Perilaku Konsumen: Consumer Behaviour Is An Attempt To Understand & Predict Human Actions in The Buying
Perilaku Konsumen: Consumer Behaviour Is An Attempt To Understand & Predict Human Actions in The Buying
Perilaku Konsumen: Consumer Behaviour Is An Attempt To Understand & Predict Human Actions in The Buying
In consumer behaviour we consider not only why, how, & what people buy but other
factors such as where , how often, and under what conditions the purchase is made. An
understanding of the buyer behaviour is essential in marketing planning & programmes.
In the final analysis buyer behaviour is one of the most important keys to successful
marketing.
MAJOR FACTORS INFLUENCING BUYER BEHAVIOUR
CULTURAL FACTORS
Cultural factors exert the broadest and deepest influence on consumer behavior. The roles
played by the buyers culture, sub culture and social class are particularly important.
SOCIAL FACTORS
PERSONAL FACTORS
A buyer’s decisions are also influenced by personal characteristics. These include the
buyer’s age & stage in the life cycle, occupation, economic circumstances, lifestyle,
personality & self concept.
AGE & STAGE IN THE LIFE CYCLE- People buy different goods & services
over their lifetime. They eat baby food in the early years, most foods in the
growing & mature years & special diets in the later years. People’s taste in
clothes, furniture & recreation is also age related.
OCCUPATION- A person’s occupation also influences his or her consumption
pattern. Marketers try to identify the occupational groups that have above –
average interest in their products and services. A company can even specialize its
products for certain occupational groups.
ECONOMIC CIRCUMCTANCES- Product choices are greatly affected by
one’s economic circumstances. Economic stability consist of their spend able
income (its level, stability andtime pattern), saving and assets (including the
percentage that is liquid), debts , borrowing power, attitude toward spending
versus saving.
LIFESTYLE- People coming from the same subculture, social class &
occupation may lead quite different lifestyles. A person’s lifestyles the person’s
pattern of living in the world as expressed in the persons activities, interests &
opinions.
PERSONALITY AND SELF-CONCEPT- Each person has a distinct
personality that influences his or her buying behavior. By personality, we mean a
person’s distinguishing psychological characteristics that lead to relatively
consistent and enduring responses to his or her environment. Personality can be a
useful variable in analyzing consumer behavior, provided that personality type
can be classified accurately and that strong correlations exist between certain
personality types and product or brand choices.
PSYCHOLOGICAL FACTORS
b. Pencarian informasi
Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi
mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan
ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen
dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang
berhubungan dengan kebutuhan tersebut.
Pengaruh relatif dari sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada
umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari
sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif
cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya bahkan lebih penting dalam
mempengaruhi pembelian jasa. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi
sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Misalnya, dokter
pada umumnya belajar mengenai obat baru cari sumber komersial, tetapi bertanya kepada
dokter lain untuk informasi yang evaluatif.
c. Evaluasi alternative
Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi
untuk mengevaluasi merk alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu
membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa
setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen
akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut
kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan
mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek
pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi
pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek
berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari
satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.
Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada
masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan,
konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu
lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka
membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang
konsumen mengambil keputusan membeli sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada
teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian.
Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka
mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang
terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan
membeli.
d. Keputusan membeli
Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk
membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang
paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan
untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain
mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi
yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan.
Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian.
Secara teori konsumen melalui seluruh lima tahap pada tiap pembelian. Tapi pada
pembelian rutin, konsumen terkadang melewatkan atau membalik beberapa tahap itu.
Seorang wanita yang kadang membeli pasta gigi merek yang biasa digunakannya akan
mengenali kebutuhan tetapi dia akan bergerak langsung ke proses pembelian, dengan
melewatkan pencarian informasi dan mengevaluasi alternatif. Pertimbangan yang muncul
pada saat konsumen menghadapi situasi pembelian baru bisa bersifat kompleks.
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Konsumen yang tergerak mungkin mencari dan mungkin pula tidak mencari informasi
tambahan. Jika dorongan konsumen kuat dan produk yang memenuhi kebutuhan berada
dalam jangkauannya, ia cenderung akan membelinya. Jika tidak, konsumen akan
menyimpan kebutuhan itu kedalam ingatan atau mengerjakan pencarian informasi yang
berhubungan dengan kebutuhan itu.
Pada satu tahapan tertentu, konsumen mungkin sekedar meningkatkan perhatian. Pada
tahapan itu, seseorang menjadi lebih menerima informasi mengenai kamera. Ia
memperhatikan iklan kamera, kamera yang digunakan oleh temannya, dan percakapan
tentang kamera. Atau ia mungkin mengerjakan pengumpulan informasi secara aktif,
dimana ia mencari informasi tertulis, menelepon teman, dan mengumpulkan informasi
dengan berbagai cara lain. Jumlah pencarian yang dikerjakan tergantung pada kekuatan
dorongan pada dirinya, jumlah informasi awal yang ia miliki, kemudahan pencarian
informasi tambahan, nilai yang ia berikan pada informasi tambahan,
dan kepuasan yang di dapat setelah pencarian.
Konsumen dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber. Sumber itu meliputi
sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, rekan kerja), sumber komersial (iklan,
penjual, pengecer, bungkus, situs Web, dan lain-lain), sumber publik (media massa,
organisasi pemberi peringkat), dan sumber berdasarkan pengalaman (memegang,
meneliti, menggunakan produk). Pengaruh relatif di antara sumber informasi itu berbeda-
beda di antara berbagai produk dan pembeli.
Seseorang terkadang meminta orang lain-teman, keluarga, rekan kerja dan para
profesional-supaya merekomendasikan produk atau jasa. Oleh karena itu, perusahaan
mempunyai ketertarikan yang kuat untuk membangun sumber pemasaran getok tular
(word of mouth sources). Sumber-sumber itu mempunyai dua keuntungan utama.
Pertama, sumber itu meyakinkan. Pemasaran getok tular atau pemasaran dari mulut ke
mulut adalah satu-satunya metode promosi dari konsumen, oleh konsumen, dan untuk
konsumen. Mempunyai konsumen yang setia dan terpuaskan dan membangga-banggakan
bisnis mereka dengan anda merupakan mimpi setiap pemilik bisnis. Tidak hanya
konsumen yang puas mengulangi pembelian, tetapi mereka juga menjadi papan promosi
berjalan bagi bisnis anda.
Kedua, biaya yang rendah. Menjaga hubungan dengan konsumen dan mengubahnya
menjadi sumber promosi getok tular membutuhkan biaya yang relatif rendah. Semakin
banyak informasi yang didapat, kesadaran dan
pengetahuan konsumen tentang adanya merek dan fitur akan meningkat. Dalam
pencarian informasi, seseorang banyak mempelajari merek yang tersedia. Informasi itu
juga membantunya meninggalkan pilihan merek tertentu. Perusahaan harus mendesain
bauran pemasarannya agar calon konsumen sadar dan tahu akan
mereknya. Secara hati-hati perusahaan harus mengidentifikasi sumber informasi
konsumen dan tingkat kepentingan tiap-tiap sumber itu.
Konsumen harus ditanyai bagaimana awalnya mereka mendengar merek itu, informasi
apa yang didapat, dan bagaimana mereka mengurutkan tingkatan arti penting sumber
informasi yang berbedabeda itu.
Pengevaluasian Alternatif
Sikap konsumen terhadap sejumlah merek tertentu terbentuk melalui beberapa prosedur
evaluasi. Cara konsumen memulai usaha mengevaluasi alternatif pembelian tergantung
pada konsumen individual dan situasi pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus,
konsumen menggunakan kalkulasi yang cermat dan pikiran yang logis.
Dalam waktu yang lain, konsumen bersangkutan mengerjakan sedikit atau tidak
mengerjakan evaluasi sama sekali; melainkan mereka membeli secara impulsif atau
bergantung pada intuisi. Terkadang konsumen membuat keputusan sendirian, kadang
tergantung pada teman, petunjuk konsumen, atau penjual untuk mendapatkan saran
pembelian.
Keputusan Pembeli
Faktor kedua adalah faktor situasi tak terduga. Konsumen mungkin membentuk
kecenderungan pembelian berdasar pada pendapatan yang diharapkan, harga, dan
manfaat produk yang diharapkan. Namun, keadaan tak terduga dapat mengubah
kecenderungan pembelian, Anna Flores mungkin kehilangan pekerjaannya atau
pembelian lainnya lebih mendesak atau mungkin temannya mengatakan kecewa terhadap
kamera pilihannya yang juga kamera kesukaan Anna. Atau, pesaing dekat menurunkan
harga. Jadi, preferensi dan kecenderungan pembelian tidak selalu menghasilkan pilihan
pembelian aktual.
Pekerjaan pemasar tidak hanya berhenti pada saat produk dibeli. Setelah membeli
produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan akan masuk ke perilaku setelah
pembelian yang penting diperhatikan oleh pemasar. Apa yang menentukan pembeli puas
atau tidak puas terhadap pembeliannya? Jawabnya terletak pada hubungan antara harapan
konsumen dan kinerja produk uang dirasakan. Jika produk jauh di bawah harapan
konsumen, maka konsumen kecewa; jika produk memenuhi harapannya, konsumen
terpuaskan, jika melebihi harapannya, maka konsumen akan merasa sangat senang.
Semakin besar beda antara harapan dan kinerja, semakin besar pula ketidakpuasan
konsumen. Oleh sebab itu, penjual harus janji yang benar-benar sesuai dengan kinerja
produk agar pembeli merasa puas. Beberapa penjual bahkan menyatakan janji tingkatan
kinerja yang lebih rendah dibandingkan kinerja sebenarnya agar
kepuasan konsumen menjadi sangat tinggi. Misalnya, wiraniaga Beoing cenderung
konservatif pada saat memperkirakan potensi manfaat pesawatnya. Mereka hampir tiap
kali menyatakan efesiensi bahan bakar lebih rendah dari pada sebenarnya-mereka
menjanjikan penghematan bahan bakar sebesar 5 persen yang ternyata 8 persen.
Konsumen akan merasa senang terhadap kinerja yang lebih baik daripada yang
diharapkan. Mereka akan membeli lagi dan berkata kepada calon pelanggan lain bahwa
Boing memenuhi janjinya.
Hampir seluruh pembelian penting menghasilkan disonansi kognitif, atau
ketidaknyamanan pembeli karena konflik setelah pembelian. Setelah pembelian,
konsumen akan merasa puas dengan manfaat merek yang telah dipilih dan senang untuk
menghindari kekurangan dari merek yang tidak dibeli. Namun, setiap pembelian
melibatkan kompromi. Konsumen mendapatkan ketidak-nyamanan akibat mendapatkan
kekurangan produk yang dibeli dan kehilangan sejumlah manfaat produk yang tidak
dibeli. Oleh karena itu, konsumen merasakan setidak-tidaknya ada disonansi setelah
pembelian pada setiap pembeliannya.
Mengapa memuaskan konsumen itu sangat penting? Kepuasan itu penting karena
penjualan perusahaan berasal dari dua kelompok dasar-pelanggan baru dan pelanggan
lama. Biasanya biaya akan lebih besar untuk menarik pelanggan baru daripada
mampertahankan pelanggan lama dan jalan terbaik untuk mempertahankan pelanggan
adalah dengan memuaskan mereka.
Kepuasan pelanggan merupakan kunci untuk membuat hubungan jangka panjang dengan
pelanggan-yakni untuk mempertahankan dan menumbuhkan konsumen serta untuk
memetik hasil yang berupa nilai seumur hidup pelanggan. Pelanggan yang puas akan
kembali membeli produk, berbicara yang menyenangkan tentang produk itu, lebih sedikit
memperhatikan merek dan iklan pesaing, serta membeli produk yang lain dari perusahaan
yang sama. Banyak pemasar bertindak lebih dari sekedar memuaskan harapan konsumen-
mereka berupaya menyenangkan hati konsumen. Konsumen yang hatinya merasa senang
akan membeli lagi produk tersebut serta berbicara yang menyenangkan tentang produk
dan perusahaan itu.
Konsumen yang tidak puas memberikan tanggapan secara berbeda. Konsumen yang puas,
secara rata-rata, akan berbicara kepada tiga orang mengenai baiknya pengalaman mereka
mengenai produk, sedangkan konsumen yang tidak puas akan mengeluh ke 11 orang.
Bahkan, suatu studi menunjukkan bahwa 13 persen orang yang mempunyai masalah
dengan organisasi tertentu mengeluh tentang organisasi tersebut ke lebih dari 20 orang.
Jadi, berita buruk dari mulut ke mulut berjalan lebih cepat daripada berita baik dari mulut
ke mulut dan dapat dengan cepat merusak sikap konsumen terhadap perusahaan dan
produknya.
Oleh karena itu, perusahaan yang bijaksana perlu mengukur kepuasan konsumen secara
teratur. Perusahan tersebut tidak dapat semata-mata mengandalkan konsumen yang tidak
puas yang secara sukarela menyampaikan keluhannya kepada perusahaan. Sebesar 96
persen konsumen yang tidak senang tidak pernah menyampaikan keluhannya. Perusahaan
harus membangun sistem yang mendorong konsumen menyampaikan keluhannya.
Dengan cara itu, perusahaan dapat mempelajari secara baik kerja perusahaan tersebut dan
bagaimana meningkatkannya. Perusahaan 3M mengaku lebih dari dua per tiga produk
barunya datang dari mendengarkan keluhan konsumen. Tetapi mendengar saja tidak
cukup-perusahaan harus menanggapi dengan baik setiap keluhan yang diterima.