Anestesi Untuk Kreniotomi Tumor Supratentorial
Anestesi Untuk Kreniotomi Tumor Supratentorial
Anestesi Untuk Kreniotomi Tumor Supratentorial
"
ANESTHESIA FOR CRANIOTOMY SUPRATENTORIAL TUMOR
"
Fkcpc"Ej0"Ncngpqj",+."Jgtocpwu"L0"Ncngpqj.,+"Pcpe{"Octictkvc"Tgjcvvc,,+"
*) Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi / RS. Prof. R.D. Kandou, Manado
**) Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD. Dr. Soetomo, Surabaya
Abstract
The common supratentorial tumors in adults are glioma (36%), meningioma (32.1%), and adenoma
pituitary (8.4%). Approximately half of these tumors are malignant. The majority of them (> 80%) are
supratentorial. For the entire primary tumor, the average age when a brain tumor was detected is 57
years old. The exact number of metastatic brain tumor incidence is unknown, but it is assumed quite
low. The existence of metastatic tumor of the central nervous system (SSP) is found at the autopsy of
around 25% of patients who died of cancer. There are five sources of malignancy which often cause
metastasis to the brain, namely breast cancer, colorectal cancer, lung cancer, and melanoma. In six
percent of patients, these complications appeared within a year after the primary tumor is detected.
These five cancers frequently cause the brain metastases in approximately 37.000 cases in the United
States.
It is reported the successful handling of anesthesia on a woman 56 years old, weighing 65 kg. This
patient was diagnosed with Space Occupying Lession (SOL) right DD / Meningioma. Craniotomy
surgery was performed for tumor expenditure. At the time she entered the operating room, her blood
pressure was 176/100 mmHg, pulse rate beats / minute, respiratory rate 20 times / minute, body
temperature of 37o C, and GCS E4V5M6. She was induced with Fentanyl 100 mg, 100 mg Propofol;
intubation facilities are Rocuronium 40 mg, Lidocaine 70 mg, maintenance with Inhalan Sevoflurane
and Oxygen, along with continuous Propofol, the addition of Fentanyl and intermittent Rocuronium.
Infusion was attached in two pathways.The surgery lasted seven hours and twenty minutes. With
nasal cannula and oxygen 3 liters / minute attached, the patient was transferred to ICU. She was
treated for one day in ICU, before moved into a ward. After stay in the ward for five days, she was
discharged and became an outpatient of neurosurgeon.
Anesthesia for supratentorial tumor requires an understanding of pathophysiology of intracranial
pressure (ICP) suppression locally and entirely; setting up and maintenance of intracerebral perfusion;
how to avoid secondary effects of a systemic effect on the brain. Accurate and structured
perioperative preparation is critical for handling of anesthesia for supratentorial tumors, which includes
the preparation of the patient pre-surgery, completeness preparation of drugs, devices, and
monitoring, as well as planning the implementation of the anesthesia until post-surgery tendance.
16
Jurnal Neuroanestesia Indonesia Anestesia untuk Kraniotomi Tumor Supratentorial 17
Dilaporkan keberhasilan penanganan anestesi pada seorang pasien, wanita 56 tahun, dengan berat
badan 65 kg. Pasien tersebut didiagnosis sebagai Space Occupaying Lession (SOL) kanan DD/
Meningioma. Pasien dilakukan operasi kraniotomi untuk pengeluaran tumor. Tekanan darah saat
masuk kamar operasi 176/100 mmHg, laju nadi 98 kali / menit, laju napas 20 kali / menit, suhu badan
370 C, dan GCS E4V5M6. Pasien diinduksi dengan Fentanyl 100 µg, Propofol 100 mg, fasilitas intubasi
dengan Rocuronium 40 mg, Lidokain 70 mg, dan pemeliharaan dengan Sevofluran dan Oksigen serta
Propofol kontinyu, dan penambahan fentanyl dan rokuronium intermiten. Infus terpasang dua jalur.
Operasi berlangsung selama tujuh jam dua puluh menit. Dengan terpasang nasal kanul dan oksigen 3
liter / menit, pasien dipindahkan ke ICU. Pasien dirawat selama satu hari di ICU, kemudian
dipindahkan ke ruangan. Setelah lima hari pasien dirawat di ruangan kemudian pasien dipulangkan
dan rawat jalan dengan dokter bedah saraf.
Anestesi untuk tumor supratentorial membutuhkan suatu pengertian mengenai patofisiologi dari
penekanan tekanan intrakranial (TIK) lokal maupun secara keseluruhan; pengaturan dan
pemeliharaan perfusi intraserebral; bagaimana menghindari akibat pengaruh sekunder dari sistemik
terhadap otak. Persiapan perioperatif yang cermat dan terstruktur sangat penting pada penanganan
anestesi untuk tumor supratentorial, yang meliputi persiapan pasien preoperasi, persiapan
kelengkapan obat, alat, dan monitoring, serta perencanaan pelaksanaan anestesi sampai dengan
pananganan pasca operasi.
Mcvc" mwpek: anestesi, neuroproteksi farmakologik, neuroproteksi non farmakologik, tumor
supratentorial.
LPK"4234="3"*3+<38/46"
Sevofluran dan Oksigen serta Propofol kontinyu, Efek volume dari tumor intrakranial
dan penambahan fentanyl dan rokuronium inter-
miten. Infus terpasang dua jalur, tangan kiri Efek intrakranial dari volume tumor adalah tidak
(terpasang NaCl 0,9% dan Hes steril 6%) serta kaki hanya karena massa tumor itu sendiri namun juga
kiri (terpasang RL). Sampai dengan 15 menit karena edema otak vasogenik di sekelilingnya.
pertama sesudah intubasi, tensi stabil berkisar 120- Seperti edema, kebanyakan terlihat pada computed
135/75-89 mmHg, kemudian pasien diposisikan. tomography (CT)-scan preoperatif atau gambaran
Insisi dilakukan 20 menit setelah intubasi. Selama
pembedahan berlangsung perdarahan sekitar 1000 magnetik resonansi, kelihatannya merupakan hasil
mL. Pasien diberi transfusi whole blood (WB) 600 dari faktor sekresi yang meningkatkan per-
mL, koloid 500 mL, dan total cairan kristaloid meabilitas vaskular dalam otak yang berdekatan.4
selama pembedahan 2500 mL. Pembedahan ber- Edema peritumoral terutama terlihat pada tumor-
langsung selama 7 jam 20 menit dan obat tumor yang cepat pertumbuhannya, umumnya
pelumpuh otot dihentikan 30 menit sebelum berespons dengan baik terhadap terapi
pembedahan berakhir demikian pula penambahan kortikosteroid, dan dapat tetap ada ataupun rebound
fentanyl. Pada akhir operasi pasien mendapat sesudah pembedahan untuk eksisi tumor. Jadi
reversal sebelum diekstubasi dengan Neostigmin daerah sekitar tumor yang besar mengalami iskemia
dan Sulfas Atropin.
yang diakibatkan oleh penekanan (cerebral blood
Pengelolaan Pascabedah flow [CBF] dalam jaringan peritumor mungkin
Dengan terpasang nasal kanul dan oksigen 3 liter / berkurang sampai sepertiga dibanding dalam
menit, pasien dipindahkan ke ICU. Pasien dirawat jaringan normal). Terapi dengan steroid seperti
selama satu hari di ICU, kemudian dipindahkan ke deksametason biasanya menghasilkan pengurangan
ruangan. Selama lima hari pasien dirawat di edema sekitar otak secara dramatik. Penanganan
ruangan kemudian pasien dipulangkan dan berobat preoperatif dan pemulihan pascabedah dari edema
rawat jalan dengan dokter bedah saraf.
vasogenik peritumoral merupakan indikasi yang
baik untuk pemberian steroid.1
III. Pembahasan
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada anestesi Sawar darah otak (Blood-Brain Barrier /BBB) dan
pasien dengan tumor supratentorial edema
BBB juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi
Pada bedah otak pasien–pasien dengan tumor
supratentorial, permasalahan yang dihadapi berkait- patologik intrakranial. Normalnya BBB tidak
an dengan penekanan tumor secara lokal maupun permeabel terhadap molekul besar atau polar dan
secara keseluruhan, sedangkan untuk pembedahnya bervariasi permeabilitasnya terhadap ion-ion dan
kesulitan muncul selama menjelajah lapangan non elektrolit–non elektrolit hidrofilik kecil. Jadi
pembedahan karena otak biasanya cenderung rusak setiap kali ada bagian BBB yang terputus akan
akibat retraksi dan mobilisasi. Sehingga masalah memungkinkan air, elektrolit, dan molekul hidrofi-
khusus meliputi perdarahan intraoperatif dan lik besar memasuki jaringan otak perivaskular,
kejang.3 Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana yang menyebabkan edema otak vasogenik.
memonitor fungsi otak dan lingkungan serta apakah
bertujuan untuk pemulihan kesadaran yang cepat Kebocoran dan yang selanjutnya menyebabkan
atau apakah direncanakan untuk sedasi dan terjadinya edema otak, secara langsung berbanding
ventilasi pascabedah. Akhirnya yang tidak boleh dengan tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion
dilupakan adalah berbagai kondisi seperti ada pressure [CPP])2. Edema vasogenik harus dibeda-
tidaknya penyakit paru atau penyakit jantung, atau kan dari edema osmotik (yang disebabkan oleh
pada keadaan metastase, ada tidaknya fenomena menurunnya osmolalitas serum) dan edema
paraneoplastik dan efek kemoterapi atau radio- sitotoksik (sekunder karena iskemia). Osmolalitas
terapi. Konsep ini dapat diringkaskan sebagai darah merupakan penentu penting untuk terbentuk-
berikut :1,4 nya suatu edema serebral karena pada perbedaan
Tabel 1. Konsep Anestesi tekanan 19 mm Hg yang melintasi BBB dibangkit-
kan untuk setiap miliosmol. Berlawanan dengan hal
Tujuan Untuk memelihara otak terhadap tersebut, tekanan onkotik hanya sedikit berperan 1,2.
anestesi: akibat sekunder Dengan teknik Neuroimaging terlihat terputusnya
Faktor risiko Hipoksemia, hiperkapnia, anemia, BBB pada kebanyakan tumor. Pendekatan terbaru
untuk anestesi: hipotensi dilakukan untuk memperbaiki pelepasan obat ke
tumor otak. Pada masa mendatang, terlihat
Aksi anestesi: Mempertahankan autoregulasi kemungkinan bahwa ada terapi baru untuk mening-
serebral dan respons CO2. katkan permeabilitas BBB (disrupsi BBB osmotik,
Memaksimalkan elastisitas otak kemoterapi intraarterial) yang dapat memperbaiki
untuk mengurangi penekanan penanganan perioperatif.4
akibat retraktor.
Jurnal Neuroanestesia Indonesia Anestesia untuk Kraniotomi Tumor Supratentorial 19
Perfusi Intraserebral dan Aliran Darah Serebral / anestesi inhalasi yang setara, N2O meningkatkan
Cerebral Blood Flow (CBF) CBF. Vasodilatasi serebral dapat dikendalikan
CBF ditentukan pada setingkat arteriol serebral. dengan hipokapnia atau dengan penambahan
CBF tergantung pada gradien tekanan yang anestetik intravena.1 Sehingga pada kasus ini,
melintasi dinding pembuluh darah (yang ditentukan pemberian N2O diiringi dengan pemeliharaan
dari nilai CPP dan nilai tekanan karbon dioksida propofol intravena dan hiperventilasi ringan.1
(PaCO2)) yang tergantung pada ventilasi. Autoregu- Opioid
lasi CBF, untuk mempertahankan homeostasis
tekanan intrakranial (TIK), mempertahankan CBF Opioid dihubungkan dengan peningkatan sementara
tetap konstan, dalam menghadapi perubahan dalam TIK, terutama penggunaan sufentanil atau
CPP atau tekanan rerata arteri / mean arterial alfentanil. Mekanisme yang mendasari peningkatan
pressure (MAP). Hal tersebut juga dipengaruhi sementara TIK berupa refleks vasodilatasi serebral
perubahan dalam tonus vasomotor serebral sesudah pengurangan MAP dan selanjutnya CPP,
(cerebrovascular resistance [CVR]). Autoregulasi sekalipun efek vasodilator serebral hanya sedikit.
merupakan fungsi normal untuk nilai CPP sekitar Efek sensitivitas efek obat intraserebral ini
50 – 70 mmHg dan ini digagalkan oleh berbagai menunjukkan pengaruh lingkungan intrakranial
kondisi patologik intrakranial (misalnya darah maupun ekstrakranial dan pentingnya memperta-
dalam liquor cerebro spinal/LCS, trauma, tumor) hankan keadaan normovolemia untuk memperta-
maupun ekstrakranial (misalnya hipertensi sistemik hankan stabilitas TIK. Umumnya, opioid hanya
kronik). Hal tersebut juga dipengaruhi oleh obat– sedikit mengurangi CMR dan tidak mempengaruhi
obatan yang digunakan dalam anestesi.1,2 flow-metabolism coupling, autoregulasi, ataupun
sensitivitas CO2 terhadap pembuluh darah serebral.1
Ketika CPP tidak adekuat, perfusi jaringan akan Pada kasus ini digunakan Fentanyl.
berkurang ketika batas bawah autoregulasi kurang
dari 50 mm Hg (jika autoregulasi intak). Iskemia Obat – obat Intravena
terjadi pada kadar CBF kurang dari 20 mL/100 Obat anestesi intravena mengurangi CMR, CBF,
g/menit kecuali CPP diperbaiki (melalui pening- CBV dan TIK, menyebabkan pengurangan otak
katan MAP atau atau pengurangan TIK) atau yang tegang, sebagaimana didiskusikan di atas.
kebutuhan metabolik serebral dikurangi (melalui Vasokonstriksi serebral tergantung pada intak atau
anestesi yang dalam atau hipotermia). Pengurangan tidaknya flow-metabolism coupling. Sebagai-mana
PaCO2 akan menyebabkan vasokontriksi, yang autoregulasi, flow-metabolism coupling diga-galkan
akan mengurangi CBF, Cerebral Blood Volume oleh adanya kontusio otak dan kondisi patologik
(CBV), dan selanjutnya TIK. Sebaliknya, hiperkap- intraserebral lainnya.1 Pada pasien ini sejak induksi
nia akan meningkatkan TIK dan harus dicegah digunakan propofol intravena begitu juga
selama periode perioperatif:1,2,4 pemeliharaan disamping sevofluran, juga
Nitrous Oxide (N2O) digunakan propofol intermitten sambil memantau
lapangan pembedahan untuk kemungkinan
Karena terbatasnya sarana dan prasarana yang peningkatan penggunaan propofol tunggal dengan
tersedia di rumah sakit daerah (tidak tersedianya keperluan atau tidaknya penghentian sevofluran
udara pada mesin anestesi di kamar operasi), maka bila terjadi otak yang tegang. Namun selama
pemeliharaan anestesi pada pasien ini dilakukan operasi berlangsung, lapangan pembedahan terlihat
dengan O2, Sevofluran tidak lebih dari 2 volume % jelas, tidak diperlukan tarikan retraktor yang cukup
(kurang dari 2 MAC), dan N2O (perbandingan O2: kuat, dan informasi dari sejawat bedah saraf bahwa
N2O = 4 : 1). Pemberian N2O bukan dimaksudkan lapangan pembedahan cukup jelas, terjangkau, dan
untuk mendapatkan efek analgetik karena untuk relaks.
analgetik selama operasi pada pasien ini digunakan
fentanyl intermitten. Pemberian N2O dimaksudkan Hiperventilasi
agar pemberian Oksigen tidak murni 100% karena Hiperventilasi menghasilkan suatu keadaan
O2 100% merupakan vasokonstriktor kuat dan pada hipokapnia dan selanjutnya terjadilah vaso-
pemberian jangka panjang dapat meningkatkan konstriksi serebral. Pada keadaan autoregulasi yang
kemungkinan terjadinya intoksikasi. N2O merupa- masih utuh, CBF berhubungan secara linear dengan
kan serebrostimulan, meningkatkan CBF, CMR, PaCO2 antara 20-70 mm Hg. Sensitivitas pembuluh
dan terkadang TIK. Efek tersebut tidak semuanya darah serebral terhadap CO2 dihilangkan atau
selalu terjadi pada otak, namun terbatas pada digagalkan oleh adanya cedera kepala atau adanya
daerah otak tertentu (ganglia basalis, talamus, dan berbagai kondisi patologik intraserebral, juga
insula), yang akan mengubah distribusi CBF melalui inspirasi konsentrasi tinggi anestetika
regional. Pada substitusi dari suatu konsentrasi obat inhalasi, atau kususnya jika pembuluh darah
20 Jurnal Neuroanestesia Indonesia
tersebutnya sebelumnya sudah dilatasi karena dan yang permanen telah terjadi. Khususnya yang
pengaruh N2O. Efek pengurangan CBF, CBV, dan harus diperhatikan adalah anamnesa pasien, peme-
TIK oleh hipokapnia bersifat akut dan kelihatannya riksaan fisik, serta pengujian teknis seperti yang
kurang dari 24 jam.6,7 Suatu nilai khusus adalah terlihat pada tabel di bawah ini. Pengujian mini-
untuk mencapai PaCO2 antara 30 sampai 35 mm mum idealnya harus meliputi status neurologik
Hg; analisis gas darah arterial adalah lebih tinggi mini-mental, membandingkan kemampuan pasien
dari endtidal CO2 (etco2) dan harus digunakan mengikuti perintah, tingkat kesadaran pasien, ada
sebagai variabel kontrol karena kemungkinan tidaknya defisit kemampuan bicara pasien, dan nilai
besarnya gradien CO2 arterioalveolar pada pasien- GCS. Penjelasan mengenai obat–obatan apa saja
pasien bedah saraf. Efektivitas dari hiperventilasi
yang sudah didapat penting diperoleh karena obat–
(PaCO2 antara 25± 2 mm Hg) untuk mengendalikan
obatan ini juga dapat mempengaruhi komplains
otak yang menonjol pada pasien yang sebelumnya
intrakranial, perfusi, dan pemeliharaan, sebagai-
mendapatkan baik isofluran maupun propofol.1,6,7
Pada kasus ini dilakukan hiperventilasi ringan dan mana modifikasi farmakokinetik dan dinamik dari
sekali lagi karena keterbatasan sarana dan prasarana berbagai obat–obat anestetik.1,2
yang tersedia, yaitu tidak tersedianya kapnograf, CT-scan atau MRI dari pasien harus dapat
maka hiper-ventilasi ringan dilakukan dengan
menggambarkan ukuran dan lokalisasi tumor serta
perkiraan berdasarkan volume tidal 8 mL/kg BB
tanda–tanda peningkatan TIK. Peningkatan TIK
dengan laju napas 12–14 kali /menit.
termasuk pelebaran ventrikel oleh massa tumor,
Diuretik perluasan ventrikel lateral yang terjadi akibat
Pada kasus ini pasien diberikan mannitol 20 menit hidrosefalus obstruktif, dan pergeseran midline
sebelum dura dibuka. Penggunaan diuretik osmotik (midline shift > 5 mm). Ada tidaknya tanda – tanda
seperti mannitol dan hyperosmotic saline akan seperti itu mengingatkan bahwa kurva volume –
meningkatkan osmolalitas darah secara akut, TIK mendekati dekompensasi (“dasar” dari kurva
sehingga mengurangi kandungan air otak. Dosis hiperbolik TIK-volume), dengan sedikit peningka-
pemberian mannitol adalah 0.5 sampai 1 g/kg (150– tan volume intrakranial yang menyebabkan dispro-
400 mL 20% Mannitol) intravena, terbagi antara porsi peningkatan TIK dengan bengkak otak.8
dosis pemberian yang lebih cepat pre-kraniotomi Keadaan Umum Pasien
dan infus yang lebih lambat, sampai diseksi otak
lengkap.1,2 Pada pasien ini mannitol diberikan Fungsi kardiovaskular dan respirasi sangat penting
dengan dosis 0,5 g/kg BB (digunakan 150 mL karena perfusi dan oksigenasi otak tertutama
Mannitol 20%). ditentukan kedua hal tersebut sehingga sebelum
operasi fungsinya harus dioptimalkan. Bebe-rapa
Management Anestesi
kondisi patologik intrakranial akan mengubah
a. Penilaian preoperatif fungsi kardiovaskular (misalnya efek peningkatan
TIK pada konduksi jantung). Operasi supratentorial
Penentuan strategi anestesi untuk memberikan
(terutama meningioma, metastase) dapat dihubung-
intervensi bedah saraf tergantung pada pengetahuan
kan dengan kehilangan darah yang bermakna,
mengenai neurologik dan keadaan umum pasien,
hipovolemia, dan hipotensi yang dapat memper-
perencanaan intervensi, serta integrasi holistik dari
buruk kondisi neurologik. 1,2,9
faktor–faktor tersebut. Perencanaan penanganan
pasien dan perencanaan intervensi harus didis- Sistem lain yang terkait adalah sistem renal
kusikan sebelumnya dengan ahli bedah saraf yang (misalnya pemberian diuretik yang selanjutnya
terkait.1,2, 7 akan menyebabkan gangguan keseimbangan
Status Neurologik Pasien elektrolit plasma, diabetes insipidus, serta
berkurangnya asupan cairan yang menyebabkan
Tujuan utama dalam menilai status neurologik dehidrasi), sistem endokrin (yang berubah bila ada
pasien adalah untuk memperkirakan berapa banyak proses penyakit intrakranial, seperti adenoma
peningkatan TIK, perluasan komplains intrakranial pituitari, atau melalui terapi obat-obatan, seperti
dan autoregulasi, serta berapa banyak pemeliharaan efek dari glukokortikoid terhadap hiperglikemia
homeostatik untuk TIK dan CBF tetap dipertahan- dan iskemik serebral), dan pengaruhnya terhadap
kan sebelum iskemik otak dan terjadinya kegagalan sistem traktus gastrointestinal 1,5,9
neurologik. Tujuannya adalah untuk menilai sebe-
rapa banyak kerusakan neurologik yang reversibel
Jurnal Neuroanestesia Indonesia Anestesia untuk Kraniotomi Tumor Supratentorial 21
Tabel 3. Saran induksi anestesi untuk operasi intra Posisi pasien harus diamati secara cermat oleh
kranial seorang akhli anestesi dan ahli bedah, dan posisi
yang berlebihan harus dihindari. Perhatian khusus
1. Ansiolisis yang adekuat di kamar operasi. harus ditujukan untuk memberi bantalan atau
Loading (5 to 7 mL/kg of NaCl 0.9%). melindungi dan memfiksasi daerah yang kemung-
Pasang monitor EKG, capnometer, pulse oximeter, kinan terkena cedera karena tekanan, abrasi, atau
dan tekanan darah noninvasif. Pasang jalur vena dan
arteri dengan anestesi lokal.
pergerakan, seperti jatuhnya ekstremitas. Posisi
kepala sedikit head-up akan membantu drainase
2. Induksi anestesi umum : Fentanyl 1 to 2 µg/kg atau
sufentanil atau remifentanil. Preoksigenasi dan minta
vena. Pipa endotrakeal harus difiksasi dan diberi
pasien melakukan hiperventilasi. Propofol 1,25-2,5 packing. 1
mg/kg atau tiopenton 3 - 6 mg/kg untuk induksi.
Pelumpuh otot Nondepolarisasi: vecuronium,
Pemeliharaan Anestesi
rocuronium, atau cisatracurium. Ventilasi kendali Tujuan
dengan target PaCO2 35 mm Hg Propofol 50 -150
µg/kg/min atau isofluran 0,5% - 1,5% (atau Tujuan utama anestesi selama pembedahan
sevofluran atau desfluran) untuk analgesia fentanyl, supratentorial adalah yang pertema untuk mengen-
(atau alfentanil, sufentanil, atau remifentanil) 1 - 2
µg/kg/jam (atau bolus). dalikan otak yang tegang melalui pengendalian
pada CBF dan CMR (disebut konsep penarikan
3. Intubasi.
otak kimiawi/chemical brain retractor concept) dan
4. Anestesi lokal atau remifentanil interavena 0,5 - 1 yang kedua adalah neuroproteksi melalui pemeli-
µg/kg untuk pemasangan skull-pin atau insisi kulit. haraan lingkungan intrakranial secara optimal.
5. Posisi head-up adekuat, tidak ada kompresi vena
jugular. Pilihan Teknik
6. Relaksasi otak : bila perlu Mannitol 0,5 -0,75 g/kg.
Insersi drain lumbar. Normovolemia dengan NaCl
Terdapat kontroversi selama ini mengenai
0,9% atau starch 6%, jangan RL. penggunaan obat-obat intravena dibanding inhalasi
untuk prosedur-prosedur intrakranial. Sejauh ini,
tidak ada penelitian yang membandingkan obat
Pelumpuh Otot intravena dengan inhalasi berdasarkan neuro-
Pelumpuh otot nondepolar hanya memiliki sedikit anestesi yang dapat menunjukkan perbedaan hasil
efek terhadap hemodinamik intraserebral. Sehingga yang bermakna.1
dipertimbangkan pemberian suksinilkolin hanya
untuk pasien-pasien dengan kemungkinan kesulitan Saat ini, pilihan utama untuk tetap menggunakan
intubasi atau ketika induksi dengan cara rapid- teknik anestesi inhalasi cukup berhasil. Dengan
sequence induction mutlak diperlukan. Suksinil teknik ini kondisi pulih sadar dapat dicapai dengan
dapat menyebabkan peningkatan sementara pada cepat. Sampai saat ini belum ada anestetika inhalasi
CMR, CBF, dan TIK, sekalipun beberapa pening- yang betul-betul ideal untuk neuroanestesi.
katan tersebut biasanya dapat dikendalikan dengan
Tabel 4. Konsep Retraktor Otak Secara Kimia
hiperventilasi atau dengan mendalamkan anestesi
dan merupakan konsekuensi terutama pada pasien- Hiperosmolaritas ringan (gunakan NaCl 0.9% [304
pasien yang sebelumnya sudah menga-lami mOsm/kg] sebagai infus dasar; berikan mannitol 20%
peningkatan TIK.1,2 [1245 mOsm/kg] 0,5 – 0,75 g/kg atau hypertonic saline
[7,5%, 2498 mOsm/kg] 2 - 4 mL/kg sebelum
Memposisikan Pasien pengeluaran flap kranium)
Obat anestesi intravena (propofol), kedalaman anestesia
Pemasangan pin holder merupakan stimulus yang adekuat
nosiseptik terkuat. Hal tersebut harus dibarengi Hiperventilasi ringan, hiperoksigenasi ringan
dengan blokade nyeri yang adekuat dengan Hipertensi ringan terkendali :MAP dipertahankan
mendalamkan anestesi dan pemberian analgesia sekitar 100 mm Hg untuk mengurangi CBV dan TIK
kuat (bolus remifentanil 0,25 - 1 µg/kg, fentanyl 1 - Normovolemia; tidak boleh berikan vasodilators
3 µg/kg atau alfentanil 10 - 20 µg/kg) atau anestesia Hiperoksia ringan
(misalnya bolus tiopental intravena 1 mg/kg atau
propofol 0,5 mg/kg), terutama yang lebih dipilih • Posisi Head-up untuk memberikan drainase vena
serebral yang bebas hambatan; tidak boleh ada
adalah penggunaannya bersamaan dengan infiltrasi penekanan pada vena jugularis
anestetik lokal pada tempat penusukan pin untuk • Positive end-expiratory pressure minimal
mencegah perburukan SSP yang tidak diinginkan • Kedalaman anestesi yang adekuat atau pelumpuh
dan aktivasi hemodinamik. Sebagai alternatif, otot untuk mencegah bucking terhadap ventilator
kendali hemodinamik dapat dicapai dengan obat – • Drainase lumbar
obat antihipertensi seperti esmolol (1 mg/kg) dan • Hindari retraktor otak
labetalol (0,5-1 mg/kg). Insersi pin juga dapat CBV = Cerebral Blood Volume
menimbulkan emboli udara vena. 1,2 ,13 TIK = Tekanan Intrakranial
24 Jurnal Neuroanestesia Indonesia
Persiapan perioperatif yang cermat dan terstruktur 8. Sabbagh AJ, Al-Yamani M., Bunyan RF,
sangat penting pada penanganan anestesi untuk Takrouri MSM, Radwa SM et.al..
tumor supratentorial, yang meliputi persiapan Neuroanesthesia Management of Neurosurgery
pasien preoperasi, persiapan kelengkapan obat, alat, of Brain Stem Tumor requiring
dan monitoring, serta perencanaan pelaksanaan Neurophysiology Monitoring in an iMRI OT
anestesi sampai dengan pananganan pasca operasi. Setting. Technical Report. Saudi J. Anaesth,
2009; 3 (2) : 91 – 3. Available from
Daftar Pustaka http://www.saudija.org on August 29, 2011.