Perspektif Amin Abdullah Tentang Integrasi Interkoneksi Dalam Kajian Islam
Perspektif Amin Abdullah Tentang Integrasi Interkoneksi Dalam Kajian Islam
Perspektif Amin Abdullah Tentang Integrasi Interkoneksi Dalam Kajian Islam
3 Seyyed Hossein Nasr, Intelektual Islam: Teologi, Filsafat dan Gnosis, terj. Suharsono dan
Djamaluddin MZ (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 33-34.
4 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Jakarta: UI-
juga Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 2000), 228.
6 Faiz (ed.), Islamic Studies, x-xii.
dalam Perspektif Filsafat Ilmu dalam A. Syafii Maarif, dkk., Tajdid Muhammadiyah
untuk Pencerahan Peradaban, (ed.) Mifedwil Jandra dan M. Safar Nasir (Yogyakarta: MT-
PPI & UAD Press, 2005), 45.
normatif dan Islam historis (Fazlur Rahman), al-dn dan al-afkr al-dnyah (Nas}r
H{md Ab Zayd) believer (mukmin) dan ilmuan agama (historians) (Muh}ammad
Arkn), umm al-Kitb dan al-Kitb (Muh}ammad Shah}rr) epistemologi bayn, irfn,
dan burhn (Muh}ammad bid al-Jbir). Lihat Abdullah, Membangun Kembali
Filsafat Ilmu, 33-34.
19 Djamari, Agama dalam Perspektif Sosiologi (Bandung: Alfabeta, 1993), 79.
27 Pembatasan istilah ulm al-dn, al-fikr al-Islm, dan dirsat Islmyah ini hanya akan
mempermudah dalam pembahasan. Dalam pembagian ini Amin Abdullah merujuk
pada perspektif sejarah perkembangan studi agama-agama yang telah melewati empat
fase, yaitu lokal, kanonikal, kritikal, dan global. Pertama, adalah tahapan Local. Semua
agama pada era prasejarah (prehistorical period) dapat dikategorikan sebagai lokal. Semua
praktik tradisi, kultur, adat istiadat, norma, bahkan agama adalah fenomena lokal.
Fase kedua adalah fase Canonical atau Propositional. Era agama-agama besar dunia (world
religions) masuk dalam kategori tradisi Canonical ini. Kehadiran agama-agama Ibrhm
(Abrahamic religions), dan juga agama-agama di Timur, yang pada umumnya
menggunakan panduan Kitab Suci (the Sacred Text) merupakan babak baru tahapan
sejarah perkembangan agama-agama dunia. Dalam Islam, fase ini corak
keberagamaan yang skripturalis-tekstualis. Fase ketiga adalah fase Critical. Pada abad
ke-16 dan 17, kesadaran beragama di Eropa mengalami perubahan yang radikal, yang
terwadahi dalam gerakan Enlightenment. Tradisi baru ini berkembang terus, yang
kemudian membudaya dalam dunia akademis, penelitian (research), scholarly work dan
wilayah intelektual pada umumnya. Dalam fase ini muncul keilmuan baru dalam Islam
sebagaimana dalam lingkar ketiga jaring laba-laba. Fase keempat adalah fase Global,
sebagaimana yang terjadi saat ini dan memunculkan keilmuan baru berikut juga
metodenya yang lebih kritis dan tidak hanya terpaku pada rasio. Disini bisa terlihat
pada lingkar keempat jaring laba-laba. Lebih lanjut lihat M. Amin Abdullah,
Mempertautkan Ulm al-Dn, al-Fikr al-Islm, dan Dirsat Islmyah: Sumbangan
Keilmuan Islam untuk Peradaban Global, disampaikan dalam Workshop
Pembelajaran Inovatif Berbasis Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta, 19 Desember
2008.
28 Epistemologi bayn yang bersumber pada teks (wahyu), epistemologi burhn yang
bersumber pada akal dan rasio dan epistemologi irfn yang bersumber pada
pengalaman (experience). Lebih lanjut tentang ketiga epistemologi ini lihat Muh}ammad
bid al-Jbir, Takwn al-Aql al-Arb (Beirut: al-Markaz al-Thaqf al-Arb, 1990),
Bunyah al-Aql al-Arb: Dirst Tah}llyah Naqdyah li Nuz}um al-Marifah f al-Thaqfah al-
Arabyah (Beirut: Markaz Dirsat al-Wah}dah al-Arbyah, 1990).
29 M. Amin Abdullah, dkk, Tafsir Baru Studi Islam dalam Era Multikultural (Yogyakarta:
Panitia Dies IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ke 50 dan Kurnia Alam Semesta,
2002), 13-14.
30 Abdullah, dkk, Tafsir Baru, 28-33.
Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika (Yogyakarta: Tiara
31
33 Beda dengan yang dimaksud Mohammad Muslih bentuk Islamic Studies yang
berkembang di Barat sekarang sebenarnya adalah kelanjutan dari kajian orientalisme.
Sebab, secara historis antara Islamic Studies dengan keilmuan orientalisme memiliki
keterkaitan. Termasuk juga dengan masuknya Islamic Studies dalam wilayah Religious
Studies juga tidak luput dari anggapan bahwa Islamic Studies sebagai kepanjangan
tangan dari tradisi keilmuan Barat dan terlibat dalam misi dan muatan tertentu untuk
menyudutkan Islam. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Islamic Studies adalah
orientalisme in the new fashion. Atau sebaliknya, orientalisme adalah Islamic Studies in the
old fashion. Mohammad Muslih, Religious Studies Problem Hubungan Islam dan Barat: Kajian
Atas Pemikiran Karel A. Steenbrink (Yogyakarta: Belukar Budaya, 2003), 74-75.
Ethics, 22 (Spring, 1994), 181; Seperti dikutip oleh Akh. Minhaji, Masa Depan Studi
Hukum Islam: Problem Metodologi, Makalah disajikan dalam Kuliah Perdana
Jurusan Syariah STAIN Malang, 4 September 2000, 1.
Catatan Akhir
Adanya dikotomi keilmuan yang memisahkan antara ilmu-ilmu
umum dan ilmu-ilmu agama merupakan kenyataan yang
memprihatikan dan menjadi academic crisis bagi Amin Abdullah. Dalam
kajian keagamaan (kajian keislaman) terdapat tumpang tindih antara
yang sakralitas-normativitas (agama) dengan yang profanitas-historisitas
(kepentingan lembaga-lembaga kekuasaan), sehingga seringkali terjadi
ketegangan-ketegangan di antara satu dengan yang lain.
Studi dan pendekatan agama yang bersifat empiris-historis-kritis
dan paradigma interkoneksitas akan dapat menyumbangkan jasanya
untuk mengurangi kadar dan intensitas ketegangan (tension) tersebut,
tanpa harus berpretensi dapat menghilangkannya sama sekali. Lewat
kajian dan pendekatan agama yang bersifat kritis-historis, yakni lewat
analisis yang tajam terhadap aspek historis yang diramu dengan
paradigma interkoneksitas akan mampu menjernihkan duduk
keberagaman manusia.
Paradigma Interkoneksi-Integrasi ala Amin Abdullah adalah
salah satu opsi pemikiran agar ragam kajian keisalaman dapat
berkembang lebih komprehensif. Paradigma ini memandang bahwa
antara ilmu-ilmu qawlyah/h}ad}rah al-nas}s} dengan ilmu-ilmu
kawnyah/h}ad}rah al-ilm, maupun dengan h}ad}rah al-falsafah berintegrasi
dan berinterkoneksi satu sama lain.
Daftar Pustaka
Abdullah, M. Amin dkk. Tafsir Baru Studi Islam dalam Era Multikultural.
Yogyakarta: Panitia Dies IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ke 50
dan Kurnia Alam Semesta, 2002.
-----. Desain Pengembangan Akademik IAIN Menuju UIN Sunan
Kalijaga: Dari Pendekatan Dikotomis-Atomistis Kearah
Integratif-Interkonektif dalam Fahrudin Faiz, (ed.). Islamic
Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi. Yogyakarta: SUKA
Press, 2007.