Pengelolahan Tanah
Pengelolahan Tanah
Pengelolahan Tanah
Abstract
Transformation of annual to perennial crop production system in sub optimal dry
land. Agricultural land resources as media for annual-perennial crops production
system are the main backbone of the biological industry. Proportion and
management of annual-perennial crops to be part of integrated system can not be
separated in the system of food crop production supply. All crop products are
useful to consumers and market segments. In other word, all harvested produces
have economic values. In a high productive farm lands with small erosion and
less land degradation, the sustainability of such land is maintained. However, on
sub-optimum dry lands the degree of erosion tends to be higher and land
degradation accours rapidly, if it is not properly managed. Intensive crop rotation
of annual crops may result in nutrient depletion, soil erosion and unsustainability
of crop production. Planting perennial crop in a mixture with annual crop produces
better canopy coverage to the soil surface which leads to the reducing of soil
erosion, and hence, better soil conservation for sustainable production. The proper
portion of perennial to annual crops on such land should be considered, so as to
maintain the sufficient food crop production for the people in the area. Thus, farm
management on a fragile lands should considered both food sufficiency and
production sustainability.
Key words: transformation, production system, dryland.
Abstrak
Proporsi dan pengelolaan sistem produksi tanaman semusim dan tanaman
tahunan pada lahan kering suboptimal menjadi bagian integral yang tidak
terpisahkan dalam pasokan produksi tahunan. Alih fungsi lahan kering dari
pertanian pangan menjadi nonpertanian dan atau ke pertanian lain perlu dicermati
berkaitan dengan jaminan keamanan pangan nasional. Lahan kering di Lampung
umumnya tergolong suboptimal dan memiliki kendala kelestarian, khususnya
dari aspek bahan induk tanah yang miskin hara, erodibilitas tinggi, curah hujan
tinggi, berlereng, perkolasi dakhil (internal) cepat, dan daya dukung rendah. Lahan
kering suboptimal akan cepat merosot kemampuannya bilamana sistem
pengelolaan lahan tidak bijaksana. Pengelolaan lahan dan tanaman dengan
pola pergiliran tanaman secara intensif dan membiarkan permukaan tanah kurang
terlindungi, pengaturan aliran air permukaan tidak teratur, dan miskin tindakan
S
istem produksi tanaman semusim yang lazim di lahan kering Ultisol
Lampung meliputi tanaman pangan (padi gogo, ubikayu, jagung, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau) dan tanaman hortikultura (cabai, kacang
panjang, semangka, dan melon). Tanaman ubikayu dan jagung menempati
proporsi terluas, diikuti oleh padi gogo, kedelai, kacang tanah. Dalam beberapa
tahun terakhir, jagung dan ubikayu memiliki nilai ekonomi yang relatif baik
dan berpengaruh nyata terhadap ekonomi rumah tangga petani, sehingga
semangat petani untuk menanam kedua komoditas pangan ini cukup besar,
terutama petani yang memiliki lahan cukup luas. Kenyataan ini didukung
oleh pangsa pasar dan permintaan yang positif untuk komoditas jagung dan
ubikayu. Khusus untuk ubikayu, didukung oleh adanya pabrik pengolahan
tepung tapioka di Lampung sehingga pasarnya terjamin. Krisis energi
menambah nilai persaingan ekonomi ubikayu karena menjadi salah satu bahan
baku bioethanol.
Usahatani tanaman pangan kurang menggairahkan petani karena
beberapa alasan, (1) secara teknis memerlukan jumlah tenaga kerja yang
lebih banyak, (2) nilai ekonominya kurang bersaing dibandingkan dengan
komoditas perkebunan dan hortikultura, (3) usahatani lebih intensif
dibandingkan pada tanaman perkebunan, khususnya yang berumur panjang,
dan (4) usahatani pada lahan kering Ultisol memerlukan masukan (input)
tinggi sehingga menghasilkan margin yang kecil.
Pengalihan (transformation) sistem produksi tanaman semusim menjadi
tanaman tahunan (perkebunan dan hortikultura) dilakukan oleh cukup banyak
petani di Lampung akhir-akhir ini. Komoditas perkebunan seperti karet, kelapa
sawit, kakao, dan tanaman hortikultura seperti cabai, semangka, dan melon,
memberikan prospek ekonomi yang lebih menguntungkan dan memiliki daya
saing dibandingkan dengan tanaman pangan.
Pertanian Lestari
Pendapatan Pendapatan
Komoditas Hasil kotor bersih R/C B/C TIH*) TIP*)
(kg/ha) (Rp) (Rp) ratio ratio (Rp/kg) (kg/ha)
Kesimpulan
1. Transformasi sistem produksi tanaman semusim menjadi sistem produksi
tanaman keras pada lahan kering suboptimal berpotensi mengurangi
produksi dan ketersediaan pangan regional.
Pustaka
Anonim. 1996. Peri kehidupan. Paguyuban tani dan nelayan Hari Pangan se-
Dunia. Sekretariat Pelayanan Tani dan Nelayan. Hari Pangan Sedunia.
Yogyakarta. 10 p.
Anonim. 1997. Liberalisasi, RUUK, dan nasib buruh. p. 14-24. Kawah No. 4/
Th.VI/1997.
Astakadatu, E.M. 1995. Deklarasi ganjuran. Tani Lestari No.1. Th 3. Februari
1995. Sekretariat Pelayanan Tani-Nelayan Hari Pangan se-Dunia.
Bantul. Yogyakarta.
BPS. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
BPS. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Damsir. 2011. Strategi pendampingan teknologi perkebunan dalam rangka
mendukung peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani
di Lampung. Makalah Seminar Pendampingan Inovasi Pertanian. BPTP
Lampung, 21 Maret 2011. 9 p.
Huang, Shan-ney. 1994. Soil management for sustainable food production in
Taiwan. FFTC. Ext. Bull.390.13p.
Hong, Chong-Woon. 1994. Organic farming and sustainability of agriculture
in Korea. Food & Fertilizer Technology Center (FFTC). Extension Bulletin
388. 8p.
Krisnamurthi, B. 2006. Revitalisasi pertanian, sebuah konsekuensi sejarah
dan tuntutan masa depan. p. 3031. Dalam: Jusuf Sutanto dan Tim
(Eds.). Revitalisasi pertanian dan dialog peradaban. Kompas. Jakarta.
Satari, A.M. 2008. Lingkungan hidup landasan pertanian. p. 245-248. Dalam:
Tri Doyo Kusumastanto et al. (Eds.). Perspektif ilmu-ilmu pertanian
dalam pembangunan nasional. Dewan Guru Besar Institut Pertanian
Bogor.