Model Kebijakan Pengolahan Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Pengembangan Epistemologi Ilmu Hukum

Model Kebijakan Pengolahan Pertambangan Emas Tradisional


di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri

Oleh:
Surisman
Dosen Fakultas Hukum Islam Batik Surakarta, Advokat, dan
Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum (PDIH)
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]

Abstract
Living well is the right of every person, to realize that it takes an effort of which to
mine. Mining was done without regard to the environmental aspects will lead to a
contamination. Pollution caused by the disposal of waste products will affect the
ecosystem around it, including the contamination of water resources is a primary human
need. To prevent the pollution of the mining activities should be regulated by the
legislation of laws, government regulations, and local regulations (Perda), as well as the
head of the local district decision. This research findings in the field showed the absence
of a decision Wonogiri district governing mining, so The mining operations only use
legislation of laws, government regulations, and local regulations. As for other forms of
deviance that exists is the miner in Jendi Village District Selogiri, Wonogiri no one has
had a mining permit, acquiescence by government mining rules relation with circuitry. In
addition to the above regulations also need to be made model manage by taking into
account the social aspects of indigenous locals or traditional gold miners, so it does not
threaten the survival of miners and water pollution can be minimized.
Key Words: Water Polutan, Regulation, Model Manage Mining

Pendahuluan
Konstitusi bangsa Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
instrument perubahan sosial, salah satu yang mengatur tentang perubahan sosial adalah
Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Berbijak dari Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 tersebut untuk mewujudkan
kehidupan yang sejahtera maka setiap orang melakukan suatu aktifitas atau pekerjaan,
misalnya ada yang jadi Pegawai Negeri Sipil, karyawan perusahaan wirausaha, wira
swasta, petani, penambang dan lain-lain pekerjaan yang bisa menaikkan taraf hidup atau
kesejahteraan. Salah satu yang bisa menaikkan kesejahteraan adalah penambang.

ISBN 978-602-72446-0-3 267


Prosiding Seminar Nasional

Kegiatan penambangan bisa berupa eksplorasi, eksploitasi, pengolahan atau


pemurnian, pengangkutan mineral bahan tambang. Menurut S.E. Rahim, penggolongan
bahan-bahan galian adalah sebagai berikut : Golongan A; merupakan bahan galian
strategis, yaitu strategis untuk perekonomian negara serta pertahanan dan keamanan
negara. Golongan B merupakan bahan galian vital yaitu dapat menjamin hajat hidup orang
banyak, contohnya : besi, tembaga, emas, perak dan lain-lain. Adapun golongan C bukan
merupakan bahan galian strategis ataupun vital, karena sifatnya tidak langsung
memerlukan pasaran yang bersifat internasional, contohnya : marmer, batu kapur, tanah
liat, pasir yang sepanjang tidak mengandung unsur mineral.1
Kondisi Kabupaten Wonogiri yang geografinya banyak bukit-bukit ternyata
menyimpan berbagai macam bahan galian atau bahan tambang diantaranya : emas,
tembaga, seng, timbal dan mangan. Dari lima logam itu potensi emas di Wonogiri di
prediksi paling tinggi yakni mencapai 1,5 juta ton yang tersebar di empat kecamatan yakni
: Selogiri, Jatiroto, Karangtengah, dan Tirtomoyo.2
Perusahaan pertambangan yang sudah masuk di Kabupaten Wonogiri ada dua yaitu
PT. Aneka Tambang yang menggarap 5.711 hektar areal di Jatiroto, Jatisrono dan
Tirtomoyo. Sedangkan PT. Alexis Perdana Mineral dengan areal 3.928 hektar di Selogiri,
Wonogiri dan Wuryantoro. Selain kedua perusahaan tersebut, tidak kalah ramai adalah
penambang tradisional atau para penambang rakyat yang keberadaannya sudah puluhan
tahun dan jumlahnya ratusan orang atau penambang.
Para penambang rakyat tersebar di Kecamatan Selogiri bisa menghasilkan 10 kg
emas pertahun dan di Jatiroto 15 kg emas pertahun dan di Hargosari Kecamatan
Tirtomoyo.3 Dalam melakukan proses penambangan, para penambang rakyat sebagian
besar tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 67
UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
berbunyi : Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mengendalikan pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup.

1
S.E. Rahim. 2003. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup, Edisi
Pertama. Jakarta : Bumi Aksara, hal. 7
2
Solo Pos, 11 September 2012
3
Solo Pos co.id

268 ISBN 978-602-72446-0-3


Pengembangan Epistemologi Ilmu Hukum

Disadari atau tidak para penambang dalam melakukan pengelolaan memisahkan


antara tanah atau batu yang mengandung emas dengan yang tidak limbahnya di buang
langsung tanpa melalui proses terlebih dahulu, ada yang dibuang ke sungai. Pekarangan,
parit. Apabila terjadi pencemaran mula-mula yang terkena adalah pelaku sendiri,
kemudian orang yang ada di sekitar dan bahkan bisa radius yang jauh karena terbawa air
sungai, sehingga hal ini bertentangan atau melanggar hak orang lain, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 65 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi : Setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Pasal 69 ayat (1) berupa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan / atau perusakan lingkungan hidup.
Originalitas bahwa sebelumnya ada penelitian yang dilakukan oleh Heriamariaty
Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangkaraya yang berjudul Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran Air Akibat Penambang Emas di Sungai Kahayan. Dian
Endent Nur Fitriyana dengan judul Skripsi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Penambang Emas Tradisional (Studi Kasus tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan
Masyarakat Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten
Wonigiri.
Dalam skripsi ini menitikberatkan relasi social yang terjadi antara masyarakat
penambang emas tradisional dengan masyarakat disekitar lokasi pertambangan (sesama
penambang, pemilik tanah, pengepul, serta pemerintah desa). Di Desa Jendi Kecamatan
Selogiri Kabupaten Wonogiri serta bagaimana strategi bertahan yang dilakukan
masyarakat penambang emas tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten
Wonogiri dalam melangsungkan usaha pertambangan emas tradisional.
Dalam penelitian ini menitikberatkan pada faktor-faktor penyebab penambangan
emas dan penyebab terjadinya pencemaran air di Daerah Aliran Sungai Kahayan. Di
samping itu upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air. Hal ini berbeda
dengan penelitian penulis yang menitikberatkan tentang regulasi atau aturan dari pusat
sampai daerah tentang pertambangan dan kemudian berusaha menemukan model untuk
melakukan pencegahan pencemaran lingkungan.

ISBN 978-602-72446-0-3 269


Prosiding Seminar Nasional

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai


berikut :
1. Bagaimana pengolahan pertambangan emas tradisional di Kabupaten Wonogiri?
2. Bagaimana bentuk-bentuk penyimpangan dari pelaksanaan regulasi penambang di
Kabupaten Wonogiri ?
3. Bagaiman model pengolahan pertambangan emas tradisional di Kabupaten Wonogiri
ke depan ?

Pembahasan
Salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah pencemaran kebanyakan orang
sulit membedakan dan mencampuradukkan kedua istilah tersebut, padahal antara
pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan mempunyai makna yang berbeda,
yaitu: pencemaran lingkungan menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 ayat 14 adalah “masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan / atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan”.
Nebel dan Wright sebagaimana dikutip oleh Darwati Susilastuti dalam bukunya
System Dynamies Pengelolaan Sumberdaya Air Bersih halaman 19 mengatakan bahwa
pencemaran adalah keberadaan sebuah substansi di lingkungan yang menyebabkan
perubahan komposisi kimia atau menghambat sejumlah fungsi dari proses-proses alami
dan menghasilkan lingkungan yang tidak diinginkan serta dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan.
Sedangkan Stephanus Munadjat Danusaputro sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Erwin dalam bukunya Hukum Lingkungan dalam sistem kebijaksanaan
pembangunan lingkungan hidup halaman 37 merumuskan pencemaran lingkungan adalah
sebagai berikut :
“Pencemaran adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan atau energi
diintroduksikan kedalam suatu lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses
alam sendiri dalam konsentrasi sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya
perubahan dalam keadaan termaksud yang mengakibatkan lingkungan itu tidak
berfungsi seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan
hayati.”

270 ISBN 978-602-72446-0-3


Pengembangan Epistemologi Ilmu Hukum

Penambangan emas di Jendi bermula ketika ada orang dari Klaten yang mencari
emas di aliran anak sungai sekitar tahun 1992 dengan cara mengayak pasir maupun batuan
kecil yang ada di anak sungai tersebut dan ternyata dari cara tersebut ditemukan biji emas.
Berawal dari hal tersebut di atas maka sekitar tahun 1993 warga sekitar mulai dari Dusun
Nglenggong beramai-ramai mencari emas, awalnya memang di anak-anak sungai namun
kemudian berkembang ke perbukitan milik warga.
Penambangan di tanah milik warga ada yang sistem sewa ada juga yang bagi hasil,
sistem sewa penambang biasanya sekali melubang membayar Rp. 200.000,00 per minggu
apabila satu lubang ada empat orang maka satu orang dibebani untuk membayar uang
sewa sebesar Rp. 50.000,00. Kalau sistem bagi hasil apabila penambang berjumlah empat
orang maka para penambang ini tiap hari mengambil batuan maupun tanah dari lubang
sebanyak 5 ember, empat ember untuk para penambang sedangkan yang satu ember untuk
yang memiliki lahan. Umumnya para penambang tradisional di Desa Jendi menggunakan
alat-alat yang sederhana, untuk membuat lubang para penambang menggunakan : betel
(pahat), palu, lampu senter, ember, tali dan kerekan
Lokasi pertambangan letaknya di sebelah selatan Desa Jendi tepatnya di wilayah
perbukitan diprediksi banyak mengandung mineral logam diantaranya emas. Menurut
pendapat ahli geologi daerah yang ditambang secara tradisional oleh masyarakat
merupakan urat emas baik dalam jalur vertical maupun horizontal. Kandungan emas yang
cukup besar diperkirakan dalam kedalaman 500 – 800 m di bawah permukaan tanah
wilayah pertambangan emas di desa Jendi luasnya  124.0410 Ha yang meliputi wilayah
tegalan dan perbukitan atau hutan rakyat yang membentang dari Dusun Nglenggong
sampai Dusun Ngelo. Penambang emas tradisional di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri,
Kabupaten Wonogiri jumlahnya 180 orang. Masing-masing penambangan mempunyai
cara sendiri-sendiri untuk menentukan atau mendeteksi keberadaan tanah yang
mengandung emas walaupun dengan cara yang sederhana serta bermodal pada filing dan
keyakinan batin yang kuat.
Salah satu cara tradisional untuk mengetahui tanah yang mengandung emas adalah
dengan piring kaca, kalau tanah yang digali mengandung emas maka berwarna kuning.
Disinilah titik awal penambang akan menelusuri kedalam. Menurut salah seorang
penambang bahwa tanah yang mengandung emas itu seperti akar sehingga ketika

ISBN 978-602-72446-0-3 271


Prosiding Seminar Nasional

ditemukan di awal galian ada emas, akar ini akan dicari dengan cara menggali ada yang
sampai kedalaman puluhan meter bahkan ada yang sampai ratusan meter, tapi ada kalanya
juga baru empat sampai lima meter sudah tidak ditemukan akarnya maka galian atau
bahasa penambangnya lubang dihentikan dan mencari lubang baru yang kemungkinan
kandungan emasnya lebih banyak. Profesi sebagai penambang emas tradisional
sebenarnya mempunyai resiko yang sangat berbahaya, apalagi kalau tidak dilengkapi
dengan standar keselamatan kerja. Memang para penambang emas umumnya bermodalkan
keberanian tanpa didukung alat untuk meminimalisir resiko.
Setelah melubang beberapa meter maka tanah maupun pasir dan bebatuan yang ada
diangkat keatas untuk diproses. Mula-mula tanah maupun pasir dan batu dipukul-pukul
supaya agak hancur dan memudahkan untuk memasukkan ke glondong. Setelah
dimasukkan ke glondong ditunggu sampai jadi lumpur, kemudian dikasih semen untuk
menetralisir agar emas tidak tercampur dengan tembaga dan perak. Setelah halus juga
dimasukkan air raksa (merkuri). Peraturan Pertambangan di Kabupaten Wonogiri
mengacu pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dan Peraturan Daerah
Kabupaten Wonogiri Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral
di Kabupaten Wonogiri.
Peraturan Pertambangan di Kabupaten Wonogiri adalah suatu perangkat untuk
menertibkan pertambangan yang harus menjadi pedoman baik oleh pemerintah maupun
oleh pelaku usaha pertambangan. Apabila aturan-aturan tersebut diatas tidak dijalankan
maka disini telah terjadi penyimpangan-penyimpangan peraturan. Pertambangan emas
tradisional di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri dari tahun 1992
sampai dengan tahun 2013 jumlahnya raturan penambang. Walaupun demikiam
Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri juga seolah-olah tutup mata. Padahal harusnya
Pemerintah Daerah melalui dinas yang terkait memberikan sosialisasi tentang
pertambangan dan hal-hal apa yang harus dipenihi oleh para penambang.
Ada beberapa bentuk penyimpangan peraturan pertambangan di Kabupaten
Wonogiri yaitu :

272 ISBN 978-602-72446-0-3


Pengembangan Epistemologi Ilmu Hukum

1. Para penambang emas tradisional di Desa Jendi belum ada yang memiliki Izin
Pertambangan Rakyat (IPR).
2. Tidak adanya pengawasan oleh Pemerintah sehingga penambang tidak bisa
dikoordinasi
Pertambangan emas tradisional yang melibatkan banyak orang memang
menjadikan persoalan tersendiri, disatu sisi bisa mengurangi pengangguran dan bisa
meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya penambang, disisi lain karena tidak ada
pengawasan menimbulkan pencemaran. Untuk mengatasi hal tersebut ke depan perlu
dilakukan model kebijakan pengolahan pertambangan emas tradisional yang bisa diterima
dan meringankan semua pihak. Menurut hemat penulis model yang bisa dipakai adalah
dengan membentuk Kelompok masyarakat (Kelompok penambang).

Simpulan
Dari uraian di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pertambangan emas tradisional merupakan pertambangan rakyat yang dilakukan
dengan cara dan menggunakan alat-alat betel (pahat), palu, lampu senter, tali, kerekan
untuk mengolahnya menggunakan glondong. Penambangan emas merupakan saah satu
mata pencaharian pokok oleh sebagian warga oleh karena itu keberadaannya perlu
ditata dan dibina. Karena para penambang menggunakan alat yang sederhana
seharusnya pemerintah memberikan suatu pembinaan mengenai cara penambangan
yang benar. Metode yang digunakan serta alat-alat yang bisa memberikan keselamatan
sehingga bisa meminimalisir resiko.
2. Bentuk-bentuk penyimpangan pertambangan di Kabupaten Wonogiri yaitu:
a. Para penambang emas tradisional di Desa Jendi belum ada yang memiliki izin baik
itu Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
b. Tidak adanya pengawasan oleh Pemerintah sehingga penambang tidak bisa
dikoordinasi.
c. Tidak dikelolanya pertambangan emas oleh Pemerintah Daerah padahal emas
masuk kategori mineral logam hal mana harus dikelola oleh negara atau
pemerintah karrna merupakan salah satu kekayaan alam yang bisa memberikan
hajat hidup orang banyak.

ISBN 978-602-72446-0-3 273


Prosiding Seminar Nasional

3. Untuk menata pertambangan emas tradisional yang sudah ada maka perlu dibuat
model kebijakan kedepan yaitu dengan cara membentuk kelompok penambang.
Kelompok-kelompok ini nantinya bisa mengajukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
sehingga keberadaannya menjadi legal, disamping itu juga nantinya baik pengolahan
maupun produksinya bisa disentralkan untuk mengurangi limbah yang dihasilkan.
Pemerintah memberikan solusi mengenai bahan untuk memisahkan emas dengan
tambang lain, yang dulunya menggunakan merkuri dengan zat lain yang ramah
terhadap lingkungan.[]

Daftar Pustaka
Absori, 2009, Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Surakarta,
Muhammadiyah University Press.
Bethan, Syamsukarya, 2008, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan
Hidup Dalam AKtivitas Industri Nasional, Bandung. PT. Alumni Bandung.
Danusaputra, St. Munadjat, 1985, Hukum Lingkungan Buku I dan II; Umum, Bandung,
Binacipta.
Dimyati, Khudzaifah, 2010, Teorisasi Hukum, Yogyakarta, Genta Publishing.
Dirdjosiswono, Soedjono, 1983, Pengamanan Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan
Akibat Industri, Bandung, Alumni.
Erwin, Muhammad, 2011, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan
Pembangunan Lingkungan Hidup, Bandung, . Refika Aditama,
Gatot Soemartono, RM. Gatot, 1991, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta,
Sinar Grafika.
Machmud, Syahrul, 2011, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung, Graha
Ilmu.
Rahim, S.E, 2003, Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan
Hidup, Edisi Pertama, Bumi Aksara, Jakarta.
Rahmadi, Takdir, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada.
Rangkuti, Siti Sundari, 1996, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Surabaya, Airlangga University Press.

274 ISBN 978-602-72446-0-3


Pengembangan Epistemologi Ilmu Hukum

Rangkuti, Siti Sundari, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksaan Lingkungan Nasional,
Surabaya, Airlangga University Press. Cetakan ketiga.
Sagoff, Mark, 1987, Where Iches Went Rights or Reason and Rationality in
Environmental Law dalam Ecology Law Quartely.
Silalahi, M. Daud, 2001, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia. Bandung, PT. Alumni.
Solo Pos, 11 September 2012..
St. Munadjat Danusaputro, 1981, Hukum Lingkungan. Buku 1: Umum, Bandung,
Binacipta.
Subagyo, Joko, 2002, Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, Jakarta.
Rineka Cipta.
Susilastuti, Darwati, 2011, System Dynamics Pengelolaan Sumber Daya Air Bersih.
Jakarta, Cintya Press.
Tanya, Bernard L. dkk, 2010, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi. Yogyakarta, Genta Publishing.
Taufik Makarao, Mohammad, 2011, Aspek-aspek Hukum Lingkungan, Jakarta, PT.
Indeks.

ISBN 978-602-72446-0-3 275

You might also like