Penentuan Blok Pengelolaan Cagar Alam Tangkoko - Cagar Alam Duasudara Dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis (Sig)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

PENENTUAN BLOK PENGELOLAAN CAGAR ALAM TANGKOKO CAGAR ALAM

DUASUDARA DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)


GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEMS BASED MANAGEMENT BLOCK ASSESMENT OF
TANGKOKO DUASUDARA NATURE RESERVES

W. N. Effendi, J. S. Tasirin, M. A. Langi, W. Rotinsulu

ABSTRACT

The objective of this study is to develop Tangkoko - Duasudara Nature Reserves management
blocks using Geographic Information Systems approach. The overlaying methods of thematic maps
were used to blend land cover, elevation, slope, and distribution of wildlife species. Social data
included demographic data in the surrounding area of Tangkoko - Duasudara Nature Reserves.
Management block criteria and scoring refer to Peraturan Pemerintah Tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan.
The result showed that Tangkoko - Duasudara Nature Reserves are divided into three blocks,
namely Restoration/Rehabilitation Blocks (1724.29 ha; 23,22%), Jungle Blocks (4.251,41 ha;
57,26%), and Core Blocks (1449,30 ha; 19,52%). Restoration/rehabilitation blocks are spread into
five places and physically characterized by moderate slope, medium altitude and low species
density. Land cover is dominated by open land and agriculture. Jungle Block are spread into three
places and characterized by plane to medium altitude and high species density. Secondary forest is
the dominant land cover. The Core Blocks are spread into two places and characterized by steep
slopes, high altitude, high species density. The land cover is dominated by secondary forests.

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun blok pengelolaan Cagar Alam Tangkoko dan
Cagar Alam Duasudara dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis. Metode yang digunakan
adalah tumpang susun (overlaying) peta-peta tematik yang diekstrak dan diinterpolasi dari peta
penutupan lahan, ketinggian, kelerengan, dan sebaran satwa liar. Data sosial yang digunakan
meliputi data kependudukan masyarakat di sekitar kawasan. Kriteria blok pengelolaan dan skoring
mengacu pada Peraturan Pemerintah Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan.
Berdasarkan hasil penelitian, CA Tangkoko dan CA Duasudara terbagi menjadi tiga blok
pengelolaan yakni Blok Restorasi/Rehabilitasi (1.724,29 ha; 23,22%), Blok Rimba (4.251,41 ha;
57.26%), dan Blok Inti (1.449,30 ha; 19,52%). Blok restorasi/rehabilitasi tersebar di lima lokasi,
secara fisik dicirikan dengan kemiringan lereng sedang, ketinggian wilayah sedang, dan kerapatan
jenis satwa rendah. Kelas penutupan lahan didominasi tanah terbuka, lahan kebun dan pertanian.
Blok rimba tersebar di tiga lokasi, dicirikan dengan kemiringan lereng bervariasi dari landai sampai
agak curam, ketinggian bervariasi mulai dari 0 1.000 mdpl dan sebaran jenis satwa relatif tinggi.
Kelas penutupan lahan didominasi hutan lahan kering sekunder. Blok Inti tersebar di dua lokasi,
secara fisik dicirikan dengan lereng tinggi, ketinggian wilayah tinggi, kerapatan jenis satwa tinggi,
penutupan lahan didominasi oleh hutan lahan kering sekunder.

1
PENDAHULUAN yang berarti potensi flora dan fauna yang
terdapat di dalamnya mempunyai kekhasan
Konservasi sumber daya alam hayati dan dan keunikan tersendiri dibandingkan dengan
ekosistemnya bertujuan mengusahakan potensi flora dan fauna di belahan bumi
terwujudnya kelestarian sumberdaya alam lainnya. Potensi keanekaragaman hayati
hayati serta keseimbangan ekosistem, yang tersebut secara langsung maupun tidak
diharapkan dapat mendukung upaya langsung memiliki peranan penting bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kehidupan manusia, seperti peran dalam
peningkatan kualitas kehidupan manusia mengatur proses ekologis sistem penyangga
(Widada, 2006). Untuk mencapai hasil kehidupan, penghasil air dan oksigen,
pemanfaatan yang optimal dalam upaya pencegah pencemaran udara melalui
konservasi, mutlak diperlukan suatu penyerapan karbon, serta penunjang
pengelolaan sumberdaya alam hayati dan keseimbangan antara pemangsa dan
ekosistemnya yang ditujukan untuk menjamin mangsanya dalam bentuk pengendalian hama
kesinambungan tersedianya potensi secara alami. Dalam kaitannya dengan ini, CA
sumberdaya alam hayati dan ekosistem Tangkoko dan CA Duasudara yang ditunjuk
dimaksud, hasilnya diharapkan mampu sebagai cagar alam berdasarkan SK. Gubernur
meningkatkan kesejahteraan rakyat serta Belanda Nomor 06 Stbl 90 tanggal 12 Februari
meningkatkan kualitas kehidupan manusia 1919 (CA Tangkoko), SK. Menteri Pertanian
(Departemen Kehutanan, 1990). No. 700/Kpts/Um//7/1978 (CA Duasudara),
Kegiatan perencanaan pengelolaan berperan sangat penting dalam menjaga,
kawasan konservasi merupakan modal awal mempertahankan, serta melestarikan
dan titik tolak kegiatan konservasi selanjutnya. keanekaragaman hayati yang terdapat di
Perencanaan merupakan proses yang dinamis, dalamnya dari ancaman kepunahan (BKSDA
yang meliputi perumusan, pencapaian tujuan Sulut, 2007).
dan evaluasi keberhasilan dengan Pembagian blok dalam suatu kawasan
membandingkan kondisi saat ini dengan hutan sejatinya dimaksudkan sebagai upaya
standar yang ditentukan. Dalam untuk mengoptimalkan fungsi dan peruntukkan
penyusunannya, rencana pengelolaan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem
mengidentifikasi setiap langkah dan kegiatan yang terdapat di dalamnya. Blok pengelolaan
yang akan dilaksanakan dalam pengelolaan yang dimaksud ditujukan untuk memetakan
suatu kawasan konservasi. Dengan suatu kawasan hutan secara fungsional
mengidentifikasi langkah pengelolaan serta berdasarkan pertimbangan terhadap daya
sumber daya yang diperlukan bagi suatu dukung kawasan tersebut yang meliputi aspek
kawasan konservasi, maka rencana bio-fisik dan pertimbangan sosial ekonomi
pengelolaan membantu manajemen pengelola masyarakat sekitar kawasan. Selain itu, blok
kawasan tersebut untuk mengalokasikan dan pengelolaan juga ditujukan untuk meredam
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki tekanan dari luar terhadap kawasan hutan. Jika
dengan sebaik-baiknya (Departemen suatu kawasan hutan diasumsikan sebagai
Kehutanan, 1996). suatu mozaik fungsi-fungsi, maka blok
Cagar Alam (CA) Tangkoko dan Cagar pengelolaan ditujukan untuk memetakan
Alam (CA) Duasudara merupakan bagian dari fungsi-fungsi tersebut sehingga dasar legalitas
kawasan konservasi di Propinsi Sulawesi utara, yang menjustifikasi apa yang bisa dan tidak
yang terletak dalam satu hamparan dan bisa dilakukan dalam pengelolaannya bisa
termasuk dalam wilayah administratif Kota terarah dengan jelas dan tegas.
Bitung, Propinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan Sejauh ini pengelolaan kawasan CA
lokasi bio-geografisnya, CA Tangkoko dan CA Tangkoko dan CA Duasudara dirasakan belum
Duasudara sebagai bagian dari pulau Sulawesi optimal dan belum terarah dengan baik. Sistem
merupakan daerah peralihan sebaran flora dan pengelolaan yang ada belum sepenuhnya
fauna zona Indo-Malaya dengan Australasia, mendukung operasional di tingkat tapak.

2
Berbagai permasalahan yang terjadi menuntut Lee, dkk. (2001) dan BKSDA Sulut, (2007a &
perubahan substansial di dalam sistem 2007b), dan peta tematik terkait. Data sosial
perencanaan konvensional kawasan CA yang digunakan meliputi data kependudukan
Tangkoko dan CA Duasudara, menuju pola serta karakteristik masyarakat di sekitar
baru dalam cakupan bentang lahan yang lebih kawasan CA Tangkoko dan CA Duasudara.
spesifik. Sebagai konsekuensi dari pendekatan Studi Pustaka dan tinjauan kelembagaan
ini, dibutuhkan suatu sistem yang mampu dilakukan untuk mengidentifikasi kebijakan
mendekatkan fungsi-fungsi pengelolaan CA pengelolaan, konsep-konsep pengelolaan, dan
Tangkoko dan CA Duasudara hingga ke hasil-hasil studi terkait dengan kepentingan
tingkat tapak. Penggunaan blok pengelolaan penelitian. Selain diperlukan untuk mengetahui
sebagai unit analisis atau unit informasi arahan pengelolaan CA Tangkoko dan CA
kawasan konservasi pada kawasan CA Duasudara oleh instansi pengelola serta
Tangkoko dan CA Duasudara akan sangat lembaga terkait, juga melihat peraturan
membantu dalam mendeteksi tipologi perundangan yang dapat dijadikan sebagai
kawasan, melokalisir target dan memfokuskan acuan dalam penentuan blok pengelolaan CA
investasi konservasi dengan lebih jelas dan Tangkoko dan CA Duasudara. Teknik
terarah. pengolahan dan analisis data dalam penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan software
METODE PENELITIAN ArcView 3.3.
Secara umum, alur penelitian ini adalah
Pengambilan data primer untuk penelitian sebagai berikut. Peta penutupan lahan, peta
ini dilaksanakan di CA Tangkoko dan CA penyebaran satwa liar, peta kelas lereng, dan
Duasudara, Kota Bitung, Propinsi Sulawesi peta kelas ketinggian dilakukan overlay
Utara, dan untuk pengolahan serta analisis data sehingga menghasilkan poligon-poligon fisik.
pada Laboratorium Sistem Informasi Geografis Pada data atribut poligon-poligon fisik tersebut
(SIG) Balai Konservasi Sumberdaya Alam ditambahkan batasan/kriteria blok pengelolaan,
Sulawesi Utara. serta data tabular CA Tangkoko dan CA
Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) Duasudara. Blok pengelolaan CA Tangkoko
bulan yakni sejak bulan Juli sampai dengan dan CA Duasudara didapatkan dari hasil
bulan Oktober 2009. skoring dan query antara parameter yang
digunakan (penutupan lahan, penyebaran
Metode Penelitian satwa liar, kelas lereng, dan kelas ketinggian)
Penelitian ini merupakan penelitian dengan batasan/kriteria blok pengelolaan
dengan menggunakan analisis spasial untuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34
mendapatkan blok pengelolaan CA Tangkoko Tahun 2002, Tentang Tata Hutan dan
dan CA Duasudara. Metode yang digunakan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
dalam penelitian ini adalah metode tumpang Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan,
susun/penampalan (overlaying) peta-peta yang dalam penetapannya dilakukan dengan
tematik. Tahapan penelitian ini secara garis mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi
besar meliputi pengumpulan data melalui masyarakat di sekitar kawasan serta tinjauan
pemanfaatan data sekunder dan studi pustaka, kelembagaan.
survey lapangan, analisis data, serta penentuan
blok pengelolaan CA Tangkoko dan CA HASIL DAN PEMBAHASAN
Duasudara.
Data sekunder yang digunakan meliputi Kondisi eksisting diperoleh dari
peubah-peubah fisik yang diekstrak dan interpolasi data sekunder sehingga diperoleh
didigitasi dari peta-peta tematik yang ada, peta penutupan lahan, peta penyebaran satwa
yaitu data penutupan lahan, ketinggian, liar, peta kelas lereng, dan peta kelas
kelerengan, serta sebaran satwa liar. Data flora ketinggian.
dan fauna dikompilasi dan diinterpolasi dari

3
Kelas penutupan lahan CA Tangkoko Tabel 1. Blok Pengelolaan
dan CA Duasudara terbagi dalam 3 (tiga) kelas
Jenis Luas Proporsi
yakni : (1). lahan kebun, lahan pertanian, dan No.
tanah terbuka; (2). belukar; dan (3). hutan Blok Pengelolaan (ha) (%)
lahan kering sekunder. Kelas penutupan lahan 1. Blok Restorasi/Rehabilitasi 1.724,29 23,22
berupa lahan kebun, lahan pertanian, dan tanah 2. Blok Rimba 4.251,41 57,26
terbuka memiliki luas 1.841,20 ha atau 26,85 3. Blok Inti 1.449,30 19,52
% dari luas total cagar alam, kelas penutupan Jumlah 7.425,00 100,00
lahan berupa belukar memiliki luas 392,06 ha
atau 5,72 % dari luas total cagar alam, dan Blok restorasi/rehabilitasi mempunyai
kelas penutupan lahan berupa hutan lahan luas 1.724,29 Ha atau 23,22 % dari seluruh
kering sekunder memiliki luas terbesar yakni luasan CA Tangkoko dan CA Duasudara,
4.624,64 ha atau 67,44 % dari luas total cagar dengan ketinggian antara 0 - 700 mdpl,
alam. memiliki variasi kemiringan 0 30%, secara
Penelitian-penelitian sebelumnya fisik dicirikan dengan kemiringan lereng yang
melaporkan bahwa jenis satwa liar pada CA sedang, ketinggian wilayah yang sedang, dan
Tangkoko dan CA Duasudara relatif tinggi kerapatan jenis satwa rendah. Kelas penutupan
dimana terdapat 69 jenis satwa liar (Lee dkk., lahan yang dominan pada blok ini adalah tanah
2001; Tasirin, 2009; BKSDA Sulut, 2007a & terbuka, lahan kebun dan pertanian (26,85 %).
2007b). Namun, dalam penelitian ini hanya Dalam arahan pengelolaannya, blok ini
berhasil mengidentifikasi sebaran 12 sampai merupakan prioritas utama untuk direstorasi,
16 jenis satwa liar. Hasil interpolasi peta walaupun pada ketinggian yang sedang dan
sebaran satwa liar berdasarkan data hasil kemiringan lereng sedang. Blok restorasi/
penelitian terdahulu dengan kondisi eksisting rehabilitasi terdiri dari 2 tipe ekosistem yaitu
menunjukan bahwa sebagian besar kawasan hutan pantai dan hutan dataran rendah, iklim
memiliki kekayaan satwa liar di atas 12 jenis. bertipe B dengan curah hujan rata-rata 2.500-
Dalam kantong-kantong habitat tertentu 3000 mm/tahun dan suhu rata-rata harian 23 -
kekayaan jenis satwa liar mencapai 16 jenis. 24. Blok restorasi/rehabilitasi tersebar di lima
CA Tangkoko dan CA Duasudara terbagi blok hutan yakni blok hutan Pante Batu-Pante
ke dalam 3 (tiga) kelas lereng dengan Deda-Jico Blanga (Bre-1), blok hutan Tg.
komposisi kelas : datar sampai agak curam Batuangus-Kasawari-Pinangunian (Bre-2),
(<30 %); Curam (30-40 %); dan sangat curam blok hutan Gunung Batuangus (Bre-3), blok
(>40 %). hutan Duasudara-Temboan Toka (Bre-4), dan
Kelas ketinggian CA Tangkoko dan CA blok hutan Patar (Bre-5).
Duasudara relatif bervariasi mulai dari Blok rimba mempunyai luas 4.251.41 ha
ketinggian 0 1.346 mdpl. Puncak gunung atau 57.26 % dari seluruh luasan CA
Duasudara merupakan titik tertinggi di Tangkoko dan CA Duasudara. Secara fisik
kawasan ini yakni 1.346 mdpl dan 1.174 mdpl, dicirikan dengan kemiringan lereng yang
diikuti dengan puncak gunung Tangkoko bervariasi mulai dari landai sampai agak
dengan tinggi 1.099 mdpl. curam, demikian pula halnya dengan
ketinggian yang bervariasi mulai dari 0 1.000
Blok Pengelolaan mdpl. Sebaran jenis satwa relatif tinggi pada
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi blok ini dengan dominasi kelas aves, diikuti
blok pengelolaan CA Tangkoko dan CA oleh kelas mamalia. Hutan lahan kering
Duasudara dalam (1) blok restorasi, (2) blok sekunder merupakan kelas penutupan lahan
rimba, dan (3) blok inti. Perincian luas dan yang dominan, diikuti oleh semak belukar dan
proporsi blok pengelolaan yang terbentuk pada beberapa wilayah berupa tanah terbuka.
disajikan pada tabel 1. Blok ini terdiri dari 3 tipe ekosistem yaitu
hutan pantai, hutan dataran rendah, serta hutan
pegunungan, iklim bertipe B dengan curah

4
hujan rata-rata 2.500-3000 mm/tahun dan suhu blok pengelolaan perlu mempertimbangkan
rata-rata harian 23 - 24. Blok rimba tersebar keberadaan masyarakat setempat yang pola
di tiga blok hutan yakni blok hutan Rumesung- kehidupan dan penghidupannya bergantung
Pante Babi-Jico Beringin (Bri-1), blok hutan secara langsung pada sumber daya alam yang
Kasawari-Pinangunian (Bri-2), dan blok hutan berada di dalam kawasan. Di setiap blok
Batuputih-Duasudara-Pinangunian (Bri-3). pengelolaan yang telah terbentuk, pemukiman
Blok Inti mempunyai luas 1.449,30 Ha penduduk banyak yang persinggungan
atau 19,52 % dari seluruh luasan CA langsung dengan batas kawasan. Hampir di
Tangkoko dan CA Duasudara. Blok ini secara semua blok masih sering ditemukan aktivitas
fisik dicirikan dengan kemiringan lereng yang berburu dan meramu di dalam kawasan. Secara
tinggi, ketinggian wilayah yang tinggi umum, rancangan blok rimba dan blok
termasuk puncak dari gunung Duasudara dan restorasi sebagian merupakan pusat aktivitas
Gunung Tangkoko, kerapatan jenis satwa masyarakat sekitar untuk memanfaatkan
tinggi, dengan penutupan lahan didominasi sumberdaya alam secara tradisional. Tanpa
oleh hutan lahan kering sekunder. Blok ini diikuti kebijakan yang menjamin akses
terdiri dari 2 tipe ekosistem, yaitu dataran masyarakat terhadap sumberdaya alam di
rendah dan pegunungan. Iklim bertipe B dalam kawasan, pengelolaan CA Tangkoko
dengan curah hujan rata-rata 2.500-3000 dan CA Duasudara akan senantiasa diwarnai
mm/tahun dan suhu rata-rata harian 23 - 24. dengan konflik antara pengelola kawasan dan
Blok Inti tersebar di dua blok hutan yakni blok masyarakat sekitar yang selama ini sangat
hutan Tangkoko (Bi-1), dan blok hutan tergantung penghidupannya pada sumberdaya
Duasudara (Bi-2). alam di dalam kawasan.
Pengelolaan Cagar Alam dan Kondisi PENUTUP
Sosial, Ekonomi, Budaya Kesimpulan
Secara keseluruhan penduduk di sekitar Berdasarkan hasil penelitian dapat
kawasan CA Tangkoko dan CA Duasudara disimpulkan bahwa CA Tangkoko dan CA
merupakan masyarakat pesisir dan masyarakat Duasudara terbagi menjadi tiga blok
sekitar hutan, sehingga sedikit banyak terjadi pengelolaan yakni Blok Restorasi/Rehabilitasi
interaksi yang mempengaruhi kedua wilayah 1.724,29 ha (23,22 %), Blok Rimba 4.251.41
ini. Mayoritas penduduk adalah penduduk asli ha (57.26 %), dan Blok Inti 1.449,30 ha (19,52
Sulawesi Utara, dan pendatang dari berbagai %). Blok pengelolaan yang terbentuk tidak
wilayah antara lain Jawa, Gorontalo, Sulawesi terpusat dalam satu hamparan melainkan
Selatan, Maluku. Etnis yang menempati tersebar ke dalam 2 sampai 5 lokasi (blok
wilayah ini antara lain suku Minahasa, Sanger, hutan) yang terpisah.
Mongondow, Gorontalo, Bali, Bugis, Jawa,
Ternate dan Ambon. Karakteristik masyarakat Saran
sekitar kawasan CA Tangkoko dan CA Perlu dipertimbangkan variabel indeks
Duasudara yang heterogen ternyata memiliki kebutuhan masyarakat terhadap kawasan hutan
similaritas dalam pola pemanfaatan CA Tangkoko dan CA Duasudara, guna
sumberdaya, terutama yang bekerja sebagai penyempurnaan desain blok pengelolaan yang
nelayan dan petani. Masyarakat memiliki telah terbentuk.
ketergantungan yang tinggi terhadap Perlu adanya kajian lebih lanjut yang
sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan mencakup aspek-aspek pola pemanfaatan
cagar alam, baik yang berbatasan langsung ruang, perilaku sumber daya, pola
maupun tidak. Kegiatan pemenuhan kebutuhan kemasyarakatan dan kehidupan masyarakat
adalah faktor yang sangat berpengaruh sekitar kawasan sebagai landasan yang baik
terhadap intensitas ketergantungan ini. dalam implementasi blok pengelolaan.
Implementasi dari sistem pengelolaan
CA Tangkoko dan CA Duasudara berbasis

5
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 2006. Panduan
Magang CPNS Kehutanan. Departemen
BKSDA Sulut. 2005. Buku Informasi Kawasan Kehutanan. Jakarta.
Konservasi. Balai Konservasi Sumber Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan
Daya Alam Sulawesi Utara. Manado. Pemerintah Nomor 06 Tahun 2007,
BKSDA Sulut. 2007a. Rencana Pengelolaan Tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Cagar Alam Tangkoko 2008-2032. Balai Rencana Pengelolaan Hutan serta
Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Pemanfaatan Hutan. Departemen
Utara. Manado. Kehutanan. Jakarta.
BKSDA Sulut. 2007b. Rencana Pengelolaan Lee, R. J., J. Riley, dan R. Merrill. 2001.
Cagar Alam Duasudara 2008-2032. Balai Keanekaragaman Hayati dan Konservasi
Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi di Sulawesi Bagian Utara. WCS-IP dan
Utara. Manado. NRM. Katalog dalam Terbitan (KTD).
Departemen Kehutanan. 1990. Undang- Jakarta.
Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang MacKinnon, J., K. MacKinnon, G. Child, dan
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati J. Torsell. 1990. Pengelolaan Kawasan
dan Ekosistemnya. Departemen Yang Dilindungi di Daerah Tropika.
Kehutanan. Jakarta. Gajah Mada University Press. Jogjakarta.
Departemen Kehutanan. 1996. Pola Minarni, D. R. 2004. Zonasi Pengelolaan
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Wilayah Pesisir Kota Bontang Dengan
Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, Pendekatan Cluster Analysis. Laporan
dan Hutan Lindung. Departemen Akhir. Institut Pertanian Bogor.
Kehutanan. Jakarta. Prahasta. 2002. Dasar-Dasar Sistem Informasi
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Geografis. Penerbit Informatika.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Bandung.
Tentang Kehutanan. Departemen Prahasta. 2007. Sistem Informasi Geografis,
Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Tools dan Plug-ins. Penerbit Informatika.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Bandung.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Supriatna. 2001. Dasar-Dasar Sistem
Perkebunan No. 452/Kpts-II/1999 Informasi Geografis. Jurusan Geografi
Tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Fakultas Matematika dan Ilmu
Perairan Provinsi Sulawesi Utara. Pengetahuan Alam, Universitas
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Indonesia. Depok.
Jakarta. Tim P4W. 2002. Penyusunan Arahan Strategi
Departemen Kehutanan. 2002. Peraturan Pengembangan Inter-Regional
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002, Berimbang. Laporan Akhir. Bappenas dan
Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Rencana Pengelolaan Hutan, Bogor. Bogor.
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Tasirin, J. 2009. Press Release : Lansekap
Kawasan. Departemen Kehutanan. Tangkoko-Duasudara.
Jakarta. www.wcsip.org/press-release-lansekap-
BAPPENAS. 2003. Indonesian Biodiversity tangkoko-duasudara.
Strategy and Action Plan 2003-2020. Widada, S. Mulyati, dan H. Kobayashi. 2006.
BAPPENAS. Jakarta. Sekilas Tentang Konservasi Sumber Daya
Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ditjen
Menteri Kehutanan Nomor : P. PHKA-JICA. Jakarta.
56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Wiratno. 2004. Berkaca di Cermin Retak.
Zonasi Taman Nasional. Departemen Forest Press, The Gibbon Foundation
Kehutanan. Jakarta. Indonesia dan Departemen Kehutanan.
Jakarta.

You might also like