Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Pembelajaran Generatif
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Pembelajaran Generatif
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Pembelajaran Generatif
ISSN: 2355-4185
Pendahuluan
Matematika mempunyai sifat yang abstrak yang terdiri dari fakta, operasi atau
relasi, konsep dan prinsip (Abdul, 2008). Sehingga untuk mempelajari matematika
diperlukan pemahaman konsep yang baik. Sebelum memahami suatu konsep dalam
matematika, maka diperlukan pemahaman konsep lain yang terkait. Dengan kata lain,
75
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 2, September 2014
untuk memahami suatu konsep yang baru diperlukan pemahaman konsep sebelumnya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya untuk memahami suatu konsep yang sederhana
karena dari pemahaman konsep yang sederhana itulah berangkatnya suatu pemahaman
konsep yang rumit.
Kenyataan di lapangan pemahaman siswa terhadap matematika masih rendah.
Ruseffendi (1991) dan Wahyudin (2008) menyatakan bahwa banyak anak setelah
belajar matematika, bagian yang sederhanapun banyak yang tidak dipahaminya, banyak
konsep yang dipahami secara keliru. Hal ini memberi makna bahwa masih rendahnya
pemahaman matematis siswa dalam pembelajaran matematika.
Dalam Kurikulum 2006, di samping pemahaman, komunikasi juga merupakan
kemampuan yang perlu dimiliki dan dikembangkan pada diri siswa. Melalui komunikasi
matematis siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya baik
secara lisan maupun tulisan, disamping renegosiasi respon antar siswa akan dapat terjadi
dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya komunikasi matematis dapat membawa
siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah
dipelajari.
Baroody (Ansari, 2003) mengatakan bahwa ada dua alasan penting mengapa
komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuh kembangkan. Pertama,
matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola,
menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, akan tetapi matematika juga
merupakan suatu alat yang tidak ternilai untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan
jelas, tepat, dan ringkas. Kedua, pembelajaran matematika merupakan aktivitas sosial
dan juga sebagai wahana interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
Kenyataan di lapangan, kemampuan komunikasi matematis siswa tidak seperti
yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian yang menyatakan
rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika.
Seperti halnya hasil penelitian Istiqomah (2007), Rohaeti (2003), dan Qohar (2009)
yang menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih
kurang/rendah, baik dalam melakukan komunikasi secara lisan ataupun tulisan. Hal ini
mungkin karena siswa tidak dibiasakan dalam mengemukakan pendapat/gagasan/ide
dalam pembelajaran di sekolah, padahal siswa yang mampu mengkomunikasikan idenya
baik secara lisan atau tulisan, akan lebih banyak menemukan cara penyelesaian suatu
permasalahan.
Kesulitan siswa dalam memahami matematika, tentunya akan mempengaruhi
kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan ide matematika. Menurut Ansari
(2003) kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu aspek yang dapat
mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis. Bisa kita pahami bahwa siswa tidak
akan bisa mengkomunikasikan ide-ide matematis, tanpa bisa memahami ide matematis
tersebut. Oleh karena itu, bisa dipastikan bahwa kemampuan komunikasi seorang siswa
akan tinggi apabila kemampuan pemahaman matematikanya tinggi.
Rendahnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa akan
berpengaruh pada rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Seorang siswa yang tidak
mampu memahami suatu ide matematis, maka akan sulit baginya untuk
mengkomunikasikan ide tersebut baik secara lisan ataupun tulisan. Ketidakmampuan
siswa dalam mengkomunikasikan ide akan mengakibatkan siswa tidak mampu
mengerjakan soal-soal atau permasalahan sehingga berdampak pada rendahnya prestasi
siswa.
76
Jurnal Didaktik Matematika Martunis, dkk
Kajian Pustaka
Pemahaman dan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang perlu
dimiliki dan dikembangkan pada diri siswa seperti yang diamanatkan dalam kurikulum
2006. Melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi
berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan, disamping renegosiasi respon
antar siswa akan dapat terjadi dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya komunikasi
matematis dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep
matematika yang telah dipelajari.
Baroody (Ansari, 2003) mengatakan bahwa ada dua alasan penting mengapa
komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuh kembangkan. Pertama,
matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola,
menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, akan tetapi matematika juga
merupakan suatu alat yang tidak ternilai untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan
jelas, tepat, dan ringkas. Kedua, pembelajaran matematika merupakan aktivitas sosial
dan juga sebagai wahana interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
Kenyataan di lapangan, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis
siswa tidak seperti yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian
yang menyatakan rendahnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa
dalam pembelajaran matematika. Seperti halnya hasil penelitian Rusefendi (1991) dan
Wahyudin (2008) menyatakan bahwa banyak anak setelah belajar matematika, bagian
yang sederhanapun banyak yang tidak dipahaminya, banyak konsep yang dipahami
secara keliru. Sedangkan Istiqomah (2007), Rohaeti (2003), dan Qohar (2009) yang
menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih kurang/rendah,
baik dalam melakukan komunikasi secara lisan ataupun tulisan. Hal ini mungkin karena
77
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 2, September 2014
78
Jurnal Didaktik Matematika Martunis, dkk
Metodelogi Penelitian
79
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 2, September 2014
Sebelum dilakukan uji hipotetis, dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas
distribusi data dan uji homogenitas varians data.
Adapun uji statistik yang digunakan pada pengolahan data sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan
kemampuan komunikasi matematis baik berdasarkan keseluruhan siswa maupun
berdasarkan level siswa digunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu uji
Independent-samples T Test.
b. Untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
level siswa terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan
kemampuan komunikasi matematis digunakan Uji ANOVA dua jalur.
Hasil uji perbedaan ngain untuk level siswa seperti tabel berikut:
Dari tabel didapat nilai Sig = 0,000 untuk perbedaan level tinggi, Sig =
0,001 untuk level sedang dan Sig = 0,000 untuk level rendah. Dengan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan level siswa peningkatan kemampuan
pemahaman matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari siswa kelas kontrol.
Berdasarkan analisis peningkatan kemampuan pemahaman matematis
ditinjau dari keseluruhan siswa dan level siswa dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kemampuan pemahaman matematis kelas eksperimen lebih baik dari
pada peningkatan kemampuan pemahaman matematis kelas kontrol.
80
Jurnal Didaktik Matematika Martunis, dkk
Hasil uji perbedaan Ngain untuk level siswa adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Perbedaan Peningkatan Komunikasi Matematis
Dari tabel 4 didapat nilai Sig = 0,004 untuk perbedaan level tinggi, Sig =
0,000 untuk level sedang dan Sig = 0,000 untuk level rendah. Dengan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan level siswa peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari siswa kelas kontrol.
Berdasarkan analisis peningkatan kemampuan komunikasi matematis
ditinjau berdasarkan keseluruhan siswa dan level siswa dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen lebih baik dari
pada peningkatan kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol.
Tabel 5. Hasil Uji Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Siswa
terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis
81
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 2, September 2014
Tabel 6. Hasil Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Siswa
terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Kelas .288 1 .288 77.002 .000
Berdasarkan hasil pengujian dan hasil analisis yang telah dilakukan didapat
nilai sig = 0,073 > 0,05 yang mengakibatkan diterimanya H0 dan ditolaknya Ha
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pendekatan
pembelajaran dengan level siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi
matematis.
Pembahasan
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran generatif
lebih baik dari peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran secara konvensional ditinjau berdasarkan keseluruhan siswa maupun
ditinjau berdasarkan level siswa. Dalam pengujian lanjutan juga disimpulkan bahwa
tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan level siswa terhadap peningkatan
kemampuan pemahaman matematis. Hal ini disebabkan ada level siswa yang memiliki
peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang tidak berbeda secara signifikan.
Level yang memiliki peningkatan yang tidak berbeda adalah level sedang dan level
rendah pada kelas eksperimen. Hasil ini memberikan pengertian bahwa peningkatan
kemampuan pemahaman matematis dalam pembelajaran generatif hampir merata pada
setiap levelnya dan tidak dipengaruhi oleh level siswa.
Kesimpulan dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
Rafiq dan Gida (2012) yang menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan
pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model generatif
lebih baik dari peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan model konvensional. Hal ini dikarenakan dalam penerapan model
pembelajaran generatif guru secara optimal memberikan bimbingan kepada siswa untuk
dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan dengan cara mengintegrasikan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
Selain peningkatan kemampuan pemahaman matematis, dalam penelitian ini juga
menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematis. Hasil analisis dalam
penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran generatif lebih baik dari peningkatan
komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model konvensional baik ditinjau
berdasarkan keseluruhan siswa maupun level siswa. Namun uji lanjut menunjukkan
82
Jurnal Didaktik Matematika Martunis, dkk
bahwa tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan level siswa terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi matematis. Hal ini disebabkan ada level siswa
yang memiliki peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang tidak berbeda
secara signifikan. Level yang memiliki peningkatan yang tidak berbeda adalah level
sedang dan level rendah pada kelas eksperimen. Hasil ini memberikan pengertian bahwa
peningkatan kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran generatif hampir
merata pada setiap levelnya dan tidak dipengaruhi oleh level siswa.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan Hulikati (2005) yang menyatakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajarkan dengan model generatif lebih baik dari siswa yang
diajarkan secara konvensional untuk setiap level sekolah yang dijadikan sampel dalam
penelitian.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan karakteristik pembelajaran generatif yang
dikemukakan oleh Wittrock (1992) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran
generatif kemampuan komunikasi siswa akan mengalami peningkatan sebagai hasil dari
upaya siswa menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya.
Sehingga pembelajaran generatif memilki hubungan yang positif dengan kemampuan
komunikasi matematika.
Kesimpulan
a. Ditinjau berdasarkan keseluruhan siswa dan level siswa, peningkatan kemampuan
pemahaman matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran model generatif lebih baik dari pada peningkatan
kemampuan pemahaman matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran
konvensional.
b. Tidak terdapat interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran (pembelajaran
generatif dan konvensional) dengan tingkat kemampuan matematika siswa terhadap
peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa.
c. Tidak terdapat interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran (pembelajaran
generatif dan konvensional) dengan tingkat kemampuan matematika siswa
terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Daftar Pustaka
Abdul, H.F. 2008. Matematika hakikat dan Logika. Yogyakarta: AR-RUZZ Media.
83
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 2, September 2014
84