Skripsi Tanpa Bab Pembahasan PDF
Skripsi Tanpa Bab Pembahasan PDF
Skripsi Tanpa Bab Pembahasan PDF
Oleh
Deswita Sari
1315051013
By
Deswita Sari
i
ABSTRAK
Oleh
Deswita Sari
Daerah Sumatera bagian Selatan merupakan daerah yang rawan terhadap bencana
gempabumi karena adanya aktifitas tumbukan lempeng tektonik yaitu Lempeng
Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Untuk memahami kondisi tektonikyang
tepat seperti pola zona subduksi diperlukan analisis hiposenter di daerah tersebut.
Sehingga dilakukanlah relokasi hiposenter untuk menentukan ulang hiposenter
gempabumi menjadi lebih akurat. Untuk menghasilkan hiposenter yang lebih
akurat ini dilakukanlah relokasi hiposenter dengan menggunakan metode
Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD). Relokasi dengan metode
Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD) menggunakan kecepatan
gelombang IASP91 yang mengasumsikan bahwa struktur dalam bumi bersifat
heterogen. Pada penelitian ini data yang digunakan berupa data arrival time
gelombang P dan S pada rentang waktu Januari 2010 s.d Desember 2016 dengan
koordinat -3.5º s.d -9º LS – 99º s.d 106.5º BT. Hasil dari relokasi menggunakan
MJHD menunjukkan adanya perubahan hiposenter gempabumi yang ditunjukkan
dengan nilai RMS (Root Mean Square) berkisar 0.2 s.d 0.5. Terdapat 3 sudut
penunjaman didaerah Sumatera bagian Selatan. Sudut penunjaman yang terbentuk
di Bengkulu sekitar 26.78º, sudut penunjaman Lampung sekitar 30.225º dan sudut
penunjaman Selat Sunda sekitar 52.53º. Masing-masing kedalaman penunjaman
daerah Bengkulu yaitu sekitar 250 km, Lampung dan Selat Sunda sekitar 400 km.
ii
RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN
METODE MODIFIED JOINT HYPOCENTER
DETERMINATION (MJHD) UNTUK ANALISIS ZONA
SUBDUKSI BAGIAN SELATAN
Oleh
DESWITA SARI
Skripsi
pada
pada tahun 2007 hingga 2008 kemudian pindah ke SMP N 1 Kotabumi dan lulus
Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika (HIMA TG) pada periode 2014/2015 dan
2015/2016 sebagai anggota Danus (Dana dan Usaha). Selain organisasi internal
kampus, penulis juga aktif dalam organisasi eksternal yaitu sebagai anggota
vii
AAPG SC Unila, anggota SEG (Society of Exploration Geophysicsts) Unila dan
Pada bulan Juli hingga Agustus 2016 penulis melaksanakan Kerja Praktik di Pusat
Sumber Daya Geologi (PSDG), Bandung dengan melakukan survei lapangan dan
Sumatera Barat” selama kurang lebih satu bulan. Pada tahun 2017 penulis
viii
Aku persembahkan karya kecil ini untuk:
Allah SWT
Saudara kandungku,
Agas Indra Kusuma
dan Keluarga besarku
Sahabat-sahabatku tercinta
Serta Calon Imamku kelak.
﴾٧٢﴿ ًضيَّة
ِ ْاضيَةً َّمر
ِ ك َر ْ يَا أَيَّتُهَا النَّ ْفسُ ْال ُم
ِ ِّ﴾ ارْ ِج ِعي إِلَ ٰى َرب٧٢﴿ ُط َمئِنَّة
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS al-Fajr [89]: 27-30).
(Albert Einstein)
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur bagi ALLAH SWT yang telah
memberikan nikmat, karunia dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “RELOKASI HIPOSENTER
GEMPABUMI MENGGUNAKAN METODE MODIFIED JOINT
HYPOCENTER DETERMINATION (MJHD) UNTUK ANALISIS ZONA
SUBDUKSI BAGIAN SELATAN” sebagai salah satu bagian dari kurikulum
dan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan studi sebagai Sarjana
Teknik pada Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
Skripsi ini merupakan hasil kegiatan Tugas Akhir di BMKG (Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika) Kotabumi. Namun demikian, penulis menyadari
masih banyak ketidaksempurnaan dan banyak kelemahan dalam laporan Tugas
Akhir ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat memperbaiki dan menyempurnakan nya. Semoga Skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Deswita Sari
xi
SANWACANA
Penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan, bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT yang selalu mengawasi dan meridhoi setiap proses sampai skripsi
ini selesai, sehingga tiada alasan bagi penulis untuk berhenti bersyukur
“Alhamdulillah”.
terutama penulis untuk selalu ingin menjadi orang yang lebih baik lagi.
3. Kedua orang tua ku tercinta, Ibu Yuliati dan Bapak Margiono serta adik
Agas Indra Kusuma yang telah memberikan kasih sayang dan kesabaran
4. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T selaku Ketua Jurusan Teknik
penulisan skripsi.
xiii
5. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si selaku pembimbing kedua yang
6. Bapak Rustadi, S.Si., M.T sebagai penguji yang telah memberi kritik, saran
8. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.S., M.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas
9. Seluruh Staf Tata Usaha Jurusan Teknik Geofisika Unila, Pak Marsuno dan
Mbak Dewi yang telah memberi banyak bantuan dalam proses administrasi;
11. Bapak Joharman, S.H selaku pimpinan BMKG Kotabumi yang telah
12. Mba Fadiah dan Mas Gatut yang telah banyak membantu dan memotivasi
serta menjadi mentor yang baik bagi penulis selama melaksanakan tugas
13. Mba Juwita, Mba Ferina, Mba Dewi, Mba Vibri, Mas Devid, Pak Tris,
Pak Agung, Pak Rudi serta seluruh pegawai BMKG Kotabumi yang telah
14. Bapak dosen Jurusan Teknik Geofisika atas didikan, bimbingan, serta ilmu
xiii
15. BMKG pusat yang telah mengizinkan dan memberikan data untuk
yaitu Pipit dan Ulfa yang telah berbagi ilmu dan memotivasi penulis.
17. Teman-teman Teknik Geofisika 2013 yang telah memberikan dukungan dan
18. Keluarga Besar Teknik Geofisika Unila angkatan 2007, 2008, 2009, 2010,
2011, 2012, 2014, 2015 dan 2016 yang telah memberikan dukungan, do’a dan
Bawang yaitu Ayu Novita Sari, Desy Desmania, Yunita Elsa Pane,
Rafinko Anggriawan dan Varga Desnar Zendya tempat berbagi suka dan
duka.
20. Yang Terakhir namun tak kalah pentingnya, Danu Wahyu Purnawan yang
selalu setia memberikan motivasi tiada hentinya dalam suka maupun duka.
Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dibalas
Deswita Sari
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ....................................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
MOTTO ............................................................................................................. x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
C. Batasan Masalah ................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
xv
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Penelitian .................................................................................. 6
B. Letak Stasiun Seismik BMKG Kotabumi ............................................. 7
C. Fisiografi ............................................................................................... 8
D. Cekungan Sumatera Bagian Selatan ..................................................... 9
E. Sistem Sesar Sumatera dan Sejarah Kegempaan Lampung .................. 10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Daerah penelitian ........................................................................................... 6
2. Letak stasiun seismik BMKG ........................................................................ 7
3. Peta fisiografi daerah penelitian ...................................................................... 8
4. Model Elastic Rebound .................................................................................. 15
5. Pergerakan lempeng tektonik ......................................................................... 18
6. Batas-batas lempeng tektonik ........................................................................ 18
7. Zona subduksi ................................................................................................ 19
8. Bentuk zona subduksi di Indonesia ................................................................ 20
9. Peta tektonik Indonesia .................................................................................. 23
10. Sumatera Fault Zone ...................................................................................... 25
11. Zona subduksi Megathrust Sumatera ............................................................. 26
12. Simulasi gerakan gelombang P dan S ............................................................ 29
13. Gelombang love dan gelombang rayleigh ..................................................... 31
14. Diagram Wadati ............................................................................................. 32
15. Jarak hiposenter .............................................................................................. 33
16. Ilustrasi relokasi menggunakan MJHD ........................................................... 41
17. Model kecepatan IASP91................................................................................ 42
18. Ilustrasi garis singgung kurva ........................................................................ 44
19. Data dari katalog BMKG ............................................................................... 46
20. Data dalam format MJHD ............................................................................. 46
21. Tampilan input program station ..................................................................... 47
22. Tampilan parameter iterasi yang digunakan .................................................. 47
23. Contoh plotting gempabumi dengan GMT .................................................... 48
xvii
24. Diagram alir ................................................................................................... 49
25. Event gempabumi sebelum relokasi ............................................................... 51
26. Distribusi stasiun ............................................................................................ 53
27. Event gempabumi sesudah relokasi ............................................................... 54
28. Sebaran hiposenter dalam 3D sebelum relokasi ............................................ 55
29. Sebaran hiposenter dalam 3D sesudah relokasi ............................................. 56
30. Irisan penampang vertikal .............................................................................. 59
31. Pola penunjaman daerah Bengkulu sebelum relokasi ..................................... 60
32. Pola penunjaman daerah Bengkulu sesudah relokasi ..................................... 61
33. Pola penunjaman daerah Lampung sebelum relokasi .................................... 63
34. Pola penunjaman daerah Lampung sesudah relokasi ..................................... 64
35. Pola penunjaman daerah Selat Sunda sebelum relokasi ................................ 67
36. Pola penunjaman daerah Selat Sunda sesudah relokasi ................................. 68
37. Pola kelengkungan penunjaman Bengkulu .................................................... 70
38. Pola kelengkungan penunjaman Lampung .................................................... 70
39. Pola kelengkungan penunjaman Selat Sunda ................................................. 71
40. Model slab 3D (USGS)5 ................................................................................ 72
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data dan parameter sumber gempa Sumatera Fault ........................................ 24
2. Data dan parameter sumber gempa subduksi (Megathrust) ............................ 27
3. Time schedule penyusunan skripsi ................................................................... 50
4. Nilai RMS sebelum relokasi ........................................................................... 57
5. Nilai RMS sesudah relokasi ............................................................................ 58
xix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia berada pada zona tektonik yang sangat aktif karena terletak di daerah
dengan tingkat aktifitas gempabumi tinggi, hal tersebut akibat dari bertemunya
tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Lempeng
pantai Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara. Sedangkan Lempeng Pasifik di utara
salah satu pulau yang aktif terjadi gempa, karena adanya penunjaman
Pulau Sumatera dikenal dengan jalur gempa mediteran dan di darat Pulau
membujur sepanjang Bukit Barisan dan membentang dari Aceh, Sumatera Utara,
gempabumi.
dari deformasi aktif di sekitar Sunda dan Java Trench. Kejadian gempa yang
penelitian ini penulis menggunakan data gempa yang terjadi di wilayah Bengkulu,
aktifitas tumbukan dua lempeng. Akibat proses tumbukan dua lempeng yang
berlangsung hingga saat ini menyebabkan adanya zona sesar lokal. Selain itu
cukup tinggi. Hal ini dikarenakan adanya Zona Subduksi yang merupakan batas
seismologi. Hal ini sangat diperlukan dalam analisis struktur tektonik secara
detail, misalnya untuk identifikasi zona patahan maupun pola Zona Subduksi.
Namun, parameter hiposenter yang dihasilkan masih kurang optimal karena hanya
3
bahaya gempabumi. Sehingga, perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk merelokasi
Single Event Determination (SED) yang dapat menghasilkan origin time dari
setiap event gempabumi. Dari pendekatan SED ini hanya menghasilkan hiposenter
yang belum akurat karna hanya menggunakan kecepatan bumi 1D yang belum
Imoto, (1992). MJHD ini menggunakan model kecepatan global IASP91. Model
kecepatan IASP91 merupakan suatu model kecepatan global yang dihasilkan dari
Relokasi hiposenter merupakan koreksi dari lintang, bujur, dan kedalaman dari
mampu merelokasi posisi gempabumi relatif lebih akurat dengan struktur dalam
4
bumi yang heterogen dan distribusi stasiun yang tidak merata. Metode ini dapat
hiposenter yang lebih akurat karena asumsi dari kecepatan yang digunakan berupa
B. Tujuan Penelitian
Secara garis besar tujuan dari dilakukannya penelitian ini antara lain:
C. Batasan Masalah
Januari 2010 s.d Desember 2016 dengan data yang digunakan adalah data
D. Manfaat Penelitian
A. Daerah Penelitian
Daerah penelitian terletak dengan koordinat -3.5º s.d -9º LS dan 99º - 106.5º BT
yang mencakup wilayah Sumatera bagian Selatan yaitu Bengkulu, Lampung dan
Selat Sunda. Dengan kelompok geologi yang ada di daerah tersebut berupa
dan malihan paleozoikum. Berikut ini adalah peta dan posisi daerah penelitian yang
yaitu:
C. Fisiografi
Secara umum daerah penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi,
bagian tengah dan barat daya, dan daerah pantai berbukit sampai dataran. Daerah
dataran rendah menempati lebih dari 60% luas lembar dan terdiri dari endapan
atas muka laut. Pegunungan Bukit Barisan menempati 25-30% luas lembar, terdiri
dari batuan beku dan malihan serta batuan gunungapi muda. Lereng-lereng
umumnya curam dengan ketinggian 500 s.d 1.680 m di atas muka laut (Mangga,
dkk., 1993). Daerah pantai bertopografi beraneka ragam dan seringkali terdiri dari
pebukitan kasar, mencapai ketinggian 500 m di atas muka laut dan terdiri dari
batuan gunungapi tersier dan kuarter serta batuan terobosan yang terdapat pada
Gambar 3.
Cekungan Sumatera bagian Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang
utara hingga timur laut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona
penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan Selatan
Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil yang berada diantara zona interaksi tersebut
turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam bentuk dan arah.
magmatik, dan busur belakang. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga
• Mesozoikum Tengah
• Pilo-Plistosen
berarah barat laut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di
sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di
serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang
cekungan ini merupakan Cekungan Busur Belakang berumur tersier yang terbentuk
10
sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari
Lempeng Kontinen Asia) dan Lempeng Samudera Hindia. Daerah cekungan ini
meliputi daerah seluas 330 x 510 km2. Kenampakan struktur yang dominan adalah
struktur yang berarah barat laut – tenggara sebagai hasil orogenesa plio – plistosen.
Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang
berarah utara-selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang berarah barat
pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif
’The Great Sumatera Fault’ yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk
Semangko hingga Banda Aceh. Sesar Besar ini menerus sampai ke Laut Andaman
hingga Burma. Patahan aktif ini (Sesar Besar Sumatra) diperkirakan bergeser
sekitar sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan
tanah longsor.
timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai
yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih
11
berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan
menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian
timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari
lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk,
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
Lampung Sendiri merupakan salah satu zona rawan bencana gempabumi. Salah
satu gempa merusak di wilayah Lampung yaitu gempa di Liwa Lampung Barat
yang berkekuatan 6,6 SR pada 15 Februari 1994. Akibat gempa tersebut terjadi
kerusakan parah, sekitar 196 jiwa dari beberapa desa dan kecamatan di Lampung
meninggal dunia, sementara jumlah korban luka mencapai 2000 orang. Rata-rata
mereka tewas dan terluka akibat tertimpa reruntuhan bangunan dan jumlah
A. Klasifikasi Gempabumi
gelombang seismik akibat pelepasan energi secara tiba-tiba dari dalam bumi.
mengelompokan menjadi:
atau longsoran dari massa batuan. Gempabumi ini memiliki kekuatan yang
sangat kecil sehingga getarannya tidak bisa terasa dan hanya bisa terdeteksi oleh
seismograf. Gejala ini disebut dengan tremor dan banyak terjadi di pegunungan.
4. Gempabumi Buatan, yaitu gempabumi yang sengaja dibuat oleh manusia, seperti
Gempabumi dangkal memiliki daya rusak kontsruksi yang sangat kuat. Hal ini
Bumi terdiri dari tiga lapisan utama yaitu crust, mantle dan core. Crust atau
lithosfer adalah lapisan yang paling terluar dari bumi berbentuk padat dengan
ketebalan lapisan mencapai 100 km. Lithosfer terdiri dari kerak bumi dan bagian
Gempa dalam ini sebenarnya relatif sering terjadi. Namun karena berada pada
benua.
14
Pola mekanisme terjadinya gempa diatas tergantung pada keadaan struktur kulit
bumi dan distribusi gaya/stress yang bekerja. Stress yang bekerja pada gempa
bersangkutan.
(tiga) jenis :
(after shock). Gempabumi tipe ini biasanya terjadi di daerah yang mempunyai
Sebagian besar gempabumi tektonik yang terjadi di bumi tergolong jenis ini.
pendahuluan (fore shock) dan kemudian diikuti gempa susulan (after shock)
yang cukup banyak jumlahnya. Gempabumi tipe ini terjadi pada daerah
15
dengan struktur batuan yang tidak seragam dengan distribusi stress yang
3. Tipe III : yaitu gempabumi dimana tidak terdapat gempa utama (main
Gempabumi ini terjadi pada daerah yang struktur mediumnya tidak seragam
Pada keadaan I menunjukkan suatu lapisan yang belum terjadi perubahan bentuk
geologi. Karena di dalam bumi terjadi gerakan yang terus-menerus, maka akan
terdapat stress yang lama kelamaan akan terakumulasi dan mampu merubah bentuk
geologi dari lapisan batuan. Keadaan II yakni suatu lapisan batuan telah
mengandung stress dimana telah terjadi perubahan bentuk geologi. Untuk daerah A
mendapat stress ke atas, dan daerah B mendapat stress ke bawah. Proses ini berjalan
terus hingga stress yang dikandung di daerah ini cukup besar untuk merubahnya
menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Suatu ketika karena lapisan batuan
16
sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress, maka akan terjadi suatu perpindahan
massa batuan secara tiba-tiba berupa patahan yang melepaskan gelombang seismik.
Pada keadaan III menunjukan lapisan batuan yang sudah patah. Gerakan perlahan-
lahan sesar ini akan berjalan terus, sehingga seluruh proses diatas akan diulangi lagi
dan sebuah gempa akan terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya.
Pergerakan lempeng tektonik terbagi atas 3 zona (Awaludin, 2011) yang terdapat
1. Zona Divergen
Zona divergen adalah pergerakan dua buah lempeng tektonik atau lebih yang
bergerak saling menjauh satu sama lainnya yang mengakibatkan material mantel
lantai samudra (sea floor spreading). Pada zona ini juga terdapat pegunungan
bawah laut (mid oceanic ridge). Pergerakan mantel ini terjadi karena adanya
pendinginan dari atas dan pemanasan dari bawah sehingga mantel akan bergerak
keatas. Aktivitas semacam ini menimbulkan gempa tektonik dangkal dan gempa
vulkanik.
2. Zona Konvergen
a. Zona Tumbukan
Zona tumbukan merupakan pertemua dua lempeng dengan berat jenis sama
gempa vulkanik.
b. Zona Subduksi
lempeng yang lebih ringan. Zona ini ditandai dengan adanya palung laut atau
trench sebagai batas pertemuan kedua lempeng. Selain itu, pada zona
subduksi juga terdapat rangkaian gunung api yang sejajar trench sebagai
3. Zona Transform
relatif sejajar dan berlawanan arah sehinga pada batas kedua lempeng ini terjadi
gesekan. Aktivitas ini sering menimbulkan gempa dangkal dan bersifat merusak.
18
Batas Divergen
Batas Konvergen
Batas Transform
D. Zona Subduksi
Zona Subduksi merupakan daerah zona seismik aktif, sebagian besar gempabumi
terjadi di daerah ini, baik dangkal, menengah maupun dalam sebagai hasil dari
menunjukkan struktur dari penunjaman lithosfer dari mulai batas palung sampai ke
dalam mantel bumi. Terjadinya zona subduksi dimulai dengan dua lempeng (benua
dan samudera) yang bergerak mendekat satu dengan yang lainnya. Kemudian
terjadi konvergen, plat samudera melengkung dan terdorong ke bawah plat benua
yang lebih tebal dan lebih stabil. Proses penunjaman ini memberikan bentuk dari
Selain dari terbentuknya palung – palung yang dalam, yang merupakan batas
deformasi dan kompressi di daerah lempeng benua yang dekat dengan daerah
Secara umum di Indonedia terdapat 4 bentuk zona subduksi (Subardjo dan Ibrahim,
km, yang berarti disini zona subduksi menunjam sejauh 180 km. Arahnya dari
barat daya ke timur dengan sudut penunjaman 25º, jenis subduksi miring
(oblique fault). Kedalaman palung laut Sumatera sekitar 4500 meter dan palung
laut Jawa mencapai 7000 meter. Lempeng menunjam rata-rata dengan kecepatan
6,8 cm pertahun.
Bentuk ini ditemui mulai dari Jawa Tengah sampai Flores. Kedalaman
maksimum 650 km Tetapi pada kedalaman antara 260 – 542 km di Jawa Tengah
Bentuk zona ini terdapat mulai dari Alor sampai kepulauan Kai (daerah Laut
Sebelah selatan terdapat Palung Timor dan di utara adalah Palung Seram. Kedua
palung ini melingkar membentuk setengah lingkaran mulai dari selatan pulau
kemudian berbalik ke arah barat di sebelah utara Pulau Seram dan Buru.
Kedalaman Palung Timor sekitar 2500 meter, Palung Seram antara 4000 – 5000
meter, dan Basin Weber mencapai kedalaman 7000 meter. Zona subduksi di
lempeng tektonik menunjam dari arah utara dan dari arah selatan yang bertemu
barat dekat Pulau Alor penunjaman zona subduksi 650 km dan di sebelah timur
dari arah barat ke timur, di palung sebelah Selatan (Timor) dari 74º sampai
dengan 16º dan di palung sebelah utara dari 57º sampai 14º terdapat diskontinu
Ditemui didaerah Maluku, Pada daerah Maluku zona subduksi lebih rumit
bentuknya. Di daerah ini terdapat beberapa palung, yaitu Palung Maluku yang
Sulawesi Utara sampai selatan Mindanao, dan Palung Cotabato di bagian barat
22
km dan disebelah timur 275 km. Sudut penunjamanan di sebelah barat adalah
32º– 51º sedangkan di timur antara 34º - 51º. Disamping itu terdapat beberapa
E. Tektonik Sumatera
Pulau Sumatera merupakan sebagian dari Lempeng Eurasia yang bergerak relatif
ke arah barat daya dan berinteraksi dengan Lempeng India-Australia yang terletak
di sebelah barat Pulau Sumatera yang bergerak relatif ke arah utara dengan
kemiringan subduksinya antara 1º sampai 10º dengan dip dominan di bagian bawah
Lempeng Benua tebal dan tua ini meliputi busur vulkanik, kapur, dan tersier.
Sedimen elastis sangat tebal menyusup di subduksi Sumatera dan sedimen yang
membujur sepanjang pantai barat Sumatera, tidak terkecuali pantai barat Bengkulu.
Hal ini pula yang menyebabkan di Daerah Bengkulu dan sebagian besar wilayah
23
Lampung yang dikenal dengan nama Sesar Besar Sumatera. Sedangkan Sesar
Mentawai terletak di laut, yaitu antara cekungan muka dan zona prismatik akresi
di sebelah barat Pulau Sumatera (Hidayati, dkk., 2010). Sesar Sumatera memiliki
aktivitas yang tinggi sementara Sesar Mentawai hanya sebagiannya saja yang
gempabumi besar pernah terjadi tahun 1833 (M8,9 SR) dan pada tahun 1797
selatan ini biasa dikenal dengan Segmen Mentawai. Pada bulan September 2007
2012). Zona subduksi dangkal di Sumatera yang terdiri dari empat zona yaitu :
F. Gelombang Seismik
gangguan di dalam kerak bumi, misalnya adanya patahan atau adanya ledakan.
Energi ini akan merambat ke seluruh bagian bumi yang dapat terekam oleh
seismometer. Efek yang ditimbulkan oleh adanya gelombang seismik ini adalah apa
tergantung dari sifat elastisitas yang dimiliki oleh suatu batuan. Gelombang seismik
S (S-wave).
28
primer adalah gelombang yang pertama kali tercatat di alat seimometer. Hal
ini disebabkan karena gelombang ini memiliki kecepatan yang paling cepat
mengalami tekanan dan peragangan seperti spiral. Oleh karena itu, sering
𝜆+2µ
𝑉𝑝 = 𝛼 = √ (1)
𝜌
memiliki arah getar tegak lurus dengan arah penjalarannya. Gelombang ini
memiliki waktu perambatan yang lebih lama dari pada gelombang P sehingga
adalah
µ
𝑉𝑝 = 𝛽 = √𝜌 (2)
29
terpolarisir pada bidang vertikal maka gelombang tipe ini disebut gelombang
SV. Sedangkan bila arah getarnya terpolarisir pada bidang horisontal maka
permukaan bumi. Amplitudo gelombang ini akan semakin melemah jika semakin
masuk ke dalam bumi. Gelombang ini dapat disamakan dengan gelombang air yang
gelombang badan. Ada dua tipe Gelombang Permukaan, yaitu gelombang Love dan
Gelombang Rayleigh.
Gelombang Rayleigh
saja dan hanya dapat merambat pada media padat serta arah getarannya
Gelombang Love
Gelombang love adalah gelombang yang hanya merambat pada batas lapisan
saja dan bergerak pada bidang yang horisontal saja (Putri, 2012). Gelombang
sinyal berbentuk gelombang yang setelah melalui proses manual atau non manual
akan menjadi data bacaan fase. Informasi seismik selanjutnya mengalami proses
pelepasan energi pertama kali terjadi pada lempeng tektonik bumi yang
mengalami tekanan akibat tumbukan atau gesekan dan dinyatakan dalam hari,
tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik dalam satuan UTC (Universal Time
𝑣𝑝
tan 𝜃 = 𝑖 = −1
𝑣𝑠
bersifat homogen. Hasil origin time ini menunjukkan hiposenter yang kurang
yang lebih akurat dengan struktur bumi yang heterogen. Umumnya, di BMKG
Determination).
b. Hiposenter
Dari Gambar 15, D adalah jarak hiposenter dengan stasiun pencatat, dan dapat
𝐷 = 𝑇𝑝𝑜 ∗ 𝑉𝑝
= (𝑇𝑠𝑝 + 𝑇𝑝o) ∗ 𝑉𝑠
gelombang S. Dari persamaan 3 diatas, kita dapat mengetahui jarak dari stasiun
ke pusat gempabumi.
c. Episenter
tegak lurus dari hiposenter. Lokasi episenter dibuat dalam koordinat kartesian
34
bola bumi atau sistem koordinat geografis dan dinyatakan dalam derajat lintang
dan bujur.
d. Magnitudo
Ukuran dari kekuatan gempa disebut magnitudo, yaitu parameter gempa yang
tempattempat tersebut tentu berbeda. Satuan yang dipakai adalah Skala Richter.
oleh Hurukawa dan Imoto (1992) merupakan pengembangan dari metode Joint
(1967). Prinsip JHD dan MJHD adalah secara simultan menginversikan waktu
yang lebih baik dibandingkan dengan metode single event determination (SED).
Pada kedua metode ini dimasukkan faktor koreksi stasiun yang bertujuan untuk
Pada metode SED standar, umumnya digunakan model kecepatan 1-D yang harus
pada model kecepatan yang diperoleh dari hasil pemodelan sebelumnya atau jika
35
tidak tersedia biasanya merujuk pada model global. Alternatif pemilihan model cara
Metode ini dikembangkan oleh Geiger (1910) yang merupakan iterasi numerik
kedua gelombang. Langkah pertama adalah menebak hiposenter dan origin time
(x0, y0, z0, t0). Dalam kasus event dekat atau dalam jaringan stasiun, ini dapat
diselesaikan menggunakan lokasi dekat stasiun dengan waktu tiba pertama dan
sebenarnya cukup dekat dengan nilai tebakan sehingga waktu tempuh residual itu
di hiposenter percobaan adalah fungsi linier dari koreksi yang kita punya untuk
Dimulai dari Tobs adalah waktu tiba pertama gelombang seismik di setiap stasiun
ke-i (xi, yi, zi) dari hiposenter, Tcal adalah waktu tempuh kalkulasi berdasarkan
model kecepatan 1 dimensi bawah permukaan. Waktu residual rij untuk stasiun i
36
adalah selisih antara waktu tiba observasi dan waktu tiba kalkulasi yang secara
Pendekatan yang paling umum untuk menggunakan solusi least squares untuk
𝑒 = ∑𝑛𝑖=1(𝑟𝑖 )2 (4)
Lokasi hiposenter akan menjadi titik yang paling sesuai antara waktu kalkulasi dan
observasi dengan cara e terkecil. Residual root mean squared (RMS) digambarkan
𝑒
sebagai √ . RMS diberikan dalam hampir semua program lokasi dan umumnya
𝑛
𝑟𝑖 = (𝑡𝑖 − 𝑡0 ) − 𝑇𝑖 (5)
Dengan,
J ∆m = ∆d (8)
∆𝑥
∆𝑦
∆m = [ ] (13)
∆𝑧
∆𝑡
𝑟1
…
∆d = [ … ] (14)
𝑟𝑛
Matriks J berupa matriks kernel (jacobian), berisi derivative parsial residual waktu
merupakan matriks residual berisikan parameter residual waktu tiba yang diperoleh
oleh persamaan:
X0 + ∆x = x
Y0 + ∆y = y (15)
Z0 + ∆z = z
` t0 + ∆t = t
Dengan,
JHD yang dikembangkan oleh Douglas (1967) dan Fredman (1967) diberikan
2000).
Tobs adalah waktu tempuh gelombang seismik dari pusat gempa bumi ke stasiun
yang diperoleh dari selisih waktu tiba gelombang gempa bumi dengan waktu
kejadian (origin time), Tcal adalah waktu tempuh kalkulasi dan si adalah koreksi
menjadi :
dimana 𝑑𝑥𝑗 , 𝑑𝑦𝑗 , 𝑑𝑧𝑗 adalah koreksi untuk perkiraan awal hiposenter dan 𝑑𝑇𝑜𝑗
adalah origin time untuk gempa ke-j, sementara 𝑑𝑆𝑖 adalah koreksi untuk stasiun
digunakan.
Jika persamaan (17) disusun menjadi sebuah matriks untuk semua stasiun maka
(18)
𝑟𝑗 berisi residual waktu tempuh tiap gempa, 𝐴𝑗 adalah matriks yang berisi partial
derivative dari residual waktu tempuh terhadap parameter hiposenter, 𝑑𝑥𝑗 berisi
Nilai dx, dy, dz, dTo, dan dS merupakan perturbasi parameter-parameter model yang
ingin ditentukan, dalam hal ini dihimpun dalam suatu vektor m. Vektor m diperoleh
menggunakan metode optimasi kuadrat terkecil (least square atau disingkat LSQ)
dengan meminimalkan suatu fungsi objektif berupa nilai kuadrat dari residual :
Dalam metoda LSQ dibutuhkan model inisial sebagai perkiraan awal, dalam hal ini
digunakan hasil dari metoda SED. O merupakan waktu observasi dan C merupakan
waktu hasil dari kalkulasi. Setelah diperoleh nilai dx, dy, dz, dan dTo, nilai model
mengasumsikan model baru yang diperoleh sebagai model inisial. Proses iteratif ini
dilakukan hingga perubahan yang diperoleh sudah tidak signifikan lagi atau dibatasi
simultan menggunakan koreksi stasiun. Koreksi ini dihitung untuk setiap stasiun
pengamat yang merekam kumpulan kejadian gempa, sehingga inversi JHD bisa
dan sebaran stasiunnya kurang baik, maka solusi JHD menjadi tidak stabil dan
kurang dapat diandalkan. Hal ini disebabkan adanya trade – off (loosing quality)
antara nilai koreksi stasiun dengan kedalaman fokus gempabumi (Hurukawa, dkk.,
∑ 𝑆𝑖 𝐷𝑖 = 0
𝑖=1
∑ 𝑆𝑖 = 0
𝑖=1
(20)
𝑛
∑ 𝑆𝑖 cos 𝜃𝑖 = 0
𝑖=1
∑ 𝑆𝑖 sin 𝜃𝑖 = 0
𝑖=1
Dimana Si adalah koreksi stasiun pada stasiun ke – i, Di adalah jarak antara stasiun
cluster, dan n adalah nomor stasiun. Pemberian constrain ini berdampak pada nilai
41
koreksi stasiun yang tidak bergantung pada jarak dan azimuth dari pusat cluster ke
Gambar 16. Ilustrasi relokasi menggunakan MJHD (Hurukawa dan Imoto, 1992)
namun solusi dari MJHD ini menjadi lebih stabil yang dapat kita lihat pada Gambar
metode MJHD akan lebih stabil dibandingkan dengan menggunakan metode JHD.
Keunggulan metode MJHD ini adalah tidak diharuskannya memilih master event,
dimana sangat efektif pada saat terjadi kasus gempabumi yang tidak diamati dengan
bujur, kedalaman, dan origin time). Perubahan yang signifikan pada umumnya
stasiun, sehingga meskipun model kecepatan yang digunakan sama seperti yang
digunakan untuk mendapatkan hiposenter awal, namun hasilnya akan berbeda dan
menjadi lebih akurat. Demikian pula dengan adanya penambahan faktor azimuth
42
dan jarak relatif stasiun membuat metode ini bisa mengadaptasi variasi kecepatan
lateral yang cukup heterogen serta distribusi stasiun yang umumnya tidak merata
Dalam metode MJHD ini menggunakan model kecepatan global IASP91 yang
merupakan model kecepatan bumi satu dimensi yang dihasilkan oleh International
yang direkam oleh ribuan seismometer di seluruh dunia. Model IASP91 ini hanya
20 sampai 365 km, laisan diskontinuitas dimantl bumi pada kedalaman 410 sampai
660 km. Berikut merupakan model kecepatan IASP91 yang digunakan terdapat
hiposenter yang lebih akurat karena asumsi dari kecepatan yang digunakan berupa
Regresi merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam
bentuk fungsi. Regresi yang digunakan pada penulisan ini yaitu regresi polinomial
yang merupakan sebuah variabel bebas dengan pangkat terurut. Orde yang
digunakan yaitu orde tiga yang mempunyai korelasi terbaik dari data hiposenter
gempa yang digunakan. Berikut bentuk umum dari persamaan orde tiga:
𝑦 = 𝑎𝑥 3 + 𝑏𝑥 2 + 𝑐𝑥 + 𝑑 (21)
Dimana
a,b,c,d = konstanta
Besar sudut penunjaman dihitung dengan menggunakan garis singgung kurva pada
salah satu titik di sepanjang kurva. Titik tersebut merupakan titik awal terjadinya
perubahan sudut yang signifikan. Setelah menentukan garis singgung kurva, maka
sudut penunjaman dapat ditentukan. Ilustrasi penentuan sudut dapat dilihat pada
Hubungan dari garis singgung kurva tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan:
𝑦 = 𝑓(𝑥) (22)
Kemiringan garis singgung atau gradien dapat dinyatakan dengan turunan pertama
𝑚 = 𝑓′(𝑥) (23)
𝑦 − 𝑦1 = 𝑚(𝑥 − 𝑥1 ) (24)
Besar sudut (α) didapatkan dengan menentukan terlebih dahulu titik 𝑥1 ′ pada garis
Data dan perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data arrival time gelombang P dan gelombang S periode waktu Januari 2010
s.d Desember 2016 untuk wilayah Sumatera bagian Selatan dengan batasan
wilayah -3.5º s.d -9º LS dan 99º s.d 106.5º BT yang diperoleh dari katalog
3. Software GMT untuk melakukan plotting peta sebelum relokasi maupun hasil
dari relokasi
4. Software Excel untuk menentukan pola dan sudut zona subduksi daerah
penelitian
46
C. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa tahap pengolahan data sebagai berikut:
1. Mengubah data gempabumi dari katalog BMKG dengan format *.txt yang telah
diubah terlebih dahulu menjadi format *.data kedalam format MJHD agar bisa
dilakukan relokasi. Data awal yang didapat dari katalog BMKG berupa data
dalam format arrival time gelombang P dan S yang dapat dilihat pada Gambar
19.
Data tersebut kemudian diubah kedalam format MJHD yang dapat dilihat pada
Gambar 20.
Pada format data MJHD ini, parameter yang diambil adalah origin time,
lintang, bujur, kedalaman, magnitudo dan jumlah fase dari setiap event
Nilai MEQ dan MNST digunakan sebagai input pada program station dengan
bahasa fortran yang merupakan input parameter dalam program MJHD. Nilai
MEQ yang digunakan pada penelitian ini yaitu 10 dan MNST yang digunakan
yaitu 5. MEQ merupakan jumlah minimal gempabumi yang dicatat oleh satu
tampilan dari iterasi yang digunakan pada software Cygwin yang ditunjukan
Parameter dari inputan iterasi tersebut berupa iform atau tipe data input, nama
file masukan, nama file keluaran, longitude dan latitude kedalaman fix (ZFIX)
yaitu batas kedalaman gempabumi dalam km, residu maksimum travel time
stasiun yang tidak digunakan (NAST), jumlah gempabumi pada data yang tidak
derajat dimana jika sebuah stasiun ada dalam batasan RMAX dari pusat area
hasil yang akan dicetak, magnitude minimum (AMGM), dan nilai SLOPE.
yang digunakan dalam penelitian ini yang ditunjukan pada Gambar 23.
D. Diagram Alir
Diagram alir yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Gambar 24.
Mulai
Arrival time
gelombang P dan S
Data dalam
format MJHD
Inversi MJHD
Tidak
RMS
<1
Ya
Hiposenter Akhir
Selesai
E. Time Schedule
A. Kesimpulan
peningkatan kualitas yang lebih baik dilihat dari nilai RMS yang kurang dari 1
sebesar 26.78º, Lampung sebesar 30.22º dan Selat Sunda sebesar 52.53º.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu perlunya penelitian lanjutan dengan menggunakan
metode lain seperti metode Hypo DD untuk memperkuat hasil dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aswad, S., Ahmad, D., dan Budiati, M.R., 2012, Relokasi Gempa di Sepanjang
Sesar Palu Koro Menggunakan Metode Modified Joint Hyipocenter
Deterministik dan Double Difference. Prodi Geofisika, Jurusan Geofisika,
Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin.
Fauzi, A., 2015, Relokasi Hiposenter Gempabumi Daerah Jawa dan Sekitarnya
Tahun 2009-2014 Menggunakan Metode MJHD, Skripsi, ITB.
Hasegawa, A., Umino, N., dan Takagi, A., 1978. Double-Planed Structure of th Dee
Seismic Zone in the Notheastern Japan Arc. Tectonophysics.
Hidayati, S., Sumaryono, dan Eka, S., 2010, Tsunami Mentawai 25 Oktober 2010,
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Vol 5 No 3 : 1-11.
Hurukawa, N., dan Imoto, M., 1992, Subducting Oceanic Crust of the Philippine
Sea and Pacific Plates and Weak-Zone-Normal Compression in Kanto
District, Japan, Geophys. J. Int., 109: 639652.
Malik, 2009, Analisa Pola Subduksi Daerah Bengkulu dengan Metode Segmen
Irisan Vertikal, Skripsi, Akademi Meteorologi dan Geofisika.
Mangga, S.A., Amirudin, T., Suwarti, S., Gafoer dan Sidarto, 1993, Peta Geologi
Tanjungkarang, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Mustafa, B., 2010, Analisis Gempa Nias dan Gempa Sumatera Barat dan
Kesamaannya yang Tidak Menimbulkan Tsunami, Jurnal Ilmu Fisika (JIF),
Vol 2 No 1.
Pesicek, J.D., Thurber, C.H., Zhang, H., Engdahl, .R., dan Widiyantoro, S.
Teleseismic Doubl-Different Rlocation Arthuakes Along the Sumatera-
Andan Subduction Zone Using 3D Model. Journal Geophysical Research.
Vol 115.
Pujol, J., 2000, Joint Event Location – The JHD Technique and Applications to
Data From Local Seismic Networks, Advances in Seismic Location, 163-204.
Setyonegoro, W., Sunardi, B., Sulastri, Nugraha, J., dan Susilanto, P., 2012,
Analisis Sumber Gempabumi pada Segmen Mentawai (Studi Kasus:
Gempabumi 25 Oktober 2010), Jurnal Meteorologi dan Geofisika (JMG),
Vol 13 No 2.
Sukamto, R., Ratman, N., dan Simandjuntak, T.O., 1996, Peta Geologi Indonesia,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.