Pengaruh Perbandingan Bahan Dengan Pelarut Aseton Terhadap Total Fenolik, Warna Dan Klorofil Ekstrak Sargassum Polycystum
Pengaruh Perbandingan Bahan Dengan Pelarut Aseton Terhadap Total Fenolik, Warna Dan Klorofil Ekstrak Sargassum Polycystum
Pengaruh Perbandingan Bahan Dengan Pelarut Aseton Terhadap Total Fenolik, Warna Dan Klorofil Ekstrak Sargassum Polycystum
E-mail: [email protected]
E-mail koresponden: [email protected] 2
ABSTRACT
Seaweed is one of the biological resources that its existence is very abundant in all marine waters in
Indonesia. One of them is Sargassum polycystum which is a type of brown algae (Phaeophyceae). The purpose of
this study was to determine the effect of comparison the material with the solvent to the color content, the total
phenolic and chlorophyll of Sargassum polycystum extract, and to determine the comparative treatment of the
material with best solvent to produce Sargassum polycystum extract. This experiment uses a simple Group
Randomized Design (GRD) consisting 5 comparisons of materials with the acetone (w/v) ie (1:9), (1:11), (1:13),
(1:15), (1:17). Furthermore, the treatment is repeated as much as 3 times based on implementation time, to
obtained 15 units of experiments. The results showed the ratio of material with the solvent had a very significant
effect (P<0.01) on the rendement parameters, brightness (L*), redness (a*), yellowishness (b *), total phenolic,
chlorophyll a and total chlorophyll. The results had significant effect (P<0.05) shown on chlorophyll b parameters.
The best treatment was obtained from the treatment with the highest value on several parameters tested ie, yield,
total phenolic and chlorophyll content. Comparison of material with acetone solvent (1:15) (w/v) was the best
treatment with yield of 2.27%, color intensity (L*) 5.08, (a*) -5.62, (b*) 54.00, total phenolic 0.95 mgGAE / 100g,
chlorophyll a 279 ppm, chlorophyll b 134 ppm and total chlorophyll 310 ppm.
Key words: Sargassum polycystum, compounds bioactive, comparison of material with solvent.
PENDAHULUAN
Sargassum polycystum merupakan kelas alga coklat (Phaeophyceae) yang tumbuh dan tersebar
hampir di seluruh perairan laut di Indonesia. Sargassum polycystum yang banyak ditemukan di Pantai
Sanur belum ada pembudidayaan secara optimal serta masyarakat belum banyak tahu potensi yang
dihasilkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, rumput laut jenis ini diketahui memiliki kandungan
kimia dan warna yang dapat dimanfaatkan. Salah satu kandungan yang dapat ditemukan dalam
Sargassum polycystum adalah alginat (Atmadja et al., 1996).
Sargassum polycystum juga mengandung beberapa pigmen diantaranya adalah fukosantin,
klorofil, karoten dan mungkin masih terdapat jenis pigmen lainnya. Namun, fukosantin sangat dominan
memberikan warna coklat tua hingga kuning coklat pada hasil celupan (Eriningsih et al., 2014). Pigmen
dari rumput laut coklat terutama fukosantin memiliki banyak manfaat dibidang kesehatan yaitu sebagai
antioksidan, antikanker, anti peradangan, dan anti obesitas (Maeda, et al., 2005 &2007; Nomura, et al.,
1997; Nara et al., 2005 dan Panovska et al., 2005).
Penggunaan klorofil bagi tubuh manusia yaitu dapat membantu dalam meningkatkan jumlah
sel-sel darah, khususnya meningkatkan produksi hemoglobin dalam darah, membersihkan jaringan
103
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh, terhadap senyawa asing (virus, bakteri, parasit), melindungi
DNA terhadap kerusakan. Penelitian dari Wignore (1985) menyatakan bahwa klorofil dapat melindungi
kita dari senyawa-senyawa karsinogen, apabila makanan dan obat lainnya sudah tidak berfungsi lagi.
Fenol meliputi senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri yang sama, yaitu
cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol
terbesar. Senyawa fenol merupakan senyawa yang dapat larut dalam senyawa polar dan sedikit polar
(Chismirina et. al., 2010). Dari hasil penelitian Baihakki et al. (2014) tentang ekstraksi senyawa
polifenol dari Sargassum sp. menghasilkan senyawa polifenol tertinggi pada jenis rumput laut
Sargassum polycystum.
Ektraksi menggunakan pelarut untuk mendapatkan senyawa-senyawa bioaktif dan senyawa
pigmen dipengaruhi oleh suhu, waktu, konsentrasi pelarut, jenis pelarut (kepolaran pelarut, ukuran
bahan dan perbandingan bahan pelarut. Penelitian Dewi et al. (2016) tentang pengaruh konsentrasi
pelarut etanol dan suhu maserasi terhadap rendemen dan kadar klorofil produk enkapsulasi ekstrak
selada laut menunjukkan bahwa pada konsentrasi etanol 90% menghasilkan karakteristik produk
enkapsulasi bubuk selada laut terbaik dengan kadar total klorofil yaitu sebesar 306,28 ppm.
Perbandingan bahan dan pelarut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
ekstraksi zat bioaktif dalam suatu bahan. Dari penelitian Nasser (2011) variasi rasio pelarut etanol 96%
terhadap oleoresin temulawak menghasilkan total fenolik tertinggi pada variasi rasio 1:7 dalam tiga
rasio yaitu 1:3, 1:5, dan 1:7. Berdasarkan penelitian Yudharini et al. (2016) buah pandan diekstrak
menggunakan klorofom dengan perbandingan bahan dengan pelarut (1:11) merupakan perlakuan
terbaik untuk menghasilkan ekstrak buah pandan dengan rendemen 2,60%. Selain itu, berdasarkan
penelitian Diantika et al. (2014) tentang pengaruh lama ekstraksi dan konsentrasi pelarut etanol
terhadap ekstraksi antioksidan biji kakao menyatakan bahwa lama ekstraksi 20 jam menghasilkan nilai
aktivitas antioksidan terbesar.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan pelarut
dengan bahan terhadap warna, total fenolik dan klorofil ekstrak Sargassum polycystum. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan bahan dengan pelarut terhadap warna,
total fenolik dan klorofil, serta menentukan perbandingan bahan dengan pelarut terbaik untuk
menghasilkan warna, total fenolik dan klorofil ekstrak Sargassum polycystum.
METODE PENELITIAN
104
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana dan perlakuan
perbandingan bahan dengan jenis pelarut aseton. Perbandingan bahan dengan jenis pelarut aseton terdiri
dari 5 perlakuan yaitu, P1 = perbandingan bahan dengan pelarut aseton ialah 1 : 9 (b/v), P2 =
perbandingan bahan dengan pelarut aseton ialah 1 : 11 (b/v), P3 = perbandingan bahan dengan pelarut
aseton ialah 1 : 13 (b/v), P4 = perbandingan bahan dengan pelarut aseton ialah 1 : 15 (b/v), P5 =
perbandingan bahan dengan pelarut aseton ialah 1 : 17 (b/v).
Selanjutnya perlakuan tersebut diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis variansi dan dilanjutkan menggunakan metode
BNT (Beda Nyata Terkecil). Penentuan perlakuan terbaik dilihat berdasarkan nilai tertinggi dari
beberapa parameter yang diuji yaitu rendemen, total fenolik dan kadar klorofil.
Pelaksanaan Penelitian
105
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
3,00 Keterangan:
[VALUE] [VALUE] [VALUE]
2,50 [VALUE] ±0,0 a ±0,1 a ±0,1 a P1= bahan : aseton= (1:9)
[VALUE]
Rendemen (%)
Analisis ini menunjukan bahwa pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton
(b/v) P4 (1:15) menghasilkan rendemen ekstrak Sargassum polycystum yang tertinggi, yaitu 2,40% dan
berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan P1 (1:9) menghasilkan
rendemen ekstrak Sargassum polycystum terendah, yaitu 1,67%.
106
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
Hal ini diduga terjadi karena pelarut yang digunakan sudah mencapai titik jenuh dan ini
menyebabkan kadar rendemen yang dihasilkan tidak mengalami kenaikan lagi pada perlakuan (1:17) .
Hasil penelitian Yudharini et al. (2016) yang meneliti tentang ekstraksi buah pandan (pandanus
tectorius) menghasilkan rendemen ekstrak menggunakan pelarut aseton tertinggi pada perbandingan
(1:9) dalam tiga perbandingan, yaitu (1:7), (1:9) dan (1:11).
Total Fenolik
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total fenol ekstrak Sargassum polycystum. Grafik
nilai rata-rata total fenol dari ekstrak Sargassum polycystum dapat dilihat pada Gambar 2.
Keterangan:
[VALUE] ±0,0
Total Fenolik
b
0,90 c P3= bahan : aseton= (1:13)
P4= bahan : aseton= (1:15)
0,85
P5= bahan : aseton= (1:17)
0,80 Keterangan: Huruf yang
0,75 berada di belakang angka
P1 P2 P3 P4 P5 menunjukan bawah
perbedaan yang nyata
Perbandingan Bahan Dengan Pelarut Aseton (b/v) (P<0,05). Data merupakan
rata-rata dari tiga ulangan.
Gambar 2. Grafik nilai rata-rata total fenol ekstrak Sargassum polycystum (mgGAE/100g).
Analisis ini menunjukan bahwa pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v)
P4 (1:15) menghasilkan total fenol ekstrak Sargassum polycystum yang tertinggi, yaitu 0,95
mgGAE/100g. Sedangkan perlakuan P1 (1:9) menghasilkan total fenol ekstrak Sargassum polycystum
terendah, yaitu 0,86 mgGAE/100g.
Hal ini menunjukkan bahwa senyawa fenolik dapat terekstrak dan mencapai titik optimumnya.
Kemungkinan ini diakibatkan sifat fenol yang larut dalam pelarut organik dan aseton merupakan salah
satu pelarut organik yang mampu memecah senyawa organik. Hasil penelitian Nasser (2011) tentang
variasi rasio pelarut etanol terhadap kadar oleoresin temulawak menghasilkan senyawa fenol tertinggi
pada rasio perbadingan (1:7). Pada perbandingan bahan dengan pelarut (1:15) diduga pelarut yang
digunakan telah mencapai titik jenuh, sehingga proses ekstraksi senyawa fenolik yang terdapat pada
ekstrak Sargassum polycystum sudah tidak memberi efek kenaikan pada total fenolik. Hal ini didukung
penelitian Farida et al. (2015) pada ekstraksi kadar antosianin limbah kulit manggis menghasilkan
perbandingan yang optimum yaitu pada rasio 1:20 dibandingkan perlakuan rasio 1:10 dan 1:30. Hal ini
diduga terjadi karena pada rasio 1:20 pelarut sudah mencapai titik jenuhnya dan akibatnya pada rasio
1:30 tidak dapat memberi efek kenaikan kadar antosianin ekstrak.
107
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
Intensitas Warna
a. Tingkat Kecerahan (L*)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat kecerahan (L*) ekstrak Sargassum
polycystum. Grafik nilai rata-rata tingkat kecerahan (L*) ekstrak Sargassum polycystum dapat dilihat
pada Gambar 3.
Keterangan :
5,60 [VALUE] ±0,1[VALUE] ±0,1[VALUE] ±0,0 [VALUE] ±0,1
ab a a
Kecerahan (L*)
Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan warna dari gelap sampai terang dengan kisaran 0–100.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap nilai rata-rata tingkat kecerahan
pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton. Perlakuan perbandingan bahan dengan
pelarut aseton (b/v) P4 (1:15) menghasilkan tingkat kecerahan (L*) ekstrak Sargassum polycystum yang
rendah yaitu sebesar 5,08. Sedangkan perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v) P5
(1:17) menghasilkan tingkat kecerahan (L*) ekstrak Sargassum polycystum yang tinggi yaitu sebesar
5,38.
Hal ini dikarenakan senyawa bioaktif yang terkandung pada ekstrak Sargassum polycystum
dengan perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v) P4 (1:15) terekstrak lebih banyak
sehingga tingkat kecerahan yang dihasilkan semakin rendah (gelap). Hasil penelitian Manasika dan
Widjanarko (2015) menunjukkan semakin banyak pigmen yang terekstrak menyebabkan warna ekstrak
akan semakin gelap dan pekat, sehingga nilai kecerahan menurun.
108
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
Keterangan:
P1 P2 P3 P4 P5
0 P1= bahan : aseton= (1:9)
Nilai a* (tingkat kemerahan) menyatakan tingkat warna hijau sampai merah dengan kisaran
nilai –100 sampai +100. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap nilai rata-
rata tingkat kemerahan (a*) pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton. Sargassum
polycystum yang diekstrak menggunakan perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v) P4
(1:15) memiliki nilai rata-rata tingkat kemerahan yang paling rendah yaitu sebesar -5,46. Nilai rata-rata
tingkat kemerahan tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v)
P1 (1:9) yaitu sebesar -3,72. Hal ini dikarenakan pigmen klorofil pada ekstrak Sargassum polycystum
dengan perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v) P4 (1 : 15) terekstrak lebih banyak
sehingga tingkat kemerahan yang dihasilkan semakin rendah. Semakin besar nilai tingkat kemerahan
(a*) menunjukkan kecenderungan warna yang semakin merah dan sebaliknya, semakin kecil nilai
tingkat kemerahan (a*) menunjukkan kecenderungan warna yang semakin hijau. Tingkat kemerahan
berkaitan dengan semakin besarnya kelarutan pigmen klorofil, semakin rendah kadar klorofil maka
tingkat kemerahan akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi kadar klorofil maka warna yang
dihasilkan akan semakin merah (Aryanti et al., 2016).
c. Tingkat Kekuningan (b*)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat kekuningan (b*) ekstrak Sargassum
polycystum. Grafik nilai rata-rata tingkat kekuningan (b*) ekstrak Sargassum polycystum dapat dilihat
pada Gambar 5.
60,00 [VALUE] ±0,3[VALUE] ±0,1[VALUE] ±0,5 Keterangan:
Kekuningan (b*)
109
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
Sargassum polycystum yang diekstrak menggunakan perlakuan perbandingan bahan dengan
pelarut aseton (b/v) P4 (1:15) memiliki nilai rata-rata tingkat kekuningan yang paling tinggi yaitu
sebesar 54,00. Nilai rata-rata tingkat kekuningan terendah diperoleh pada perlakuan perbandingan
bahan dengan pelarut aseton (b/v) P1 (1:9) yaitu sebesar 35,87. Nilai b* (tingkat kekuningan)
menyatakan tingkat warna biru sampai kuning kisaran nilai –100 sampai +100. Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap nilai rata-rata tingkat kekuningan (b*) pada
perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton. Menurut hasil penelitian Zendrato et al. (2014)
menyatakan bahwa warna ekstrak pada lamun yang diperoleh dengan proses ekstraksi menggunakan
pelarut aseton cenderung berwarna hijau kekuningan. Warna hijau kekuningan menurut Gross (1991)
berasal dari komponen klorofil b. Klorofil merupakan senyawa yang sangat sensitif, klorofil akan
sangat mudah terdegradasi pada paparan suhu tinggi dan cahaya, sehingga akan mengubah warnanya
menjadi kekuningan (Du et al., 2014).
Klorofil
a. Klorofil a
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap klorofil a ekstrak Sargassum polycystum. Grafik
nilai rata-rata klorofil a ekstrak Sargassum polycystum dapat dilihat pada Gambar 6.
Analisis ini menunjukkan bahwa pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton
(b/v) P4 (1:15) menghasilkan klorofil a ekstrak Sargassum polycystum yang tertinggi, yaitu 279 ppm.
Sedangkan Perlakuan P1 (1:9) menghasilkan klorofil a ekstrak Sargassum polycystum terendah, yaitu
143 ppm.
400 [VALUE] ±32
[VALUE] Keterangan:
Klorofil a (ppm)
±37 [VALUE] ±8 a
ab
300 [VALUE] ±39 bc [VALUE] ±11 P1= bahan : aseton= (1:9)
d
cd
200 P2= bahan : aseton= (1:11)
110
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
menyatakan bahwa pelarut aseton lebih cenderung melarutkan komponen klorofil a yang berwarna
kebiruan.
b. Klorofil b
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap klorofil b ekstrak Sargassum Polycystum. Grafik nilai rata-
rata klorofil b ekstrak Sargassum polycystum dapat dilihat pada Gambar 7.
Analisis ini menunjukkan bahwa pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton (b/v)
P4 (1:15) menghasilkan klorofil b ektrak Sargassum polycystum yang tertinggi, yaitu 134 ppm.
Sedangkan perlakuan P1 (1:9) menghasilkan klorofil b dari ekstrak Sargassum polycystum terendah,
yaitu 91ppm.
Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan bahan dengan pelarut dengan pelarut aseton
berpengaruh terhadap kadar klorofil b yang dihasilkan. Dari penelitian Farida et al. (2015) pada
ekstraksi kadar antosianin limbah kulit manggis menghasilkan perbandingan yang optimum yaitu pada
rasio 1:20 dibandingkan perlakuan rasio 1:10 dan 1:30. Hal ini diduga terjadi karena pada rasio 1:20
pelarut sudah mencapai titik jenuhnya dan akibatnya pada rasio 1:30 tidak dapat memberi efek kenaikan
kadar antosianin ekstrak. Hasil ini juga didukung oleh penelitian dari Prasetyo et al. (2012) tentang
Pengaruh Rasio Massa Daun Suji / Pelarut, Temperatur dan Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Klorofil daun
Suji yang menyatakan bahwa pelarut aseton lebih cenderung melarutkan komponen klorofil a, oleh
karena itu warna hijau yang dihasilkan lebih kebiruan.
c. Total Klorofil
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut
aseton berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total klorofil ekstrak Sargassum polycystum. Grafik
nilai rata-rata total klorofil ekstrak Sargassum polycycstum dapat dilihat pada gambar 8.
111
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
Keterangan:
400 [VALUE] ±34
Keterangan: Huruf di belakang angka menunjukkan bahwa perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Data
merupakan rata-rata dari tiga ulangan.
Gambar 8. Grafik nilai rata-rata total klorofil ekstrak Sargassum Polycystum.
Analisis ini menunjukkan bahwa pada perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut aseton
(b/v) P4 (1:15) menghasilkan total klorofil ekstrak Sargassum polycystum yang tertinggi, yaitu 310
ppm. Sedangkan perlakuan P1 (1:9) menghasilkan total klorofil ekstrak Sargassum polycystum
terendah, yaitu 170 ppm.
Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan bahan dengan pelarut aseton berpengaruh terhadap
kadar total klorofil yang dihasilkan. Pada perbandingan bahan dengan pelarut aseton 1:15, pelarut sudah
mencapai titik jenuhnya sehingga kadar klorofil yang dapat terekstrak dari bahan semakin sedikit. Hasil
ini didukung oleh penelitian dari Kwartiningsih et al.(2016) yang meneliti tentang kadar antosianin dari
kulit buah naga, pada variasi perbandingan pelarut dan bahan menghasilkan kadar antosianin terbesar
pada perbandingan 1:6 dibandingkan dengan variasi perbandingan 1:2, 1:4, 1:8 dan 1:10. Diduga pada
variasi perbandingan 1:6 pelarut sudah mencapai titik jenuhnya sehingga zat pigmen yang dihasilkan
semakin sedikit.
112
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
DAFTAR PUSTAKA
Antari, N.M.R.O., N.M. Wartini dan S. Mulyani. 2015. Pengaruh ukuran partikel dan lama ekstraksi
terhadap karakteristik ekstrak warna alami buah pandan (Pandanus tectorius). Jurnal Rekayasa
dan Manajemen Agroindustri. 3(4): 1-11.
Aryanti, N., A. Nafiunisa, dan F.M. Wilis. 2016. Ekstraksi dan karakterisasi klorofil dari daun suji
(Pleomele angustifolia) sebagai pewarna pangan alami. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
5(4): 129-135.
Atmadja, W.S., Kadi, A., Sulistijo dan Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Baihakki., Feliatra, dan T. Wikanta. 2014. Extraction of polyphenol From Sargassum sp. And Its
Entrapment In The Nanochitosan. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Riau. 1 (1): 1-
15.
Dewi, N.N.D.T., L. P. Wrasiati, dan G. P. Ganda Putra. 2016. Pengaruh konsentrasi pelarut etanol dan
suhu maserasi terhadap rendemen dan kadar klorofil produk enkapsulasi selada laut (Ulva
lactuca L). Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 4 (3): 1-4.
Diantika, F., Sutan, S.M., Yulianingsih, R. 2014. Effect of Long Extraction and Concentration and
Concentration of Ethanol Solvent Extraction Antioxidant Cocoa Beans (Theobroma cacao L.).
Jurnal Teknologi Pertanian. Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya Malang. 15 (3).
Du, L., X. Yang, J. Song, Z. Ma, Z. Zhang, and X. Pang. 2014. Characterization of the stage
dependency of high temperature on green ripening reveals a distinct chlorophyll degradation
regulation in banana fruit. Journal of Scientia Horticulturae. 180: 139-146.
Eriningsih, R., Rini Marlina,Theresia Mutia, Arif Wibi Sana, Anna Titis. 2014. Eksplorasi Kandungan
Pigmen Dan Alginat Dari Rumput Laut Coklat Untuk Proses Pewarnaan Kain Sutera. Balai
Besar Tekstil. Bandung.
Gross, J. 1991. Pigments in Vegetables, Chlorophylls and Carotenoids. Van Nostrand Reinhold, New
York.
Kwartiningsih, E., A. Prastika, dan D. L. Triana. 2016. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Antosianin dari
Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis). Fakultas Teknik. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Maeda, H., Hosokawa, M., Sashima, T., Funayama, K. dan Miyashita, K. 2005. Fukoxanthin from
Edible Seaweed, Undaria pinnatifida, Shows Antiobesity Effect Through UCP1 Expression in
White Adipose Tissues. Biochemical and biophysical research communication3. 32: 392-397.
Manasika, A., dan S.B. Widjanarko. 2015. Ekstraksi pigmen karotenoid labu kabocha menggunakan
metode ultrasonik (kajian rasio bahan: pelarut dan lama ekstraksi). Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3 (3):928-938.
Nara, E. K., Akira. A. dan Akihiko, N. 2005. Neoxantin and Fucoxanthin Induce Apoptasis in PC-3
Human Prostate Cancer Cells. Cancer Letters, 220(1): 75-84
Nasser, H. 2011. Pengaruh Variasi Rasio Pelarut Dan Waktu Perendaman Terhadap Kadar
Kurkuminoid, Total Fenol, Dan Aktivitas Antioksidan Pada Oleoresin Lumpang Temulawak
(Curcuma xanthorriza Roxb.) Dengan Pengeringan Cabinet Dryer. Dipublikasikan. Skripsi
S1.Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Nollet, LML. 2004. Handbook of Food Analysis. Physical Characterzati-ion and Nutrient Analysis.
Marcel Dekker. Inc. 1(2). New York.
113
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN: 2503-488X, Vol. 6. No. 2. April 2018 (103-114)
Nomura, T., Kikuchi M., Kubodera A. dan Kawakami, Y. 1997. Proton-donative Antioxidant Activity
of Fucoxanthin with 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Biochem Mol Biol Int. 42(2): 361-
70.
Panovska, T. K., Kulevanova, S. dan Stenova, M. 2005. In Vitro Antioxidant of Some Teucrium
Spesies (Lamiaceae). Journal Acta pharmachology, 55(2).27-214.
Prasetyo, S., Sanjaya, H. dan Yohanes, YN. 2012. Pengaruh Rasio Massa Daun Suji / Pelarut,
Temperatur Dan Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji Secara Batch Dengan
Pengontakan Dispersi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas
Katolik Parhayangan. 3 (2): 45-55.
Sakanaka, S., Y.Tachibana, and O.Yuki. 2005. Preparationand antioxidant properties of extracts of
Japanese persimo leaf tea (kakinocha-cha). Food chemistry 89. 569-575
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Penerbit Liberty : Yogyakarta Suparmi, dan S. Achmad. 2009. Mengenal potensi rumput laut:
Kajian pemanfaatan sumber daya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan. 44(118): 95-
116.
Weaver, C. 1996. The Food Chemistry Laboratory. CRC Press, Boca Raton, New York, london, Tokyo.
Wignore, Ann. 1985. The Wheatgrass Book. Avery Books.
Yudharini, G. A. K. F., A. A. P. A. S. Wiranatha dan N. M. Wartini. 2016. Pengaruh Perbandingan
Bahan Dengan Pelarut Dan Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Ekstrak
Pewarna Dari Buah Pandan (Pandanus tectorius). Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri. 4 (3): 36-46.
Zendrato, I. A., F. Swatawati., dan Romadhon. 2014. Ekstraksi klorofil dan karotenoid dengan
konsentrasi pelarut yang berbeda pada lamun (Enhalusacoroides) di Perairan Laut Jawa. Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3 (1): 30-39.
114