Bab Ii Tinjauan Pustaka: 2.1 Geologi Umum

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Umum

2.1.1 Geomorfologi

Secara regional, daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar

Pangkajene dan Watampone Bagian Barat Sulawesi, skala 1:250.000 yang diterbitkan

oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung (Sukamto,1982). Kajian

mengenai geologi regional lembar ini terbagi atas geomorfologi regional, stratigrafi

regional, dan struktur geologi regional. Daerah pada Peta Lembar Pangkajene dan

Watampone Bagian Barat terdapat dua baris pegunungan yang memanjang hampir

sejajar pada arah utara-baratlaut dan terpisahkan oleh lembah Sungai Walanae.

Pegunungan yang barat menempati hampir setengah luas daerah, melebar di bagian

selatan (50 km) dan menyempit di bagian utara (22 km). Puncak tertingginya 1694 m,

sedangkan ketinggian rata-ratanya 1500 m. Pembentuknya sebagian besar batuan

gunungapi.

Pada lereng barat dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi

kars, pencerminan adanya Batugamping. Di antara topografi kars di lereng barat

terdapat daerah perbukitan yang dibentuk oleh batuan Pra-Tersier. Pegunungan ini di

baratdaya dibatasi oleh dataran Pangkajene-Maros yang luas sebagai lanjutan dari

daratan di selatannya.Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan rendah,

dengan puncaknya rata-rata setinggi 700 m, dan yang tertinggi 787 m. juga

pegunungan ini sebagian besar berbatuan gunungapi. Bagian selatannya selebar 20

km dan lebih tinggi, tetapi ke utara menyempit dan merendah, dan akhirnya

4
menunjam ke bawah batas antara lembah Walanae dan dataran Bone. Bagian utara

pegunungan ini bertopografi kars yang permukaannya sebagian berkerucut. Batasnya

di timurlaut adalah dataran bone yang sangat luas, yang menempati hampir sepertiga

bagian timur (Sukamto, 1982).

Bagian utara pegunungan ini bertopografi yang permukaannya sebagian

berkerucut. Batasnya di timurlaut adalah dataran Bone yang sangat luas, yang

menempati hampir sepertiga bagian timur.Lembah Walanae yang memisahkan kedua

pegunungan tersebut di bagian utara selebar 35 Km. tetapi di bagian selatan hanya 10

km. Di tengah tendapat Sungai Walanae yang mengalir ke utara Bagian selatan berupa

perbukitan rendah dan di bagian utara terdapat dataran aluvium yang sangat luas

mengelilingi Desa Tempe.Mataair panas dan mineral ditemukan di beberapa tempat,

yang di antaranya mencapai temperatur 40oC.

2.1.2 Stratigrafi

Lokasi penelitian terletak pada Daerah Pasenrengpulu Kecamatan Lamuru,

Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, yakni disebelah tenggara daerah Malawa. Batubara

pada daerah penelitian secara regional termasuk pada Formasi Malawa yang

merupakan formasi batuan yang bersusunan Batupasir, Konglomerat, Batulanau,

Batulempung, dan Napal, dengan sisipan lapisan atau lensa Batubara dan

Batulempung, Batupasirnya sebagian besar Batupasir kuarsa, adapula yang arkosa,

grewake, dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda, pada

umumnya bersifat rapuh, kurang padat, konglomeratnya sebagian kompak,

Batulempung, Batugamping dan Napal umumnya mengandung moluska yang belum

diperiksa, dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua, batubara berupa lensa

setebal beberapa sentimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 m (Sukamto, 1982).

Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan

5
ularabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan dan tergerus

dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi dl sekitarnya berupa sesar atau

ketidselarasan. Penarikhan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tahun

yangkemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik Zaman Kapur.

Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Formasi Balangbaru dan

Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur Kapur Akhir. Kegiatan

magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava dalam flysch.

Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,5-63,0 jt), dan diendapkan dalam

lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yangberumur Kapur Akhir. Batuan

sedimen Formasi Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh endapan darat dengan

sisipan batubara, menindih tak selaras batuan gunangai Paleosen dan batuan flysch

Kapur Akhir. Ke atas Formasi Malawa ini secara berangsur beralih ke endapan karbonat

Formasi Tonasa yang terbentuk secara menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah

Miosen Tengah. Tebal Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m, dan melampar cukup

luas mengalasi batuan gunungapi Miosen Tengah di barat. Sedimen klastika Formasi

Salo Kalupang yang Eosen sampai Oligosen bersisipan Batugamping dan mengalasi

batuan gunungapi Kalamiseng Miosen Awal di timur.

Selama Miosen akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi Lembah

Walanae di endapkan sedimen klastika Formasi Walanae. Batuan itu tebalnya sekitar

4500 m, dengan bioherm Batugamping koral tumbuh di beberapa tempat

(Batugamping Anggota Taccipi). Formasi, Walanae berhubungan menjemari dengan

bagian atas Formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Akhir sampai Pliosen

Awal merupakan sumber bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan gunungapi yang

masih terjadi di beberapa tempat selama Pliosen, dan menghasilkan batuan gunungapi

Parepare (4,25-4,95 juta tahun) dan Baturape-Cindako, juga merupakan sumber bagi

formasi itu.

6
Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah itu semuanya berkaitan erat

dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, silldan retas, bersusunan

beraneka dari Basal, Andesit, Trakit, Diorit dan Granodiorit berumur berkisar dari 8,3

sampai 19± 2 juta tahun.Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi pengendapan

yang berarti di daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di

utara Pangkajene dan di beberapa tempat di tepi Sungai Walanae, rupanya terjadi

selama Pliosen. Endapan Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar Desa

Tempe,di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone.

Gambar.2.1 Peta Geologi Regional lembar Pangkajene dan Watampone


Bagian Barat Sulawesi (Sukamto, 1982)

Berdasarkan fosil yang dijumpai pada daerah ini, diperkirakan umur dari

formasi ini adalah Eosen (D.E. Wolcott, USGS, 1973., dalam Sukamto 1982) dengan

lingkungan pengendapan paralis sampai laut dangkal. Tebal formasi ini tidak kurang

400 m; tertindih selaras oleh Batugamping Formasi Tonasa (Temt), dan menindih tak

selaras batuan sedimen Formasi Balangbaru (Kb) dan batuan gunungapi terpropilitkan

7
(Tpv). Proses ini berlanjut hingga ratusan tahun, bahkan memiliki struktur yang

berbagai macam bentuk. Formasi geologi yang paling tua bisa saja dalam selang

waktu yang lama akan kembali menjadi formasi yang lebih muda selama masih

adanya pergerakan lempeng di dalam bumi.

2.1.3 Struktur Geologi

Pada kala eose awal, daerah barat struktur geologi daerah Barru, berupa tepi

daratan yang dicirikan dengan endapan darat serta batubara yang ada pada Formasi

Malawa, sedangkan daerah timur berupa cekungan laut dangkal tempat pengendapan

batuan klastik bersisipan karbonat Formasi Salo Kalupang. Pengendapan Formasi

Mallawa kemungkinan hanya berlangsung pada awal Eosen, sedangkan formasi Salo

Kalupang berlangsung sampai akhir Oligosen. Proses tektoik ini berlangsung hingga

Miosen awal, sedangkan dibagian timur proses tektonik gunungapi sudah mulai

berlagsung pada Miosen Awal yang diwakili oleh Batuan Gununngapi Kalamiseng dan

Sopeng. Akhir kegiatan gunungapi Miosen awal itu diikuti oleh tektonik yang

menyebabkan teradinya permulaan terban Walanae. Menurunnya terban Walanae

dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae yang seluruhnya Nampak

hingga sekarang diwilayah timur dan sesar Sopeng yang hanya tersingkap tidak

menerus di sebelah barat.

Sesar utama berarah utara-baratlaut terjadi selama Miosen tengah dan

tumbuh setelah Pliose. Perlipatan besar yag berarah dengan sesar utama diperkirakan

terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timur-barat

sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini juga menyebabkan adanya Sesar Sungkup lokal

yang menyebabkan batuan pra Kapur akhir yang di daerah Bantimala keatas batuan

tersier. Perlipatan dan penyesaran yang relatif lebih kecil di bagian Lembah Walanae

dan dibagian pegunungan barat yang berarah baratlaut-tenggara dan merencong

8
kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar kekanan sepanjang kekar

besar.Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi pengendapan yang berarti di daerah

ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara Pangkajene dan di

beberapa tempat di tepi Sungai Walanae, rupanya terjadi selama Pliosen. Endapan

Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar Desa Tempe,di dataran

Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone.

2.2 Petrologi Umum

Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan dan

kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengan tiga tipe

batuan: beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri berasal dari Bahasa

Yunanipetra, yang berarti "batu". Berdasarkan cakupannya Ilmu petrologi dapat dibagi

menjadi tiga yaitu:

1. Petrologi batuan beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku

(batuan seperti granit atau basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau

magma). Batuan beku mencakup batuan volkanik dan plutonik.

2. Petrologi batuan sedimen berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan

sedimen (batuan seperti batu pasir atau batu gamping yang mengandung

partikel-partikel sedimen terikat dengan matrik atau material lebih halus).

3. Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan

metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang bermula dari

batuan sedimen atau beku tetapi telah melalui perubahan kimia, mineralogi

atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrem dari tekanan, suhu, atau keduanya).

Petrologi memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi mikroskopis, dan

analisis kimia untuk menggambarkan komposisi dan tekstur batuan. Ahli petrologi

modern juga menyertakan prinsip geokimia dan geofisika dalam penelitan

9
kecenderungan dan siklus geokimia dan penggunaan data termodinamika dan

eksperimen untuk lebih mengerti asal batuan. Mineral utama penyusun kerak bumi

adalah batuan. Batuan merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang sejenis

maupun tidak sejenis dan terbentuk secara alami.

2.2.1 Batuan Beku

Gambar 2.2 Contoh Batuan beku (Zudan F, 2015)

Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin

dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik dibawah permukaan bumi

maupun diatas permukaan bumi dimana magma ini dapat berasal dari proses

konvergensi antar batuan sehingga batuan hasil tumbukan mencair sehingga menjadi

magma.

Klasifikasi dari batuan beku dapat kita bedakan dari tempat proses

pembetukannya dimana terbagi menjadi dua, yaitu: batuan beku intrusif (batuan yang

membeku dibawah permukaan bumi) dan batuan beku ekstrusif (batuan yang

membeku diatas permukaan bumi).

Struktur dari batuan beku ada lima, yaitu masif (tidak menunjukkan adanya

lubang-lubang), vesikuler (berlubang-lubang dengan arah yang teratur), skoria

10
(berlubang-lubang besar tapi dengan arah yang tidak teratur), amigdaloidal (lubang-

lubang gas telah terisi mineral-mineral sekunder) dan xenolitis (struktur yang

memperlihatkan adanya fragmen yang masuk kedalam batuan yang mengintrusi).

Tekstur dari batuan beku meliputi derajat kristalisasi merupakan banyaknya

kristal yang terdapat pada batuan (holokristalin, holohyalin dan hipokristalin),

granularitas merupakan besar butir pada batuan beku (fanerik dan afanitik), bentuk

kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan, relasi merupakan hubungan

antar kristal atau mineral satu dengan mineral lainnya dalam suatu batuan.

Komposisi mineral batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan

indeks warna dan bentuk kristal atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan

beku adalah Mineral felsik (mineral yang bewarna terang terutama kuarsa,

feldspar,feldspatorid dan muskovit) dan Mineral mafik (mineral yang berwarna gelap

terutama biotit, olivine, piroksin dan amphibol).

Batuan beku atau batuan iqneus adalah jenis batuan yang terbentuk dari

magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik

dibawah permukaan bumi maupun diatas permukaan bumi dimana magma ini dapat

berasal dari proses konvergensi antar batuan sehingga batuan hasil tumbukan mencair

sehingga menjadi magma.

Klasifikasi dari batuan beku dapat kita bedakan dari tempat proses

pembetukannya dimana terbagi menjadi dua, yaitu: batuan beku intrusif (batuan yang

membeku dibawah permukaan bumi) dan batuan beku ekstrusif(batuan yang

membeku diatas permukaan bumi).

Batuan beku sering kita jumpai di daerah lereng pegunungan. Batuan Beku

sendiri merupakan batuan yang berasal dari hasil pembentukan magma yang

mempunyai tekstur hablur (kristalin). Pembentukan Batuan Beku berasal dari

pembekuan magma yang ada dibawah permukaan bumi atau hasil pembekuan lava

11
dipermukaan bumi. Magma merupakan cairan kental yang berasal darilarutan silika dan

terbentuk secara alamiah, yang memiliki temperatur tinggi antara 1.500°C sampai

2.500°C dan bersifat mudah bergerak serta terletak pada kerak bumi bagian bawah.

Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan menuju permukaan

bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa ini disebut dengan

penghabluran.

Batuan Beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk mineral

penyusun Batuan Beku. Salah satu klasifikasi Batuan Beku dari kimia adalah dari

senyawa oksidanya, seperti silikat oksida (SiO2), titanium oksida (TiO2), aluminium

oksida (AlO2), besi (II) oksida (Fe2O3), besi oksida (FeO), mangan oksida (MnO),

magnesium oksida (MgO), kalsium oksida (CaO), sodium oksida (Na2O), potasium

oksida (K2O), air (H2O+), porporus penthoxide (P2O5), dari persentase setiap senyawa

kimia dapat mencerminkan beberapa lingkungan pembentukan mineral.

Analisa kimia batuan dapat dipergunakan untuk penentuan jenis magma asal,

pendugaan temperatur pembentukan magma, kedalaman magma asal, dan banyak lagi

kegunaan lainya. Dalam analisis kimia batuan beku, diasumsikan bahwa batuan

tersebut mempunyai komposisi kimia yang sama dengan magma sebagai

pembentukannya. Batuan beku yang telah mengalami ubahan atau pelapukan akan

mempunyai komposisi kimia yang berbeda. Karena itu batuan yang akan dianalisa

haruslah batuan yang sangat segar dan belum mengalami ubahan. Namun begitu

sebagai catatan pengelompokan yang didasarkan kepada susunan kimia batuan, jarang

dilakukan. Hal ini disebabkan akibat prosesnya lama dan mahal, karena harus

dilakukan melalui analisa kimiawi.

Berdasarkan komposisi mineralnya Batuan Beku dibagi menjadi tiga jenis

batuan, yaitu:

a Batuan Beku asam

12
b Batuan Beku intermediet

c Batuan Beku basa

Namun seiring dengan berkembangnya zaman, klasifikasi batuan telah

dikembangkan lagi. Sehingga dapat diklasifikasikan lebih mendetail. Salah satunya

adalah klasifikasi batuan dilihat dari segi kimiawi. Klasifikasi secara kimiawi ini

berdasarkan atas persentase kandungan SiO2, yaitu(Zudan F, 2015):

a Batuan Beku asam yaitu>66% SiO2.

b Batuan Beku intermediet yaitu 52%-66% SiO2.

c Batuan Beku basa yaitu 45%-52% SiO2.

d Batuan Beku ultra basa yaitu<45% SiO2.

1. Struktur

Struktur batuan beku umumnya dapat dilihat dilapangan saja dan hanya

beberapa saja yang dapat dilihat dalan hand specimen sample:

a Masif yaitu Batuan Beku yang tidak menunjukan adanya lubang-lubang

ataustruktur aliran.

b Vesikuler yaitu Batuan Beku yang berlubang-lubang yang disebabkanoleh

keluarnya gas pada waktu pembekuan magma, arah lubang itu teratur.

c Scoria yaitu Batuan Beku yang berlubang-lubang besar tetapi arah tidak

teratur.

d Amigdaloidal yaitu Batuan Beku yang lubang-lubangnya terisi oleh mineral

sekunder.

2. Tekstur

Tekstur adalah hubungan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang

membentuk massa dasar dari batuan. Untuk Batuan Beku, pengamatan tekstur

meliputi (Zudan F, 2015):

13
1 Derajat Kristalisasi yang terbagi menjadi 3, yaitu:

a Holokristalin yaitu apabila batuan terdiri dari massa kristalseluruhnya.

b Holohialin yaitu batuan terdiri dari massa gelas seluruhnya.

c Hipokrislatin yaitu sebagian terdiri dari massa kristal dan massa gelas.

2 Granularitas terbagi menjadi 2, yaitu:

a Fanerik yaitu apabila kristal-kristalnya jelas sehingga dapat dibedakan

dengan mata biasa.

b Afanitik yaitu apabila kristal-kristalnya sangat halus sehingga tidak dapat

dibedakan dengan pandangan mata biasa.

3 Bentuk Kristal, terbagi menjadi 3, yaitu:

a Euhedral yaitu apabila batas dari mineral jelas terlihat

b Subhedral yaitu apabila sebagian dari batas-batas mineral sudah tidak

tampak lagi.

c Anhedral yaitu apabila bentuk bidang mineral tidak jelas terlihat.

4 Relasi terbagi menjadi 2, yaitu:

a Equigranular yaitu bila secara relative ukuran kristal pembentuk batuan

berukuran sama besar.

b Inequigranular yaitu bila ukuran kristal pembentuknya tidak sama.

3. Komposisi Mineral

Untuk menentukan komposisi mineral kita cukup menggunakan indeks warna

dari bentuk kristal, sebagai dasar penentuan mineral penyusun batuan. Atas

dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokan

menjadi dua yaitu: Mineral Felsik yaitu yang berwarna cerah terutama kuarsa,

feldspar, feldspatoid, muscovit dan Mineral Mafik yaitu yang berwarna gelap

terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.

14
4. Warna Batuan

Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya. Mineral

penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya

sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk

batuan yang mempunyai tekstur gelasan. Batuan Beku yang berwarna cerah

umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun atas mineral-mineral felsik,

misalnya kuarsa, potash feldsfar dan muskovit. Batuan Beku yang berwarna

gelap sampai hitam umumnya Batuan Beku intermediet dimana jumlah mineral

felsik dan mafiknya hampir sama banyak. Batuan Beku yang berwarna hitam

kehijauan umumnya adalah Batuan Beku basa dengan mineral penyusun

dominan adalah mineral-mineral mafik.

2.4.2 Batuan Sedimen

Batuan Sedimen adalah batuan yang terjadi karena pengendapan materi hasil

erosi. Jadi, asalnya dari batuan yang telah ada, baik batuan beku, metamorf atau pun

batuan sedimen lain yang mengalami pelapukan, tererosi, terbawa pergi kemudian

diendapkan ke tempat lain. Berdasarkan tenaga yang mengangkut hasil pelapukan dan

erosi, batuan sedimen dapat digolongkan atas tiga bagian utama, yaitu:

a Sedimen Aquatis, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga air.

Contohnya adalah gosong pasir, flood plain, natural levee, alluvial fan, delta

dan sebagainya.

b Sedimen Aeolis/aeris, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga angina

(aeolis). Contohnya tanah loss, sand dunes, seris, dan sebagainya.

c Sedimen glacial, yaitu sedimen yang diendapkan oleh gletser. Contohnya:

morena, drumlin, dan sebagainya.

15
Sedimen merupakan bahan atau partikel yang terdapat di permukaan bumi (di

daratan ataupun lautan), dan boleh mengalami proses angkutan dari satu kawasan ke

kawasan yang lain. Air dan angin merupakan pengangkut yang utama. Sedimen ini

apabila mengeras akan menjadi batu sedimen. Kajian mengenai sedimen dan batu

sedimen ini sebut sedimentologi. Antara sedimen yang ada ialah lumpur, pasir, kelikir

dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batu sedimen apabila mengalami proses

pengerasan. Sedimen akan menjadi batuan sedimen melalui proses pengerasan atau

pembatuan yang melibatkan:

a Pemampatan (Compaction)

b Penyemenan (Cementation)

c Penghabluran Semula (Recrystallization) terutama sedimen karbonat

Berdasarkan cara pengendapannya, batuan sediment dapat dikelompokkan atas

tiga macam, yaitu klastis, kimia, dan organik.

a. Sedimen Klastis

Jenis batuan endapan klastis sangat berbeda dengan batuan baik dalam bentuk

maupun susunan butirannya. Pada pertikel-partikel batuan endapan terdapat

adanya tanda-tanda goresan akibat berlangsungnya pengankutan. Batuan

endapan klastis juga mengalami penyemenan sehingga terjadi pengikatan

partikel partikel satu dengan yang lainnya. Ciri penting dari batuan endapan

adalah kadang-kadang terbentuk dari bahan fosil (Riri Fatriadi,2009).

Batuan sedimen klastis/mekanis/fisik yaitu yang terangkut dalam bentuk

padat/tidak larut kemudian diendapkan di tempat lain mengalami sedimentasi

menjadi batuan sedimen. Nama partikel diameter sebutan endapan lepas

sebutan batuan gabungan, yaitu:

a Batu besar >256 kerikil Konglomerat

b Kerikil kasar 64-256 kerikil Sediment

16
c Kerikil Halus 2-64 kerikil Breksi

d Pasir 1/16-2 pasir Batu pasir

e Debu 1/256-1/16 debu Batu Pasir

Batuan sedimen yang tegolong sediment klastik ini mempunyai sifat yang

koheren, pada umumnya warna bervariasi tergantung kepada penyusunannya.

Biasanya dicirikan oleh sekumpulan batu atau kerikil yang bulat dan kukuh

tersusun sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

b. Sedimen Kimia

Batuan sedimen kimiawi, yaitu yang terangkut dalam bentuk larutan kemudian

diendapkan secara kimia ditempat lain. Sedimen kimiawi sulit digolongkan lebih

lanjut karena butir-butirnya sangat kompleks. Contoh batuan sedimen kimiawi

sebagai berikut.

a Batu tetes (stalagtit dan stalagmit) yang banyak di jumpai didalam gua-gua

bawah tanah didaerah kapur.

b Lapisan garam, suatu lapisan yang terbentuk dari mineral mineral halit/NaCl)

yang diendapkan didasar laut atau dasar danau-danau garam karena

penguapan.

c Limestone (dari kalsit), gipsum (dari mineral sulfat), hematit (dari mineral

kayu besi).

c. Sedimen Organik

Batuan Sedimen Organik/organogen, yaitu batuan sedimen yang dibentuk atau

di endakan oleh organisme. Batubara terbentuk dari timbunan sisa tumbuhan di

dasar danau/rawa-rawa, berubah menjadi gambut selanjutnya menjadi batu

bara muda/batu bara.Endapan diatomae/kerangka silica/kersik, kerangka

tumbuhan bersel satu diatomeae yang banyak hidup di laut atau didanau

garam. Bangkainya tertimbun didasar laut/danau membentuk batuan

17
sedimen.Sedangkan Karang dibangun oleh organisme algae calcareous dank

oral. Binatang koral biasanya hidup dilaut yang tidak dalam, kurang dari 50

meter, cahaya matahai masih tembus sampai ke dasar, temperaturnya tinggi

(sekitar 21o-26oC), airnya tenang dan tidak keruh. Struktur batuan batuan

sedimen dapat dibagi menjadi:

a. Struktur Sebelum Terendapkan

Struktur sebelum endapan dapat ditemui diats lapisan, sebelum lapisan atau

endapan yang muda atau baru di endapkan. Merupakan struktur hakisan

seperti terusan (chanel), 'scour marks', 'flutes', 'grooves', 'tool marking' dan

sebagainya. Struktur-struktur ini sangat penting karena dapat memberikan arah

aliran arus. Contoh struktur sedimen sebelum endapan ini dapat dilihat sebagai

berikut:

b. Struktur Semasa Endapan

Struktur yang terbentuk semasa proses endapan sedang berlaku termasuk

lapisan mendatar (flat bedding), lapisan silang, laminasi, dan laminasi silang

yang mikro (micro-crosslamination), yaitu kesan riak. Contoh struktur sedimen

semasa endapan ini dapat dilihat sebagai berikut.

c. Struktur Setelah Endapan

Struktur ini terbentuk setelah sedimen terendap. Kemudian termasuklah strukur

beban, pseudonodules. Contoh struktur sedimen setelah endapan ini dapat

dilihat sebagai berikut.

2.4.3 Batuan Metamorf

Kata metamorf berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”metamorphism” dimana

”meta” yang artinya ”berubah” dan ”morph” yang artinya ”bentuk”. Pengertian

metamorf dalam geologi merujuk pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur

18
batuan. Perubahan terjadi dalam suatu batuan yang mengalami tekanan dan

temperatur yang berbeda.Batuan metamorf berarti batuan yang terbentuk dari batuan

asal (batuan beku, sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan. Perubahan

tersebut dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain(Ardha Zahrany,2015):

a Temperatur tinggi

Temperatur tinggi berasal dari magma. Batuan ini berdekatan dengan dapur

magma, sehingga ini disebut metamorf kontak. Contoh: Marmer dari

Batugamping (Limestone) dan Antrasit dari Batubara.

b Tekanan tinggi

Tekanan yang tinggi dapat berasal dari endapan-endapan yang tebal sekali.

Contoh, Batulumpur (Mudstone) menjadi Batutulis (Slate). Batuan ini banyak

dijumpai di daerah patahan atau lipatan.

c Temperatur dan tekanan tinggi

Tekanan dan suhu tinggi terjadi bila ada pelipatan dan pergeseran saat

pembentukan pegunungan. Proses seperti ini disebut metamorfosis

pneumatolistik, contoh: Sekis.

Batuan metamorf dibagi menjadi 3, yaitu: batuan metamorf kontak, dinamo,

dan pneumatolistik. Batuan-batuan metamorf tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut.

a. Metamorf termal (kontak)

Batuan metamorf yang terbentuk karena pengaruh suhu yang sangat panas.

Suhu yang panas dikarenakan letaknya dekat dengan magma. Contoh dari

batuan metamorf kontak adalah marmer. Marmer termasuk batuan malihan dari

Batugamping. Berkaitan dengan hal tersebut, suhu yang panas akan

membakar bahkan mencairkan Batugamping. Pada tahap selanjutnya,

Batugamping mengalami pendinginan dan menjadi Marmer.

19
b. Metamorf dinamo (sintektonik)

Batuan yang terbentuk karena pengaruh tekanan yang sangat tinggi. Adanya

tekanan dari arah yang berlawanan menyebabkan perubahan butir-butir

mineral menjadi pipih dan ada yang mengkristal kembali.

Jenis metamorfosa ini banyak dijumpai pada daerah-daerah patahan dan

lipatan. Pada jenis batuan metamorf dinamo, batuan sedimen berubah menjadi

batuan hablur, misalnya: Gneis, Sabak, Antrasit, dan Serpih.

c. Metamorfik pneumatolitis kontak

Batuan metamorf pneumatolitis kontak terbentuk karena pengaruh gas-gas dari

magma. Pengaruh gas panas pada mineral batuan menyebabkan perubahan

komposisi kimiawi mineral tersebut. Contoh batuan metamorf pneumatolitis

kontak adalah kuarsa dengan gas borium berubah menjadi Turmalin.

Batuan metamorf memiliki struktur yang unik. Hal ini disebabkan, batuan

metamorf terbentuk dari batuan asal yang beraneka ragam. Selain itu, batuan

metamorf terbentuk oleh tenaga yang berbeda-beda seperti temperatur, tekanan, atau

gabungan keduanya. Penjelasan mengenai struktur batuan metamorf sebagai berikut

(Ardha Zahrany,2015):

1. Struktur foliasi

Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh mineral pipih/ mineral

prismatik. Struktur foliasi seringkali terjadi pada metamorfosa regional dan

metamorfosa kataklastik. Beberapa struktur foliasi yang umum ditemukan

antara lain, yaitu: Slaty Cleavage, Phylitic, Sekisose, Gneisose.

2. Struktur nonfoliasi

Struktur nonfoliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineral-mineral yang

equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran granular. Strktur ini

seringkali terjadi pada metamorfosa termal. Beberapa struktur nonfoliasi yang

20
umum ditemukan, yaitu: Granulase, Hornfelsik, Cataclastic, Mylonitic, dan

Phylonitic. Tekstur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang

berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi butir mineral individual penyusun

batuan metamorf.

Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur batuan

metamorf dapat dibedakan menjadi:

a. Tekstur Relic (Sisa)

Tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa tekstur batuan

asalnya. Penamaannya dengan memberi awalan blasto (kemudian

disambung dengan nama tekstur sisa), misalnya: tekstur Blastoporfiritik.

b. Tekstur Kristaloblastik

Tekstur kristoblastik adalah setiap tekstur yang terbentuk pada saat

metamorfosa. Penamaannya dengan memberi akhiran blastik. Penamaan ini

dipakai untuk memberikan nama tekstur yang terbentuk oleh rekristalisasi

proses metamorphosis. Misalnya, tekstur porfiroblastik, yaitu batuan

metamorf yang memperlihatkan tekstur mirip porfiritik pada batuan beku,

tapi tekstur ini betul-betul akibat rekristalisasi metamorfosis.

Berdasarkan ukuran butir, tekstur batuan metmorf dapat dibedakan

menjadi:Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata dan afanit, bila

ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.Berdasarkan bentuk individu

kristalbatuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

a Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu

sendiri.

b Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri

dan sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.

21
c Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain

disekitarnya.

Berdasarkan malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu; batuan

metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan batuan metamorfisme

tingkat tinggi (high-grade metamorphism). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak

kenampakan asal batuan masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan

meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan

asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang

sebagian bertekstur malihan dan sebagian bertekstur beku atau igneous. Berdasarkan

tingkat penyebabnya batuan metamorf dapat dibedakan menjadi tiga yaitu;

metamorfisme kontak, metamorfisme dinamo dan metamorfisme regional.

2.3 Geologi Daerah Penelitian

22

You might also like