Kanker Serviks

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 23

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna

dalam setiap bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan

berkembang dengan mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara

epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang

disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005).

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang

bagian squamosa columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)

Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak

diderita (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I)

B. ETIOLOGI

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang

diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human

Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di

sambungan skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan

karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi paritas,

nutrisi, rokok, dan lain-lain.

Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik. Menurut

Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko

terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :


1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang

perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk

terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang

melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai

resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20

tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan

penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya

adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat

meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena

kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner

seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2

dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan

terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi

genetik dari orang tua ke anaknya.

4. Kebiasaan merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks

dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian

menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin

yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-


karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren

yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat

menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C

dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta

mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita

yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi

timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit

yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS

8. Status sosial ekonomi lemah

Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak

mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear

secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.

C. PATOFISIOLOGI

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks

(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar

junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari

portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks

kanalis serviks.
Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada

wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat

tumbuh :

1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang

mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.

2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung

untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks

dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat

saling desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya

mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat

berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya

menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses

keganasan akan berjalan terus.

Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh

penderita. Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10

tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih

memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu

dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-

97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma,

clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah

sarcoma.
D. WOC
E. TANDA DAN GEJALA

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-

tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari

vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis

jaringan

2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian

berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan

berbau busuk.

4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

6. Kelemahan pada ekstremitas bawah

7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang

panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan

terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.

8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,

edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian

bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau

timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear.

Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test
ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang

abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher

rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan

mikroskop.

b. Kolposkopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan

untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks

yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada

permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat

mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter

ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat

sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat,

akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak

normal.

d. Serviksografi

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa

ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan

dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop.

Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak

memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara

teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
e. Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran

2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi.

Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak

daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan

spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak

12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994

membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada

sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;

spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%;

positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut

memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan

untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak

ada.

f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)

Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara

kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang

dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks

adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic

Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar

HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal

disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia

kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan

darah dan urine.


g. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi

pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur

kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah

yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

G. PENATALAKSANAAN

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan

secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim

yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim

onkologi) (Wiknjosastro, 1997).

Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks, tergantung

pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:

histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum

berdasarkan stadium kanker serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN

Biopsi kerucut

0 Histerektomi transvaginal

Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal

Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul

Ib,Iia dan evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat

metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan


IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

Radioterapi

IVa, IVb Radiasi paliatif

Kemoterapi

(sumber : Kapita Selekta

H. KOMPLIKASI

 Pendarahan

 Kematian janin

 Infertil

 Obstruksi ureter

 Hidronefrosis

 Gagal ginjal

 Pembentukan fistula

 Anemia

 Infeksi sistemik

 Trombositopenia

I. PENCEGAHAN

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena

belum menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker

serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam

stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina

merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang

dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.


Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin

dapat dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir

100%. Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli

obgyn dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein,

kuncinya adalah deteksi dini.

Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah

bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap

smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN

Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker)

dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.

Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini,

dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak

pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus

baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan

pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan

ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.

Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama

sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks,

beberapa di antaranya :

1. Skrining awal

Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan

seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya

tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada

karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang


berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang

akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan

biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.

2. Pemeriksaan DNA HPV

Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif

disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3

sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk

wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV

menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih

dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65%

pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering

pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda

seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang

ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila

ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi

peningkatan risiko kanker serviks.

3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method

Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan

untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.

4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3

kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.


BAB II

TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

1. KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGLAJIAN

a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

 Status kesehatan saat ini

 Status kesehatan masa lalu

 Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada

daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina

yang mengandung zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya

kanker serviks.

2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat

progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat

kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi

yang dialami oleh ibu.

3. Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan

kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu
biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan

otot abdominal

4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji

jenis makanan yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan

Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga dapat

mengganggu dari perkembangan janin.

5. Pola kognitif – perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada

panca indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan,

pengecap. Bila sudah metastase ke organ tubuh

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai

penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari

masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks adalah

akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan.

Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2=

dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien

selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien

akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat
melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan

setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang

berbau busuk dari vagina.

9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana

manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya

setelah sakit.

10. Pola peran – hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau

lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola

peran dan hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai

yang diyakini.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Cemas b.d. Situasi krisis.

2. Berduka b.d. dengan Potensial kehilangan fungsi tubuh, Efek kanker yang

dirasakan pada gaya hidup.

3. Intoleran aktifitas b.d. kelelahan, malnutrisi, penurunan mobilitas.

4. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Status

hipermatebolik berkenaan dengan kanker.

5. Perubahan proses keluarga b.d. Ketakutan diagnosis kanker yang baru saja

diterima, Ketidakpastian masa depan.

6. Risiko infeksi b.d. Ketidakadekuatan pertahanan sekunder.


7. Risiko kerusakan integritas kulit b.d. Efek radiasi dan kemoterapi.

8. Risiko perubahan pola seksualitas b.d. Ketakutan/ansietas, Keletihan.

C. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Cemas b.d. Situasi Klien menunjukkan kontrol Reduksi kecemasan
krisis. kecemasan dengan kriteria: a. Kaji tingkat
1. Dapat mengidentifikasi, kecemasan dan
verbalisasi, dan respon fisiknya.
mendemonstrasikan b. Gunakan kehadiran,
teknik menurunkan sentuhan (dengan
kecemasan. ijin), verbalisasi
2. Menunjukkan postur, untuk mengingatkan
ekspresi wajah, klien tidak sendiri.
perilaku, tingkat c. Terima pasien dan
aktivitas yang keluarganya apa
menggambarkan adanya.
kecemasan menurun. d. Gali reaksi personal
3. mampu dan ekspresi cemas.
mengidentifikasi dan e. Bantu
verbalisasi penyebab mengidentifikasi
cemas. penyebab.
f. Gunakan empati
untuk mendukung
orang tua.
g. Anjurkan untuk
berfikir positif.
h. Intervensi terhadap
sumber cemas.
i. Jelaskan aktivitas,
prosedur.
j. Gali koping klien.
k. Ajarkan tanda-tanda
kecemasan.
l. Bantu orang tua
mendefinisikan
tingkat kecemasan.
m. Ajarkan teknik
distraksi dan
relaksasi.
n. Ajarkan teknik
manajemen cemas.
2. Intoleransi aktifitas Klien toleran terhadap aktivitas Perawatan jantung:
b.d. kelelahan, dengan kriteria: Rehabilitasi
malnutrisi, 1. Kebutuhan ADL a. Tingkatkan aktivitas
penurunan terpenuhi. klien setiap shift
mobilitas. 2. Memperlihatkan sesuai indikasi.
toleransi terhadap b. Bantu klien
aktivitas (nadi, menyusun frekuensi
pernafasan stabil pada ambulasi.
saat latihan aktivitas). c. Berikan periode
istirahat yang
adekuat.
d. Tingkatkan aktivitas
perawatan diri klien
dari perawatan
parsial sampai
komplit sesuai
indikasi.
Monitoring tanda-tanda vital
a. Ukur tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah aktivitas.
Dukungan emosional
a. Identifikasi dan
hargai kemajuan
yang dicapai klien
Manajemen energi
a. Rencanakan periode
istirahat yang
adekuat sesuai
dengan jadwal
harian klien.
b. Bantu klien untuk
menyimpan
kekuatan seperti
istirahat sebelum
dan sesudah
aktivitas.
c. Bantu ADL jika
perlu.
Pendidikan kesehatan
a. Ajarkan cara
memantau respon
fisiologis terhadap
aktivitas.
b. Ajarkan cara
menghemat energi
selama/saat
kerja/aktivitas:
- Perlunya waktu
istirahat sebelum
dan sesudah
aktivitas/kerja.
- Hentikan jika
merasa letih dan
hipoksia.
c. Instruksikan untuk
konsultasi jika akan
meningkatkan
aktivitas.

3. Ketidakseimbangan Status nutrisi klien seimbang a. Timbang BB sesuai


nutrisi: Kurang dari dengan kriteria: indikasi.
kebutuhan tubuh 1. BB stabil. b. Monitor intake klien.
b.d. Status 2. Turgor kulit membaik. c. Berikan makanan
hipermatebolik 3. Intake makanan dalam porsi kecil tapi
berkenaan dengan meningkat. sering dan sajikan
kanker. dalam keadaan hangat.
d. Anjurkan klien
menjaga kebuersihan
mulutnya.
e. Atur lingkungan yang
tenang dan bersih
selama makan.
f. Pasang sonde jika
perlu, dengan
menggunakan teknik
bersih.
g. Observasi keadaan
sonde.
h. Lakukan aspirasi pada
sonde sblm pemberian
makan.
i. Posisikan kepala klien
lebih tinggi dari kaki.
j. Pantau masukan dan
haluaran.
k. Berikan nutrisi
parenteral sesuai
indikasi

4. Risiko infeksi b.d. Menunjukkan kontrol infeksi Kontrol infeksi


Ketidakadekuatan selama dalam perawatan a. Bersihkan
pertahanan dengan kriteria: lingkungan secara
sekunder, Tindakan 1. Bebas dari tanda rutin.
invasif. infeksi. b. Batasi jumlah
2. Mendemonstrasikan pengunjung.
tindakan hygienes c. Ajarkan cara
seperti mencuci tangan, mencuci tangan
oral care, perineal care. klien.
d. Anjurkan klien
untuk mencuci
tangan sebelum dan
sesudah melkukan
aktivitas.
e. Gunakan sabun anti
mikroba untuk cuci
tangan.
f. Gunakan sarung
tangan dalam setiap
tindakan.
g. Pakai gaun khusus.
h. Cukur dan
bersihkan kulit
sebagai persiapan
tindakan invasif.
i. Pertahankan
lingkungan aseptik
ketika mengganti
NGT.
j. Ganti iv line sesuai
protap.
k. Gunakan perawatan
aseptik pada iv line.
l. Berikan intake
mutrisi yang
adekuat.
m. Berikan cairan dan
istirahat yang
cukup.
n. Atur pemberian
antibiotik.
o. Ajarkan kepada
keluarga tanda-
tanda infeksi.
Proteksi infeksi
a. Monitor tanda
infeksi lokal dan
sistemik.
b. Monitor granulosit,
WBC, diferensiasi.
c. Inspeksi kulit dan
mukosa dari
kemerahan, panas,
atau drainase.
d. Batasi pengunjung.
e. Pertahankan teknik
isolasi.
f. Lakukan perawatan
kulit yang baik.
g. Lakukan kultur.
h. Ajarkan kepada
keluarga cara
mencegah infeksi.
i. Jauhkan bunga
segar dan hewan
dari area pasien.
j. Laporan adanya
dugaan infeksi pada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

 Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.

Jakarta

 Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. EGC. Jakarta

 http://www. Us elsevierhealth. com. Nursing diagnoses. Outcomes and

interventions

 Mansyoer, A., Dkk. 1999. Kapita SeleKta

Kedokteran. Media Aeskulapius FKUI. Jakarta

 NANDA. 2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification.

Philadelphia

 Sarwono, P. 1994. Ilmu Kebidanan. Balai Penerbit UI. Jakarta

 Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. Buku Panduan

Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Tridasa. Jakarta

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6.

Jakarta : EGC

 Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,

Volume 3. Jakarta : EGC

 Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta :

Prima Medika

You might also like