56 112 1 SM PDF
56 112 1 SM PDF
56 112 1 SM PDF
Tuti susilowati
ABSTRACT
1
4. Tidak berbentuk spora, ada yang Menurut data Survey Kesehatan
bergranula dan tidak bergranula. Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 TB
5. Mudah mati pada air mendidih 15 merupakan penyebab kematian ke-3
menit pada suhu 80 0 C, 20 menit pada terbesar, setelah penyakit kardiovaskuler
suhu 60 0 C, mudah mati dengan sinar dan penyakit pernafasan pada semua
matahari langsung tetapi tahan hidup kelompok usia. Nomor satu dari golongan
beberapa jam pada suhu kamar yang penyakit infeksi. Menurut WHO (2001)
lembab. Indonesia penyumbang penderita TB
6. Tidak mempunyai selubung tetapi terbesar nomor 3 di dunia setelah India
punya lapisan luar tebal, tersusun dan Cina. Penyakit TB menyerang
lipoid terutama asam mikolat. sebagian besar kelompok usia kerja
7. Tidak dapat bertahan hidup pada produktif, kelompok ekonomi lemah dan
pewarnaan tahan asam dan alkohol. berpendidikan rendah. Untuk
Diagnosa TB pada dewasa dengan penatalaksanaan penderita dan sistem
pemeriksaan dahak. Pemeriksaan pencatatan pelaporannyapun juga belum
penunjang: Rontgen thorak, uji tuberkulin seragam di semua unit pelayanan
serta gambaran klinis lain. Gejala yang kesehatan baik di instansi pemerintah
ditemukan umumnya batuk terus – maupun swasta. Sampai saat ini program
menerus berdahak selama 3 minggu atau penanggulangan TB dengan strategi DOTS
lebih, bisa disertai hemaptu, sesak nafas, belum dapat menjangkau seluruh
nyeri dada, badan lemah, nafsu makan puskesmas, rumah sakit baik pemerintah
kurang, penurunan BB, malaise, maupun swasta serta unit pelayanan
berkeringat malam walau tanpa kegiatan, kesehatan lainnya (Depkes RI, 2005).
kadang disertai demam bisa lebih dari satu Penderita TB Paru BTA Positif akan
bulan (Depkes RI, 1994). Sumber menjadi sumber penularan bagi lingkungan
penularannya dari droplet (percikan dahak) sekitarnya. Beberapa faktor yang erat
penderita TB Paru BTA Positif, saat hubungannya dengan terjadinya infeksi
batuk/bersin yang terhirup kedalam saluran basil TB : adanya sumber penularan,
pernafasan (Anwar, 1998). jumlah dari basil yang cukup banyak dan
Pada penderita stadium lanjut bisa terus menerus, virulensi (keganasan basil
terjadi komplikasi hemoptisis berat dan daya tahan tubuh) faktor imunologis
akibatkan kematian karena shok dll. Cakupan penderita TB dengan strategi
hipovolemik / tersumbatnya jalan nafas, DOTS dari tahun 1995 sampai tahun 1998
kolap dari lobus karena retraksi bronkial, baru mencapai sekitar 10 % dan Error
bronkiektasis dan vibrosis pada paru, Rate pemeriksaan laboratorium belum
pneumotorak spontan karena rusaknya dihitung dengan baik meskipun Cure Rate
jaringan paru serta penyebaran infeksi ke lebih besar dari 85 %. Pengobatan yang
organ lain seperti otak, persendian, ginjal tidak teratur dan kombinasi obat yang
juga insufisiensi kardiopulmonal (Depkes tidak lengkap di masa lalu, diduga telah
RI, 2001). menimbulkan kekebalan ganda kuman TB
Penyakit TB Paru telah diupayakan terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
pemberantasannya secara maksimal namun atau Multi Drug Resistance (MDR).4 Pada
masih banyak penemuan kasus apalagi tahun 2010 target kesembuhan TB
keadaan sekarang dengan peningkatan diharapkan minimal 80 %.
kasus HIV/AIDS maka TB juga semakin Kondisi kesehatan keluarga TB Paru
banyak pula. Penderita HIV/AIDS di BTA Positif juga mempengaruhi angka
Magelang yang aktif mengambil obat kesakitan dan penyebaran TB. Kondisi
ARV menyatakan pernah menderita TB lingkungan yang kurang memenuhi syarat
pula. kesehatan, kepadatan hunian rumah,
higiene sanitasi, mempunyai peranan
2
dalam penyebaran penyakit TB. Faktor METODE PENELITIAN
risiko infeksinya meliputi : sejarah kontak Desain penelitian survey analitik,
penderita, keadaan sosial ekonomi, status pendekatan Cross sectional (Green, 2005).
gizi, dan tingginya prevalensi TB Paru. Teknik pengumpulan data: data primer dan
Sedangkan untuk faktor resiko jatuh sakit : sekunder. Populasi target : penderita TB
daya tahan tubuh lemah, tingkat Paru BTA Positif yang tercatat di
pemaparan kuman yang tinggi, dan lain- Puskesmas sejak Januari 2007 sampai
lain (John, 1998). Desember 2010 beserta seluruh anggota
Rumah dan keluarga merupakan keluarga yang serumah dengan penderita
lingkungan yang sering berinteraksi bagi TB Paru BTA Positif. Sampel yang terpilih
penderita TB positif, sehingga potensial berdasar kriteria inklusi 31 sampel
terjadi kontak penularan penyakit (Amin, penderita BTA Positif beserta seluruh
1989). artinya orang yang tinggal serumah anggota keluarga yang tinggal serumah
/ punya kontak erat dengan pasien punya (sebanyak 120 orang). Kriteria inklusi:
risiko tinggi tertular (Benerson, 1990). penderita TB BTA positif yang aktif
Jumlah basil yang terpapar dan waktu yang berobat di Puskesmas beserta keluarganya,
terus-menerus dapat memudahkan bertempat tinggal di wilayah Kaliagkrik,
penularan. Kontak yang lama dengan penderita TB semua kelompok usia,
penderita prosentasenya lebih besar untuk bersedia menjadi responden, serta
anggota serumah. Riwayat tidur sekamar kooperatif. Kriteria eksklusi:
akan meningkatkan kemungkinan Penderita/keluarga telah pindah rumah/
pemaparan basil TB juga. Faktor sosial meninggal, jika didatangi 3x tetapi tidak
ekonomi dapat diukur dari jenis dan ada, penderita alami/mendapat terapi kasus
keadaan rumah, kepadatan hunian rumah, jiwa.
kepadatan hunian kamar, kualitas rumah Data yang diperoleh meliputi :
yang merupakan faktor dalam penyebaran Variabel bebas (lama kontak dengan
TB Paru (John, 1998). penderita, kepadatan hunian rumah,
Kecamatan Kaliangkrik Kab. Riwayat tidur sekamar, keeratan status
Magelang terdapat 20 desa,132 dusun 181 hubungan dalam keluarga, perilku dalam
RW, 549 RT. Berdasarkan data Tahun berdahak) dan Variabel terikatnya:
2007 penderita TB Paru 49 kasus, tetapi Kejadian TB paru. Data disajikan dalam
pada tahun 2008 menjadi 56 kasus. bentuk distribusi frekuensi, diolah
Penderita TB BTA Positif meningkat dari menggunakan uji statistik chi square yang
10 orang, menjadi 18 orang serta sampai bertujuan membuktikan kebenaran
September 2008 ada 62 kasus dengan 12 hipotesanya . Besarnya RP, poit estimate
orang TB Paru BTA Positif, TB BTA serta conviden interval 95 % dengan
Negatif Rontgen Positif 30 orang dan TB gunakan tabel 2 x 2 (Murti, 1995).
Anak ada 10 orang. Upaya
penanggulangan terus diusahakan namun HASIL DAN PEMBAHASAN
data dari tahun 2007 sampai 2010 di 1. Distribusi pasien TB Paru BTA Positif
wilayah ini masih ditemukan penderita menurut umur, jenis kelamin di
TBC atau bahkan masih jauh untuk Kecamatan Kaliangkrik dari Januari
dinyatakan terbebas dari penularan TB (65 2007 – Desember 2010
orang). Berdasar latar belakang diatas a. Distribusi penderita TB Paru BTA
maka perlu dilakukan penelitian untuk Positif Berdasar Umur dan Jenis
meminimalisisr penularan TB dimulai dari Kelamin : Laki-laki umur 15-34
keluarga penderita BTA Positif. (46,67%), 35-54 (90,9%),>55
(20%) sedangkan perempuan 15-
34 (53,3%), 35-54(9,09%) dan
>55 (80%)
3
b. Distribusi penderita TB BTA (6,9%), Buruh (21,6%), swasta
Positif Berdasar Tingkat (7,8%)
Pendidikan : tidak tamat SD Tabel 1. Distribusi silang subyek
(9,68), SD (35,48), SMP (25,81), penelitian pada anggota
SMA (25,81), PT (3,22) keluarga kontak serumah
c. Distribusi penderita berdasar jenis dengan kejadian TB Paru
pekerjaan: Terbanyak petani Variabel Sakit Sehat Total
(32,26) paling sedikit PNS (3,23). Penelitian f % f % f %
d. Distribusi penderita TB Paru BTA 1. Lama Kontak
Penderita
Positif Berdasar Isolasi Dahak: a. > 6 bulan 11 14,3 66 85,7 77 100
prilaku berdahak sehat/baik b. < 6 bulan 1 4,0 24 96,0 25 100
(80,65) dan perilaku berdahak 2. Kepadatan
buruk (19,35%) hunian rumah
e. Distribusi penderita TB Paru BTA a. Padat 4 10 36 90 40 100
b. Tidak 8 12,9 54 87,1 62 100
Positif Berdasar Status Padat
Pengobatan : Selesai berobat 3. Riwayat tidur
(74,00%), sedang dalam sekamar
pengobatan (19,35) dan DO a. Tidur 5 31,2 11 68,8 16 100
(6,65%) sekamar
b. Tidak 7 8,1 79 91,9 86 100
2. Diskripsi karakteristik responden sekamar
kontak serumah pasien TB Paru BTA 4. Keeratan
Positif status dalam
Responden kontak serumah keluarga
adalah semua anggota keluarga pasien a. Erat 9 13,2 59 86,8 68 100
b. Tidak erat 3 8,8 31 91,2 34 100
TB Paru BTA Positif yang tinggal satu
5. Perilaku
atap dengan pasien, dari 31 penderita berdahak
TB BTA Positif ditemukan ada 102 a. Tidak 9 36 16 64,0 25 100
orang. Hasil penemuan kasus barunya baik
6 orang terdeteksi TB Paru Positif, 3 b. baik 3 3,9 74 96,1 77 100
kasus TB anak, 3 kasus Rontgen
positif BTA negatif dan sehat 90 Tabel 2. Rangkuman hasil analisis
orang. Distribusi penelitiannya: bivariat pengaruh antara
a. Distribusi anggota keluarga kontak variabel bebas terhadap
serumah penderita TB BTA positif kejadian TB Paru
menurut umur dan jenis kelamin: Variabel ρ 95 % CI
RP
Penelitian value Bawah Atas
Berdasar usia dari laki-laki yang 1. Lama 0,285 3,571 0,485 26,305
terbanyak 15-44 tahun (48%) dan kontak
paling sedikit 0-4 th (0 %). Untuk penderita
perempuan terbanyak 5-14 tahun 2. Kepadatan 0,760 0,775 0,250 2,405
(83,3%) dan paling sedikit 0-4 hunian
rumah
tahun
3. Riwayat 0,020 3,839 1,390 10,605
b. Distribusi kontak serumah menurut tidur
tingkat pendidikan: Distribusi sekamar
kontak serumah menurut tingkat 4. Keeratan 0,746 1,500 0,434 5,184
pendidikan: Tidak tamat SD status dalam
(24,5%), SD (38,2%), SMP ( keluarga
5. Perilaku 0,001 9,240 2,711 31,495
23,5%), SMA (13,8%) berdahak
c. Distribusi kontak serumah menurut
jenis pekerjaan: Tidak bekerja
(29,4%), Tani (34,3), Pedagang
4
Dari hasil analisa bivariat 9,240 kali terhadap penularan kejadian TB.
menunjukkan variabel yang tidak Penelitian ini sesuai teori bahwa faktor
bermakna: Lama kontak: ρ value 0,285, resiko jatuh sakit meliputi imunitas yang
jadi walaupun > 6 bulan tinggal serumah menurun dan tingkat pemaparan kuman
dengan pasien TB Paru BTA Positif bila tinggi (John, 1998). Isolasi dahak tidak
berperilaku pencegahannya baik, maka baik menyebabkan pemaparan kuman
tidak tertulat TB. Konsep sakit terjadi tinggi, sehingga mempengaruhi
karena meningkatnya pemaparan kuman peningkatan resiko infeksi dan status sakit
tinggi, imunitas rendah, status gizi rendah, penderita.
tidak punya riwayat imunisasi BCG, Pengisolasian dahak pasien perlu
lingkungan PHBS buruk (Nyoman, 2006). dibenahi guna memutus rantai penularan
Hubungan Kepadatan Hunian rumah: Hasil TB paru karena kemampuan hidup kuman
penelitian menunjukkan 95% CI 0.250< micobakterium tuberculosis di tempat yang
RP < 2.405, dengan ρ value 0,760 maka lembab dan tidak terkena sinar matahari
tidak bermakna. Keeratan status hubungan langsung masih dapat hidup berbulan-
dalam keluarga bisa mempengaruhi lama bulan (Depkes RI, 2001). Penggunaan
kontak jadi bisa meningkatkan pemaparan tempat penampungan dahak dengan
kuman dan meningkatkan kejadian TB perilaku yang baik akan mengurangi
Paru pula. Namun penelitian ini kemungkinan kuman jatuh di lantai atau
menunjukkan perbedaan karena tidak terbawa debu (http: // www. indomedia.
semua kontak serumah yang punya Com/ TB Paru /
hubungan keluarga erat dengan pasien intisari/1998/oktober/tbc.html). Menutup
tertular, jika imunitasnya baik kasus TB mulut pada waktu batuk akan mengurangi
tidak ditemukan. pemaparan kuman di sekitar
Variabel yang bermakna: lingkungannya. Begitu pula ketaatan
Hubungan riwayat tidur sekamar dengan berobat pada pasien yang dinyatakan
kejadian TB Paru: Hasil uji statistiknya RP menderita TB paru.
3,839, 95% CI 1.390 < RP < 10.605, ρ
value 0,020 dinyatakan bermakna. RP KESIMPULAN
3,839 jadi secara epidemiologi responden Adapun kesimpulan yang diperoleh
kontak serumah dengan riwayat tidur dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
sekamar bersama penderita punya risiko 1. Penanganan TB selalu diupayakan
3,839 kali lebih besar tertular TB. Riwayat semaksimal mungkin, namun kasus ini
tidur sekamar dipengaruhi oleh kualitas masih banyak ditemukan apalagi
keadaan kamar yang meliputi luas kamar, meningkatnya temuan kasus
pencahayaan, serta syarat kesehatan yang HIV/AIDS di Magelang. Penderita
lain, kesempurnaan ventilasi dll. Kondisi HIV/AIDS yang aktif mengambil obat
kamar tidur yang baik mengurangi ARV sebagian besar pernah sakit TB
penurunan dari kejadian TB, terpenuhinya juga. Faktor yang berhubungan
syarat ventilasi terhadap paparan cahaya dengan kejadian TB Paru: riwayat
matahari karena kuman TB akan mati jka tidur sekamar dengan penderita
terpapar sinar matahari. Hubungan isolasi berisiko 3,839 kali lebih besar tertular
dahak dengan kejadian TB Paru BTA TB dan isolasi dahak yang tidak baik
Positif. Hasil uji statistiknya RP=9,240, dari penderita TB bagi orang serumah
95% CI 2,711 < RP < 31,495, ρ value berisiko 9,240 kalinya, sedangkan yg
0,001 dinyatakan bermakna. RP 9,240 tidak bermakna lama kontak dengan
secara epidemiologi responden anggota penderita TB, kepadatan hunian
keluarga kontaserumah yang berperilaku rumah, keeratan status hubungan
isolasi dahak buruk dalam menghindari keluarga ini harus tetap diwaspadai
pemaparan kuman tidak baik berisiko dalam upaya pencegahan TB.
5
2. Kasus TB dari kontak serumah dari screening TB paru, jika hasil
102 responden ditemukan 12 penderita screening positif segera mungkin
baru (11,8%), 6 orang TB Paru BTA melakukan tes diagnostik agar sedini
positif, 3 TB Paru BTA Negatif, 3 TB mungkin mendapat pengobatan dan
anak. Dari penelitian ini diharapkan tidak menularkan ke masyarakat lain.
bisa memotivasi keluarga yang sudah
dinyatakan menderita TB Paru BTA
Positif untuk segera melakukan
DAFTAR PUSTAKA
Amin M, Alsagaff H, saleh W, Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press,
Surabaya. 1989
Anwar A, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta. 1998
Depkes RI. Pedoman Penemuan dan Pengobatan Penderita TB. Dirjen PPM & PL Depkes
RI. Jakarta.1994
Depkes RI, Pedoman Nasional dan Penanggulangan TB , Depkes RI, Jakarta , 2001
Depkes RI, Pedoman Program Penanggulangan TB, Depkes RI, Jakarta, 2005
Depkes RI, Pedoman penyakit TB dan Penanggulangannya, Depkes RI, Jakarta, 1995
Dinkes Prop Jateng, Media Informasi Kesehatan, Vol 1, no 7, Mei 2005. Semarang. 2005
Dirjen P2M & PL Depkes RI, Panduan PMO TB Paru, Depkes RI, Jakarta, 2001
6
Green Lawrence, 2005, Healt Education Planning. Perencanaan dan Evaluasi Pendidikan
Kesehatan Masyarakat, UNDIP, Semarang.
I Dewa Nyoman Supriasa dkk, Penilaian Status Gizi, Cetakan 1,EGC, Jakarta, 2002
Lemeshow S, Hosmer D.W, Klar J,L Wangsa S.K, (1997). Besar sampel dalam penelitian
Kesehatan (terjemahan). Gajah Mada University Press, Cetakan 1, Yogyakarta, P 90-101
Murti, Bhisma, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta 1995.
Nadesul Handrawan, Penyebab, Pencegahan dan Pengobatan TB, Puspa Swara, Jakarta,
1998
Nyoman K, 2006, Epidemi Penyakit HIV/AIDS & TB , Dir Jen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Linkungan, Jakarta.
Sopiyudin MD, 2006, Besar sampel dalam Penelitian kedokteran dan kesehatan, PT Arkans,
Jakarta.
Stanford T Shulman dkk, Dasar Biologi dan Klinik Penyakit Infeksi, Edisi ke 4, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, 2002
Wim De Jong, R Syamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1998
7
8