Aplikasi Penyalut Edibel Berbasis Pati Kulit Pisang Dengan Penambahan Natrium Metabisulfit Pada Buah Salak Pondoh Kupas

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

9

Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016

APLIKASI PENYALUT EDIBEL BERBASIS PATI KULIT


PISANG DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT
PADA BUAH SALAK PONDOH KUPAS
Wirawan dan Budi Santosa
PS. Teknologi Industri Pertanian, Fak. Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Abstract
Banana is a fruit that is abundant potential, In the city of Malang many processed food
products such as banana chips, peanut butter and fried bananas. It results in a potential
banana skin that has been utilized. To provide more benefits for the banana skin, it
needs to be further processed into semi-finished products such as flour. Potential
banana skin made of flour is very appropriate, because it contains 18.50%
polysaccharides. This study aims to determine the concentration of starch and sodium
metabisulfite banana peel right in edible coating to extend the shelf life of peeled
barking. This study is to assess changes in quality of bark peeled coated starchcontaining anti-browning during storage. The research methods include the extraction
of starch from banana skin and coating fruits with starch Salacca zalacca peeled banana
skin anti enzymatic browning. Also the characterization of quality changes during
storage barking Salacca zalacca peel. Research using a completely randomized design
(CRD) are arranged with 2 factors. The first factor is starch banana peel which consists
of 3 levels and the second factor namely Na-metabisulfite which consists of 3 levels
with 3 replications. The results showed that the peel fruits Salacca zalacca edible coated
with a coating giving the best average in all observation parameters namely water
content (83.71%), acidity (0.28%), vitamin C (4:53%), texture (246.225 N).
Key Words : Banana Skin Flour, Edible Coating, peeled Salacca zalacca
PENDAHULUAN
Potensi buah pisang di Indonesia sangat
melimpah dengan olahan hasil yang
bermacam macam: seperti keripik,
makanan camilan serta gorengan. Olahan
pisang tersebut menghasilkan limbah
padat berupa kulit pisang, selama ini kulit
pisang belum banyak diolah dan sebagian
besar hanya digunakan sebagai pakan
ternak. Padahal komposisi kulit pisang
masih mengandung karbohidrat sebesar
18.50% terutama jenis amilum. Amilum
atau pati ialah jenis polisakarida
karbohidrat
(karbohidrat kompleks).
Amilum (pati) tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak

berbau. Untuk meningkatkan kualitas


kulit pisang, perlu dilakukan olahan
menjadi produk semi jadi seperti tepung.
Tepung merupakan salah satu bentuk
alternatif produk setengah jadi yang
dianjurkan, karena lebih tahan disimpan,
mudah dicampur (dibuat komposit),
diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk,
dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan
kehidupan modern yang serba praktis.
Kulit pisang yang sudah diekstrak
patinya dapat dibuat menjadi penyalut
edibel pada Buah salak kupas, karena
tanpa penyalut salak kupas mudah
mengalami reaksi pencoklatan enzimatis
akibat aktivitas enzim polifenolase dan
kadar polifenol yang tinggi. Reaksi

10
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
pencoklatan tersebut terjadi akibat
kontak antara substrat polifenol dengan
oksigen akibat pengupasan yang
dikatalisis enzim. Umur simpan buah
salak kupas sangat pendek karena
respirasi yang tinggi tersebut.
Oleh karena itu, minimalisasi
kontak dengan oksigen merupakan salah
satu cara untuk menghambat respirasi
dan reaksi pencoklatan. Kontak dengan
oksigen dapat direduksi dengan proses
penyalutan menggunakaan penyalut
edibel. Menurut Tapia et al. (2007),
penyalut dan lapisan edibel (edible coating
and films) dibuat dari polimer alami
seperti polisakarida dan protein. Salah
satu polisakarida yang telah digunakan
untuk penyalut edibel adalah pati.
Penelitian
sebelumnya
adalah
pemanfaatan biji nangka sebagai penyalut
edibel pada salak pondoh kupas, tetapi
potensi limbah biji nangka yang sedikit
menyebabkan perlu dicari sumber lain
pati yaitu limbah pengolahan pisang yaitu
kulit pisang. Penelitian Sebelumnya yaitu
aplikasi pemanfaatan pati biji nangka
sebagai penyalut edibel pada salak
pondoh kupas dengan penambahan
Natrium
Metabisulfit
berhasil
memperpanjang daya simpan hingga 5
hari (Budi Santosa, 2013)
Bahan dan Metode

Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam
pembuatan pati kulit pisang dan
penyalutan pada salak pondoh kupas
adalah kulit pisang,air,natrium thisulfat,
sorbitol dan natrium metabisulfit

Metode
Penelitian ini mencakup ekstraksi pati
dari kulit pisang dan penyalutan buah
salak kupas dengan pati kulit pisang yang
diinkorporasi anti pencoklatan enzimatis.

Juga dilakukan karakterisasi perubahan


mutu salak kupas selama penyimpanan.

Gambar 1. Roadmap penelitian

Pembuatan Pati Kulit pisang


Mengupas dan membersihkan kulit
pisang, memotong kulit pisang dengan
ukuran kecil, menghancurkan kulit pisang
dengan penambahan air 1 : 3, mengepres
dan memisahkan pati dengan ampas,
mencuci dan memisahkan antara pati
dengan air sebanyak 2 kali perulangan
sehingga diperoleh pati yang benar-benar
bersih, mengeringkan pati pada suhu
500C selama 8 jam sampai kadar air 12%,
menghaluskan
pati
yang
sudah
dikeringkan dan mengayaknya untuk

11
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
mendapatkan serbuk yang seragam.
Pencoktatan karena enzim dapat terjadi
pada salak pondoh kupas akibat reaksi
antara oksigen dan suatu senyawa fenol
yang dikatalis oleh polypenol oksidase.
Untuk menghindari terbentuknya warna
coklat pada bahan pangan yanakan
dibuat tepung dapat dilakukan dengan
mencegah sedikit mungkin kontak
anatara bahan yang telah dikupas dengan
udara dengan cara direndam dalam air
yang ditambahkan natrium thiosulfat
untuk inaktifasi enzim

kulit pisang dan sorbitol dibuat suspensi


kemudian dilakukan pemanasan di atas
hot plate dan dilakukan pengadukan
terus menerus sampai larutan berwarna
jernih pada suhu 72,50C selama 15 menit,
setelah
larutan
berwarna
jernih
ditambahkan asam sitrat dengan
konsentrasi 1,75% (b/b pati ) dan Nametabisulfit sesuai perlakuan di atas
kemudian
dilakukan
pengadukan
kembali. Buah salak yang telah dikupas
dicelupkan ke dalam penyalut edibel
selama 15 detik dengan menggunakan
jaring plastik (plastik net) kemudian
dikeringanginkan dengan kipas angin
setelah itu dimasukkan ke dalam kotak
yang terbuat dari gabus untuk dilakukan
penyimpanan pada suhu kamar. Setiap
wadah diisi 25 buah.
Pengamatan terhadap perubahan
kualitas dan umur simpan diamati setiap
2 hari sekali sampai buah menunjukkan
kerusakan visual sebesar 25%, apabila
kerusakan sebesar 25% terjadi pada
penyimpanan selama 10 hari maka umur
simpan buah salak tersebut adalah 10
hari.

Rancangan Percobaan

Gambar 2. Diagram alir ekstrak pati kulit


pisang

Proses penyalutan salak pondoh


kupas dengan penyalut edibel
Pati kulit pisang diambil dengan
konsentrasi sesuai perlakuan di atas, pati

Penelitian menggunakan rancangan acak


lengkap (RAL) yang disusun secara
faktorial dengan 2 faktor. Faktor I yaitu
pati kulit pisang yang terdiri dari 3 level
(1 %b/v; 3 %b/v; 5 %b/v ) dan Faktor
II yaitu Na-metabisulfit yang terdiri dari
3 level (200 ppm b/b pati kulit pisang; 400 ppm
b/b pati kulit pisang; 600 ppm b/b pati kulit pisang )
dengan 3 kali ulangan, sehingga akan
diperoleh 9 kombinasi perlakuan.
Data yang diperoleh kemudian
dianalisa dengan menggunakan analisa
ragam (ANOVA). Apabila analisa
ragamnya menunjukan pengaruh yang
nyata pada faktor-faktor perlakuan serta
interaksinya, maka dilakukan uji lanjut
dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT).

12
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016

Pengamatan
Adapun parameter yang diamati adalah :
1. kadar air dengan metode oven
(Rangana, 1977)
2. kadar vitamin C dengan metode
titrasi (Sudarmadji dkk., 1997)
3. Tekstur buah metode Instrumen
Lloyd
4. Gula Reduksi
5. Analisa Warna
Hasil dan Pembahasan

Kadar Air
Rata-rata kadar air buah salak pondoh
kupas adalah 83,71%, nilai tertinggi kadar
air didapatkan pada perlakuan buah salak
kupas yang disalut dengan pati 3% dan
penambahan Na Metabisulfit 400ppm
sebesar 88.56%. sedangkan nilai terendah
didapatkan pada perlakuan buah salah
kupas yang disalut dengan penambahan
pati 1% dan Na Metabisulfit 200ppm
pada hari ke-6.
Dari hasil grafik didapatkan kadar
air masih terjaga di dalam buah salak ,Hal
ini dikarenakan selama berlangsung
proses respirasi terjadi pemecahan gula
menjadi CO2 dan H2O. adanya
penyalutan edibel pada permuakaan
daging buah salak pondoh kupas

menyebabkan pori-pori daging buah


salak pondoh kupas tertutup sehingga air
hasil proses respirasi dapat dipertahankan
(Tranggono dan Sutardi, 1989). Fungsi
dari penyalutan pati kulit pisang adalah
menyebabkan pori-pori buah salak
tertutup, sehinggga dengan terjadinya hal
tersebut dapat memperpanjang daya
simpan buah salak kupas.
Natrium metabisulfit merupakan
zat yang mudah larut dan bersifat
higroskopis sehingga semakin rendah
pemberian zat tersebut akan semakin
sedikit air didalam buah salak pondoh
kupas yang terserap oleh natrium
metabisulfit akibatnya kadar air tetap
tinggi (Hartati dan Sinaga, 1993).
Buah yang disalut dan tanpa
pengemasan dan disimpan pada suhu
kamar akan mengalamai kehilangan lebih
banyak bobot jika dibandingkan dengan
kemasan lainnya. Hal tersebut dapat
diperkirakan, karena terjadinya kontak
langsung dengan udara bebas sehingga
mengakibatkan air yang terdapat pada
buah dapat lebih cepat menguap,
sehingga
kemungkinan
terjadinya
kerusakan lebih besar karena tidak
terlindung oleh barrier dari kemasan. Hal
inilah yang terjadi pada buah salak yang
disalut, semakin lama penyimpanan kadar
air dalam buah menurun.

Tabel 1. Rerata Kadar Air Salak Pondoh Kupas Disalut Pati Kulit Pisang
Konsentrasi (pati,Natrium
metabisulfit)
1%,200ppm
1%,400ppm
1%,600ppm
3%,200ppm
3%,400ppm
3%,600ppm
5%,200ppm
5%,400ppm
5%,600ppm

Kadar Air (%)


Hari 2
83.90
85.54
86.00
83.09
86.00
85.84
84.55
82.34
84.89

Hari 4
80.55
80.34
85.76
84.77
84.80
83.45
84.05
82.00
83.45

Hari 6
74.66
78.45
80.80
83.34
79.09
79.24
83.78
82.78
82.88

Rerata
79.70
81.44
84.19
83.73
83.30
82.84
84.13
82.37
83.74

13
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016

Kadar Vitamin C
Rata-rata kadar vitamin C buah salak
pondoh kupas control adalah 4.11, nilai
tertinggi kadar vitamin C pada
penyimpanan hari ke-6, nilai terendah
didapatkan pada perlakuan buah salak
kupas yang disalut dengan pati 1% dan
penambahan Na Metabisulfit 400ppm
sebesar 2.89%. sedangkan nilai tertinggi
didapatkan pada perlakuan buah salah
kupas yang disalut dengan penambahan
pati 5% dan Na Metabisulfit 600ppm
pada hari ke-6 sebesar 3.78%. Pada
perlauan pendahuluan didapatkan buah
salak pondoh sebesar 8,4 miligram. Hasil
tersebut didapatkan dari melakukan
penelitian terhadap 100 gram buah salak
pondoh, dengan jumlah yang dapat
dimakan sebanyak 59 %.
Dari hasil analisa sidik ragam
Konsentrasi pati dan konsentrasi natrium
metabisulfit tidak terdapat beda nyata
terhadap kadar asam salak pondoh kupas
yang di salut dengan pati kulit pisang dan
natrium metabisulfit. Hal ini tidak
terdapat pengaruh yang nyata dari

penambahan konsentrasi pati dan


natrium metabisulfit.
Penyalut edibel digunakan untuk
mempertahankan kandungan vitamin C
pada buah salak kupas yang disimpan
pada suhu ruang. Sehingga produk masih
layak untuk dikonsumsi dan kehilangan
vitamin C dapat dikurangi. kadar vitamin
C semakin lama penyimpanan semakin
turun, sedangkan penyalut dengan pati
5% dan Na Metabisulfit 600ppm mampu
mempertahan vitamin C dalam buah
salak. Semakin matang buah salak
menyebabkan kandungan vitamin C
menurun, hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya kandungan vitamin yang
terdapat dalam buah salak tersebut.
Vitamin C merupakan salah satu jenis
vitamin yang mudah rusak. Semakin
rendah konsentrasi pati dan natrium
metabisulfit, maka penurunan kadar
vitamin C semakin tajam (terjadi
perbedaan yang signifikan), hal ini
disebabkan perbedaan ketebalan penyalut
dan konsentrasi natrium metabisulfit.

Tabel 2. Rerata Kadar Vitamin C Buah Salak Pondoh Kupas Disalut Pati Kulit Pisang
Konsentrasi
(pati,Natrium metabisulfit)

Kadar vitamin C (miligram)


Hari ke-2

1%,200ppm
1%,400ppm
1%,600ppm
3%,200ppm
3%,400ppm
3%,600ppm
5%,200ppm
5%,400ppm
5%,600ppm

3.78
3.77
3.97
4.00
4.10
4.00
4.11
3.88
4.10
Rerata

Kadar Gula Reduksi


Rata-rata kadar gula reduksi buah salak
pondoh kupas control adalah 3.68%,

Hari ke-4
3.54
3.65
3.88
3.78
3.66
3.88
3.89
3.78
3.89

Hari ke-6
2.98
2.89
3.23
3.43
3.50
3.53
3.56
3.78
3.78

Rerata
3.40
3.47
3.69
3.74
3.75
3.80
3.85
3.81
3.92
33,43ns

nilai tertinggi kadar gula reduksi reduksi


yang disalut didapatkan pada perlakuan
buah salak kupas dengan konsentrasi pati

14
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
5% dan penambahan Na Metabisulfit
200ppm sebesar 4.56%. sedangkan nilai
terendah didapatkan pada perlakuan
buah salah kupas yang disalut dengan
penambahan pati 1% dan Na
Metabisulfit 200ppm pada hari ke-6
sebesar 3.67%.
Hasil pengamatan didapatkan data
yang
beragam,
semakin
tinggi
konsentarasi Pati dan Na Metabisulfit,
akan menyebabkan kadar gula semakin
meningkat, tetapi terdapat adanya
perbedaan pada perlakuan selain
penambahan pati 5% dan Na
Metabisulfit 600ppm. Hasil penelitian
juga menunjukkan rata-rata kadar gula
reduksi menurun, tetapi jumlahnya tidak
terlalu menunjukkan adanya perbedaan
yang nyata. Peningkatan kematangan
buah-buahan akan meningkatkan kadar
gula yang terdapat di dalamnya. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan
polisakarida yang terdapat dalam sel yang
berupa sumber karbohidrat. Kandungan
gula juga tergantung pada jenis dan
keadaan tempat tumbuhnya. Rasa manis
pada buah disebabkan karena pada masa
pertumbuhan dan pematangan, gula-gula

sederhana dan pati dibentuk dari hasil


fotosintesis. Pati yang terdapat dalam sel
dapat ditransformasikan menjadi gulagula sederhana. Kadar gula yang tinggi
terjadi karena pada saat pemasakan, pati
terhidrolisis secara sempurna menjadi
sukrosa, glukosa dan fruktosa. Buahbuahan matang mempunyai kadar gula
yang lebih tinggi dari pada kandungan
gula yang dikandung oleh buah yang
masih muda.

Total Mikroba
Uji total mikroba dilakukan pada salak
kupas yang disalut pada perlakuan
penyimpanan hari ke-6. Karena dari fisik
salak didapatkan perubahan tekstur,
warna dan uji kesukaan terendah pada
penyimpanan selama 6 hari. Rata-rata
total mikroba pada penyimpanan hari ke
-6 hari adalah 651.9 cell/gram bahan.
Analisa total mikroba hanya dilakukan
pada hari ke-6 dikarenakan kerusakan
buah mencapai 25% terjadi pada hari ke6. Hal ini menunjukkan daya simpan
buah salak kupas yang disalut pati kulit
pisang mampu bertahan hingga hari ke-6

Tabel 3. Rerata kadar gula reduksi buah salak pondoh kupas disalut pati kulit pisang
Perlakuan
1%,200ppm
1%,400ppm
1%,600ppm
3%,200ppm
3%,400ppm
3%,600ppm
5%,200ppm
5%,400ppm
5%,600ppm

Kadar gula Reduksi


Hari ke-2
Hari ke-4
Hari ke-6
3.87
4.12
4.44
3.78
3.99
4.34
4.00
4.56
4.43
4.00
4.45
4.56
3.90
4.11
4.44
4.12
4.10
4.10
4.12
4.44
4.56
3.90
4.12
4.55
4.34
4.45
4.45

Analisis Visual Quality Rating (VQR)


Hasil analisa sidik ragam menunjukkan
bahwa faktor Pati kulit pisang

Rerata
4.14
4.04
4.33
4.34
4.15
4.11
4.37
4.19
4.41

b
a
c
c
b
b
cd
bc
d

memberikan pengaruh sangat nyata


terhadap rata-rata VQR buah salak
pondoh kupas sedangkan faktor natrium

15
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
metabisulfit tidak memberikan pengaruh
yang nyata.
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa pati biji nangka 3% b/v,
400 ppm b/b memberikan rata-rata VQR
tertinggi. Hal ini disebabkan kandungan
air buah salak pondoh kupas pada
perlakuan B2N2 yang paling tertinggi,
dengan adanya kandungan air yang tinggi
kesegaran buah salak pondoh kupas
dapat dipertahankan. Hal demikian

menyebabkan nilai VQR tidak cepat


mengalami penurunan karena proses
respirasi dan transpirasi berlangsung
lebih lambat sehingga buah salak pondoh
kupas tidak mengkerut atau layu sehingga
kualitas buah salak pondoh kupas tetap
segar (Santosa, 2011). Semakin lama
waktu penyimpanan menyebabkan nilai
VQR menurun, hal ini dikarenakan
bakteri pembusuk sudah merusak hampir
25% buah salak.

VQR

VQR
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

hari ke-0
hari ke-2
hari-ke 4
hari ke-6

PERLAKUAN

Grafik 1. Rerata grafik VQR buah salak pondoh kupas


Berdasarkan grafik 1 menunjukkan
semakin kecil nilai VQR, maka tingkat
penilaian visual terhadap salak pondoh
kupas salut pati kulit pisang semakin
rendah. Hari ke-6 penyimpanan buah
salak mengalami kerusakan hampir 25%..
Mutu visual buah dinyatakan dalam nilai
Visual Quality Rating (VQR). Bila nilai
VQR semakin kecil, maka tingkat
kerusakan buah juga semakin tinggi.
Kerusakan buah salak terutama
pada ujung daging buah menjadi lembek
serta berwarna kecoklat-coklatan. Setelah
dipetik buah salak masih meneruskan
proses hidupnya berupa proses fisiologi

(perubahan warna, pernafasan, proses


biokimia dan perombakan fungsional
dengan adanya pembusukan oleh jasad
renik), sehingga buah salak tidak dapat
disimpan lama dalam keadaan segar.
Kesimpulan
1. Daya simpan buah salak kontrol
hanya bertahan kurang dari 1 (satu)
hari sedangkan salak kupas yang
disalut dengan pati kulit pisang dapat
mencapai hari ke -6 dengan tingkat
kerusakan mencapai 25%

16
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
2. Hasil
penelitian
menunjukkan
perlakuan terbaik sebagai penyalut
salak
pondoh
kupas
adalah
penambahan pati 3% dan nartium
metabisulfit
200
ppm
yang
memberikan rata rata nilai kadar air
(83.73%), Kandungan vitamin C 3.74
miligram), Total gula reduksi (4.34%)
dan VQR (8)
Daftar Pustaka
Dasuki, I.M. Muhamad. 1997. Pengaruh Cara
Pengemasan Dan Waktu Simpan Terhadap
Mutu Buah Salak Enrekang. Jurnal
Hortikultura. (7) 1
Estiasih, T. 2006. Teknologi dan Aplikasi
Polisakarida Dalam Pengolahan Pangan. Jilid
1. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang.
Guilbert, S. 1986. Technology and Application of
Edible Protective Film. Elsavier Applied
Science Publisher. New York.
Guilbert, S. And Biquet, B. 1990. Edible Film
and Coating dalam: Food Packaging Technology
Vol 1. diedit oleh Bureau, G dan J.L.
Multon. VCH Publisher, Inc. New York.

Krochta, J.M and Johnson C. M. 1997. Edible


and Biodegradable Polymers Film: Challenges
and
Opportunities.
Journal
Food
Technology (51) 2.
Lin, D. and Y. Zhao. 2007.Innovations in the
Development and Application of Edible
Coatings for Fresh and Minimally Processed
Fruits and Vegetables.
Comprehensive
Reviews in Food Science and Food Safety
6: 60-75.
Muchtadi, T.R., A.Basuki, Purwiyatno. 1987.
Teknologi Pemasakan Ekstrusi. PAU Pangan
dan Gizi. IPB. Bogor.
Murdijati, G. 1991. Biokimia Buah-buahan dan
Produknya. PAU Pangan dan Gizi. UGM.
Yogyakarta.
Santosa,Budi.2013.Aplikasi Penyalut edibel
berbasis pati biji nangka dengan
penambahan Natrium Metabisulfit pada
Buah
salak
Pondoh
Kupas.UNITRI.Malang
Suparmo. 1990. Transpirasi. Kursus Singkat
Fisiologi Pasca Panen. PAU Pangan dan
Gizi. UGM. Yogyakarta.

You might also like