Relationship Between Job Strain and Myocardial Infarction in The National Cardiovascular Center Patients
Relationship Between Job Strain and Myocardial Infarction in The National Cardiovascular Center Patients
Relationship Between Job Strain and Myocardial Infarction in The National Cardiovascular Center Patients
Kardiologi Indonesia
J Kardiol Ind 2008; 29:12-19
ISSN 0126/3773 Clinical Research
Latar belakang. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah baik di
negara maju maupun negara berkembang. Prevalensi infark miokard juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini selain
disebabkan oleh faktor risiko konvensional, juga dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Upaya pengendalian baru ditujukan pada
faktor-faktor risiko konvensional yang sudah diketahui jelas pengaruhnya, sedangkan faktor pekerjaan yang menimbulkan
job strain masih belum diperhatikan, padahal job strain dapat menimbulkan stres kerja yang akan berdampak pada terjadinya
infark miokard. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara job strain dan faktor risiko lainnya dengan terjadinya
infark miokard pada pekerja.
Metode. Desain penelitian ini adalah kasus – kontrol berpadanan 1 : 1 menurut umur. Data dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner data umum yang meliputi karakteristik demografi, faktor risiko konvensional, karakteristik pekerjaan, dan kuesioner
demand – control (JCQ) untuk mengukur job strain.
Hasil. Job strain, merokok dan dislipidemia secara bersama-sama merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan infark
miokard. Job strain meningkatkan risiko infark miokard 6,8 kali lipat (Adj OR 6,80, 95% CI: 2,72 ; 16,98, p = 0,000). Perokok
ringan berisiko 15 kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR 14,97, 95% CI: 3,17 ; 70,74, p = 0,001), perokok
sedang berisiko 7,7 kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR 7,72, 95% CI: 2,73 ; 21,84, p = 0,000), dan perokok
berat berisiko 26 kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR 25,61, 95% CI: 5,25 ; 124,88, p = 0,000). Dislipidemia
meningkatkan risiko infark miokard 2,8 kali lipat (Adj OR 2,82, 95% CI: 1,07 ; 7,44, p = 0,035). Komponen job strain yang
meningkatkan risiko infark miokard adalah job demands yang tinggi (Adj OR 2,44, 95% CI: 1,02 ; 5,85, p = 0,046).
Kesimpulan. Job strain, merokok dan dislipidemia secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian infark miokard.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit maupun negara berkembang. Di USA setiap tahun
yang masih menjadi masalah baik di negara maju 550.000 orang meninggal karena penyakit ini. Di
Eropa diperhitungkan 20 – 40.000 orang dari 1 juta
penduduk menderita PJK. Survei yang dilakukan
Departemen Kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK
From Department of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.1
Medicine University of Indonesia, National Cardiovascular Center Persentase kematian akibat penyakit jantung dari
Harapan Kita Hospital, Jakarta, Indonesia total angka kematian menunjukkan peningkatan dari
Alamat korespondensi:
5,9% pada 1975 menjadi 26,4% pada 2004.2 Data
Dr. Rima Melati, National Cardiovascular Center Harapan Kita yang diperoleh dari Jakarta Cardiovascular Study pada
Hospital, Jakarta, Indonesia 2008 memperlihatkan prevalensi infark miokard pada
E-mail: [email protected] wanita 4,12% dan 7,6% pada pria, atau 5,29% secara
keseluruhan. Terjadi peningkatan dibanding tahun job demand rendah dan job control tinggi.8
2000 yang hanya 1,2%. Peningkatan selama 7 tahun Selama ini upaya pengendalian PJK baru ditujukan
sebesar 4,09% atau rata-rata 0,6% per tahun.2 pada faktor-faktor risiko konvensional yang sudah
Selama ini faktor risiko konvensional PJK yang diketahui jelas pengaruhnya. ���������������������
Pencegahan yang dila-
diketahui ada dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat kukan juga lebih ditujukan pada faktor-faktor risiko
diubah yakni usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, konvensional. Belum ada perhatian terhadap pengen-
etnis, dan faktor risiko yang dapat diubah, yakni dalian faktor risiko dari lingkungan kerja seperti job
merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus, strain yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
obesitas, sindrom metabolik, stres, diet lemak tinggi kardiovaskular.9
kalori, dan inaktifitas fisik.3 Penelitian INTERHEART Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor hubungan antara job strain dengan terjadinya infark
risiko terkuat, diikuti dengan diabetes, hipertensi dan miokard, sehingga dapat disusun langkah-langkah
faktor psikososial. 4,5 untuk pencegahan dan penanggulangan agar dapat
Ternyata pengendalian faktor-faktor risiko tersebut mengurangi morbiditas penyakit tersebut, proses kerja
belum dapat menjawab seluruh pertanyaan mengapa perusahaan tidak terganggu, dapat mencapai hasil kerja
ada orang yang menderita penyakit jantung dan ada perusahaan yang optimal, dan dapat mengurangi biaya
yang tidak, walaupun keduanya mempunyai faktor medis sehubungan dengan penyakit tersebut.10
risiko konvensional yang sama.2 Faktor-faktor risiko
konvensional tersebut tidak dapat memprediksi secara
lengkap mengapa hal tersebut dapat terjadi.6 Metode
Penelitian Kornitzer dkk., mengamati pengaruh
faktor lingkungan kerja terhadap kejadian penyakit Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode
kardiovaskular dalam suatu survei prospektif terh- kasus - kontrol berpadanan (matching) 1 : 1 menurut
adap 2 kohort yang masing-masing berasal dari bank umur. Subyek penelitian adalah pasien di Pusat
swasta dan bank semi-publik. Insidens penyakit Jantung Nasional - Harapan Kita periode Januari
jantung koroner dalam 10 tahun, pada pekerja hingga Juni 2008, terdiri dari 77 orang pada masing-
bank semi-publik ditemukan sebesar 5%, sedangkan masing kelompok kasus dan kontrol. Pengambilan
pada pekerja bank swasta ditemukan sebesar 9%; sampel penelitian dilakukan secara consecutive pada
perbedaan ini tidak dapat diterangkan oleh faktor- pasien yang berusia ≤ 65 tahun, yang menjalani rawat
faktor risiko klasik. Kornitzer menduga beberapa inap atau rawat jalan, baik yang berkunjung pertama
faktor psikososial dan okupasi dapat berperan, kali atau kontrol ulang. Kelompok kasus adalah pasien
misalnya hubungan sosial yang buruk, kejadian yang didiagnosis infark miokard, sedangkan kelompok
stres dalam kehidupan, stres kerja, tidak bekerja, kontrol adalah pasien yang didiagnosis non infark
serta lingkungan kerja misalnya pajanan terhadap miokard. Kriteria eksklusi adalah bila tidak pernah
carbon monoxide, nitroglycerine, carbon disulphide, bekerja sebelumnya.
bising, panas, dingin, kerja gilir, depresi, aktivitas Data demografi, pekerjaan, faktor risiko kon
fisik dan kelelahan vital.6 vensional, dan situasi keluarga diperoleh melalui
Penelitian yang dilakukan oleh Malinauskienë et wawancara dengan menggunakan kuesioner data
al., mengenai demand – control dan infark miokard umum. Data tekanan darah, gula darah dan kadar lipid
pada populasi pekerja pria di Kaunas, menunjuk- diperoleh dari rekam medis. Sedangkan data job strain
kan bahwa pekerja dengan job control yang rendah didapat dengan melakukan wawancara menggunakan
merupakan risiko untuk terjadinya infark miokard kuesioner demand – control (Job Content Questionnaire)
pertama (OR 1,68) dibandingkan pekerja dengan job untuk mengukur job skill discretion, job decision – mak-
control tinggi.7 Netterstrøm dkk., meneliti mengenai ing authority, job demand dan job decision latitude serta
hubungan antara job strain dan infark miokard pada data tambahan untuk social support (co-workers support
pasien yang dirawat di rumah sakit, dimana pada dan supervisor support) serta job insecurity. Variabel
kelompok dengan job demand tinggi yang dikom- yang diteliti adalah infark miokard sebagai variabel
binasikan dengan job control rendah, mempunyai terikat, serta berbagai variabel bebas, yakni pendidikan,
kemungkinan dua kali lipat untuk mengalami infark jenis pekerjaan, situasi keluarga, merokok, hipertensi,
miokard (OR 2,1) dibandingkan kelompok dengan diabetes melitus, dislipidemia, obesitas, kerja gilir, lama
Model job strain dari Karasek menyatakan bahwa 3,17 ; 70,74, p = 0,001), perokok sedang berisiko 7,7
risiko terbesar terhadap kesehatan fisik dan mental kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR
akibat stres terjadi pada pekerja yang menghadapi 7,72, 95% CI: 2,73 ; 21,84, p = 0,000), dan perokok
job demands tinggi yang dikombinasikan dengan job berat berisiko 26 kali lipat terhadap terjadinya infark
decision latittude rendah. Job demands didefinisikan miokard (Adj OR 25,61, 95% CI: 5,25 ; 124,88, p
sebagai ”bekerja sangat cepat”, ”bekerja sangat keras”, = 0,000), dibandingkan dengan subyek yang bukan
dan ”tidak punya cukup waktu untuk menyelesai- perokok. Pada analisis bivariat tampak risiko infark
kan pekerjaannya”. Job decision latitude didefinisi- miokard meningkat sesuai dengan peningkatan kate-
kan sebagai kesempatan untuk menggunakan dan gori perokok, yaitu pada perokok ringan risiko infark
mengembangkan keterampilan dalam pekerjaan, dan miokard meningkat 8 kali lipat, pada perokok sedang
otoritas untuk membuat suatu keputusan. Kombinasi risiko infark miokard meningkat 8,7 kali lipat, dan
dari job demand tinggi dan job decision latitude rendah pada perokok berat risiko infark miokard meningkat
akan menyebabkan masalah kesehatan fisik yang nega- 28 kali lipat. Tetapi pada analisis multivariat, risiko
tif seperti meningkatnya risiko hipertensi dan penyakit infark miokard pada perokok sedang lebih rendah bila
kardiovaskular.9 dibandingkan dengan perokok ringan. Hal ini dika-
Dari penelitian ini diketahui bahwa secara renakan adanya interaksi diantara faktor risiko lainnya
bersama-sama job strain, merokok dan dislipidemia, yang tidak dianalisis lebih lanjut. Merokok berkaitan
meningkatkan risiko infark miokard, sedangkan dengan 35 – 40% kematian akibat infark miokard.
komponen job strain yang berperan adalah job demands Merokok lebih dari 20 batang per hari meningkat-
yang tinggi. Subyek penelitian yang mengalami job kan risiko penyakit jantung koroner 2 – 3 kali lipat.
strain akan memperoleh risiko infark miokard 6,8 Rokok dapat menyebabkan gangguan jantung karena
kali lipat dibandingkan dengan subyek yang tidak meningkatkan tekanan darah dan menghasilkan nor-
mengalami job strain (Adj OR 6,80, 95% CI: 2,72; adrenalin sehingga curah jantung dan tahanan perifer
16,98, p = 0,000). Dari kepustakaan diketahui job meningkat, juga menyebabkan kekurangan oksigen,
strain dapat menginduksi hipertensi yang berperan sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya infark
dalam proses aterogenesis pada titik percabangan arteri miokard. 3,14-16 Pada penelitian ini efek merokok lebih
dan juga efek pro-inflamasi langsung. Job strain juga besar dalam meningkatkan risiko terjadinya infark
meningkatkan ekskresi katekolamin. Mekanisme beta- miokard kemungkinan selain disebabkan oleh jumlah
adrenergik berimplikasi terhadap perlukaan endotel, batang rokok yang dihisap per hari, juga dipengaruhi
dan epinefrin akan mengaktivasi platelet. Selain itu oleh lamanya merokok.
juga mengganggu keseimbangan vago-simpatetik Dislipidemia meningkatkan risiko infark miokard
yang ditandai dengan perubahan detak jantung. Jadi 2,8 kali lipat (Adj OR 2,82, 95% CI: 1,07 ; 7,44, p
job strain yang berkaitan dengan peningkatan tekanan = 0,035). Peningkatan 1 mg/dl serum LDL kolesterol
darah dan katekolamin dapat menyebabkan disfungsi berkaitan dengan peningkatan 2 – 3% PJK, sedangkan
endotel, yang akan meningkatkan kerentanan untuk penurunan 1 mg/dl serum HDL kolesterol berkaitan
terjadinya vasospasme. Dengan demikian job strain dengan peningkatan 3 – 4% PJK, dan peningkatan
ini mempunyai hubungan dengan peningkatan risiko 1 mg/dl serum HDL kolesterol berkaitan dengan
infark miokard.9 Hasil yang diperoleh penelitian ini penurunan 2 – 3% PJK. Dari penelitian yang pernah
lebih besar dari pada hasil penelitian yang dilakukan dilakukan diketahui bahwa dislipidemia akan
oleh Karasek, Netterstrom et al., penelitian di meningkatkan risiko PJK 1,6 – 3,8 kali lipat. Jadi hasil
Stockholm dan di Kaunas, yang mendapatkan penelitian ini sesuai dengan penelitian yang sudah
peningkatan risiko infark miokard berkisar antara 1,3 pernah dilakukan.3
– 3,1 kali lipat akibat job strain. Hal ini kemungkinan Job demand merupakan salah satu komponen job
disebabkan penelitian tersebut dilakukan pada populasi strain. Pada analisis multivariat, job demand yang tinggi
pekerja, sedangkan pada penelitian ini pemilihan juga terbukti meningkatkan risiko infark miokard
populasi sampel diambil dari populasi pasien di rumah 2,4 kali lipat (Adj OR 2,44, 95% CI: 1,02 ; 5,85, p
sakit khusus jantung dan pembuluh darah sehingga = 0,046). Model job strain dari Karasek menyatakan
didapatkan hasil yang lebih besar.6,8,11-13 bahwa risiko kesehatan akibat stres terjadi pada
Perokok ringan berisiko 15 kali lipat terhadap pekerja yang menghadapi job demand yang tinggi,
terjadinya infark miokard (Adj OR 14,97, 95% CI: yang dikombinasikan juga dengan job decision latitude
yang rendah. Kombinasi keduanya akan meningkatkan manajemen perusahaan untuk melakukan deteksi
risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Hasil dini dan evaluasi job strain pada pekerja, serta upaya
ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan penanggulangan job strain dan penerapannya di
oleh Netterstrom et al., yaitu job demand tinggi yang perusahaan, misalnya melalui rekayasa organisasi,
dikombinasikan dengan job decision latitude rendah rekayasa kepribadian, teknik penenangan pikiran
meningkatkan risiko infark miokard 2,1 kali lipat. 6,8 melalui aktivitas fisik dan relaksasi. Selain itu perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan
antara job strain dengan risiko terjadinya infark
Simpulan miokard pada populasi pekerja, dan juga hubungan
antara job strain dengan penggolongan pekerjaan.
Faktor-faktor yang secara bersama-sama berhubungan
dengan infark miokard adalah job strain, merokok dan
dislipidemia. Analisis lebih lanjut memperlihatkan Daftar Pustaka
bahwa komponen job strain yang berhubungan dengan
infark miokard adalah job demand yang tinggi. 1. Majid A. Penyakit jantung koroner: patofisiologi, pencegahan,
dan pengobatan terkini. Available from: http://www.usu.ac.id/
id/files/pidato/ppgb/2007.
Keterbatasan 2. Kusmana D et al. Jakarta cardiovascular study report 1. Rumah
sakit jantung dan pembuluh darah Harapan Kita. Jakarta.
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, 2008.
antara lain pemilihan populasi, dan kualitas data yang 3. Gaziano JM, Manson JE, Ridker PM. Primary and secondary
diperoleh. Pemilihan populasi yang hanya meliputi prevention of coronary heart disease. In: Libby P et al, editors.
populasi pasien yang menjalani rawat inap dan rawat Braunwald’s heart disease: a textbook of cardiovascular medicine.
jalan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. 1119 – 48.
Harapan Kita, menyebabkan sampel yang diperoleh 4. Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, Dans T, Avezum A, Lanas F et
tidak mencerminkan keadaan populasi pekerja di al. Effect of potentially modifiable risk factors associated with
Indonesia, baik dari segi pekerjaan maupun kondisi myocardial infarction in 52 countries (the INTERHEART
penyakit dan kesehatan. Pengumpulan data melalui study): case-control study. Lancet. 2004;364: 937 – 52.
wawancara menggunakan kuesioner berpotensi 5. Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, Bautista L, Franzosi MG,
menghasilkan persepsi yang berbeda, walaupun hal ini Commerford P et al. Obesity and the risk of myocardial
telah diatasi dengan penjelasan isi kuesioner dan juga infarction in 27000 participants from 52 countries: a case-
menanyakan lebih lanjut jawaban yang meragukan. control study. Lancet. 2005;366:1640 – 49.
Selain itu ada beberapa faktor risiko yang juga dapat 6. Pelfren E, De Backer G, Mak R, de Smet P. Kornitzer M. Job
menyebabkan stres pada pekerja tetapi tidak diteliti, stress and cardiovascular risk factors. Results from BELSTRESS
yaitu tipe kepribadian, sosioekonomi, aktivitas fisik, study. Arch Public Health. 2002; 60: 245 – 68.
diet, bising. Juga tidak diteliti job stress dalam kaitannya 7. Malinauskienẽ V, Azaraviciene A, Apelis V. The demand – control
dengan besar dan frekuensi stres yang dialami. Hal model and myocardial infarction in the working population of
ini disebabkan oleh karena keterbatasan kemampuan Kaunas men. Acta Medica Lituanica. 2004;11( 4): 32 –5.
peneliti, waktu, biaya, sarana dan belum tersedianya 8. Netterstrom B, Nielsen FE, Kristensen TS, Bach E, Moller
instrumen yang tepat untuk melakukan pengukuran, L. Relation between job strain and myocardial infarction: a
serta juga mempertimbangkan kondisi umum case-control study. J Occup Environ Med 1999; 56: 339-
kesehatan pasien yang sedang menjalani perawatan. 42.
9. Éboulé CA, Brisson C, Maunsell E, Mâsse B, Bourbonnais R,
Vézina M et al. Job strain and risk of acute recurrent coronary
Saran heart disease events. JAMA. 2007;298(14):1652 –60.
10. Cahill J, Landsbergis PA, Schnall PL. Reducing occupational
Pekerja perlu mengetahui faktor-faktor risiko yang stress. Presented at the work stress and health conference.
saling berpengaruh dalam terjadinya infark miokard Washington DC. 1995 September.
dan berusaha menghindari atau mencegahnya. Perlu 11. Houtman I, Kornitzer M, de Smet P, Koyuncu R, de Backer G,
dikembangkan juga pelatihan-pelatihan bagi pihak Pelfrene E. Job stress, absenteeism and coronary heart disease
European cooperative study (the JACE study). Eur J Public Med. 1998;55:548 - 53
Health. 1999;9(1): 52 – 7. 14. Omvik P. How smoking affect blood pressure. Rev Blood Press.
12. Theorell T, Tsutsumi A, Hallquist J, Reuterwall C, Hogstedt C, 1996;5:71 – 7.
Fredlund P et al. Decision latitude, job strain, and myocardial 15. Aveyard P, West R. Managing smoking cessation. BMJ. 2007
infarction: a study of working men in Stockholm. Am J Public July 7;335:37 – 41.
Health. 1998;88:382 – 8. 16. Hennrikus DJ, Jeffrey RW, Lando HA, Murray DA, Brelje
13. Hammar N, Alfredsson L, Johnson JV. Job strain, social support K, Davidann B et al. The SUCCESS project: The effect of
at work, and incidence of myocardial infarction. Occup Environ program format and incentives on participation and cessation
in worksite smoking cessation programs. Am J Public Health.
2002;92:274 – 9.