Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik
Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik
Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik
110
111 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.1, NO.2, JANUARI 2005
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat observasional dan dilihat dari
waktu pelaksanaanya merupakan penelitian cross sectional, serta berdasarkan jenis desain
termasuk penelitian analitik. Nur A.Y. dan Lilis S., Hubungan Sanitasi Rumah Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang mempunyai anak balita di Kelurahan
Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya yaitu sebesar 155. Responde n adalah
Ibu rumah tangga dari populasi penelitian (Kel urahan Penjaringan Sari,2003). Unit sampel
dalam penelitian ini adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak balita. Besar sampel
peneli tian dengan menggunakan rumus Cochran(1991) diperoleh sebesar 59.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak sederhana (Simple Random
Sampling) agar setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi menjadi
sampel(Notoatmodjo, 2002).
Tempat penelitian yang dipilih di daerah Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan
Rungkut Kota Surabaya karena kejadian penyakit ISPA pada balita menduduki urutan
pertama dari sepuluh penyakit besar di Puskesmas Medokan Ayu tahun 2002- 2003. Waktu
penelitian di mulai bulan Oktober tahun 2003 sampaibulan Juli tahun 2004. Sebagai variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kejadian penyakit ISPA pada balita. Sedangkan sebagai
variabelin dependen dalam penelitian ini adalah sanitasi rumah, yang dilihat dari masing –
masing variabel sanitasi (ventilasi, suhu, kepadatanpenghuni, penerangan alami, kelembaban)
dan dilakukan penilaian dengan cara menjumlahkan seluruh nilai variabel yang
dikategorikan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan
observasi. Wawancara ditujukan kepad a responden penghuni rumah dengan panduan
kuisioner tentang keluhan ISPA. Observasi mengenai sanitasi rumah dilakukan dengan
menggunakan peralatan rollmeter (untuk mengukur luas ventilasi), thermohigrometer
(untuk mengukur suhu ruangan dan kelembaban), L uxmeter (untuk mengukur intensitas
cahaya).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel1. Tabulasi Silang Kejadian ISPA pada Balita menurut Sanitasi Rumah di
Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya Tahun 2004. Sanitasi
Rumah
Jumlah
Kurang
Baik
Kejadian
ISPA
n%
n%
n%
Tidak ISPA
ISPA
7
25
7,4
92,6
14
13
59,4
40,6
21
38
35,6
64,4
Jumlah
32
100
27
100
59
100
111
JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.1, NO.2, JANUARI 2005
Hasil analisis pada Tabel 1 dibaca pada continuity chi –square diperoleh nilai p
=0,000 (p < ), berarti ada hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada
balita.Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi hygiene
dan sanitasi lingkungan. Menurut UU RI No. 4 tahun 1992, rumah berfungsi sebagai
pembinaan keluarga.Rumah yang layak dihuni adalah bangunan yang memenuhi syarat
kesehatan penghuninya (Sanropie,1989).Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat
yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai factor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan (Azwar,1990).
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada
penguasaan terhadap faktor fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Penyakit atau gangguan saluran pernapasan
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut dapat
berupa kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi, kepadatan
penghuni, penerangan dan pencemaran udara dalam rumah. Lingkungan perumahan sangat
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA (Ranuh,1997).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil sanitasi rumah yang kurang terdapat
sebagian besar responden menderita ISPA(92,6%) dan 2,4 % tidak ISPA.
Pada uji Chi – Square menunjukkan adanya hubungan sangat signifikan pada p = 0,000
(p< ) yang berarti terdapat hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA. R isiko
terjadinya ISPA pada rumah yang sanitasinya kurang adalah hampir 12 lebih banyak
dibandingkan yang tidak ISPA.Hubungan masing – masing variabel sanitasi rumah dengan
kejadian ISPA dianalisis berdasarkan masing-masing variable penelitian.
114
Nur A.Y. dan Lilis S., Hubungan Sanitasi Rumah
Kepadatan Penghuni
Padat
Jumlah
Tidak Padat
Kejadian
ISPA
n%
n%
n%
Tidak ISPA
ISPA
5
25
16,7
83,3
16
13
55,2
44,8
21
38
35,6
64,4
Jumlah
30
100
29
100
59
100
Hasil analisis pada Tabel 2 dibaca pada continuity chi -square diperoleh nilai p=0,005
(p < ), berarti ada hubungan antara kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA pada balita.
Hal ini disebabkan rumah yang penghuninya yang padat mempunyai ventilasi yang baik
sedangkan pada rumah yang penghuninya tidak padat tapi ventilasinya kurang sehingga
kadar oksigen di dalam ruangan menurun.
Menurut Kepmenkes RI (1999) luas ruangan tidur minimal 82m dan tidak dianjurkan
lebih dari 2 orang. Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan
mempunyai dampak kurangnya oksigen dalam ruangan sehingga daya tahan tubuh
penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti ISPA.
Ruangan yang sempit akan membuat nafas sesak dan mudah tertular penyakit o leh anggota
keluarga yang lain. Kepadatan hunian rumah akan meningkatkan suhu ruangan yang
disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akanmeningkatkan kelembaban akibat uap air
dari pernapasan tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni rumah maka
semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya
penghuni, maka kadar oksigen dalamruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan CO 2
ruangan dan dampak dari peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam
rumah.
Kelembaban
Jumlah
Kurang
Baik
Kejadian
ISPA
n%
n%
n%
Tidak ISPA
ISPA
16
20
44,4
55,6
5
18
21,7
78,3
21
38
35,6
64,4
Jumlah
36
100
23
100
59
100
Hasil analisis pada Tabel 3 dibaca pada continuity chi –square diperoleh nilai p=0,134
(p > ), berarti tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita.
4. Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA pada Balita
Tabel 4. Tabulasi Silang Kejadian ISPA pada Balita menurut Kondisi Suhu di Kelurahan
Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya Tahun 2004.
Suhu
Jumlah
Kurang
Baik
Kejadian
ISPA
n%
n%
n%
Tidak ISPA
ISPA
14
17
45,2
54,8
7
21
25
75
21
38
35,6
64,4
Jumlah
31
100
28
100
59
100
Hasil analisis pada Tabel 4 dibaca pada continuity chi –square diperoleh nilai
p=0,179(p > ), berarti tidak ada hubungan antara suhu ruangan dengan kejadian ISPA pada
balita.
Nur A.Y. dan Lilis S., Hubungan Sanitasi Rumah 116
Tabel 5. Tabulasi Silang Kejadian ISPA pada Balita menurut Kondisi Ventilasi di
Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya Tahun 2004
Ventilasi
Kurang
Jumlah
Baik
Kejadian
ISPA
n%
n%
n%
Tidak ISPA
ISPA
5
24
17,2
82,8
16
14
53,3
46,7
21
38
35,6
64,4
Jumlah
29
100
30
100
59
100
Hasil analisis pada Tabel 5 dibaca pada continuity chi –square diperoleh nilai p = 0,009
(p< ), berarti ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita.Ventilasi
adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu
ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah
atau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai
sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat
merugikan kesehatan (Gunawan et al., 1982).
Rumah yang memenuhi syarat ventilasi baik akan mempertahankan kelembaban yang
sesuai dengan temperature kelembaban udara (Azwar, 1990). Standart luas ventilasi rumah,
menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999, adalah minimal 10% luas lantai. Menurut
Frinck(1993) setiap ruang yang dipakai sebagai ruang kediaman sekurang-kurangnya terdapat
satu jendela lubang ventilasi yang langsung berhubungan dengan udara luar bebas
rintangan dengan luas 10% luas lantai.Ruangan yang ventilasinya kurang baik akan
membahayakankesehatan khususnya saluran pernapasan. Terdapatnya bakteri di udara
disebabkan adanya debu dan uap air. Jumlah bakteri udara akan bertambah jika penghuni ada
yang menderita penyakit saluran pernapasan, seperti TBC, Influenza, dan ISPA.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebanyak 17,2% responden tidak ISPA dan sebanyak
82,8% menderita ISPA pada ventilasi kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pada ventilasi
rumah yang kurang baik, jumlah kejadian ISPA pada balita lebih banyak jika ventilasi rumah
yang baik. Hasil uji Chi – Square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pada
p=0,009 (p < ) antara ventilasi dengan kejadian ISPA yang berarti ada hubungan ventilasi
dengan kejadian ISPA pada balita.
117 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.1, NO.2, JANUARI 2005
Jumlah
Kurang
Baik
Kejadian
ISPA
n%
n%
n%
Tidak ISPA
ISPA
8
26
23,5
76,5
13
12
52
48
21
38
35,6
64,4
Jumlah
34
100
25
100
59
100
Hasil analisis pada Tabel 6 dibaca pada continuity chi –square diperoleh nilai
p=0,047(p > ), berarti ada hubungan antarapenerangan alami dengan kejadian ISPA pada
balita. Penerangan ada dua macam, yaitu penerangan alami danbuatan. Penerangan alami
sangat penting dalam menerangi rumah untuk mengurangi kelembaban. Penerangan alami
diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah
maupun bagian lain dari rumah yang terbuka, selain berguna untuk penerangan sinar ini juga
mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh
kuman penyebab penyakit tertentu, misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya
pada panjang gelombang 4000 A sinar ultra violet (Azwar, 1990).
Cahaya matahari disamping berguna untuk menerangiruangan, mengusir serangga
(nyamuk) dan tikus, juga dapatmembunuh beberapa penyakit menular misalnya TBC, cacar,
influenza, penyakit kulit atau mata, teru tama matahari langsung. Selain itu sinar matahari
yang menga ndung sinar ultra violet baikuntuk pertumbuhan tulang anak - anak
(Suyono,1985).
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah yang kurang mendapat penerangan
alami terdapat sebagian besar respon dan menderita ISPA (76,5%) dan sebanyak 23,5% tidak
ISPA. Hasil ujiChi - Square menentukan adanya hubungan yang signifikan pada p =0,047
(p< ) yang berarti bahwa terdapat hubungan antara penerangan alami dengan kejadian ISPA
pada balita.
Nur A.Y. dan Lilis S., Hubungan Sanitasi Rumah 118
Kesimpulan
Saran
Filename: