelasi diperoleh hasil
berat kering bintil, kandungan N tajuk dan aktivitas sebagai berikut :
nitrogenase. Sedangkan hasil biji ditentukan oleh
variabel berat biji kering. Pada Tabel 1 terlihat bahwa jumlah bintil
Kelas interval dan panjang kelas interval berkorelasi positip dan nyata dengan bobot kering
ditentukan dengan menggunakan aturan Sturges bintil, bobot N tajuk dan bobot biji kering, artinya
(Sudjana, 1992) : bahwa peningkatan jumlah bintil akan diikuti
K = 1 + 3,3 log n dengan peningkatan bobot kering bintil, bobot N
dimana : K = banyaknya kelas interval tajuk dan bobot biji kering. Bobot kering bintil
n = banyaknya data berkorelasi positip dan sangat nyata dengan bobot
P = R/K N tajuk, artinya peningkatan bobot kering bintil
dimana : P = panjang kelas interval akan diikuti dengan peningkatan bobot N tajuk.
R= range (nilai terbesar – nilai
terkecil)
K = banyaknya kelas interval

Tabel 1. Hasil analisis korelasi jumlah bintil, bobot kering bintil, aktivitas nitrogenase, bobot N tajuk
dan bobot kering biji.
Jumlah Bobot kering Aktivitas Bobot N Bobot biji
bintil bintil nitrogenase tajuk kering
Jumlah bintil 1 0,65** -0,18 ns 0,25* 0,21*
Bobot kering bintil 1 -0,18 ns 0,37** -0,05 ns
Nitrogenase 1 -0,19 ns -0,13 ns
Bobot N tajuk 1 -0,009 ns
Bobot biji kering 1
Keterangan : ns (tidak berbeda nyata), *(berbeda nyata pada taraf nyata 5%), **(berbeda nyata pada
taraf 1%).

28
Purwaningsih at.al: Tanggapan Tanaman Kedelai terhadap Inokulasi

Tabel 2. Rata-rata jumlah bintil, bobot kering bintil , bobot N tajuk , aktivitas nitrogenase bobot kering
bintil/jam dan bobot biji kering pada berbagai kultivar dan inokulasi rhizobium.

Kultivar Inokulasi Jumlah Bobot Bobot Aktivitas Bobot biji


bintil kering bintil (g) N tajuk (g) Nitrogenase (mmol/g) kering (g)
Anjasmara Tanpa 14 0,06 1,04 0,24 13,63
Inokulasi 58,27 0,08 1,01 0,03 16,29
Ijen Tanpa 2,8 0,03 1,16 0,01 16,36
Inokulasi 13,8 0,07 1,37 0,12 16,06
Malabar Tanpa 2,93 0,02 0,57 1,28 13,46
Inokulasi 27,87 0,14 1,08 0,44 14,83
Sibayak Tanpa 12,4 0,09 1,59 0,03 7,67
Inokulasi 50,67 0,38 1,47 0,02 12,02
Seulawah Tanpa 4,87 0,03 2,05 0,33 15,96
Inokulasi 21,33 0,12 1,42 0,01 17,50
Sinabung Tanpa 2,2 0,02 1,07 0,01 18,40
Inokulasi 19,53 0,04 1,05 0,08 17,77
Wilis Tanpa 2,13 0,03 0,78 0,11 20,26
Inokulasi 19,27 0,06 1,05 0,06 19,12
Tanggamus Tanpa 9,73 0,10 1,61 0,08 18,80
Inokulasi 37,27 0,31 1,81 0,02 10,86
Surya Tanpa 4,8 0,03 0,89 0,56 12,47
Inokulasi 40,87 0,15 1,08 0,1 19,62
Gepak kuning Tanpa 3,2 0,02 0,81 0,29 13,01
Inokulasi 39,67 0,11 0,79 0,05 16,88
Galunggung Tanpa 9,6 0,05 0,83 0,06 19,54
Inokulasi 56,93 0,14 1,47 0,18 20,93
Argomulyo Tanpa 6,13 0,02 1,03 0,24 18,77
Inokulasi 49,67 0,13 1,07 0,06 23,15
Grobogan Tanpa 3,93 0,02 1,01 0,64 13,12
Inokulasi 21,93 0,05 1,17 0,07 12,44
Garut Tanpa 3,27 0,04 0,59 0,39 16,52
Inokulasi 14,53 0,07 1,16 0,04 16,54
Baluran Tanpa 2,8 0,03 0,87 0,24 14,56
Inokulasi 36,2 0,10 1,50 0,71 20,53
Petek Tanpa 4,87 0,04 0,80 0,07 12,92
Inokulasi 24,27 0,08 1,16 0,08 17,45

29
AGROTROP, VOL. 2, NO. 1 (2012)

Tabel 3. Selisih rata-rata jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot N tajuk, aktivitas nitrogenase dan
bobot biji kering pada berbagai kultivar kedelai akibat perlakuan inokulasi rhizobium.
Rata-rata hasil inokulasi - rata-rata tanpa inokulasi
Jumlah Bobot kering Bobot Aktivitas Bobot biji
Kultivar bintil bintil N Tajuk Nitrogenase kering
Anjasmara 44,27 0,02 -0,03 -0,21 2,66
Ijen 11,00 0,03 0,22 0,11 -0,30
Malabar 24,94 0,12 0,51 -0,84 1,37
Sibayak 38,27 0,29 -0,12 -0,01 4,35
Seulawah 16,46 0,09 -0,63 -0,32 1,54
Sinabung 17,33 0,03 -0,01 0,07 -0,63
Wilis 17,14 0,03 0,27 -0,05 -1,14
Tanggamus 27,54 0,21 0,20 -0,06 -7,95
Surya 36,07 0,13 0,19 -0,46 7,14
Gepak Kuning 36,47 0,09 -0,02 -0,24 3,86
Galunggung 47,33 0,09 0,64 0,12 1,39
Argomulyo 43,54 0,10 0,03 -0,18 4,38
Grobogan 18,00 0,03 0,16 -0,57 -0,68
Garut 11,26 0,04 0,57 -0,35 0,02
Baluran 33,40 0,07 0,63 0,47 5,97
Petek 19,40 0,04 0,36 0,01 4,53
Skor Interval kelas
1 11 – 18,269 0,020 – 0,069 (-0,630) - (-0,380) -0,84 - (-0,580) (-8,000) - (-4,980)
2 18,270 – 25,529 0,070 – 0,119 (-0,379) - (-0,120) -0,579 - (-0,320) (-4,979) - (-1,960)
3 25,530 – 32,799 0,120 – 0,169 (-0,119) – 0,129 -0,319 - (-0,060) (-1,959) – 1,049
4 32,800 – 40,059 0,170 – 0,219 0,130 – 0,389 -0,059 - 0,190 1,050 – 4,069
5 40,060 – 47,329 0,220 – 0,269 0,390 – 0,639 0,200 - 0,0459 4,070 – 7,089
6 47,330 – 54,599 0,270 – 0,319 0,640 – 0,889 0,460 - 0,719 7,090 – 10,109

Pada penelitian ini kultivar kedelai yang diuji Untuk memilih dan menentukan kultivar
dikelompokkan menjadi empat dengan criteria dengan kriteria seperti tersebut diatas maka data
sebagai berikut : hasil penelitian seperti yang tersaji pada Tabel 2.
1. Inokulasi rhizobium menyebabkan fikasai dicari perubahan yang terjadi (peningkatan atau
nitrogen meningkat dan hasil biji meningkat. penurunan) akibat inokulasi rhizobium terhadap
2. Inokulasi rhizobium menyebabkan fikasasi variabel-variabel yang diamati.
nitrogen meningkat tetapi tidak diiukti dengan Untuk menentukan kriteria kultivar yang
peningkatan hasil biji. memberikan respon positip dan respon negatip
3. Inokulasi rhizobium tidak meningkatkan fiksasi maka data hasil penelitian sebagaimana tercantum
nitrogen tetapi meningkatkan hasil biji. pada Tabel 2. dicari perubahan yang terjadi
4. Inokulasi rhizobium tidak meningkatkan fiksasi (peningkatan atau penurunan akibat inokulasi
nitrogen dan hasil biji. rhizobium, dengan jalan mencari selisih data hasil
pengamatan perlakuan inokulasi dengan perlakuan

30
Purwaningsih at.al: Tanggapan Tanaman Kedelai terhadap Inokulasi

tanpa inokulasi rhizobium (Tabel 3.). Selanjutnya (3,56). Kultivar yang mempunyai skore dibawah
dilakukan pembobotan (scoring) unt uk rerata skore tersebut dianggap responnya negatif.
menentukan dan memilih kultivar dengan kriteria Pada Tabel 4. terlihat bahwa ada delapan
seperti tersebut diatas. Hasil pembobotan dapat kultivar yang mempunyai respon positip akibat
dilihat pada Tabel 4. perlakuan inokulasi rhizobium menyebabkan fiksasi
Penentuan kriteria kultivar yang memberikan nitrogen meningkat (berdasarkan hasil pengamatan
respon positip dan negatif terhadap inokulasi terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot
rhizobium dilihat dari kemampuan fiksasi nitrogen N tajuk dan aktivitas nitrogenase). Kedelapan
didasarkan pada rerata hasil pembobotan terhadap kultivar tersebut adalah Anjasmara, Sibayak,
rata-rata jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot Tanggamus, Surya, Gepak kuning, Galunggung,
N tajuk dan aktivitas nitrogenase, sedangkan Argomulyo dan Baluran. Sedangkan kultivar yang
respon kultivar kedelai terhadap inokulasi termasuk kriteria inokulasi rhizobium tidak
rhizobium dilihat dari komponen hasil didasarkan meningkatkan fiksasi nitrogen adalah Ijen,
pada hasil pembobotan terhadap bobot biji kering. Malabar, Seulawah, Sinabung, Wilis, Grobogan,
Kultivar yang mempunyai respon positip adalah Garut, Petek. Dilihat dari hasil biji ada 10 kultivar
kultivar mempunyai bobot (skore) lebih besar dari yang memberikan respon positip yaitu Anjasmara,
rerata skore (2,95) untuk kriteria kemampuan Malabar, Sibayak, Seulawah, Surya, Gepak
fiksasi nitrogen sedangkan untuk hasil biji jika kuning, Galunggung, Argomulyo, Baluran dan
mempunyai bobot (skore) diatas rerata skore Petek. Sedangkan kultivar Ijen, Sinabung, Wilis,

Tabel 4. Hasil pembobotan (skoring) terhadap rata-rata jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot N
tajuk, aktivitas nitrogenase dan bobot biji kering pada berbagai kultivar kedelai.

Pembobotan (skoring)
Jumlah Bobot kering Bobot Aktivitas Rerata Bobot biji
Kultivar bintil bintil (g) N tajuk (g) Nitrogenase (mmol/g) kering (g) (g)
Anjasmara 5 1 3 3 3 4
Ijen 1 1 4 4 2,5 2
Malabar 2 3 5 1 2,75 4
Sibayak 4 6 2 4 4 5
Seulawah 1 2 1 2 1,5 4
Sinabung 1 1 3 4 2,25 1
Wilis 1 1 4 4 2,5 3
Tanggamus 3 4 4 3 3,5 1
Surya 4 3 4 2 3,25 6
Gepak Kuning 4 2 3 3 3 4
Galunggung 6 2 6 4 4,5 4
Argomulyo 5 2 3 3 3,25 5
Grobogan 1 1 4 2 2 1
Garut 1 1 5 2 2,25 3
Baluran 4 2 5 6 4,25 5
Petek 2 1 4 4 2,75 5
Jumlah 47,25 57
Rerata 2,95 3,56

31
AGROTROP, VOL. 2, NO. 1 (2012)

Tanggamus, Grobogan dan Garut memberikan nitrogen tetapi dapat meningkatkan hasil biji.
respon negatif. Inokulasi rhizobium pada kultivar Ijen, Sinabung,
Berdasarkan hasil tersebut kultivar kedelai Wilis, Grobogan, dan Garut tidak meningkatkan
yang diuji dikelompokkan kedalam empat fiksasi nitrogen dan hasil biji.
kelompok dengan kriteria sebagai berikut :
1. Inokulasi rhizobium meningkatkan fiksasi DAFTAR PUSTAKA
nitrogen dan hasil biji. Kultivar yang termasuk Adisarwanto, T. 2000. Soybean production and
kriteria ini adalah Anjasmara,Sibayak, Surya, post-harvest technology in Indonesia.
Gepak kuning, Galunggung, Argomulyo dan Proceedings of RILET – JIRCAS
Baluran. Workshop on Soybean Research,
2. Inokulasi rhizobium menyebabkan fiksasi September 28, 2000, Malang, Indonesia.
nitrogen meningkat tetapi tidak diikuti dengan JIRCAS Working Report No. 24. p 13 –
peningkatan hasil biji. Kultivar yang termasuk 24.
kriteria ini adalah Tanggamus. Anonim. 2004. Kedelai unggul baru untuk
3. Inokulasi rhizobium tidak meningkatkan fiksasi tanah masam. Pusat Penelitian dan
nitrogen tetapi meningkatkan hasil biji. Kultivar Pengembangan Tanaman Pangan. Badan
yang termasuk kriteria ini adalah Malabar, Litbang Deptan.
Seulawah dan Petek. Dierolf, T., T. Fairhurst & E. Mutert. 2001. Soil
4. Inokulasi rhizobium tidak meningkatkan fiksasi Fertility Kit. Potash & Phosphate
nitrogen dan hasil biji. Kultivar yang termasuk Institute of Canada.
kriteria ini adalah Ijen, Sinabung, Wilis, Edie, S.A. 1982. Acetylene reduction and
Grobogan, dan Garut. hydrogen evolution by nitrogenase in a
Rhizobium-legumes symbiosis. CAN. J.
SIMPULAN BOT. Vol 61 : 780-785.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Harun, M. U. & M. Ammar. 2001. Respon
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : kedelai (Glycine max L. Merr) terhadap
Kultivar Anjasmara, Sibayak, Surya, Gepak Bradyrhizobium japonicum strain Hup+
kuning, Galunggung, Argomulyo dan Baluran pada tanah masam. Jurnal Ilmu-Ilmu
memberikan tanggapan terhadap inokulasi Pertanian Indonesia Vol. 3, No. 2 : 111
rhizobium berupa peningkatan fiksasi nitrogen dan – 116.
hasil biji. Inokulasi rhizobium pada kultivar MacDicken, K.G. 1994. Selection and
Tanggamus dapat meningkatkan fiksasi nitrogen management of nitrogen-fixing trees.
tetapi tidak diikuti dengan peningkatan hasil biji. FAO/Winrock International Institute for
Inokulasi rhizobium pada kultivar Malabar, Agricultural Development.
Seulawah dan Petek tidak meningkatkan fiksasi Sudjana, 1992. Metode Statistik. Tarsito.
Bandung.

32
AGROTROP, 2(1): 33-39 (2012) C Fakultas Pertanian Universitas Udayana
ISSN : 2088-155X Denpasar Bali - Indonesia

Cardinal Temperatures of Brassica sp. and How to Determine It

D. K. SUANDA
Department of Agronomy, Udayana University, P. B. Sudirman St.,
Denpasar, 80223, Bali, E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Cardinal temperatures consist of minimum, optimum and maximum of plant growth, and might be
able to be determined by assessing effect of temperature on seed germination. An experiment of
seed germination was conducted in laboratory, using thermal gradient plate for ten days. To test hypothesis
that rapeseed genotypes vary in their response to temperatures. The design of this experiment was a
split plot with four replications. The main-treatments were 14 different temperatures: 0.4°C, 3.3°C,
7.8°C, 11.6°C, 13.3°C, 15.0°C, 16.8°C, 18.3°C, 20.9°C, 21.1°C, 25.6°C, 29.0°C, 33.0°C and
36.3°C. Sub-treatments were 6 brassica genotypes: Brassica napus genotypes (Tatyoon and Marnoo);
B. campestris (Jumbuck and Chinoli B); B. juncea (No. 81797 and Zero Erusic Mustard (ZEM) 2).
Each treatment was using 50 seeds. Germinations were observed daily for ten days and data were
analyzed with regression and correlation. Genotypes responded differently to temperatures with Jumbuck
the most sensitive to low temperature with minimum temperature (7.90°C), then respectively followed
by Chinoli B (6.36°C), ZEM 2 (4.77°C), Tatyoon (4.63°C), No. 81797 (2.59°C), and Marnoo
(1.00°C). For high temperature the most sensitive was No. 81797 with maximum temperature 38.61°C.
and then respectively followed by Marnoo (39.76°C), Chinoli B (42.93°C), Tatyoon (43.79°C),
Jumbuck (44.58°C) and ZEM 2 (45.88°C). Optimum temperatures were for Jumbuck was 24.56°C,
ZEM 2 (26.95°C), Tatyoon (27.12°C), No. 81797 (28.12°C), Chinoli B (29.74°C) and Marnoo
(30.48°C).

Key words: cardinal temperature, Brassica sp., thermal gradient plate.

INTRODUCTION germination and rate of growth of brassica


Rapeseed (Brassica sp.) seeds are very small genotypes, decreased with the decreasing
(±3mg/seed) and reduces their chances of temperature, however, their results were variable
germination at low temperature. And so, low in the genotypes (B. napus genotypes Midas,
temperature causes late and low seed germination Regent and DI-820; B. campestris genotypes
and then causes low plant establishment. Torch and Candle) that they used.
Germination percentages vary between genotypes The results of such experiments could be used
of Brassica campestris, but were satisfactory for to determine planting time based on the suitability
B. napus at all level of temperatures (2° C – 25°C) of temperature for the seed to germinate. Besides
that have been tested (Anonymous, 1983). effects on seed germination, temperature also
Based on the variability of seed germination influences the growth of roots and the hypocotyls
for rapeseed at low temperature, Acharya, et al., and so emergence should be closely correlated
(1983) conducted an experiment for selection and with germination response to temperature.
heritability of rapeseed at 10°C. They found that

33

You might also like