Biogas Tepung Tapioka
Biogas Tepung Tapioka
Biogas Tepung Tapioka
SKALA LABORATORIUM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN TESIS DAN MENGENAI SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pemanfaatan Limbah
Cair Tapioka untuk Penghasil Biogas Skala Laboratorium adalah murni karya
saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasa; dan atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari penulis lainnya yang menjadi acuan
telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan di dalam daftar pustaka pada
bagian akhir tesis ini.
Penulis
ABSTRACT
1. Dilarang mengutip sebagian dan atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan atau seluruh
bagian dari tesis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA UNTUK PENGHASIL BIOGAS
SKALA LABORATORIUM
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Diketahui,
Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul Pemanfaatan Limbah Cair
Tapioka untuk Penghasil Biogas Skala Laboratorium dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun sebuah karya ilmiah berbentuk
tesis sebagai syarat dalam dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 dan
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Stusdi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Hariyadi, MS dan
Dr. Siswanto, DEA, APU, selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
arahan, bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan selama penelitian dan
penyusunan penulisan karya ilmiah ini. Terimaksih juga penulis sampaikan kepada
Dr. Erliza Noor, sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan banyak saran
dan masukan sehingga penulisan karya ilmiah ini bisa menjadi lebih baik dari
sebelumnya, serta terimakasih kepada keluarga besar penulis dan rekan-rekan di
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah banyak
memberikan bantuan berupa saran dan dukungannya selama ini.
Penulis sadar bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala keritik, saran, dan tanggapan yang sangat
berguna bagi perbaikan dikemudian hari.
Akhirulkalam, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
mengacu pada produksi limbah pabrik per hari maka di dapatakan nilai B/C rasio
sebesar 1,88, dengan NPV sebesar Rp. 130.756.764 dan IRR sebesar 60,90%. Dari
perhitungan analisis finansial ini, maka pengolahan limbah cair tapioka dengan
menggunakan teknologi anaerob secara ekologi dan ekonomi layak untuk
dikembangkan.
RIWAYAT HIDUP
Halaman
ABSTRACT i
RINGKASAN ii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
LAMPIRAN x
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Kerangka Pemikiran 3
1.3. Perumusan Masalah 6
1.4. Tujuan Penelitian 7
1.5. Manfaat Penelitian 7
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair Industri Tapioka 8
2.2. Proses Pembentukan Biogas 10
2.3. Produksi Biogas Dibeberapa Penelitian 13
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 16
3.2. Bahan dan Alat 16
3.3. Rancangan Penelitian 16
3.3.1. Metode Pengumpulan Data 18
3.3.2. Analisa Data Awal 18
3.3.3. Variabel Penelitian 24
3.3.4. Analisa Data 25
3.3.5. Kelayakan Finansial Produksi Biogas 25
DAFTAR PUSTAKA 50
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Karakteristik limbah cair industri tapioka 9
2. Baku mutu limbah cair industri tapioka 10
3. Hubungan produksi gas metan dengan tingkat pemasukan
bahan organik 14
4. Jumlah perbandingan bahan setiap perlakuan 23
5. Karakterisasi limbah cair tapioka yang digunakan dalam penelitian 27
6. Karakteristik fisik bioreaktor 29
7. Karakterisasi bahan baku setelah dicampur kotoran sapi perah 30
8. Produksi biogas total dari limbah cair tapioka skala laboratorium 37
9. Kondisi dan laju penurunan COD dari awal fermentasi
hingga akhir fermentasi 39
10. Laju penurunan TS selama masa fermentasi 41
11. Laju penurunan VS selama masa fermentasi 42
12. Konsentrasi VFA selama masa fermentasi 43
13. Laju penurunan sianida selama masa fermentasi 44
14. Baku mutu limbah cair tapioka berdasarkan KEPMENLH 44
15. Biaya investasi, biaya tetap dan biaya operasional pembuatan
instalasi kolam anaerob 46
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran 5
2. Proses produksi tapioka 8
3. Proses fermentasi secara anaerobik 13
4. Bagan alir penelitian proses anaerob menghasilkan biogas 17
5. Proses pembuatan campuran limbah cair tapioka dengan
kotoran sapi 18
6. Disain rangkaian unit bioreaktor sistem batch 24
7. Rangkaian unit bioreaktor pada penelitian 29
8. Karakteristik warna imbah cair tapioka per masing-masing perlakuan 31
9. Produksi biogas dengan kandungan TS segar 5,82% 32
10. Produksi biogas dengan kandungan TS segar 4,39% 33
11. Produksi biogas dengan kandungan TS segar 1,21% 33
12. Produksi biogas dengan kandungan TS segar 0,86% 34
13. Produksi biogas dengan kandungan TS segar 0,54% 35
14. Produksi biogas dari hari ke 1 hinga ke 30 fermentasi 35
15. Akumulasi produksi biogas dari hari ke 1 hingga ke 30 36
67
I. PENDAHULUAN
DAFTAR LAMPIRAN
produktivitas mencapai 18,78 ton. Daerah sentra produksi ubi kayu di Indonesia
terdapat di Kabupaten Lampung Timur tepatnya kecamatan Sukadana, Labuhan
Ratu dan Batanghari Nuban. Selanjutnya ubi kayu ini merupakan bakan baku
untuk menghasilkan tepung tapioka.
Proses kegiatan industri tapioka menghasilkan limbah cair dalam jumlah
yang sangat banyak, limbah cair tersebut berasal dari proses pencucian.
Mulyanto dan Titiresmi (2008) menyatakan bahwa dalam proses produksi tapioka
3
diperlukan air sebanyak 7 m per 1 ton ubi kayu. Disisi lain Phuong (2006)
menyatakan bahwa proses produksi tapioka menggunakan air sebanyak 10 30
m3, karena lebih banyak air yang digunakan dalam proses pencucian akan
meningkatkan kualitas tepung yang dihasilkan. Selain itu, limbah cair yang
dihasilkan dari proses ekstraksi untuk menghasilkan pati tapioka dimana proses
3
pembuatan 1 ton tapioka akan menghasilkan 12 m limbah cair yang kaya akan
kandungan bahan organik. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa pati tapioka
yang baru dihasilkan masih mengandung kadar air sebesar 35 40%, dan harus
diturunkan melalui proses pengeringan hingga 11 13%. Selama ini pengolahan
limbah cair industri tapioka hanya menggunakan IPAL sebelum terlebih dahulu
dibuang ke perairan. Mengacu pada jumlah limbah cair yang dihasilkan dalam
proses pembuatan tapioka skala industri kecil menengah, dan dampak
pencemaran yang ditimbulkan serta potensi energi yang terdapat pada limbah
cair tersebut, maka hal tersebut mendorong dilaksanakannya penelitian untuk
mengetahui potensi limbah cair tapioka sebagai penghasil energi biogas melalui
proses anaerobik.
Energi pedesaan
Limbah cair
tapioka
pH
COD, TS,VS,
Bisa dijadikan Effluent VFA, Cianida
pupuk cair berupa air
dan lumpur
Pengukuran
kandungan
metan
Karakterisasi
limbah cair
akhir
Penggilingan
Pemutih
Tangki pengaduk
Tapioka Bubur Pakan
basah ternak
Proses
pengendapan (III) Limbah cair
Instalasi pengolah
2. Asidogenesis
Setelah proses hidrolisis selesai, dilanjutkan dengan fase
asidogenesis. Pada proses ini, bakteri asidogenik memproses hasil
hidrolisis menjadi rangkaian bahan organik sederhana yang
memiliki rantai pendek (volatile acids) seperti propionic, formic,
lactic, butyric dan asam suksinat, (kethone) seperti etanol, metanol,
gliserol dan aseton, dan (alcohol). Pada fase ini keberhasilan
bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, temperatur dan
pH. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:
3. Asetogenesis
Fase asetagenesis BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD
(Chemical Oxygen Demand) akan dibentuk pada fase ini. Pada
tahap ini, karbohidrat akan difermentasikan, dengan produk utama
yang dihasilkan adalah asetat dan hasil proses metabolis lainnya.
Hasil yang didapatkan berupa kombinasi dari asetat, CO dan
2 H O.2
Asam lemak berantai panjang akan dihidrolisis dari lipids, kemudian
dioksidasi menjadi asetat atau propionat dan hidrogen kedalam
bentuk gas. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:
4. Metanogenesis
Bakteri anaerobik metanogenesis meliputi tiga (3) bagian, yaitu
pertama; metanogenesis atau fermentasi metan, prosesnya sama
seperti bakteri yang terdapat di dalam rumen herbivora. Bakteri ini
akan merubah bahan material mudah larut menjadi metan. Kedua;
proses perubahan aseta, atau fermentasi alkohol, termasuk metil
alkohol, seperti pada gambar reaksi di bawah ini:
sebanding dengan 2 mol (64 gram) COD atau 1/64 mol CH 4 sebanding
dengan 1 gram COD. Volume gas metan yang dihasilkan dari setiap 1 lb
COD atau BOD dapat ditentukan dengan mengingat bahwa pada suhu dan
o
tekanan standar (0 C, 1 atm), 1 mol gas sebanding dengan 22,4 liter.
Maka 1/64 mol CH menghasilkan
4 22,4/64 = 0,35 liter atau 0,35 liter CH 4
akan terbentuk dari tiap gram COD. Junus (1987) diacu dalam Priyono
(2002) menambahkan komposisi biogas terdiri dari 54 70% gas metan,
13
Polisakarida
Bahan organik Lignin
kompleks Lemak
Protein
Fase Hidrolisis
Bakteri Hidrolisis dan Celulisis
Asetat
H2+ CO 2 Propionat
Butirat
Suksinat
Alkohol
Homo-asetogen Asetogenesis Oksidasi
fermentasi
anaerobik
Asetat Asetat
H2+ CO 2
Asetotropik
Metanogen Metanogenesis Hidrogenotropik Asetotropik
Metanogens Metanogen
Metanogenesis
CH4+ CO 2
Ubi kayu
Diendapkan
Analisis kelayakan
finansial produksi biogas
Bahan baku
Pencampuran
Gambar.5 Proses pembuatan campuran limbah cair tapioka dan kotoran sapi
1. Total Solid(TS)
Alat-alat yang digunakan:
Cawan porselen, silica gel , steam-bath, desikator, oven bersuhu 103
105oC, timbangan analitik, stirrer magnetik dan pipet.
Prosedur kerja:
Siapkan cawan p orselen yang bersih, kemudian keringkan di dalam oven
bersuhu 103 105 C o, lalu masukkan ke dalam desikator, setelah
beberapa saat ditimbang. Indikasikan sebagai (B).
Ambil sampel sebanyak 200 mg, masukkan ke d alam cawan porselen,
lalu panas dan keringkan di dalam oven bersuhu 103 105 Coselama 1
jam. Ambil dan masukkan ke dalam desikator, simpan hingga suhu dan
beratnya seimbang.
Indikasikan sebagai (A).
Perhitungan:
A B 1000
Total solid (mg/l) =
Vol.sampel ml
dimana: A = berat sampel setelah ditimbang + berat cawan (mg)
B = berat cawan tanpa sampel (mg)
2. Volatile Solid(VS)
Alat-alat yang digunakan:
Cawan porselen, silica ge l, steam-bath, desikator, oven 103 105 C, o
timbangan analitik, stirrer magnetik dan pipet.
Prosedur kerja:
Siapkan cawan porselen yang bersih, keringkan di dalam oven pada suhu
103 105 oC, kemudian masukkan ke dalam desikator, setelah beberapa
saat ditimbang. Indikasikan sebagai (B).
Ambil sampel sebanyak 25 50 gr, selan jutnya masukkan ke dalam oven
bersuhu 103 105 C oselama 1 jam, kemudian dinginkan di dalam
desikator hingga suhu dan bertanya seimbang, lalu ditimbang. Indikasikan
sebagai (A).
Kemudian sa mpel (A) diambil dan dibakar di dalam tanur dengan suhu
550oC selama 1 jam, setelah itu dinginkan di dalam desikator hingga suhu
dan beratnya seimbang. Indikasikan sebagai (C).
20
Perhitungan:
A D 1000
% volatile solids =
A B
dimana: A = berat sampel setelah didinginkan + cawan (mg)
B = berat cawan (mg)
C = berat sampel + cawan setelah dibakar di dalam tanur (mg)
3. Volatile Fatty Acid(VFA)
Bahan-bahan:
Larutan H 2SO 415 %, larutan NaOH 0,1 N dan Indikator P P (0,1 dalam
etanol 70%).
Alat-alat yang digunakan:
Alat destilasi dilengkapi dengan kondensor, buret, centrifuge dan
erlenmeyer.
Prosedur kerja:
Ambil sampel se banyak 5 ml kemudian tambahkan 1 ml larutan H SO2 4
mengandung silver sulfat dan batu didih. Panaskan dan didihkan selama
10 menit dengan direflux menggunakan kondensor. Kemudian dinginkan
dan cuci dengan menggunakan 50 ml air suling. Dinginkan, kemudian
21
Keterangan:
A : bioreaktor berukuran 22 liter
B : tabung selinder berukuran 10 dan 5 liter
C : ember sebagai tempat penampung air
D : tutup bioreaktor
E : tempat pengukuran suhu dan pH dan port sampling
F : selang untuk mengalirkan gas
G : keran gas (gas port sampling)
bahan atau substrat diaduk hingga rata, sehingga antara lapisan atas dan bawah
tercampur, setelah itu diukur dengan menggunakan pH meter. Pengukuran
jumlah produksi gas dilakukan setiap hari secara manual, dengan melihat
tingginya permukaan air yang naik kemudian jumlah air yang masuk ke dalam
ember tempat penampungan air dihitung menggunakan gelas ukur. Sedangkan
analisa komposisi biogas dengan menggunakan gas kromatografi.
2. Pendugaan nilai bersih sekarang (Net Present Value); adalah jumlah nilai
sekarang dari manfaat bersih. Krite ria keputusan yang lebih baik adalah
nilai NPV yang positif, dan alternatif yang mempunyai nilai NPV yang
tinggi (Kusumastanto, 2000). Secara matematis NPV dapat disajikan
seperti berikut:
n
Bi Ci
NPV =
i 1 1+ r
i
yang digunakan, masa panen dan proses produksi tapioka itu sendiri dan yang
paling penting adalah jumlah air yang digunakan dalam proses produksi. Selama
proses produksi, pabrik tapioka yang dijadikan sampel dalam penelitian,
menggunakan air yang tidak dibatasi, dalam artian air yang digunakan mengalir
terus menerus selama proses produksi berlangsung, sehingga mempengaruhi
kadar kandungan organik yang terdapat di dalam limbah cair tapioka yang
dihasilkan. Barana dan Cereda (2000) pada hasil penelitiannya di Brazil
menunjukkan bahwa kandungan COD(gO 2/L) sebesar 20.93; Total Solid (%)(w/v)
2,72; Volatile Solid (%)(w/v) 0,98; pH 6,92; Karbon (%)(w/v) 2,10; Nitrogen
(%)(w/v) 0,67; Cianida (ppm) 33.59 dan C/N rasio 3,13. Anunputtikul dan
Rodtong (2004) dalam hasil penelitiannya yang dilakukan di Provinsi Nakhon
Ratchasima, Thailand, menunjukkan kandungan limbah tapioka sebagai berikut:
Total Solid (%) 81,35; Volatile Solid (%) 98,05; total Karbon (%) 39,56; total
Nitrogen (%) 0,46; Abu (%) 1,95. Dinyatakan juga oleh Barana dan Cereda
(2000) bahwa perbedaan kualitas atau komposisi kandungan bahan organik
limbah cair tapioka ini sangat dipengaruhi oleh umur pemanenan, tipe dan cara
produksi serta varietas singkong yang ditanam. Pada penelitian ini tidak dapat
diketahui jenis singkong yang digunakan.
Pengolahan tapioka di lokasi penelitian dilakukan secara sederhana,
dimana pabrik merupakan pabrik skala rumah tangga dengan kapasitas produksi
3 4 ton per harinya. Singkong yang digunakan untuk menghasilkan tapioka
bukan berasal dari daerah setempat, melainkan dibeli dari pedagang atau
pengumpul. Untuk pengolah tapioka membutuhkan banyak air. Pabrik yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini menggunakan air yang tak terbatas
bersumber dari air tanah (air sumur) dan mengalir secara terus menerus selama
proses produksi berlangsung.
Mengetahui karakteristik suatu jenis limbah cair penting untuk dilakukan
sehingga dapat ditentukan teknologi yang tepat dalam mengelola limbah cair
tersebut. Karena kandungan bahan organik yang terdapat di dalam limbah cair,
dapat dijadikan acuan pengukuran untuk mengetahui tingkat polusi yang
ditimbulkan dari limbah cair dan juga sebagai indikasi untuk mengetahui tingkat
biodegradasi polutan organik tersebut, sehingga untuk percobaan yang dilakukan
secara biologi dengan menggunakan teknologi aerob dan anaerob, karakterisasi
limbah cair penting untuk dilakukan.
29
Ribas dan Barana (2003) menyatakan tipe limbah dari proses pembuatan
tapioka sangat menentukan tingkat serius atau tidaknya pencemaran lingkungan
yang ditimbulkan. Limbah cair, salah satu limbah yang dihasilkan pada proses
pembuatan tapioka, memiliki kandungan bahan polutan organik yang memiliki
tingkat kerusakan yang tinggi bila langsung dibuang ke alam tanpa dilakukan
proses terlebih dahulu. Proses biodegradasi secara anaerobik merupakan salah
satu teknolgi yang paling tepat digunakan untuk mengelola limbah cair.
Jenis alat Tinggi (cm) Volume kosong (L)) Volume terisi (L)
Bioreaktor 1 35,5 23 20
Bioreaktor 2 40 21,7 20
Tabung air 24,5 10 -
Tabung penampung gas 20 5 -
L/hari dan konsentrasi metan sebesar 55,90%, pada suhu stabil berkisar pada 26
27oC, seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini:
9.0 28.5
8.0 28.0
L) 7.0 27.5
s( 6.0 27.0
oga )
5.0 26.5 C
ib (
uhu
od. 4.0 26.0
r 3.0 25.5 S
P
,pH 2.0 25.0
1.0 24.5
0.0 24.0
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari
pH Prod.gas Suhu
9.0 28.0
8.0 27.5
L) 7.0 27.0
s( 6.0
oga 26.5 )
5.0 C
bi 26.0 uhu (
od. 4.0
r 25.5 S
3.0
P
,pH 2.0 25.0
1.0 24.5
0.0 24.0
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari
pH Prod.gas Suhu
8.0 28.0
7.0
L) 27.5
6.0
s( 27.0
oga 5.0 )C
bi 4.0 hu (
26.5
.
od
3.0 u
r 26.0 S
P 2.0
,pH
25.5
1.0
0.0 25.0
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari
pH Prod.gas Suhu
hingga hari ke 4, selanjutnya pada hari ke 5 produksi biogas mulai naik seiring
dengan meningkatnya suhu dan pH.
Perlakuan 4 (P4) diperoleh kandungan TS segar 0,86% (w/v)
menghasilkan produksi biogas sebanyak 7,0 L biogas/kg TS segar dengan rata-
rata produksi 0,2 L/hari selama 30 hari masa fermentasi, dan komposisi metan
sebesar 18,03% (Gambar 12). Sedangkan pada perlakuan 5 (P5) diperoleh
kandungan TS segar 0,54% (w/v) menghasilkan produksi biogas sebanyak 6,3 L
biogas/kg TS segar dengan rata-rata produksi 0,2 L/hari selama 30 hari masa
fermentasi dengan kandungan komposisi metan 11,08% (Gambar 13).
7.0 28.0
6.0 27.5
L)
s( 5.0 27.0
oga )
4.0 26.5 C
hu (
bi
.od 3.0 26.0 u
r S
P 2.0 25.5
ph,
1.0 25.0
0.0 24.5
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari
ph Prod.gas Suhu
Pada perlakuan 4 (P4) terlihat bahwa kondisi suhu dan pH berada pada
kondisi yang fluktuatif dan terlihat produksi gas juga berada pada kondisi yang
stabil walaupun tidak memiliki produksi yang tinggi, yaitu dengan pH 5,4 dan
suhu 26 oC. Sama halnya pada perlakuan 5 (P5) produksi gas terlihat stabil,
dengan suhu pada 27 oC. dan kondisi pH berkisar antara 5,0 6,0 dengan suhu
berkisar pada 25,0 27,5oC.
35
7.0 28.0
L) 6.0 27.5
s( 5.0 27.0
oga )
4.0 26.5 C
uhu (
bi
od. 3.0 26.0
r S
P 2.0 25.5
,pH
1.0 25.0
0.0 24.5
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari
pH Prod.gas Suhu
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
1 5 9 13 17 21 25 29
Har i
P1 P2 P3 P4 P5
40.0
35.0
)L 30.0
as (
25.0
g 20.0
io
B 15.0
.d
o 10.0
r
P
5.0
0.0
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari
dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 576 L/kg TS segar dengan
kandungan metan sebesar 55,90%. Ketika kandungan TS segar turun menjadi
4,39% (w/v) pada P2, produksi biogas total turun menjadi 458,5 L/kg TS segar
dengan kandungan metan lebih tinggi dari P1 sebesar 60,89% jauh lebih tinggi
bila dibandingkan dengan P1. Selanjutnya untuk P3 produksi biogas total dengan
kandungan TS sebesar 1,21% (w/v) sebesar 377,8 L/kg TS segar dengan
kandungan metan 20,35%, selanjutnya untuk P4 dengan kandungan TS segar
sebesar 0,86% (w/v), produksi biogas total sebesar 130,1 L/kg TS segar dengan
kandungan metan sebesar 18,03%, dan untuk P5 dengan kandungan TS segar
sebesar 0,54% (w/v), produksi biogas total sebesar 124,2 L/kg TS segar dengan
kandungan metan sebesar 11,08%.
Pada Tabel 8 terlihat bahwa P2 memiliki produksi biogas sedikit lebih
rendah bila dibandingkan dengan P1 tetapi memiliki kandungan metan lebih
tinggi bila dibandingkan dengan P1, Hal ini berhubungan dengan penurunan TS
dan COD selama masa fermentasi berlangsung. Penurunan TS dan COD pada
P2 lebih tinggi bila dibandingkan dengan P1, perbedaan ini dipengaruhi oleh
suhu dan pH selama masa fermentasi.
Tabel 8. Produksi biogas total dari limbah cair tapioka pada skala
laboratorium
Parameter Perlakuan
P1 P2 P3 P4 P5
Prod. Biogas total 576 458,5 377,8 130,1 124,2
(L/kg TS segar)
Total kandungan metan (%) 55,90 60,89 20,35 18,03 11,08
Total kandungan metan
(L/kg TS segar) 321,98 279,18 76,88 23,45 13,76
Energi (kJ) 12.277 10.645 2.931 894,4 524,7
Energi (kkal) 2897 2512 691,9 211,1 123,8
Reduksi TS (%) 28,86 46,69 39,66 26,74 48,14
Selain kandungan TS, suhu dan pH, produksi biogas juga dipengaruhi
oleh rasio karbon dan nitrogen dari bahan baku. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio yang baik adalah C/N 20 30 : 1. Perlakuan 1 (P1)
memiliki rasion C/N 29,78. Barana dan Cereda (2000) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa rasion C/N yang tidak mencapai 30, proses fermentasi tetap
dapat berjalan dengan baik. Dalam penelitiannya C/N yang digunakan adalah
3,12, dan tetap dapat menghasilkan biogas, walaupun kemungkinan besar
produksi biogas yang dihasilkan tidak maksimal. Selain itu terdapat C/N rasio
yang melebihi 30 yaitu pada perlakuan 2 (P2) dengan C/N rasio 48,18. Sedangan
C/N rasio berturut-turut P3,P4 dan P5 adalah 23,73; 20,52; 17,06.
Rasion C/N bahan organik sangat menentukan produksi biogas.
Kebutuhan akan unsur karbon dapat dipenuhi dari karbohidrat, lemak dan asam-
asam organik. Sedangkan untuk kebutuhan nitrogen didapat dari protein,
amoniak dan nitrat. Limbah cair tapioka yang digunakan dalam penelitian ini,
memiliki karakteristik kandungan karbon yang rendah dan kandungan nitrogen
yang tinggi. Sehingga untuk mensiasati agar kandungan C/N rasio berada dalam
kondisi normal yaitu sebesar 20 30 : 1, maka dilakukanlah penambahan
kotoran ternak, dan selain itu juga kotoran ternak digunakan sebagai sumber
mikroba.
Pada penjelasan sebelumnya (Tabel 7), bahwa, P5 dengan C/N rasio
17,06 atau jauh dibawah rekomendasi para peneliti sebelumnya, menunjukkan
produksi biogas yang rendah sebesar 6,3 L biogas selama 30 hari masa
fermentasi. Kelebihan C/N rasio pada penelitian ini ternyata tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap produksi biogas. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan 2
(P2) dengan C/N rasio 48,18 mampu menghasilkan 30,4 L biogas selama 30 hari
masa fermentasi, dan memiliki konsentrasi gas metan jauh lebih tinggi dibanding
perlakuan lainnya sebesar 31,23%. Jika melihat pada hasil produksi biogas yang
dicapai, maka perlakuan 2 (P2) dengan C/N rasio yang lebih tinggi dari perlakuan
1 (P1), maka hasil produksi biogas tertinggi dicapai oleh perlakuan 1, ini karena
imbangan C/N rasio pada perlakuan 2 (P2) jauh melebihi imbangan yang
disarankan oleh para peneliti sebelumnya.
Unsur karbon dan nitrogen di dalam bahan organik berfungsi sebagai
substrat bagi mikroorganisme untuk menunjang aktivitas mikroorganisme selama
masa fermentasi berlangsung. Unsur karbon dari bahan organik (dalam bentuk
karbohidrat) dan nitrogen (sebagai nitrat, ammonia, protein dan sebagainya)
39
Dari hasil uji korelasi yang dilakukan untuk mengetahui hubungan TS dan
VS terhadap produksi biogas, didapatkan nilai korelasi TS terhadap produksi gas
sebesar 0,446. Nilai ini menerangkan bahwa terdapat hubungan korelasi yang
positif yang searah namun memiliki nilai yang sangat kecil, sehingga memiliki
tingkat hubungan yang lemah dan korelasi nilai tidak nyata. Begitu pula dengan
tingkat korelasi VS terhadap produksi gas, dengan nilai sebesar 0,422, dimana
nilai menunjukkan hubungan korelasi positif yang searah namun lemah, sehingga
nilai korelasi hubungan tersebut tidak nyata.
Anunputtikul dan Rodtong (2004) menyatakan konsentrasi Voletile fatty
acid (VFA) yang tinggi selama proses fermentasi akan menimbulkan gangguan
atau stress terhadap mikroba, yang mengakibatkan terjadinya penurunan pH,
yang akhirnya mengarah pada kegagalan proses fermentasi dalam bioreaktor.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemantauan terhadap kondisi VFA
selama masa fermentasi. Dalam penelitian ini konsentrasi VFA dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Konsentrasi VFA selama masa fermentasi
Dari Tabel 13 di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kandungan sianida
diakhir proses fermentasi. Berdasarkan surat Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENKLH/II/1991 baku mutu
limbah cair industri tapioka yang dipersyaratkan hanya untuk limbah cair sebagai
berikut:
Tabel 14. Baku mutu limbah cair tapioka berdasarkan Keputusan KLH
3
Parameter Debit limbah maksimum sebesar 60 m /ton produk
Kadar maksimum (mg/l) Beban pencemaran maks
(kg/ton produk)
BOD 200 12,0
COD 400 24,0
TS 150 9,0
CN 0,5 0,003
pH 69
45
Mengacu kepada baku mutu limbah cair tapioka yang dikeluarkan oleh KLH,
bahwa kandungan sianida di akhir proses anaerob untuk semua perlakuan masih
jauh dari ambang batas yang telah ditetapkan.
Dari penelitian skala laboratorium yang dilakukan terhadap pemanfaatan
limbah cair tapioka, dapat disimpulkan penerapan teknologi anaerob dalam
melakukan pengolahan limbah cair merupakan teknologi yang pada saat ini
dirasakan sangat tepat untuk diterapkan terutama untuk pengolahan limbah cair.
Bila dilihat dari segi ekologi, maka pengolahan dengan menerapkan teknologi
anaerob dapat mengatasi pelepasan gas metan ke udara, mengurangi
pencemaran bau, menurunkan kadar pencemar bahan organik di dalam limbah
cair, dan dapat menghasilkan gas yang bisa dimanfaatkan untuk proses
pembakaran atau untuk pembangkit sumber energi terbarukan.
Biaya Tetap
Biaya konstruksi 1 buah 2.000.000 2.000.000
Pembuatan kolam anaerob 3 buah 2.000.000 6.000.000
Total 4.000.000 8.000.000
Biaya Operasional
Listrik 2 orang 200.000 200.000
Upah tenaga kerja 800.000 1.600.000
Biaya perawatan 1.000.000 1.000.000
Total 2.000.000 2.800.0000
finansial ini, hanya menghitung biaya produksi dan keuntungan yang diperoleh
dalam pengembangan produksi biogas dari limbah cair tapioka dan belum
termasuk kedalam biaya pengemasan gas ke dalam tabung (Lampiran 7, hal 63).
Mengacu kepada hasil analisa laboratorium untuk melihat produksi biogas
dengan menggunakan sistem batch, laju penurunan bahan pencemar organik
dengan menerapkan sistem anaerob dalam pengolahan limbah cair dan hasil
perhitungan kelayakan finansial, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
teknologi anaerob untuk pengolahan limbah cair tapioka layak secara ekologi
(lingkungan), dan layak secara sosio-ekonomi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium yang dilakukan selama 30
hari terhadap limbah cair tapioka, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Percobaan skala laboratorium, produksi biogas selama 30 hari berbahan
dasar limbah cair tapioka yang dicampur kotoran ternak dengan
menggunakan bioreaktor sistem batch volume 20 liter, dipengaruhi oleh
faktor-faktor biotik berupa kandungan total solid (TS) dan C/N rasio.
2. Pemberian komposisi campuran bahan yang berbeda untuk mendapatkan
kandungan total solid (TS) yang berbeda memberikan pengaruh terhadap
produksi biogas yang dihasilkan. Didapatkan 2 perlakuan yang terbaik
untuk produksi biogas yaitu perlakuan 1 (P1) komposisi 60:40 dengan
kandungan TS sebesar 5,82% menghasilkan biogas sebanyak 576 L/kg
TS segar selama 30 hari masa fermentasi, dengan kandungan metan
sebesar 55,90%, kemudian perlakuan 2 (P2) komposisi 70:30 dengan
kandungan TS 4,39% menghasilkan biogas sebanyak 458 L/kg TS segar
selama 30 hari masa fermentasi, dengan kandungan gas metan 60,89%.
3. Untuk laju penurunan bahan pencemar organik berupa COD perlakuan 5
(P5) memiliki laju penurunan COD jauh lebih tinggi dibanding dengan
perlakuan lainnya sebesar 70,03%, karena perlakuan 5 masih dalam
fase hidrolisis asidogenesis sehingga mikroba masih aktif melakukan
perombakan bahan organik, kemudian diikuti oleh P1 sebesar 34% dan
P2 sebesar 29,4%. Untuk laju penurunan cianida P1 dan P2 merupakan
perlakuan yang terbaik dengan laju penurunan cianida secara berurutan
sebesar 71,51% dan 60,25%.
4. Berdasarkan perhitungan analisis finansial, menunjukkan bahwa
pembangunan proyek instalasi biogas berbahan dasar limbah cair tapioka
dengan umur proyek 10 tahun layak untuk dikembangkan, ini dibuktikan
dengan nilai B/C rasio sebesar 1,88, NPV sebesar Rp 130.765.764 dan
IRR sebesar 60,09%.
5. Pengolahan limbah cair dengan menggunakan teknologi anaerobik
merupakan cara yang paling baik untuk saat ini diterapkan pada pabrik-
pabrik yang menghasilkan limbah cair dengan kandungan bahan
pencemar organik yang tinggi. Selain dapat menurunkan kandungan
49
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian skala laboratorium dengan volume yang
lebih besar menggunakan sistem kontinyu untuk melihat sejauh
mana produksi biogas yang dapat dihasilkan.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih dalam lagi untuk melihat sejauh
mana hubungan produksi biogas, kandungan gas metan terhadap
COD dengan menggunakan sistem kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA
APHA, AWWA dan WEF. 1998. Standart Methods for the Examination of Water
and Wastewater. 20 th Edition. Victor Graphics, Inc, Baltimore.
Igoni, A.H, Abowei, M.F.N, Ayotamuno, M.J, Eze, C.L. 2008. Effect of total solids
concentration of municipal solid waste on the biogas produced in an
anaerobic continous digester. The CIGR Ejournal. Manuscript EE 07
010. Vol. X, September 2008.
Kossmann, F dan Pnitz, S. Tanpa tahun. Biogas Digest. Volume II. Biogas
Application and Product Development. GATE in Deutsche Gesellschaft
fr Technische Zusammenarbeit. German Agency for Technical
Cooperation. Federal Republic of Germany.
Ostrem, K. 2004. Greening Waste: Anaerobic Digestion for Treating the Organic
Fraction of Municipal Solid Wastes. [Thesis]. Departement of Earth and
Environmental Engineering, Fu Foundation of School of Engineering
and Applied Science, Columbia University.
53
52
perlakuanTengah. 5
Pemerintah Kabupaten Lampung p1 Analisa
2007. p2 p3 p4Kebutuhan
p5 dan
Pemanfaatan Kelistrikan Kabupaten Lampung Tengah. Dinas
Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup.
Number of Observations Read 20
Prastowo, B. 2007. Potensi sektor pertanian sebagai penghasil dan pengguna
Number
energi terbarukan. PusatofPenelitian
Observations
danUsed 20
Pengembangan Perkebunan. 6
: 2 Desember 2007. Bogor, Indonesia.
Reksohadiprodjo,
Error S. 1999.
15 Economics and Environmental
2262397.666 Management. Faculty
150826.511
of Economics, Gadjah Mada University. Seminars in Applied
Environmental
Corrected Total Economics
19 and Natural Resource Accounting. January
6318505.634
2001. Canadian Internacional Development Agency Environmental
Impact Management Agency, Indonesia.
Berdasarkan output di atas, pvalue = 0.0026 < = 0.05 maka
dapat dikatakan bahwa model nyata.
Saravanane, R, Murthy, D.V.S dan Krishnaiah, K. 2001. Anaerobic treatment and
biogas recovery for sago wastewater management using a fluidized bed
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
reactor. Environmental Engineering Laboratory, Departement of
Chemical0.641941
Engineering, Indian Institute
74.91829 of Technology,
388.3639 Madras. India.
518.3833
Water Science and Technology. 44 : 6 :141 147.
http://lequia.udg.es/lequianet/WatSciTech/04406/0141/044060141.pdf
Karena nilai Coeff Var tinggi (umunya > 30) maka data harus ditransformasi.
perlakuan 4
4056107.968 1014026.992 6.72 0.0026
Alpha 0.05
Number of Means 2 3 4 5
A 1142.1 4 p1
A 979.8 4 p2
B 224.5 4 p4
B 202.8 4 p5
B 42.8 4 p3
55
perlakuan 5 p1 p2 p3 p4 p5
perlakuan 4
2.67495446 0.66873862 7.63 0.0015
Alpha 0.05
Number of Means 2 3 4 5
A 3.7413 4 p1
A 3.6460 4 p2
B 3.1101 4 p5
B 3.0605 4 p4
B 2.7845 4 p3
perlakuan 5 p1 p2 p3 p4 p5
perlakuan 4
0.04074937 0.01018734 2.18 0.1210
perlakuan 5 p1 p2 p3 p4 p5
perlakuan 4
12.11736557 3.02934139 27.51 <.0001
Alpha 0.05
Number of Means 2 3 4 5
A 7.2700 4 p2
A 7.2375 4 p1
B 6.1667 4 p3
C B 5.7417 4 p4
C 5.3542 4 p5
Correlations
[DataSet3]
Correlations
CORRELATIONS
/VARIABLES=prod_Gas BOD
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE .
Correlations
[DataSet3]
Correlations
produksi gas TS
produksi gas Pearson Correlation 1 .446
Sig. (2-tailed) .451
N 5 5
TS Pearson Correlation .446 1
Sig. (2-tailed) .451
N 5 5
CORRELATIONS
/VARIABLES=prod_Gas CN
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE .
Correlations
[DataSet3]
Correlations
produksi gas VS
produksi gas Pearson Correlation 1 .407
Sig. (2-tailed) .496
N 5 5
VS Pearson Correlation .407 1
Sig. (2-tailed) .496
N 5 5
CORRELATIONS
/VARIABLES=prod_Gas CN_ratio
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE .
Correlations
[DataSet3]
Correlations
CORRELATIONS
/VARIABLES=prod_Gas VS
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE .
Correlations
[DataSet3]
Correlations
produksi gas CN
produksi gas Pearson Correlation 1 -.376
Sig. (2-tailed) .533
N 5 5
CN Pearson Correlation -.376 1
Sig. (2-tailed) .533
N 5 5
nilai korelasi ini tidak nyata.
DR 12% DR 80 %
PV PV PV PV
Pengeluaran Pendapatan Benefit Pengeluaran Pemasukan NPV Pengeluaran Pemasukan NPV
Thn (Rp) (Rp) (Rp) DF (Rp) (Rp) (Rp) DF (Rp) (Rp) (Rp)
0 32,815,000 41,299,624 8,484,624 1 32,815,000 41,299,624 8,484,623 1 32,815,000 41,299,624 8,484,624
1 20,000,000 41,299,624 21,299,624 0.983 19,660,000 40,597,530 20,937,530 0.556 11,120,000 22,962,591 11,842,591
2 20,000,000 41,299,624 21,299,624 0.797 15,940,000 32,915,800 16,975,800 0.309 6,180,000 12,761,584 6,581,584
3 20,000,000 41,299,624 21,299,624 0.712 14,240,000 29,405,332 15,165,332 0.171 3,420,000 7,062,236 3,642,236
4 20,000,000 41,299,624 21,299,624 0.636 12,720,000 26,266,561 13,546,561 0.095 1,900,000 3,923,464 2,023,464
5 20,000,000 41,299,624 21,299,624 0.567 11,340,000 23,416,887 12,076,887 0.053 1,060,000 2,188,880 1,128,880
6 20,000,000 CORRELATIONS
41,299,624 21,299,624 0.507 10,140,000 20,938,909 10,798,909 0.029 580,000 1,197,689 617,689
/VARIABLES=prod_Gas VFA
7 20,000,000 /PRINT=TWOTAIL
41,299,624 21,299,624
NOSIG 0.452 9,040,000 18,667,430 9,627,430 0.016 320,000 660,794 340,794
8 20,000,000 /MISSING=PAIRWISE
41,299,624 21,299,624
. 0.404 8,080,000 16,685,048 8,605,048 0.009 180,000 371,697 191,697
9 20,000,000 41,299,624 21,299,624 0.361 7,220,000 14,909,164 7,689,164 0.005 100,000 206,498 106,498
10 20,000,000 Nilai korelasi
41,299,624 antara 0.322
21,299,624 CN dan 6,440,000
produksi 13,298,479
gas = -0,376.6,858,479 0.003 60,000 123,899 63,899
Nilai korelasi yang negatif 147,635,000
namun bernilai kecil
278,400,765 130,765,764 57,735,000 92,758,956 35,023,956
menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variable
berlawanan
Rp.278arah namun tingkat hubungannya lemah. Tapi,
.400.765 Rp.92.758.956
B/C ratio pada DR 12% = ,1
88 B/C ratio pada DR 80% = ,160
Rp.147.635.000 Rp.57.735.000
NPV pada DR 12% = Rp.278.400.765 Rp.147.635.000 = Rp.130.756.764 NPV pada DR 80% = Rp.92.758.956 Rp.57.735.000 = Rp.35.023.956
Rp.278.400.765
IRR = 12 + 68
Rp.278.400.765 Rp.35.023.965
,60%90
Keterangan
3 3
Kapasitas limbah cair = 21,37 m limbah cair = 21.367,33 liter = 37,82 liter biogas per hari = 37,820 m biogas per hari
3
1 m biogas = 0,7 liter solar
65
66
Lampiran 8 Hasil produksi biogas (L) dan suhu ( C) oselama 30 hari masa fermentasi
P1 P2 P3 P4 P5
pH Prod.gas Suhu pH Prod.gas Suhu pH Prod.gas Suhu ph Prod.gas Suhu pH Prod.gas Suhu
7.0 0.5 26.0 6.6 1.3 26.8 6.0 0.7 26.0 5.4 0.8 26.5 5.0 0.1 27.0
6.5 0.7 28.0 7.0 0.1 27.4 6.0 0.5 27.5 5.8 0.3 27.1 5.3 0.4 27.5
7.0 0.5 25.5 7.8 0.3 25.5 6.0 0.4 26.0 5.3 0.2 25.6 4.9 0.4 25.6
6.9 1.0 25.9 7.5 0.4 26.5 6.5 0.3 26.0 6.5 0.3 26.4 5.8 0.3 26.5
6.5 1.5 26.3 7.3 0.4 26.5 7.0 0.6 26.6 5.8 0.3 26.4 4.6 0.5 26.6
6.5 1.2 26.6 7.1 0.6 26.8 7.0 0.8 26.4 5.3 0.2 26.8 4.1 0.4 26.8
6.8 1.8 27.5 6.8 0.4 27.3 6.8 0.5 27.4 6.4 0.2 27.4 6.0 0.4 27.3
7.0 2.1 27.0 6.5 0.8 26.9 5.8 0.8 27.3 5.4 0.2 27.0 4.5 0.3 27.3
7.0 2.7 27.4 6.8 1.0 27.4 6.5 0.9 27.3 6.1 0.3 27.5 5.8 0.3 27.5
7.3 3.0 27.0 6.5 1.5 27.3 6.8 1.0 27.4 6.5 0.2 27.3 6.0 0.2 27.3
7.5 1.6 26.3 7.3 1.9 26.4 6.3 1.1 26.5 6.3 0.2 26.5 5.8 0.3 26.5
7.3 0.5 26.3 6.8 2.2 25.6 6.3 1.3 26.4 5.8 0.2 26.5 6.0 0.1 26.5
7.5 0.5 26.8 7.3 1.5 26.8 6.3 1.0 26.8 6.3 0.2 26.9 5.8 0.3 27.1
7.5 0.6 27.0 7.5 2.1 26.8 6.0 1.5 27.0 5.6 0.2 27.0 5.1 0.2 27.0
7.3 0.5 27.0 7.3 1.8 27.0 6.0 1.3 26.8 6.6 0.2 27.0 6.0 0.2 27.0
7.8 0.9 27.3 7.9 1.3 27.6 6.3 1.1 27.4 6.0 0.2 27.1 6.0 0.2 27.3
7.5 1.1 27.0 7.6 1.4 27.0 6.3 1.2 27.0 6.5 0.3 27.0 6.6 0.2 27.0
7.5 1.3 27.0 7.6 0.3 27.0 5.8 1.0 26.9 6.0 0.2 27.0 5.5 0.1 27.0
7.3 1.6 27.3 7.8 0.6 27.3 6.0 0.8 27.1 5.8 0.2 27.4 5.0 0.1 27.4
7.5 1.2 27.0 7.3 0.8 27.0 6.0 0.5 27.0 5.3 0.2 27.1 5.5 0.1 27.0
7.8 0.9 27.0 7.8 0.8 26.5 6.0 0.7 26.8 5.5 0.2 26.5 5.3 0.1 27.0
7.5 1.2 27.0 7.6 0.9 27.0 6.0 0.6 27.0 5.8 0.2 27.0 5.5 0.1 27.0
7.6 1.1 27.0 8.0 1.0 27.0 6.0 1.0 27.0 5.0 0.2 27.0 4.8 0.2 27.0
6.8 1.2 27.0 7.3 1.1 27.0 6.3 1.0 27.0 5.3 0.2 27.0 5.3 0.2 27.0
7.4 1.2 27.3 7.5 0.9 27.0 5.8 0.8 27.3 5.5 0.2 27.3 5.5 0.1 27.8
7.5 1.2 27.3 7.6 1.0 27.0 6.0 0.8 27.0 5.5 0.1 27.0 5.5 0.1 27.0
7.5 0.8 27.3 7.3 0.6 27.0 7.3 1.0 27.0 5.5 0.1 27.0 4.8 0.0 27.0
7.8 0.9 27.0 7.3 0.9 27.0 5.5 0.0 27.0 5.5 0.0 27.0 5.0 0.0 27.0
7.3 0.6 27.0 7.0 0.9 27.0 5.5 0.8 27.0 5.5 0.1 27.0 5.0 0.1 27.0
7.3 0.8 27.3 7.0 0.8 27.3 5.5 0.7 27.0 5.0 0.2 27.3 5.0 0.1 27.3
Rata-rata 7.2 1.1 7.3 1.0 6.2 0.8 5.7 0 5.4 0.2
67