Arnia FIX

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana alam di Indonesia yang terjadi sangat bervariasi jumlah dan jenisnya. Salah satu
bencana alam yang sering terjadi yaitu bencana tanah longsor. Terbukti dengan data yang dimiliki
oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat pada tahun 2015 saja telah terjadi 501
kejadian tanah longsor dan terjadi 31 kejadian bencana banjir yang di sertai tanah longsor dan
setiap tahun jumlah bencana tanah lonsor terus meningkat. Bencana banjir sangat berbahaya sebab
dapat menimbulkan banyak korban jiwa dan menimbulkan kerugian yang besar.

Bencana longsor terjadi pada tanggal 19 Desember 2015 di dusun Ladangan Desa Guntur
Macan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat. Peristiwa tersebut mengakibatkan 4 rumah
tertimbun, 4 orang meninggal dunia, 2 orang mengalami luka berat dan 3 orang mengalami luka
ringan. Menurut kesaksian warga setempat , kejadian tersebut diawali dengan hujan deras yang
terjadi secara terus menerus dari sore hingga pagi hari. Kemudian tepat jam 02.30 WITA terjadi
peristiwa longsor tersebut.

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besar
dibandingkan dengan gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengarihi oleh kekuatan batuan
dan kepadatan tanah, sedangkan gaya pendorong biasanya dipengaruhi oleh besar nya sudut
kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan (Hadiyatmo,2006).

Ramdhani (2013), kestabilan dari suatu lereng dipengaruhi oleh besarnya intensitas hujan
yang terjadi pada daerah tersebut, sehingga semakin besar intensitas hujan akan berbanding
terbalik dengan nilai faktor aman dari stabilitas lereng itu sendiri. Khususnya pada lereng alam
yang mengalami perubahan topografi, aliran air tanah, gempa,kehilangan kuat geser, perubahan
tegangan, serta pelapukan yang pernah terjadi. Hujan dengan curah hujan tertentu yang meresap
(infiltrasi) ke dalam lereng dapat mendorong massa tanah hingga longsor ( Subiyanti et. al ,2011
dalam Pajuhi, 2016).

1
Kemiringan lereng yang merupakan salah satu faktor pemicu tanah longsor menyebabkan
semakin tinggi derajat kemiringan pada lereng maka akan semakin kecil nilai angka aman yang
terjadi, sehingga bidang runtuh yang dihasilkan akan semakin besar (Muntohar, 2006). Zaika
(2011), angka keamanan yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya sudut kemiringan
lereng dan adanya tambahan beban luar yang bekerja pada lereng.

Secara umum longsor yang terjadi pada lokasi penelitian terjadi karena dipengaruhi oleh hal-
hal di atas terutama akibat lereng yang curam dan hujan sehingga berimplikasi pada nilai factor
keamanan. Hardiyatmo (2006), terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan factor keamanan lereng salah satunya dengan melakukan modifikasi pada geometri
lereng, seperti memasang bronjong ataupun menggunakan geotekstil.

Analisis stabilitas lereng merupakan salah satu cara untuk menentukan lereng dalam kondisi
rawan atau aman dari peristiwa lonsor. Analisa menghasilkan angka keamanan. Untuk
mendapatkan angka keamanan memerlukan suatu proses coba-coba. Proses trial and error yang
dilakukan secara manual membutuhkan waktu yang lama d dan ketelitian (Hidayah dan Gratia,
2007). Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan perangkat lunak (software)
merupakan salah satu alternative yang memudahkan dalam proses analisis stabilitas lereng yang
memberikan ketepatan dan kecepatan tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip perhitungan
manual. Diantara perangkat lunak untuk menganalisa stabilitas lereng yaitu GeoStudio SLOPE/W
V.7 yang merupakan salah satu produk dari GEO-SLOPE Office International Ltd. Alberta,
Canada (Purwono,B.,2003 dalam Ikhsan, M.,2013).

Pasca terjadinya longsor di lereng Guntur Macan Gunung Sari - Lombok Barat pada tahun
2015 lalu belum ada tindak lanjut dari pihak terkait untuk menstabilisasi lereng. Perlu adanya
tindak lanjut untuk untuk meneliti berapa angka keamanan pasca longsor tersebut sehingga dapat
diberikan alternatif solusi yang sesuai agar pemukiman warga yang berada dekat dengan kaki
lereng dapat aman, sehingga permasalahan di atas cukup menarik untuk diangkat menjadi tugas
akhir yaitu dengan judul "Analisis Stabilitas Lereng dan Alternatif Penanganan Longsor
Menggunakan Bantuan Perangkat Lunak Geostudio SLOPE/W (Studi Kasus Pada Lereng
Guntur Macan Lombok Barat )".

2
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah sebagai beriku:

Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah mengetahui
angka keamanan saat ini di lereng Guntur Macan pasca terjadi longsor dan memberi alternative
penanganan longsor berupa beronjong dan geotekstil dengan menggunakan perangkat lunak
Software Geostudio SLOPE/W V.7.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam Tugas Akhir dengan judul " Analisis Stabilitas Lereng dan
Alternatif Penanganan Longsor Menggunakan Bantuan Perangkat Lunak Geostudio
SLOPE/W (Studi Kasus Pada Lereng Guntur Macan Lombok Barat )" adalah sebagai berikut :
1. Lereng yang dianalisis adalah daerah lereng bekas longsoran yang terjadi dan daerah
lereng yang berada di dekat pemukiman.
2. Analisis dilakukan dengan simulasi software Geostudio SLOPE/W V.7 untuk
mendapatkan faktor keamanan.
3. Untuk data material tanah yang digunakan adalah data dari laporan laboratorium dan
lapangan bekas longsoran bukit Guntur Macan – Lombok Barat.
4. Tidak menghitung RAB
1.4 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui besar angka keamanan (SF) lereng bekas longsoran di bukit guntur macan.
2. Mengetahui angka keamanan dari alternatif stabilitas lereng menggunakan beronjong dan
geotekstil pada daerah lonsoran bukit Guntur Macan.
1.5 Manfaat
Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui angka keamanan pada lereng bukit Guntur Macan Lombok Barat bekas
longsoran pada tahun 2015.
2. Mampu mengaplikasikan software GeoStudio khususnya SLOPE/W V.7 dalam
menganalisa stabilitas lereng.
3. Sebagai bahan masukan terhadap penelitian-penelitian maupun analisa stabilitas lereng
selanjutnya dengan menggunakan GeoStudio SLOPE/W V.7.

3
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Pedoman Konstruksi dan Bangunan (2009), geosintetik adalah material lembaran
yang tebuat dari bahan polimer lentur, digunakan dengan tanah,batuan atau material
geosintetik lainnya, sebagai suatu kesatuan pekerjaan buatan manusia, struktur, maupun
sistem ASTM D 4439. Penggunaan geotekstil sebagai perkuatan pada konstruksi bertujuan
untuk meningkatkan nilai angka keamanan sehingga diperoleh nilai angka keamanan yang
melebihi nilai batas minimum.
Muntohar (2006), uji keruntuhan pada lereng tegak (steep-slope) dengan membuat
permodelan lereng dengan kerangka model berukuran 120 cm panjang x 70 cm tinggi x 10
cm lebar. Untuk mencapai keruntuhan dilakukan peningkatan air pori tanah dengan
pemberian air melalui pipa-pipa berlubang ke dalam tanah. Hasil pengujian menunjukkan
keruntuhan terjadi dengan di awali dengan retak awal hingga terjadi retak yang lebih luas.
Dengan menggunakan perkuatan berupa pemakaian dua jenis geotekstil yang berbeda
(anyaman dan nir-anyaman). Geotekstil tipe anyaman yang memiliki kuat Tarik lebih
tinggi akan memberikan kontribusi perlawanan yang lebih besar terhadap gaya yang
mengakibatkan keruntuhan.

Azizah (2014), kondisi lereng sungai Gajah Putih mengalami kelongsoran akibat
derasnya aliran air sungai dan bantaran sungai dipergunakan untuk membangun rumah
penduduk dan badan jalan. Kelongsoran yang terjadi tersebut diperbaiki dengan
menggunakan geotekstil. Konfigurasi variasi geotekstil yang digunakan yaitu dengan
panjang geotekstil 4,00 m dan merubah jarak pemasangan antar geotektil menjadi 0,26 m,
0,35 m dan 0,50 m. pemasangan geotektil mampu memperkuat lereng sungai Gajah Putih
terbukti dengan meningkatnya nilai angka keamanan (SF) menajdi kondisi aman.

4
Saputro (2017), longsor yang terjadi di Desa Sendangmuyo, Kecamatan Tirtimoyo,
Kabupaten Wonogiri memiliki dampak yang besar sehigga harus dilakukan perbaikan
lereng dengan melakukan analisis terhadap sudut kemiringan lereng yang berbeda-beda
yaitu 60o , 45o dan 30o . Dalam analisis perbaikan lereng juga menggunakan perkuatan
berupa terasering dan beronjong. Hasil dari analisis menujukkan bahwa untuk dapat
menangani lereng dengan tanah berpasir dilakukan dengan memperkecil sudut kemiringan
lereng dan menggunakan perkuatan dengan meggunakan terasering dan beronjong mampu
meningkatkan angka keamanannya (SF).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Tanah
Menurut Hardiyatmo (2010) tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan
endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).
Tanah juga didefinisikan sebagai sedimen atau akumulasi material padat yang
terkonsolidasi sebagai hasil disintegrasi batu secara kimia dan fisika dengan atau tanpa
kandungan organik (SK SNI M-23-1990-F). Sedangkan tanah ditinjau dari bidang teknik
sipil merupakan pecahan dari kerak bumi yang tidak tersedimantasi termasuk material
ukuran besar (batu, pasir dan kerikil) serta dalam ukuran kecil (lanau dan lempung).
Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-
partikel yang lebih kecil terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es, manusia atau hancurnya
partikel tanah akibat perubahan suhu ataupun cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk
bulat, bergerigi maupun bentuk-bentuk diantaranya.
Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan ukuran
partikel pada batas ukuran butiran yang telah ditentukan. Akan tetapi, istilah yang sama juga
digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus. Sebagai contoh, lempung adalah
jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, sedangkan pasir digambarkan sebagai tanah
yang tidak kohesif dan tidak plastis.

5
Gambar 2.1 Klasifikasi butian tanah berdasarkanUSCS, ASTM, MIT, dan International
Nomenclature
(Hardiyatmo, 2010)
Beberapa sifat-sifat dari tanah menurut Sunggono (2000), yaitu :
1. Permeabilitas (Permeability)
Sifat ini untuk mengukur atau menentukan kemampuan tanah untuk dilewati air
melalui pori-porinya. Sifat ini sangat penting dalam konstruksi bendung tanah urugan dan
persoalan drainase.
2. Konsolidasi (Consolidation)
Pada konsolidasi dihitung dari perubahan isi pori tanah akibat beban. Sifat ini
digunakan untuk menentukan penurunan bangunan.
3. Tegangan Geser (Shear Strength)
Untuk menentukan kemampuan tanah untuk menahan tekanan-tekanan tanpa mengalami
keruntuhan. Sifat ini dibutuhkan dalam perhitungan stabilitas pondasi, stabilitas tanah isian di
belakang bangunan penahan tanah dan stabilitas timbunan tanah.

2.2.2 Karakteristik Fisik Tanah


Ketika kondisi tanah kering, tanah terbagi menjadi dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan
pori-pori udara. Sama halnya ketika tanah dalam keadaan jenuh, tanah terbagi menjadi dua bagian,
yaitu butiran padat dan air pori. Tanah akan menjadi tiga bagian ketika kondisi tanah dalam
keadaan tidak jenuh, yaitu butiran padat, pori-pori udara, dan air pori.

6
Gambar 2.2 Diagram Fase Tanah
(Hardiyatmo, 2010)
a. Kadar air
Kadar air merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran tanah padat (Ws)
yang dinyatakan dalam persen (%).
𝑊𝑤
𝑤= 𝑥 100
𝑊𝑠
(2-1)
b. Berat volume tanah dan hubungan-hubungannya
Angka pori (e) dapat diartikan sebagai perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan
volume butiran tanah (Vs) yang dinyatakan dalam desimal.
𝑉𝑣
𝑒=
𝑉𝑠
(2-2)
Berat volume basah (gr/cmᶾ), γb adalah perbandigan berat butiran tanah, air, dan udara (W)
dengan volume total tanah (V).
𝑊
𝛾𝑏 =
𝑉
(2-3)
Berat volume kering (gr/cmᶾ), γd adalah perbandigan berat butiran tanah (Ws) dengan volume
total tanah (V).
𝑊𝑠
𝛾𝑑 =
𝑉
(2-4)
Berat volume butiran padat (gr/cmᶾ), γs adalah perbandigan berat butiran padat (Ws) dengan
volume butiran padat (Vs).
𝑊𝑠
𝛾𝑠 =
𝑉𝑠
7
(2-5)
Berat jenis (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat
volume air (γw) pada temperatur 4ᵒ C dimana Gs berdimensi,
𝛾𝑠
𝐺𝑠 =
𝛾𝑤
(2-6)
Dengan derajat (S) merupakan perbandingan antara volume air (Vw) dengan volume rongga
(Vv) yang dinyatakan dalam persen (%).
𝑉𝑤
𝑆= 𝑥 100
𝑉𝑣
(2-7)
Apabila derajat kejenuhan mencapai 100%, tanah akan berada dalam kondisi jenuh air. Berat
volume air (gr/cmᶾ), γsat dapat ditentukan pada persamaan berikut,
𝛾𝑤 (𝐺𝑠 + 𝑒)
𝛾𝑠𝑎𝑡 =
1+𝑒
(2-8)
c. Gradasi butiran
Gradasi butiran tanah dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat pencampuran berbagai
butiran suatu lapisan tanah yang dinyatakan dalam presentase berat. Besarnya butiran
dijadikan untuk pemberian nama dan klasifikasi tanah. Gradasi butiran tanah terbagi menjadi
dua, yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus.

Gambar 2.3 Analisis distribusi ukuran butiran


(Hardiyatmo, 2010)

8
Distribusi ukuran butiran untuk tanah berbutir kasar atau memiliki diameter butiran lebih
besar dari 0,075 mm dapat ditentukan dengan analisis ayakan. Sedangkan distribusi ukuran
butir untuk tanah berbutir halus atau memiliki siameter butiran lebih kecil dari 0,075 mm
dapat ditentukan dengan analisis hydrometer. Dari hasil pengujian gradasi tersebut juga dapat
ditentukan bentuk gradasinya yang dapat dilihat pembagiannya pada Gambar 2.3, antara lain
:
 Gradasi baik, distribusi ukuran tersebar secara meluas pada ukuran butirannya,
 gradasi seragam, distribusi ukuran butiran terdiri dari dua atau lebih ukuran butiran yang
sama,
 gradasi buruk, distribusi ukuran butiran sebagian besarnya memiliki ukuran butiran yang
sama.
Kemiringan dan bentuk umum dari kurva distribusi butiran digambarkan oleh koefisien
keseragaman (coefficient of uniformity), Cu dan koefisien gradasi (coefficient of gradation),
Cc, yang diberikan menurut persamaan :
𝐷60
𝐶𝑢 =
𝐷10
(2-9)
(𝐷30 )²
𝐶𝑐 =
(𝐷60 )(𝐷10 )
(2-10)
Tanah dikatakan bergradasi baik jika koefisien gradasinya bernilai, 1<Cc<3 dengan nilai
koefisien keseragamannya Cu>4 untuk kerikil dan Cu>6 untuk pasir. Apabila nilai koefisien
keseragamannya, Cu>15, maka tanah dikatakan bergradasi sangat baik.

2.2.2 Dasar-Dasar Pengertian Longsoran


2.2.2.1 Pengertian Longsora
Menurut Hardiyatmo (2012), longsoran merupakan gerakan masa (mass movement)
tanah atau batuan pada bidang longsor potensial. Gerakan massa adalah gerakan dari massa
tanah yang besar di sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan massa tanah ini merupakan
gerakan melorot ke bawah dari material pembentuk lereng yang dapat berupa tanah, batu, tanah
timbuan atau campuran material lain. Bila gerakan massa tanah tersebut sangat berlebihan,
maka disebut tanah longsor (landslide).

9
Gerakan massa umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi, getaran atau gempa
juga menjadi penyokong kejadian tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah longsor terjadi
akibat adanya keruntuhan geser di sepanjang bidang longsor yang merupakan batas
bergeraknya massa tanah atau batuan. Longsoran umunya dianggap terjadi saat tegangan geser
rata-rata di sepanjang bidang longsor sama dengan kuat geser tanah batuan yang dapat
ditentukan dari uji laboratorium atau uji lapangan. Akan tetapi, saat terjadi keruntuhan
bertahap, longsoran tanah terjadi pada tegangan geser yang kurang dari kuat geser puncaknya.
Keruntuhan bertahap umumnya diikuti dengan distribusi tegangan yang tidak seragam di
sepanjang bidang longsor, pada tanah atau batuan berlapis, ketika bidang longsornya
memotong material yang berbeda sifat tegangan-regangannya.

2.2.2.2 Penyebab Kelongsoran

Factor – factor seperti kondisi-kondisi geologi dan hidrologi, topografi, iklim dan
perubahan cuaca mempengaruhi stabilitas lereng yang mengakibatkan terjadinya longsoran.
Sebab-sebab alami yang mengganggu stabilitas lereng, contohnya : pelapukan, hujan lebat atau
hujan tidak begitu lebat tapi berkepanjangan, adanya lapisan lunak dan lain-lain. Sebab yang
terkait dengan aktifitas manusia, contohnya: penggalian di kaki lereng, pembangunan di
permukaan lereng dan lain-lain.

Sebab-sebab longsoran lereng adalah :

1. Penambanhan beban pada lereng. Tambahan beban lereng dapat berupa bangunan baru,
tambahan beban oleh air yang masuk ke pori-pori tanah maupun yang menggenang di
permukaan tanah dan beban dinamis oleh tumbuh-tumbuhan yang tertiup angina dan lain-
lain.
2. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng yang menyebabkan tinggi lereng
bertabah.
3. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng.
4. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) (pada sungai, bendungan dan
lain-lain).
5. Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan mendorong tanah kea rah
lateral).

10
6. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh akibat kenaikan kadar air, kenaikan
tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah, tanah pada lereng
mengandung lempung yang mudah kembang susut dan lain-lain,
7. Getaran atau gempa bumi.

2.2.2.3 Rayapan

Berbeda dengan istilah rayapan struktur pada umunya, dalam tinjauan stabilitas
lereng, rayapan (creep) didefinisikan sebagai gerakan tanah atau batuan pembentuk lereng
yang kurang lebih kontinyu dalam arah tertentu. Rayapan lereng ini bisa terjadi di dekat
permukaan maupun pada kedalaman tertentu. Proses rayapan juga sering digambarkan sebagai
peristiwa geser kental (viscous shear) yang menyebabkan deformasi permanen, tapi tidak
sampai terjadi keruntuhan tanah seperti longsor.

Lereng yang mengalami gerakan rayapan, bergerak dengan sangat perlahan.


Rayapan menerus dapat terjadi pada tegangan geser yang rendah dan terjadi pada waktu lama
dengan tanpa menyebabkan keruntuhan lereng. Rayapan menerus sering terjadi pada tanah-
tanah lempungan dan batuan yang kelebihan beban.

Gambar 2.4 Kenampakan lereng akibat rayapan (Taylor, 1967)


(Hardiyatmo, 2012)

Rayapan tanah disebabkan oleh adanya lempung yang mudah mengembang yang
mengalami kembang susut, dimana material tersebut mengembang pada saat basah dan
menyusut pada saat kering. Kecepatan gerakan ditentukan oleh kemiringan lereng, semakin
besar kemiringan lereng, maka semakin cepat gerakannya.

11
Menurut Ter-Stepanian (1966) dalam Hardiyatmo (2012), deformasi lereng oleh
akibat rayapan dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:

1. Rayapan translasional (translational creep)


Rayapan trasnlasional terjadi di sepanjang bidang yang mendekati sejajar dengan
permukaan tanah. Rayapan ini terjadi pada lereng yang panjang.
2. Rayapan Rotational (rotational creep)
Rayapan rotasional terjadi terutama pada massa batuan homogeny, dan hasil rayapan ini
menyebabkan massa tanah atau batuan berotasi.
3. Rayapan umum (general creep)
Rayapan yang tidak diklasifikasikan sebagai rayapan translational dan rayapan rotasional,
disebut rayapan umum (general creep).

2.2.2.4 Tipe-tipe Gerakan Massa

Keruntuhan terjadi, jika tegangan geser maksimum pada suatu titik di dalam tanah atau
batuan melebihi kuat geser puncaknya. Pada mulanya tegangan geser maksimum terjadi di dekat
kaki lereng pada titik di mana kuat geser tanah terlampaui. Setelah itu, keruntuhan menyebar ke
atas lereng. Umumnya, bertambahnya regangan (yang menuju ke kuat geser puncaknya)
bertambah dengan kenaikan tegangan normal yang menyokong berkembangnya longsoran secara
bertahap.

Menurut Cruden dan Vernes (1992) dalam Hardiyatmo 2012, karakteristik gerakan massa
pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam yaitu:

1. Jatuhan (fall)
Jatuhan adalah gerakan jatuh nya material (batuan) pembentuk lereng yang dapat berupa
tanah atau batuan di udara dengan tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material
yang longsor (Crude dan Vernes, 1992 dalam Hardiyatmo, 2012). Jatuhan terjadi tanpa
adanya bidang longsor, dan banyak terjadi pada lereng terjal atau tegak yang terdiri dari
batuan ang mempunyai bidang-bidang tidak menerus (diskontinuitas).

12
Gambar 2.5 Gerakan Massa Tipe Jatuhan (falls)
(Hardiyatmo, 2012)

2. Robohan (topples)
Robohan (topples) adalah gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng batuan
yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidak menerusan yang
relative vertical.

Gambar 2.6 Gerakan Massa Tipe Robohan (topples)

(Hardiyatmo, 2012)

3. Longsoran (slides)
Longsora (slide) adalah gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh
terjadinya keruntuhan geser di sepanjang satu atau lebih bidang longsor.

13
Gambar 2.7 Gerakan Massa Tipe Longsoran (slides)
(Hardiyatmo, 2012)

Berdasarkan geometri bidang gelincir, terdapat dua jenis bidang longsor (Broms,1975
dalam Hardiyatmo,2012) :

- Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional (rotational slide).
Longsoran rotasional memiliki bidang longsor melengkung ke atas dan sering terjadi pada
massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni terjadi pada
material yang relative homogeny, seperti timbunan buatan (tanggul) dan lereng lempung
homogen.

Gambar 2.8 Longsoran Rotasional


(Hardiyatmo, 2012)

- Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational slides).
Longsoran translasional merupakan gerakan di sepanjang diskontinuitas atau bidang lemah
yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng, sehingga gerakan tanah terjadi
secara translasi. Longsoran translasional terjadi bila lereng terdiri dari tanah tidak padat
yang dibatasi di bagian bawahnya oleh lapisan batuan dasar yang posisinya relative sejajar
permukaan lereng. Longsoran terjadi terutama pada musim hujan, yaitu ketika beban lereng

14
menjadi berat dan diikuti dengan berkurangnya kuat geser di bagian pertemuan antara
permukaan batuan dasar dan tanah di atasnya.

Gambar 2.9 Longsoran Translasional


(Hardiyatmo, 2012)
Tabel 2.1 Klasifikasi Kedalaman Longsoran

Sumber : Broms (1975) dalam Hardiyatmo, (2012)

4. Sebaran (spread)
Sebaran lateral (lateral spreading) merupakan kombinsi dari bergeraknya massa tanah dan
turunnya massa batuan terpecah-pecah ke dalam material lunak yang terletak di bawahnya
(Crude dan Vernes, 1992 dalam Hardiyatmo, 2012).

Gambar 2.10 Gerakan Massa Tipe Sebaran (spread)


(Hardiyatmo, 2012)

5. Aliran (flow)
Aliran (flow) adalah gerakan hancurnya material ke bawah lereng dan mengalir seperti
cairan kental.

15
Gambar 2.11 Gerakan Massa Tipe Aliran (flow)
(Hardiyatmo, 2012)

Broms (1975) dalam Hardiyatmo (2012), membagi longsoran tipe aliran menjadi empat,
yaitu:
 Aliran tanah (earth flow)
Aliran tanah (earth flow) sering terjadi pada tanah-tanah berlempung dan berlanau
seteah hujan lebat.

Gambar 2.12 Aliran Tanah (earth flow)


(Hardiyatmo, 2012)

 Aliran lanau/lumpur (mud flow)


Aliran lanau/lumpur (mud flow) dapat terjadi pada daerah dengan kemiringan yang
landau. Aliran lanau sering terjadi pada lempung retak-retak atau lempung padat
yang berada antara lapisan-lapisan pasir halus yang bertekanan air pori tinggi.
Aliran lanau ini disebabkan oleh aliran erosi dalam lapisan pasir.

16
Gambar 2.13 Aliran lanau/lumpur (mud flow)
(Hardiyatmo, 2012)

 Aliran debris (debris flow)


Aliran debris (debris flow) adalah aliran yang terjadi pada material berbutir kasar.
Kejadian ini sering terjadi pada lereng di daerah kering/gersang, dimana tumbuh-
tumbuhan sangat jarang atau di daerah lereng yang permukaannya tidak ada
tumbuhannya atau tumbuhannya telah ditebangi.

Gambar 2.14 Aliran debris (debris flow)


(Hardiyatmo, 2012)

 Longsoran aliran (flow slide)


Longsoran aliran (flow slide) adalah gerakan material pembentuk lereng akibat
liquefaction pada lapisan pasir halus atau lanau yang tidak padat yang terendam air
tanah dan terjadi umumnya pada daerah lereng bagian bawah.

17
Gambar 2.15 Longsoran aliran (flow slide)
(Hardiyatmo, 2012)

2.2.3 Penyebab Terjadinya Longsoran

Banyak factor yang mempengaruhi stabilitas lereng seperti geologi dan hidrologi,
topografi, iklim perubahan cuaca. Namun selain itu, kelongsoran juga terjadi akibat
(Hardiyatmo, 2012):

1. Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada lereng berupa bangunan
baru, tambahan beban pada lereng oleh air yang masuk kedalam pori-pori tanah
maupun yang menggenang di permukaan lereng,
2. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng,
3. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada bendungan. Sungai,
dan lain-lain,
4. Getaran atau gempa bumi,
5. Jenis tanah,
6. Kondisi geometrik lereng.
2.2.4 Anggapan-anggapan dalam Stabilitas Lereng

Dalam praktek, analisis stabilitas didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas
(limit plastic equilibrium). Menurut Hardiyatmo (2010), analisis stabilitas lereng didasarkan
oleh beberapa anggapan-anggapan, yaitu:

1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan


dapat di anggap sebagai maslah bidang 2 dimensi,
2. Massa tanah yang longsor dianggap benda masif,

18
3. Tanahan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak
tegantng dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain kuat geser tanah
dianggap isotropis,
4. Factor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata
sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang
permukaan longsoran. Jadi kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik-titik
tertentu pada bidang longsornya, padahal factor aman hasil hitungan lebih besar 1.

Factor aman didefinisikan sebagai nilai pembanding antara gaya yang menahan dengan
gaya yang menggerakkan atau menggeserkan. Menurut Hardiyatmo (2010), factor aman
stabilitas lereng atau factor aman terhadap kuat geser tanah diambil lebih besar atau sama
dengan 1,2-1,5 , sehingga kondisi lereng kritis tidak terjadi.

2.2.5 Parameter Tanah untuk Stabilitas Lereng

Menurut Standar Konstruksi Bangunan Indonesia (SKBI, 1987) untuk analisi


stabilitas lereng diperlukan parameter tanah atau batuan yaitu:

A. Kuat geser
Kuat geser terdiri dari kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ). Untuk analisis stabilitas
lereng untuk jangka panjang dgunakan harga kuat geser efektif maksimum ( c’ ,
φ’). Untuk lereng yang sudah mengalami gerakan atau material pembentuk lereng
yang mempunyai diskontinuitas tinggi digunakan harga kuat geser sisa (cr =0; φr ).
B. Tekanan air pori
Tekanan air pori diperlukan untuk perhitungan kemantapan lereng dalam jangka
waktu yang panjang. Parameter ini dapat diperoleh dari “flow net” , tinggi muka
air tanah dan secara langsung dari hasil pembecaan pisometer di lapangan.
C. Berat isi
Berat isi diperlukan untuk perhitungan beban guna analisis stabilitas lereng. Berat
isi dibedakan menjadi berat isi asli, berat isi jenuh, dan berat isi terendam air yang
penggunaannya tergantung kondisi lapangan. Salah satu penerapan pengetahuan
mengenai kekuatan geser tanah/batuan adalah untuk analisis stabilitas lereng.
Keruntuhan geser pada tanah atau batuan terjadi akibat gerak relative antar

19
butirnya. Oleh sebab itu kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja antar
butirnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan geser terdiri atas :
 Bagian yang bersiat kohesif, tergantung pada macam tanah/batuan dan
ikatan butirnya.
 Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang
bekerja pada bidang geser.
2.2.6 Analisa Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsoran Berbentuk Lingkaran
Untuk lereng tanah homogen, kebanyakan peristiwa longsoran tanah terjadi dengan
bentuk bidang longsor yang berupa lengkungan. Keruntuhan lereng dari jenis tanah kohesif
banyak terjadi karena bertambahnya kadar air tanah. Sebab terjadinya longsoran adalah karena
tidak tersedianya kuat geser tanah yang cukup untuk menahan gerakan tanah longsor ke bawah,
pada bidang longsornya.
Lengkung bidang longsor dapat berbentuk bidang lingkaran (silinder), spiral logaritmik
ataupun kombinasi dari keduanya. Terkadang, dijumpai pula suatu bidang longsor yang tidak
berupa kurva menerus akibat perpotongan dari bidang longsor tersebut dengan lapisan tanah
keras (seperti : lempung sangat kaku, pasir padat, permukaan batu) atau lapisan yang sangat
lunak. Berikut ini adalah contoh bentuk-bentuk bidang longsor diperlihatkan dalam Gambar
2.16

Gambar 2.16 Bentuk-Bentuk Bidang Longsor


(Hardiyatmo, 2010)

20
Bentuk anggapan bidang longsor berupa lingkaran dimaksudkan untuk
mempermudah hitungan analisis stabilitas secara matematik, dan dipertimbangkan
mendekati bentuk sebenarnya dari bidang longsor yang sering terjadi di alam. Keakuratan
hasil hitungan analisis stabilitas lereng, sangat bergantung pada sifat-sifat tanah dan lokasi
bidang longsor kritisnya. Penentuan sifat-sifat tanah harus dilakukan pada benda uji asli
(undisturbed). Untuk tanah-tanah yang mengandung kerikil atau pasir, benda uji asli sangat
sulit diperoleh.
2.2.7 Analisa Stabilitas Lereng Secara Analitis
2.2.7.1 Penentuan Variabel
Untuk analisa tegangan efektif, kuat geser tanah ditentukan dengan persamaan berikut:
𝑠 = 𝑐 , + (𝜏𝑛 − 𝜇)𝑡𝑎𝑛𝜑′ (2-11)
dengan :
s = kuat geser (Ton/m2)
𝑐, = kohesi efektif (kN/m2)
𝜑' = sudut geser dalam efektif (derajat)
τn = tegangan normal (kN/m2)
μ = tekanan air pori (kN/m2)
Gaya-gaya yang bekerja pada permukaan bidang longsor berbentuk lingkaran dan
translasi diberikan dalam Gambar 2.17 dan Gambar 2.18, sedangkan Gambar 2.19
memperlihatkan gaya-gaya yang bekerja pada permukaan bidang longsor yang terbentuk dari
sejumlah garis lurus (translational slip surface).

Gambar 2.17 Gaya-gaya yang Bekerja pada Irisan dengan Permukaan Bidang

21
Longsoran Tipe Lingkaran
(Sumber : Anonim, 2008)

Gambar 2.18 Gaya-gaya yang Bekerja pada Irisan dengan Permukaan Bidang
Longsoran Tipe Gabungan
(Sumber : Anonim, 2008)

Gambar 2.19 Gaya-gaya yang Bekerja pada Irisan dengan Permukaan Bidang
Longsoran Tipe Translasi
(Sumber : Anonim, 2008)
Variabel-variabel yang berpengaruh dijelaskan sebagai berikut:
W = berat total pias dengan lebar b dan tinggi h (kN),

22
N = gaya normal total pada dasar pias (kN),
S = gaya geser yang menggerakkan pada dasar tiap pias (kN),
E = gaya normal horisontal antar pias, tanda L dan R menunjukkan sisi kiri
dan kanan pias (kN),
X = gaya geser vertikal antar pias, tanda L dan R menunjukkan sisi kiri dan
kanan pias (kN),
D = beban garis (kN),
kW = beban gempa horisontal yang diterapkan pada pusat tiap pias (kN),
R = radius untuk bidang longsor lingkaran atau lengan momen dalam
hubungannya dengan gaya geser yang terjadi (τm) untuk berbagai bentuk
bidang longsor (m),
f = jarak tegak lurus gaya normal dari pusat rotasi atau pusat momen, jarak f
dianggap negatif apabila berada disebelah kanan pusat rotasi lereng
negatif (lereng yang menghadap kanan) dan sebaliknya (m),
x = jarak horisontal antara garis pusat tiap pias dengan pusat rotasi atau pusat
momen (m),
e = jarak vertikal antara pusat tiap pias dengan pusat rotasi atau pusat momen
(m),
d = jarak antara pusat beban garis dengan pusat rotasi atau pusat momen (m),
h = jarak vertikal antara dasar tiap pias dengan sisi atasnya (m),
a = jarak tegak lurus tekanan air dengan pusat rotasi atau pusat momen, tanda
L dan R berturut-turut menunjukkan arah sisi kiri dan kanan lereng (m),
A = resultan tekanan air dengan pusat rotasi atau pusat momen, tanda L dan R
berturut-turut menunjukkan arah sisi kiri dan kanan lereng,
ω = sudut antara beban garis dengan horisontal, sudut ini diukur berlawanan
arah jarum jam dari sumbu x positif (derajat),
α = sudut singgung antara pusat dasar tiap pias dengan horisontal, positif jika
sama dengan sudut geometri lereng keseluruhan (derajat).
Dalam analisa stabilitas lereng, biasanya dihitung dua persamaan faktor keamanan yaitu
persamaan keseimbangan gaya-gaya dan momen yang bekerja pada setiap bidang irisan. Faktor
keamanan didefinisikan sebagai suatu faktor dimana gaya geser tanah dikurangi untuk membuat

23
massa tanah ke dalam kondisi keseimbangan batas sepanjang bidang longsor. Untuk memenuhi
kondisi keseimbangan batas, besarnya gaya geser ( Sm ) yang harus dikerahkan adalah:

S  c   n  u  tan  '


Sm  
F F

Sm 
c  N  u  tan  '
F (2-12)
n  N /
dengan :
σn = rata-rata tegangan normal pada dasar tiap pias (kN/m2),
F = faktor aman,
β = panjang dasar tiap pias (m).

2.2.7.2 Analisa Stabilitas Lereng dengan Metode Irisan (User Guide SLOPE/W, 2004)
A. Metode Fellenius (Ordinary)
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana diantara beberapa metode irisan.
Metode ini juga dinamakan sebagai metode lingkaran Swedia. Asumsi yang digunakan dalam
metode ini adalah resultan gaya antar irisan sama dengan nol dan bekerja sejajar dengan
permukaan bidang runtuh, serta bidang runtuh berupa sebuah busur lingkaran. Kondisi
kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini hanya kesetimbangan momen untuk semua
irisan pada pusat lingkaran runtuh.

Gambar 2.20 Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan Metode Ordinary
(Sumber : Anonim , 2008)

24
Untuk memulai perhitungan faktor keamanan, Fellenius (1936) mengabaikan gaya geser
dan gaya normal yang bekerja pada tiap-tiap pias. Dengan menjumlahkan gaya-gaya arah tegak
lurus dengan dasar irisan diperoleh persamaan gaya normal (N) yaitu:
𝑁 = 𝑊 𝑐𝑜𝑠 𝛼 − 𝑘𝑊 sin 𝛼 + [𝐷 𝑐𝑜𝑠 (  + α − 90)] (2-13)
Dari Gambar 2.17, Gambar 2.18 dan Gambar 2.19 dapat ditentukan persamaan
keseimbangan momen untuk menghitung faktor aman. Dengan meninjau resultan momen dari
setiap pias yang bekerja di pusat rotasi sama dengan nol, dapat ditulis persamaan sebagai berikut:

Ʃ𝑊𝑥 − Ʃ Sm R − ƩN𝑓 + Ʃ𝑘𝑊𝑒 ± [𝐷𝑑] ± 𝐴𝑎 = 0 (2-14)

dengan mensubstitusikan Persamaan 2-12 ke dalam Persamaan 2-14, diperoleh persamaan


faktor aman dengan keseimbangan momen ( Fm ) :

Fm 
 cR  N  u R tan  
Wx   Nf   kWe  Dd   Aa (2-15)
Persamaan dalam tanda kurung   menunjukkan bahwa gaya tersebut dipertimbangkan hanya pada
pias yang mempunyai gaya luar.
B. Metode Bishop yang Disederhanakan (Simplified Bishop Method)
Metode Bishop disederhanakan (1995), memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih
teliti daripada metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya-gaya pada sisi tepi
tiap irisan diperhitungkan. Selain itu pada metode ini, lereng yang terdiri dari berlapis-lapis tanah
dapat dianalisis. Asumsi yang digunakan dalam metode ini yaitu besarnya gaya geser antar-irisan
sama dengan nol (X=0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran. Kondisi
kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah kesetimbangan gaya dalam arah
vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua
irisan, sedangkan kesetimbangan gaya dalam arah horisontal tidak dapat dipenuhi.

25
Gambar 2.21 Gaya-Gaya yang Bekerja pada tiap Irisan Metode Bishop
(Sumber : Anonim, 2008)
Kesetimbangan gaya dalam arah vertikal menghasilkan persamaan sebagai berikut:
 X L  X R   W  N cos   S m sin   D sin    0 (2-16)
Substitusi Persamaan 2-12 ke Persamaan 2-16 akan menghasilkan persamaan untuk gaya normal
total (N) sebagai berikut:

c sin   u sin  tan  


W  X L  X R    D sin  
N F
sin  tan  
cos  
F (2-17)
Selanjutnya dengan menganggap gaya geser antar pias pada Persamaan 2-17 sama dengan nol,
maka gaya normal menjadi:
c sin   u sin  tan  
W  D sin  
N F
sin  tan  
cos  
F (2-18)
Apabila Persamaan 2-18 digunakan untuk menyelesaikan faktor aman pada Persamaan
2-15, maka akan diperoleh faktor aman metode Bishop yang disederhanakan (Bishop’s simplified
method). Kadangkala, nilai gaya normal pada bidang runtuh untuk irisan tertentu mempunyai nilai
yang tidak realistik karena nilainya yang sangat besar atau kadang-kadang bernilai negatif. Hal
tersebut disebabkan karena dalam perhitungan gaya normal digunakan persamaan sebagai berikut:
c sin   u sin  tan  
W  X L  X R    D sin  
N F
m (2-19)
tan  tan   
dengan sin   cos tan  dan m  cos  1  
 F  (2-20)
Grafik nilai mα untuk beberapa nilai sudut kemiringan (α), sudut gesek (ϕ), dan faktor
keamanan (SF) diperlihatkan pada Gambar 2.22. Dari gambar tersebut terlihat bahwa suatu
kondisi tertentu mα dapat mempunyai nilai yang kecil sekali atau bahkan bernilai nol sehingga
menyebabkan gaya normal nilainya menjadi besar sekali atau bahkan tak terhingga.

26
Gambar 2.22 Diagram untuk Menentukan Nilai m
(Sumber : Anonim, 2008)
C. Metode Janbu yang Disederhanakan (Simplified Janbu Method)
Metode Janbu yang disederhanakan (1954) mengembangkan suatu cara analisis stabilitas
lereng yang dapat diterapkan untuk semua bidang longsoran. Asumsi yang digunakan dalam
metode ini yaitu gaya geser antar irisan sama dengan nol. Metode ini memenuhi kesetimbangan
gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan gaya dalam arah horisontal untuk
semua irisan, namun kesetimbangan momen tidak dapat dipenuhi. Sembarang bentuk bidang
runtuh dapat dianalisis dengan metode ini.

Gambar 2.23 Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan Metode Janbu
(Sumber : Anonim, 2008)
Dari Gambar 2.17, Gambar 2.18 dan Gambar 2.19 dapat ditentukan persamaan
keseimbangan gaya untuk menghitung faktor aman. Dengan meninjau resultan gaya-gaya
horizontal yang bekerja dari tiap-tiap pias, didapat persamaan keseimbangan gaya sebagai berikut:

27
 E L  E R    N sin     S m cos     kW   D cos   A  0 (2-21)

dengan E L  ER   0 apabila seluruh gaya pada pias diseluruh massa tanah yang longsor

dijumlahkan. Dengan mensubstitusikan Persamaan 2-12 ke dalam Persamaan 2-21, maka


persamaan faktor aman dengan keseimbangan gaya ( F f ) tanpa faktor koreksi ( f o ) adalah sebagai

berikut:

𝐹 =
 c cos  N  u  tan  cos   (2-22)
f

 N sin    kW  D cos  A


2.2.7.3 Analisa Stabilitas Lereng dengan Metode Irisan (Hardiyatmo, 2012)
Gaya normal yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang longsor, terutama
dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dalam metode irisan, massa tanah yang longsor
dipecah-pecah menjadi beberapa irisan vertikal. Kemudian keseimbangan dari tiap-tiap irisan
diperhatikan. Gambar 2.24 memperlihatkan satu irisan dengan gaya-gaya yang bekerja padanya.
Gaya-gaya yang terdiri dari gaya geser (Xr dan Xi), gaya normal efektif (Er dan Ei) di sepanjang
sisi irisannya, resultan gaya geser efektif (Ti), dan resultan gaya normal efektif (Ni) yang bekerja
sepanjang dasar irisan. Tekanan air pori U1 dan Ur bekerja di kedua sisi irisan dan tekanan air pori
Ui bekerja pada dasarnya. Dianggap tekanan air pori sudah diketahui sebelumnya.

Gambar 2.24 Gaya yang bekerja pada irisan


(Sumber : Hardiyatmo, 2012)
Analisis stabilitas dengan metode Fellenius (1936) menganggap gaya-gaya yang bekerja
pada sisi kanan dan kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus
bidang longsor.
Faktor aman didefinisikan sebagai :
Jumlah momen dari tahanan geser sepanjang bidang longsor
𝐹=
Jumlah momen dari berat massa tanah yang longsor

28
∑Mr
𝐹=
∑Md
(2-23)
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin ϴ, maka :
𝑖=𝑛

∑Md = R ∑ 𝑊𝑖 sin 𝛳𝑖
𝑖=1
(2-24)
dengan :
R = Jari-jari lingkaran bidang longsor
n = Jumlah irisan
Wi = Berat massa tanah irisan ke-i
ϴi = Sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.24
dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah yang akan longsor, adalah :
𝑖=𝑛

∑Mr = R ∑(𝑐𝑎𝑖 + 𝑁𝑖 𝑡𝑔𝜑)


𝑖=1
(2-25)
sehingga persamaan untuk faktor aman menjadi :
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 (𝑐𝑎𝑖 + 𝑁𝑖 𝑡𝑔 𝜑)
𝐹=
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑊𝑖 sin 𝛳𝑖
(2-26)
Bila terdapat air pada lereng, tekanan air pori pada bidang longsor tidak menambah
momen akibat tanah yang akan longsor (Md), karena resultan gaya akibat tekanan air pori lewat
titik pusat lingkaran. Subtitusi Persamaan 2-25 ke Persamaan 2-26, diperoleh :
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑐𝑎1 + (𝑊𝑖 cos 𝛳𝑖 − 𝑢𝑖 𝑎𝑖)𝑡𝑔 𝜑
𝐹=
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑊𝑖 sin 𝛳𝑖
(2-27)
dengan :
F = Faktor aman ,
c = kohesi tanah (kN/m²),
𝜑 = sudut gesek dalam tanah (derajat),
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m),
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN),
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m²),
ϴi = sudut yang didefinisikan dalam Gambar 2.24 (derajat).

29
jika terdapat gaya-gaya selain berat tanahnya sendiri, seperti beban bangunan di atas
lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan menjadi Md.
Metode Fellinius menghasilkan faktor aman yang lebih rendah dari cara hitungan lainnya.
Besar nilai kesalahan dapat tergantung dari faktor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih dan
besar tekanan air pori. Walaupun analisis ditinjau dari tegangan total, namun cara ini telah banyak
digunakan dalam praktek, karena cara hitungan yang sederhana dan kesalahan hitungan yang
dihasilkan masih pada sisi yang aman.
2.2.7.4 Analisa Stabilitas Lereng dengan Software
A. Geostudio V.7
Software SLOPE/W Version 7 adalah produk perangkat lunak dari GEOSTUDIO Office
International Ltd. Calgary, Alberta, Canada. Program ini merupakan program integrasi dari
sederetan software-software yang disediakan untuk menangani permasalahan-permasalahan
rancang bangun di bidang geoteknik. Adapun software-software yang terintegrasi ke dalam
software GEOSTUDIO V.7 adalah sebagai berikut :
1) SLOPE/W untuk analisa stabilitas lereng.
SLOPE/W adalah stabilitas lereng produk software CAD (Computer Aided Design)
terkemuka untuk menghitung faktor keamanan bumi dan batu lereng. SLOPE/W secara
efektif dapat menganalisis masalah sederhana dan kompleks untuk berbagai bentuk busur,
kondisi tekanan air pori, sifat tanah, metode analisis dan kondisi pembebanan.
Menggunakan batas keseimbangan, SLOPE/W dapat memodelkan jenis heterogen tanah,
kompleks geometri permukaan stratigrafi dan slip, dan kondisi tekanan air pori variabel
menggunakan pilihan model tanah. Analisis stabilitas lereng dapat dilakukan dengan
menggunakan deterministik atau probabilistik parameter masukan. Tekanan dihitung
dengan analisa tegangan elemen hingga sehingga dapat digunakan selain untuk perhitungan
batas keseimbangan. Dengan berbagai komprehensif dari fitur, SLOPE/W dapat digunakan
untuk menganalisis hampir semua masalah stabilitas lereng yang akan dihadapi dalam
geoteknik, proyek sipil, dan teknik pertambangan.
2) SEEP/W untuk analisa rembesan.
SEEP/W merupakan elemen CAD (Computer Aided Design) dari produk perangkat
lunak yang terbatas untuk menganalisis rembesan air tanah dan kelebihan air pori. Seperti
masalah tekanan di dalam bahan berpori seperti tanah dan batu. Formulasi komprehensif

30
memungkinkan untuk mempertimbangkan analisis mulai dari masalah sederhana. SEEP/W
dapat diterapkan pada analisis dan desain geoteknik, sipil, hidrogeologi, dan pertambangan
proyek rekayasa. SEEP/W dapat memodelkan baik jenuh dan tak jenuh aliran. Ini sebuah
fitur yang dapat menganalisis berbagai masalah untuk dapat dianalisis. SEEP/W juga
memungkinkan untuk menganalisis rembesan sebagai fungsi waktu dan untuk
mempertimbangkan proses seperti infiltrasi curah hujan.
3) SIGMA/W untuk analisa deformasi dan tegangan.
SIGMA/W adalah elemen CAD (Computer Aided Design) dari produk perangkat
lunak yang terbatas yang dapat digunakan untuk analisis tegangan dan deformasi analisis
struktur bumi. Formulasi komprehensif memungkinkan untuk menganalisa masalah
sederhana dan sangat kompleks. SIGMA/W dapat melakukan analisis deformasi sederhana
linear elastis atau nonlinier elastis-plastik. Banyak model tanah konstitutif memungkinkan
untuk mewakili berbagai jenis tanah atau bahan struktural. Selain itu, SIGMA/W dapat
memodelkan generasi tekanan air pori dan struktur tanah dalam menanggapi beban
eksternal. Fitur ini memungkinkan SIGMA/W untuk menganalisis hampir semua tegangan
atau deformasi masalah yang akan dihadapi dalam geoteknik, sipil, dan pertambangan
proyek rekayasa.
4) QUAKE/W untuk analisa tekanan dinamis dan deformasi.
QUAKE/W adalah elemen CAD (Computer Aided Design) dari produk perangkat
lunak yang terbatas geoteknik untuk menganalisis dinamis struktur bumi yang mengalami
gempa mengguncang, atau titik kekuatan dinamis dari ledakan atau beban dampak yang
secara tiba-tiba. QUAKE/W menentukan gerak dan tekanan air pori yang kelebihan air
kemudian timbul karena gemetar. Formulasi komprehensif membuat QUAKE/W juga
cocok untuk menganalisis berbagai masalah. Fungsi properti materi umum memungkinkan
untuk menggunakan laboratorium atau data yang dipublikasikan. Tiga model konstitutif
yang didukung adalah model Linear-elastis, model Linear Setara, dan tegangan yang
efektif Model Non-Linear. QUAKE/W menggunakan Metode Integrasi langsung untuk
menghitung gerak dan kelebihan air pori tekanan yang timbul dari gaya inersia. QUAKE/W
dapat digunakan untuk menganalisis hampir semua masalah gempa dinamis yang akan
dihadapi dalam geoteknik, proyek sipil, dan teknik pertambangan Anda.
5) TEMP/W untuk analisa geothermal.

31
TEMP/W adalah elemen CAD (Computer Aided Design) dari produk perangkat lunak
yang terbatas untuk menganalisis perubahan termal di tanah karena faktor lingkungan atau
pembangunan fasilitas seperti bangunan atau pipa. Formulasi yang luas memungkinkan
untuk menganalisis kedua masalah panas bumi sederhana dan sangat kompleks. TEMP/W
dapat diterapkan pada analisis panas bumi dan desain geoteknik, sipil, dan pertambangan
proyek rekayasa, termasuk fasilitas dikenai pembekuan dan pencairan perubahan suhu.
TEMP/W diformulasikan untuk memperhitungkan panas terkait dengan air berubah
menjadi es dan es berubah menjadi air. Tingkat dimana panas diserap atau dilepaskan dan
dikendalikan oleh fungsi kadar air beku. Atas fase perubahan suhu, semua air membeku.
Karena suhu turun di bawah titik perubahan fase, porsi air yang tersisa berkurang dicairkan.
Fleksibilitas lengkap dalam mendefinisikan dicairkan fungsi kandungan air
memungkinkan untuk menganalisis berbagai kondisi tanah. Ketika dihubungkan dengan
SEEP/W atau AIR/W dapat mempertimbangkan perpindahan panas yang disebabkan oleh
air yang mengalir atau bergerak udara.
6) CTRAN/W untuk analisa pengangkutan zat-zat pencemar (Contaminant Transport).
CTRAN/W adalah elemen CAD (Computer Aided Design) dari produk perangkat
lunak yang terbatas yang dapat digunakan untuk model pergerakan kontaminan melalui
bahan berpori seperti tanah dan batu. Perumusan komprehensif CTRAN/W memungkinkan
untuk menganalisis masalah yang bervariasi dari pelacakan partikel sederhana dalam
menanggapi gerakan air, untuk proses kompleks yang melibatkan difusi, dispersi, adsorpsi,
peluruhan radioaktif dan dependensi kepadatan. CTRAN/W dapat diterapkan pada analisis
dan desain geoteknik, sipil, hidrogeologi, dan pertambangan proyek rekayasa. CTRAN/W
dirancang untuk digunakan bersama-sama dengan analisis rembesan seperti SEEP/W untuk
menganalisis transportasi kontaminan. SEEP/W menghitung kecepatan aliran air, kadar air
volumetrik, dan perubahan air secara terus – menerus.
7) AIR/W untuk analisa aliran udara melalui tanah.
AIR/W adalah elemen CAD (Computer Aided Design) dari produk perangkat lunak
yang terbatas untuk menganalisis masalah interaksi tanah udara di dalam bahan berpori
seperti tanah dan batu. Formulasi komprehensif memungkinkan untuk mempertimbangkan
analisis mulai dari masalah sederhana. AIR/W dapat diterapkan pada analisis dan desain
geoteknik, sipil, hidrogeologi, dan pertambangan proyek rekayasa. AIR/W dapat diterapkan

32
untuk kedua zona jenuh dan tak jenuh, sebuah fitur yang sangat luas dalam menganalisis
berbagai masalah yang dapat dianalisis. Selain asumsi aliran air di mana isi udara tetap,
AIR/W memungkinkan untuk menganalisis aliran udara dan rembesan sebagai fungsi waktu
dan untuk mempertimbangkan proses seperti mengubah udara dan air. Ketika dihubungkan
dengan TEMP/W, itu dapat menjelaskan aliran udara dan air di pembekuan dan pencairan
tanah di mana perubahan kerapatan udara karena perubahan suhu.
8) VADOSE/W untuk analisa perubahan penguapan secara terus-menerus.
VADOSE/W adalah elemen CAD (Computer Aided Design) dari produk perangkat
lunak yang terbatas untuk menganalisis aliran dari lingkungan, di permukaan tanah,
melalui zona vadose tak jenuh dan ke rezim air tanah lokal. Formulasi komprehensif
memungkinkan analisis kedua masalah sederhana dan kompleks, dari analisis sederhana
dari tanah infiltrasi karena hujan, untuk model canggih mengingat salju mencair dan akar
transpirasi serta penguapan permukaan, limpasan, genangan, dan difusi gas. VADOSE/W
dapat diterapkan pada analisis dan desain geoteknik, pertambangan, hidrogeologi,
pertanian, dan proyek-proyek teknik sipil. Dampak lingkungan pada kondisi tanah
memahami mekanika tanah jenuh sekarang penting untuk insinyur geoteknik melakukan
analisis stabilitas lereng, merancang tanah meliputi untuk tambang atau fasilitas sampah
kota, atau menentukan efek proyek pertanian atau irigasi pada aliran air tanah. Kondisi
lingkungan di permukaan tanah, seperti curah hujan, evaporasi dan transpirasi, telah
semakin diakui memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku tanah di zona tak jenuh
atau vadose.

Gambar 2.25 Tampilan Software GEOSTUDIO Version 7

33
(Anonim, 2008)
B. Acuan Pemodelan
SLOPE/W dapat memodelkan stabilitas lereng dalam berbagai variasi masalah maupun
kondisi dan menghitung tingkat stabilitasnya. Permasalahan serta kondisi yang dimodelkan
harus realistis yaitu dapat memberikan ragam kegagalan yang potensial (potential mode of
failure) yang mungkin terjadi secara fisik (physically admissible).
Pemilihan satuan dalam SLOPE/W ditetapkan untuk panjang, gaya, dan berat satuan.
Satuan Internasional (SI) maupun satuan imperial dapat digunakan asalkan digunakan secara
konsisten. Berat satuan air dipilih berdasarkan satuan panjang yang digunakan. Tabel 2.4
menunjukan contoh paket satuan konsisten yang sering digunakan.
Tabel 2.2 Data Masukan dan Satuan dalam Analisa Stabilitas Lereng dengan SLOPE/W
No. Parameter Dimensi Satuan Internasional Satuan Imperial
1. Geometri L Meter Feet
2. Berat Satuan Air F/L³ kN/m³ Pcf.
3. Berat Satuan Tanah F/L³ kN/m³ Pcf
4. Kohesi F/L² kN/m² Psf
5. Tekanan Air F/L² kN/m² Psf
6. Tinggi Tekanan L meter Feet
7. Beban Garis F/L kN/m Lbs/ft
8. Beban Terpusat F kN Lb
Sumber : SLOPE/W User References
C. SLOPE/W DEFINE
Langkah pertama dalam analisis stabilitas lereng dengan software SLOPE/W adalah
penggambaran model beserta data-data teknis analisis melalui SLOPE/W DEFINE. SLOPE/W
DEFINE merupakan fungsi grafis yang menggunakan paket software Computer Aided Drafting
(CAD) dalam penggambaran model yang akan dianalisis. Untuk menggambar model, dimulai
dengan pengaturan bidang kerja yang meliputi ukuran kertas, skala, koordinat bidang kerja,
satuan, dan lain sebagainya yang tersedia pada menu DEFINE. Langkah selanjutnya adalah
membuat sketsa lereng yang akan dianalisis baik bentuk geometri, karakteristik material,
parameter-parameter analisa maupun metoda yang akan digunakan dalam analisa. Setelah
semua parameter-parameter analisa dimasukkan melalui SLOPE/W DEFINE, langkah

34
selanjutnya adalah menghitung faktor aman dengan SLOPE/W SOLVE. Tampilan SLOPE/W
DEFINE diperlihatkan dalam Gambar 2.35 berikut ini.

Gambar 2.26 Tampilan awal SLOPE/W DEFINE


(Anonim, 2008)
Beberapa menu utama pada SLOPE/W DEFINE dan fungsinya akan dijabarkan dalam
penjelasan berikut ini :
1) Menu Set
Menu Set digunakan untuk menentukan ukuran halaman, ruang kerja, ukuran tampilan
pada layar dan skala yang digunakan.

Gambar 2.27 Tampilan Menu Set


(Anonim, 2008)
Menu Set terdiri atas perintah :
a. Page, untuk mengatur ruang kerja.

35
Gambar 2.28 Kotak Dialog Set Page
(Anonim, 2008)
b. Scale, untuk mengatur skala.

Gambar 2.29 Kotak Dialog Set Scale


(Anonim, 2008)
c. Grid, untuk mengatur dan menampilkan titik-titik grid sebagai titik acuan dalam
penggambaran problem (sket problem).

Gambar 2.30 Kotak Dialog Set Grid


(Anonim, 2008)

36
d. Zoom, untuk mengatur ukuran tampilan pada layar komputer.

Gambar 2.31 Kotak Dialog Set Zoom


(Anonim, 2008)
e. Axes, untuk mendefinisikan garis skala referensi.

Gambar 2.32 Kotak Dialog Set Axes


(Anonim, 2008)

2) Menu KeyIn
Menu KeyIn terdiri atas beberapa submenu untuk menggambarkan permasalahan
lereng yang akan dianalisis.

37
Gambar 2.33 Tampilan Menu Keyin
(Anonim, 2008)
Menu KeyIn terdiri atas perintah :
a. Submenu KeyIn Analysis
Keyin Analysi untuk menentukan identitas permasalahan.

Gambar 2.34 Kotak Dialog Submenu KeyIn Analysis


(Anonim, 2008)
Menu dalam Keyin Analysis terdiri dari :
 Analysis Type, untuk analisa tipe yang akan digunakan.

38
Gambar 2.35 Kotak Dialog Submenu Analysis Type
(Anonim, 2008)
 PWP, untuk menentukan kondisi tekanan air pori.

Gambar 2.36 Kotak Dialog Submenu PWP


(Anonim, 2008)

 Slip Surface, untuk mendefinisikan bentuk dan kondisi permukaan bidang longsor.

39
Gambar 2.37 Kotak Dialog Submenu Slip Surface
(Anonim, 2008)
 FOS Distribution, untuk menentukan probabilitas faktor keamanan.

Gambar 2.38 Kotak Dialog Submenu FOS Distribution


(Anonim, 2008)

 Advance, untuk menentukan jumlah irisan bidang dalam analisa.

40
Gambar 2.39 Kotak Dialog Submenu Advanced
(Anonim, 2008)
b. Submenu KeyIn Region
Sub menu KeyIn Region digunakna untuk mendefinisikan batas material penyusun
lereng.

Gambar 2.40 Kotak Submenu Keyin Region


(Anonim, 2008)
c. Submenu Keyin Points
Submenu Keyin Points digunakan untuk membuat titik-titik (points) yang digunakan
sebagai acuan untuk menhubungkan garis-garis dalam menggambar bentuk geometri
permasalahan yang akan dianalisa.

41
Gambar 2.41 Kotak Submenu Keyin Points
(Anonim, 2008)
d. Submenu Keyin Material Properties
Menu ini berfungsi untuk memasukkan karakteristik material-material pembentuk lereng.

Gambar 2.42 Kotak Submenu Keyin Material Properties


(Anonim, 2008)
e. Submenu Slip Surface
Dipakai untuk menentukan acuan bidang gelincir yang akan digunakan dalam analisis.
Metode yang terdapat dalam penentuan acuan bidang gelincir, yaitu :
 Grid and Radius Slip Surface, untuk memberikan acuan bidang gelincir yang
berbentuk lingkarang maupun komposit.
 Fully Specified Slip Surface, untuk memberikan acuan bidang gelincir tertentu.
 Block Specified Slip Surface, untuk memberikan acuan berupa dua blok.

42
Gambar 2.43 Kotak Submenu Keyin Slip Surface
(Anonim, 2008)
 Axis Points, untuk sketsa sumbu pada gambar

Gambar 2.44 Kotak Submenu Keyin Axis


(Anonim, 2008)

43
f. Submenu Pore Air Pressure
Submenu Pore Air Pressure digunakan untuk mendefinisikan tekanan pori udara pada
tanah, seperti yang ditetapkan dalam menu Analysis Setting.

Gambar 2.45 Kotak Submenu Keyin Pore Air Pressure


(Anonim, 2008)
g. Submenu Load
Submenu Load, digunakan untuk mendefinisikan jenis pembebanan yang diterapkan pada
lereng. Jenis pembebanan yang dapat diterapkan yaitu :
 Beban Garis (Point Loads).

Gambar 2.46 Kotak Submenu Keyin Point Loads


(Anonim, 2008)

44
 Beban Tambahan (Surcharge Loads).

Gambar 2.47 Kotak Submenu Keyin Surcharge Loads


(Anonim, 2008)
 Beban Perkuatan (Reinforecement Loads).

Gambar 2.48 Kotak Submenu Keyin Reinforcement Loads


(Anonim, 2008)
 Beban Gempa (Seismic Load).

45
Gambar 2.49 Kotak Submenu Keyin Seismic Load
(Anonim, 2008)
3) Menu Tools

Gambar 2.50 Tampilan Menu Tools


(Anonim, 2008)
Menu tools terdiri atas perintah :
a. Submenu Verify, digunakan untuk mengecek hasil dari SLOPE/W DEFINE untuk
mengetahui kemungkinan adanya kesalahan dalam memasukkan data-data ke dalam
program, sebelum dilakukan perhitungan angka keamanannya (solving).

46
Gambar 2.51 Kotak Dialog Verify
(Anonim, 2008)
b. Submenu Solve, digunakan untuk menghitung (solving) faktor aman stabilitas lereng.

Gambar 2.52 Kotak Dialog Solve


(Anonim, 2008)
D. SLOPE/W SOLVE
SLOPE/W SOLVE digunakan untuk menghitung (solve) faktor aman stabilitas lereng.
Sebelum melakukan SOLVE, file pada DEFINE disimpan dengan file dengan type GeoStudio
compressed (*.Gsz) geoStudio file (*.xml) atau GeoStudio compressed excluding solution
(*.Gsz). Data-data permasalahan yang akan dianalisis dan telah dimasukkan ke dalam program
melalui SLOPE/W DEFINE, kemudian dianalisis dengan menggunakan SLOPE/W SOLVE.

47
Untuk melihat seluruh output dari analisa yang dilakukan, baik data geometri lereng, data input,
data analisa, berikut angka keamanan dari keseluruhan permukaan runtuh coba-coba, maka
SLOPE/W DEFINE harus disimpan dengan dengan type file GeoStudio file (*.xml). Hasil
keseluruhan dari analisa dapat dibuka melalui aplikasi lain seperti Notepad dengan nama file
berakhiran FAC, FCR, dan PRO. FAC untuk faktor keamanan, FCR untuk gaya-gaya yang
bekerja pada tiap-tiap irisan, dan PRO untuk analisa propabilitas. Karena yang dibutuhkan
hanya nilai angka keamanan minimum, biasanya yang digunakan dalam menyimpan file
SLOPE/W adalah file dengan tipe GeoStudio compressed (*.Gsz).

Gambar 2.53 Kotak Dialog Save As


(Anonim, 2008)

Gambar 2.54 Kotak Dialog SLOPE/W SOLVE


(Anonim, 2008)
48
E. SLOPE/W CONTOUR
SLOPE/W CONTOUR, memberikan output berupa faktor keamanan, hasil trial and error
perhitungan faktor keamanan, grafik, dan diagram kekuatan geser masing-masing irisan yang
dihitug dengan SLOPE/W SOLVE. Cara menjalankan program CONTOUR adalah dengan
mengaktifkan menu CONTOUR dari SLOPE/W DEFINE. Gambar 2.64 merupakan tampilan
salah satu hasil analisa SLOPE/CONTOUR.

Gambar 2.55 Tampilan Hasil Analisa pada SLOPE/W CONTOUR


(Anonim, 2008)
Beberapa menu utama pada SLOPE/W CONTOUR beserta fungsinya adalah sebagai
berikut :
1. Menu Edit
Menu Edit digunakan untuk mengcopy file ke aplikasi program yang lain untuk
kebutuhan presentasinhasil analisa.

49
Gambar 2.56 Tampilan Menu Edit
(Anonim, 2008)
2. Menu Set

Gambar 2.57 Tampilan Menu Set


(Anonim, 2008)
Sama halnya dengan Set pada SLOPE/W DEFINE, menu Set pada SLOPE/W
CONTOUR digunakan untuk menampilkan grid, mengatur tampilan pada layar dan untuk
membuat sumbu koordinat problem yang dianalisa. Menu Set terdiri atas perintah :
a. Grid, untuk menampilkan dan mengatur titik-titik grid sebagai titik acuan dalam
penggambaran problem (sket problem).
b. Zoom, untuk mengatur ukuran tampilan pada layar komputer.
c. Axes, untuk mendefinisikan garis skala referensi (koordinat gambar).

50
3. Menu View

Gambar 2.58 Tampilan Menu View


(Anonim, 2008)
Menu View digunakan untuk menampilkan keterangan dari problem yang dianalisa
sepeti koordinat titik, garis, properties material penyusun lereng, gaya-gaya yang bekerja
serta untuk mengatur ukuran huruf, garis, titik dan kontur angka keamanan serta metode
yang digunakan dalam analisa stabilitas lereng.

Gambar 2.59 Tampilan Submenu Method


(Anonim, 2008)

51
Gambar 2.60 Tampilan Submenu Preferences
(Anonim, 2008)
4. Menu Draw
Menu Draw berfungsi untuk menggambar kontur keamanan, membuat label kontur
dan menampilkan seluruh angka keamanan dari permukaan longsor coba-coba.

Gambar 2.61 Tampilan Menu Draw


(Anonim, 2008)

52
Menu Draw terdiri atas sub menu :
- Contours, untuk menampilkan dan mengatur jarak tiap-tiap garis kontur.

Gambar 2.62 Tampilan Submenu Contour


(Anonim, 2008)
- Contours Labels, untuk memberikan penomoran pada kontur yang ada.
- Safety Map, memberikan sketsa bidang longsor berupa warna.

Gambar 2.63 Tampilan Submenu Safety Map


(Anonim, 2008)
- Slip Surface, untuk mendefinisikan titik keberapa angka keamanan minimum yang
terjadi.

53
Gambar 2.64 Tampilan Submenu Slip Surface
(Anonim, 2008)

54
BAB III
METODE STUDI

3.1 Umum
Lereng yang diamati adalah lereng di desa Ladangan Guntur Macan Gunung Sari
Kabupaten Lombok Barat pada koordinat

3.2 Pengumpulan data


3.2.1 Data Primer

Data primer adalah data sebenarnya yang diperoleh dari lapangan seperti geometri
lereng dan sifat fisik tanah. Data geometric lereng berupa sudut kemiringan dan ketinggian
lereng. Sedangkan tanah yang di uji siifat fisiknya merupakan tanah asli (undisturbed) yang
pengujiannya dilakukan di Laboratorium Geoteknik Fakultas Teknik Universitas Mataram.

Jenis-jenis pengujian yang dilakukan untuk pengumpulan data tanah antara lain:

a. Pengujiansifat fisik tanah yang meliputi: uji kadar air,uji batas cair (LL),uji
batas plastis (PL),uji analisis saringan dan hydrometer serta uji berat jenis (Gs).
b. Pengujian sifat mekanik tanah yaitu meliputi: uji geser langsung (direct shear).
3.2.2 Data sekunder

55
Data sekunder merupakan data pendukung. Data pendukung yang dipakai dalam
laporan ini merupakan data hujan
3.3 Pengujian Tanah di Lab
3.3.1 Alat dan Bahan
A. Alat
Peralatan yang digunakan untuk pengujian eksperimental di
laboratorium meliputi:
a. Alat pengambilan sampel tanah (ASTM D-1452-80)
b. Sau set alat uji kadar air (ASTM D-2216-71)
c. Satu set alat uji specific gravity (ASTM D-854-92)
d. Satu set alat uji Atterberg limit (ASTM D-4318-95)
e. Satu set saringan standard an alat Hydrometer (ASTM D-422-
93)
f. Satu set aat uji gser langsung (ASTM D-3080-72)
Satu set alat-;alat pendukung lainnya seperti alat pengeluar
tanah, palu karet,oven, timbangan, desikator, stopwatch,
thermometer, karung, kertas kerja, alat tulis, dan lain-lain.
B. Bahan
Bahan yang digunakan untuk semua jenis pengujian adalah tanah tak
terganggu (undisturbed) dan terganggu (disturbed). Taanah diambil
dari satu titik pengamatan yaitu lereng Guntir Macan Gunung Sari
Kabupaten Lombok Barat.
3.3.2 Langkah Pengujian
A. Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah yang digunakan dalam peneelitian tugas akhir ini merupakan
contoh tanah tak terganggu (undisturbed). Contoh tanah tak terganggu
(undisturbed) diambil dengan usaha-usaha yang dilakukan untuk melindungi
struktur aslu dari tanah tersebut. Contoh tanah diambil dalam tabung dan
dibawa kr laboratorium Geoteknik Fakultas Teknik Universitas Mataram untuk
di uji.
B. Macam-macam Pengujian yang dilakuan antara lain:

56
Adapun jenis pengujian yang dilakukan antara lain:
a. Pengujian kadar air
Uji kadar air dilakukan mengikuti ASTM D-2216
b. Pengujian Specific Grafity
Mengikuti ASTM D-854
c. Pengujian Batas-Batas Konsistensi Tanah
Pengujian batas Atterberg meliputi pengujian batas cair (ASTM
D-4318-95a)
d. Pengujian Distribusi Ukuran Butiran Tanah
Pengujian hydrometer mengikuti ASTM D-421-85. Analisa
saringan digunakan tanah sisa hidometer yang tertahan saringan
no.200 setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam
mengikuti ASTM D-422-63.
e. Pengujian Geser Langsung (Direct Shear)
Pengujian geser langsung mengikuti ASTM D-308
C. Data Keluaran
Dengan berbagai pengujian laboratorium yang disebutkan diatas akan
diperoleh data tanah penyusun lereng yakni berat volume tanah (γ),
nilai kohesi tanah (c) dan sudut geser tanah (φ) yang nantinya akan
digunakan dalam analisis stabilitas lereng.
3.4 Analisis Stabilitas Lereng
Dalam analisis stabilitas lereng Guntur Macan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat
dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Software SLOPE/W V.7 yang
dikembangkan oleh GEO-SLOPE Office International Ltd. Alberta, Canada.

57
SLOPE/W INPUT

MEMILIH ANALISIS TIPE YANG AKAN DIGUNAKAN :


Ordinary, Bishop, dan Janbu

SET SATUAN DAN DIMENSI KERTAS KERJA

INPUT MODEL LERENG PADA SOFTWARE GEOSTUDIO V.7

PEMODELAN MUKA AIR


&
INPUT GARIS REMBESAN

TIDAK TRIAL BIDANG LONGSOR

VERIFY DATA

(ERROR CHEK)
TIDAK
YA

START RUNNING INPUT (SOLVE)

PEMERIKSAAN
HASIL SOLVE

YA

KONTUR FAKTOR AMAN (SLOPE/W CONTOUR)

SLOPE/W OUTPUT

Gambar 3.6 Bagan Alir Analisa Software SLOPE/W

58

You might also like