239 865 1 PB
239 865 1 PB
239 865 1 PB
Keywords: Physical activity, Treatment phase of lungs tuberculosis and Nutritional Status
Abstrak: Tuberkulosis adalah penyakit yang menjadi perhatian global. Penyakit ini disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis, kasus TB terbanyak di RS di Surakarta terdapat di BBKPM Surakarta. Infeksi
TB ini akan mempengaruhi status gizi pada penderita, dimana penderita akan tampak kurus sehingga
diperlukan pengobatan OAT (tahap awal dan lanjutan) dan aktivitas yang cukup untuk meningkatkan
status gizi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan fase pengobatan TB
dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. Jenis penelitian adalah analitik dengan
rancangan cross sectional, sampel dalam penelitian ini sebanyak 92 pasien. Teknik sampling menggunakan
purposive dan quota sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisa
data menggunakan teknik analisa spearman rank correlation, chi-square dan regression logistic pada
taraf signifikansi 95%. Hasil uji bivariat dengan spearman rank correlation menyatakan ada hubungan
yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi (= 0,029 < 0,05), hasil uji bivariat chi-square
membuktikan adanya hubungan fase pengobatan TB dengan status gizi (= 0,009 < 0,05). Sedangkan
hasil uji regresi logistik menyatakan bahwa fase pengobatan TB berpeluang 0,382 kali lebih besar
dibandingkan aktivitas fisik untuk mempengaruhi status gizi. Ada hubungan aktivitas fisik dan fase
pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. Diharapkan perawat dapat
1
2 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 1–7
memberikan edukasi tentang pola makan dan kebutuhan nutrisi untuk pasien TB paru dan pasien menjaga
atau mengatur aktivitas fisik serta mencukupi asupan nutrisi agar dapat meningkatkan status gizi.
kan rata-rata pegawai yang beraktivitas sedang Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
mempunyai status gizi normal. Tingkat Aktivitas Fisik pada Pasien TB Paru
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di BBKPM Surakarta Bulan Juni-Juli 2017
di BBKPM Surakarta didapatkan hasil bahwa
No Aktivitas Fisik f %
laporan kasus baru TB paru BTA (+) pada tahun
2015 sebesar 353 kasus dan TB paru BTA (-) pada 1 Rendah 11 12,0
tahun 2015 sebesar 189 kasus. Lalu pada triwulan 2 Sedang 50 54,3
1 tahun 2016 (Jan-Mar) yaitu 73 kasus dan pada 3 Berat 31 33,7
triwulan 1 tahun 2016 (Jan-Mar) yaitu 46 kasus. Jumlah 92 100
Untuk status gizi pada pasien TB paru tahun 2016,
paling banyak brstatus gizi baik (365 pasien) dan
yang berstatus gizi kurang (187 pasien). Dan untuk Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 92 pasien
aktivitas fisik dari wawancara dengan 13 pasien di yang diteliti, sebagian besar pasien TB paru mem-
poli TB, didapatkan hasil bahwa 4 pasien dalam fase punyai aktivitas fisik sedang sebanyak 50 pasien
pengobatan awal (2 pasien beraktivitas fisik ringan (54,3%).
dan 2 pasien beraktivitas sedang), kemudian 9 pasien
dalam pengobatan lanjutan (2 pasien beraktivitas Distribusi Frekuensi Fase Pengobatan TB
fisik ringan, 3 beraktivitas fisik sedang dan 4 pasien pada Pasien TB Paru
beraktivitas fisik berat). Untuk status gizi dari 13
pasien, 4 pasien di tahap awal (1 orang (gizi baik) Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Fase Pengobatan TB pada Pasien TB Paru di
dan 3 orang (gizi kurang/kurus) dan 9 pasien yang
BBKPM Surakarta Bulan Juni-Juli 2017
berada di tahap lanjutan (3 orang (gizi kurang/kurus),
5 orang (gizi baik) dan 1 orang (gemuk)). No Fase Pengobatan TB f %
1 Awal/Intensif 31 33,7
BAHAN DAN METODE 2 Lanjutan/Intermitten 61 66,3
Jenis penelitian ini adalah analitik koreasional Jumlah 92 100
dengan rancangan ‘Cross Sectional’. Penelitian ini
dilakukan di BBKPM Surakarta pada bulan Juni-
Juli 2017. Populasi pada penelitian sebanyak 119 Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 92 pasien
pasien TB BTA (+) dan (-) dan sampelnya sebanyak yang diteliti, sebagian besar pasien TB paru berada
92 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan pada fase pengobatan TB lanjutan/intermitten
eksklusi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini sebanyak 61 pasien (66,3%).
dengan cara ‘Purposive dan quota sampling’.
Pengumpulan data menggunakan data primer dan Distribusi Frekuensi Status Gizi pada Pasien
sekunder. Data primer diperoleh dari responden TB Paru
menggunakan kuisioner dan observasi, sedangkan
data sekunder diperoleh dari data atau laporan di Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
poli TB BBKPM Surakarta. Instrumen yang digu- Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM
nakan dalam mengumpulkan data yaitu kuisioner Surakarta Bulan Juni-Juli 2017
untuk pengukuran aktivitas fisik menurut IPAQ
(Internatinal Physical Activity Quistionnare) dan No Status Gizi Pasien TB f %
lembar observasi untuk fase pengobatan TB dan 1 Sangat Kurus 22 23,9
pengukuran status gizi (dengan hasil perhitungan 2 Kurus 17 18,5
IMT). Analisa data pada penelitian ini menggunakan 3 Normal 53 57,6
analisa univariat, bivariat dan multivariat. Jumlah 92 100
HASIL PENELITIAN
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 92 pasien
Analisis Univariat yang diteliti, sebagian besar pasien TB paru berada
Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik pada Pasien pada fase pengobatan TB lanjutan/intermitten
TB Paru sebanyak 61 pasien (66,3%).
4 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 1–7
Tabel 5 Hubungan Fase Pengobatan TB dengan Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Bulan
Juni-Juli 2017
Status Gizi
CI 95%
Fase Pengobatan TB Sangat Kurus/ Normal Total Value OR df X2
Kurus Lower Upper
F % F % F %
Awal/Intensif 19 61,3 12 38,7 31 100,0 0.009 3,246 1 6,838 1,321 7,975
Lanjutan/Inter-mitten 20 32,8 41 67,2 61 100,0
Total 39 42,4 53 57,6 92 100,0
Tabel 5 Menunjukkan bahwa dari 92 responden terdapat hubungan yang signifikan antara fase
yang diteliti, pasien dengan fase pengobatan TB pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB
yang mempunyai status gizi sangat kurus/kurus paru di BBKPM Surakarta. Dan didapatkan nilai
sebanyak 39 pasien (42,4%) dan selebihnya OR (Odd Ratio) sebesar 3,246 artinya pasien yang
mempunyai status gizi normal 53 pasien (57,6%). berada pada fase pengobatan TB awal/intensif
Kemudian diperoleh hasil p value 0,009 dimana nilai berisiko 3,246 kali lebih besar untuk mempunyai
signifikansi <0,05 sedangkan nilai c2 adalah 6,838 status gizi sangat kurus/kurus.
(c2 hitung >ctabel, dimana df 1=3.841) yang artinya
Analisis Multivariat
Hubungan Aktivitas Fisik dan Fase Pengobatan TB dengan Status Gizi Pasien TB Paru
Tabel 6 Hubungan Aktivitas Fisik dan Fase Pengobatan TB dengan Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM
Surakarta Bulan Juni-Juli 2017
CI 95%
Variabel B value Exp () / OR
Lower Upper
Aktivitas Fisik -1,677 0,041 0,187 0,037 0,936
Fase Pengobatan TB -1,045 0,033 0,352 0,134 0,921
Tabel 6 Menunjukkan bahwa terdapat hubung- pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB
an yang signifikan antara aktivitas fisik dan fase paru di BBKPM Surakarta, dengan diperoleh p value
Kusumaningroh, Susilowati, Wulandari, Hubungan Aktivitas Fisik dan ... 5
<0,05, yakni aktivitas fisik (p value = 0,041<0,005), PMO ini mengingatkan dan mengawasi pasien TB
fase pengobatan TB (p value = 0,033<0,005). Dan untuk menelan obat dan memotivasi pasien agar
diperoleh nilai OR (Exp (B)) paling besar adalah tidak berputus asa dalam pengobatan yang jangka
variabel fase pengobatan TB yaitu 0,352, yang waktunya lama, sehingga pasien bisa rutin datang
artinya variabel fase pengobatan TB lebih berisiko berobat. Hal inilah yang menyebabkan pasien di
0,352 kali lebih besar dari variabel aktivitas fisik BBKPM Surakarta banyak yang berada pada tahap
untuk mempengaruhi status gizi pada pasien TB paru lanjutan, dimana mereka sudah melewati tahap awal/
di BBKPM Surakarta. intensif yang berjalan selama 2 bulan pertama masa
pengobatan.
PEMBAHASAN Hal ini sesuai dengan pengobatan TB menurut
Aktivitas Fisik pada Pasien TB Paru di Kemenkes RI (2014), dibagi menjadi 2 tahap, yaitu
BBKPM Surakarta tahap awal (fase intensif) yang diberikan selama 2
bulan pertama dan tahap lanjutan (fase intermitten)
Aktivitas fisik dalam penelitian ini diambil
diberikan dalam jangka waktu yang lebih lama
berdasarkan kuisioner menurut IPAQ (Internal
setelah tahap awal. Menurut Widiyanto dan Triwi-
Physical Activity Quistionnare) yang mengelom-
bowo (2013), menjelaskan bahwa pengobatan TB
pokkan aktivitas fisik menjadi 3 kategori, yaitu
bertujuan untuk menyembuhkan, memperbaiki
aktivitas fisik ringan (<600 METs menit/minggu),
kualitas hidup, meningkatkan produktivitas,
sedang (>600 METs menit/minggu) dan berat
mencegah resistensi kuman terhadap OAT, men-
(>3000 METs menit/minggu). Pada penelitian ini
cegah kekambuhan dan kematian serta memutus
aktivitas fisik sedang yang sering dilakukan oleh 50
rantai penularan kuman TB.
pasien TB paru di BBKPM Surakarta disebabkan
oleh jenis kegiatan mereka seperti melakukan
Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM
kegiatan rumah tangga, berkebun, bersepeda santai,
Surakarta
merawat ternak ayam, menjaga anak, jualan/jaga
toko. Pekerjaan responden sebagai karyawan Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pasien
swasta, swasta dan mahasiswa/pelajar (yang peker- TB paru di BBKPM Surakarta banyak yang status
jaannya banyak duduk) juga membuat aktivitas gizinya normal, hal ini dikarenakan adanya progam
responden banyak yang sedang. Selain itu, disebab- PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan
kan juga oleh gejala yang dialami pasien seperti batuk, konseling gizi yang wajib diikuti oleh pasien selama
sesak napas, nyeri dada dan lemah yang membuat masa pengobatan yaitu 3x konseling gizi pada tahap
pasien terbatasi aktivitasnya karena harus ber- awal (2x) dan lanjutan (1x pada bulan ke 5), kemu-
istirahat. dian PMT diberikan 10x selama masa pengobatan
Hal ini sesuai dengan faktor-faktor yang mem- (baik tahap awal/lanjutan), diberikan saat pasien
pengaruhi aktivitas fisik, yaitu sosial ekonomi, datang ke poli konseling gizi dan dimakan ketika
kebiasaan berolahraga, adanya pengaruh dukungan masih berada di RS, biasanya dimakan saat pasien
masyarakat, umur, jenis kelamin, kondisi suhu dan menunggu untuk diperiksa di poli TB. PMT ini ditu-
geografis serta pengetahuan (Welis dan Rifki, 2013). jukan untuk perbaikan gizi pasien. Adanya anjuran
dokter untuk banyak beristirahat, dan adanya
Fase Pengobatan TB pada Pasien TB Paru di adaptasi dari pasien dengan penyakit TB yang
BBKPM Surakarta diderita dan obat-obat OAT yang dikonsumsi dalam
Dalam penelitian ini pasien yang menjalani jangka waktu lama dan berlangsung secara bertahap
pengobatan TB paling banyak berada pada fase membuat pasien menjadi harus terbiasa dengan
lanjutan/intermitten, hal ini disebabkan pada saat kondisinya, pendapat ini sesuai dengan teori adaptasi
pelaksanaan penelitian, banyak pasien yang datang yang dikemukakan oleh Sister Callista Roy, dimana
berobat di BBKPM Surakarta berada dalam fase manusia sebagai sistem, beinteraksi dengan ling-
pengobatan lanjutan yaitu pada bulan ke 3/lebih, kungan melalui mekanisme adaptasi bio-psiko-sosial
Selain itu sesuai dengan program strategi DOTS harus mampu mempertahankan homeostasis, inte-
(Directly Observed Treatment Short-course) yang gritas dirinya dan selalu beradaptasi secara menye-
salah satu komponennya adalah panduan peng- luruh. Seperti pada pasien yang menderita TB, maka
obatan jangka pendek dengan pengawasan langsung dia harus mampu beradaptasi dengan kondisi
dalam bentuk PMO (Pengawas Minum Obat), fisiologisnya yang sakit, harus menerima pengobatan
6 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 1–7
dan berusaha untuk meningkatkan status kesehatan- wan infeksi, sehingga energi cadangan dalam tubuh
nya, sehingga pasien mampu membiasakan diri untuk terkuras, dan jika tidak diimbangi dengan asupan
mengkonsumsi obat OAT dan makanan yang ber- nutrisi yang cukup maka pasien akan tampak kurus
nutrisi guna meningkatkan status gizinya. dan lemah. Pengobatan TB disini berkaitan dengan
status gizi disebabkan oleh Obat yang diberikan
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada tahap awal/intensif yaitu tablet 4FDC (Fixed
pada Pasien TB Paru Dose Combination) yang terdiri dari Isoniazid,
Berdasarkan teori menurut Ibdioversitas Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan 4FDC
(2016), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang diberikan harian untuk tahap intensif. Sedangkan
mempengaruhi status gizi ada dua, yaitu faktor pada fase lanjutan/intermitten obat yang diberikan
internal dan faktor eksternal. Faktor Internal meliputi adalah tablet 2FDC (Fixed Dose Combination)
usia, kondisi fisik, adanya infeksi. Untuk faktor yang terdiri dari Isoniasid dan Rifampisin, dan 2FDC
eksternal meliputi pendapatan, pendidikan, pekerjaan diberikan untuk pengobatan 3 kali seminggu selama
dan budaya. tahap lanjutan. Obat-obat ini juga menimbulkan efek
Berat badan berkaitan erat dengan pengeluaran samping yaitu gangguan gastrointestinal seperti rasa
energi oleh tubuh, Pada saat berolahraga kalori akan mual, muntah sehingga berakibat pada penurunan
terbakar, semakin banyak berolahraga makan nafsu makan. Selain itu obat-obat yang diberikan
semakin banyak kalori yang hilang. Apabila aktivitas bersifat bakteriostatik dan bakterisidal yang berfungi
fisik kurang maka akan terjadi penurunan pemba- untuk membunuh bakteri tuberkulosis, sehingga
karan energi dalam tubuh, sehingga energi akan dengan diberikannya pengobatan TB ini, kebutuhan
disimpan tubuh sebagai cadangan makanan yang nutrisi yang digunakan untuk melawan kuman bisa
akan menyebabkan peningkatan berat badan dan digunakan untuk proses pemulihan dan peningkatan
mempengaruhi status gizi seseorang. Pada pene- status gizi.
litian ini aktifitas fisik yang sedang mampu menye- Penelitian ini juga sependapat dengan penelitian
babkan status gizi normal disebabkan oleh jenis Prayitami, Dewiyanti & Rohmani (2011), yang men-
pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan responden jelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
banyak beraktivitas sedang dan diimbangi dengan fase pengobatan dengan status gizi tuberkulosis
asupan makanan/nutrisi (adanya progam PMT) anak. Dimana penderita dengan status gizi kurang/
yang cukup perbaikan status gizi pasien sehingga buruk cenderung didapati pada pengobatan fase
status gizi pasien banyak yang normal. awal dan penderita dengan gizi normal/lebih cen-
Hal ini sependapat dengan penelitian yang dila- derung didapati pengobatan pada fase lanjutan.
kukan Nadimin (2011), menunjukkan bahwa aktivitas Selain itu sependapat dengan penelitian Oktaviani
fisik mempengaruhi status gizi. Dimana dijelaskan dan Kartini (2011), yang menyatakan bahwa subyek
bahwa sebagian besar sampel yang mempunyai yang sudah berada pada fase lanjutan memiliki
aktivitas fisik sedang atau tinggi mempunyai status status gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan
gizi normal dan pada responden yang gemuk, mem- subyek yang masih berada pada fase intensif.
punyai aktivitas fisik yang rendah. Selain itu sepen-
dapat juga dengan penelitian Inggrid (2012), yang Hubungan Aktivitas Fisik dan Fase Pengobatan
menjelaskan terdapat hubungan yang bermakna TB dengan Status Gizi Pasien TB Paru
antara intensitas aktivitas fisik dengan status gizi, Pada penelitian ini aktivitas fisik dan fase peng-
dimana semakin ringan intensitas aktivitas fisik yang obatan TB sama-sama berpengaruh dengan status
dilakukan maka berpengaruh terhadap status gizi gizi pasien TB paru, dikarenakan untuk mening-
lebih bahkan obesitas. Penelitian ini juga sependapat katkan status gizi pada pasien TB paru diperlukan
dengan penelitian Suharsa dan Sahnaz (2014) yang istirahat yang cukup, asupan nutrisi yang cukup
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna untuk meningkatkan dan menjaga status gizi tubuh
antara aktivitas fisik dengan status gizi lebih. agar tetap baik. Untuk variabel yang lebih berpe-
ngaruh terhadap status gizi pada pasien TB paru
Hubungan Fase Pengobatan TB dengan Sta- adalah fase pengobatan TB, karena responden di
tus Gizi pada Pasien TB Paru BBKPM Surakarta banyak yang berada pada fase
Dengan adanya infeksi TB ini, menyebabkan lanjutan/intermitten dimana pasien banyak yang
energi didalam tubuh akan digunakan untuk mela- datang berobat pada bulan ke 3/lebih dan status
Kusumaningroh, Susilowati, Wulandari, Hubungan Aktivitas Fisik dan ... 7