Aplikasi Penyalut Edibel Berbasis Pati Kulit Pisang Dengan Penambahan Natrium Metabisulfit Pada Buah Salak Pondoh Kupas
Aplikasi Penyalut Edibel Berbasis Pati Kulit Pisang Dengan Penambahan Natrium Metabisulfit Pada Buah Salak Pondoh Kupas
Aplikasi Penyalut Edibel Berbasis Pati Kulit Pisang Dengan Penambahan Natrium Metabisulfit Pada Buah Salak Pondoh Kupas
Abstract
Banana is a fruit that is abundant potential, In the city of Malang many processed food
products such as banana chips, peanut butter and fried bananas. It results in a potential
banana skin that has been utilized. To provide more benefits for the banana skin, it
needs to be further processed into semi-finished products such as flour. Potential
banana skin made of flour is very appropriate, because it contains 18.50%
polysaccharides. This study aims to determine the concentration of starch and sodium
metabisulfite banana peel right in edible coating to extend the shelf life of peeled
barking. This study is to assess changes in quality of bark peeled coated starchcontaining anti-browning during storage. The research methods include the extraction
of starch from banana skin and coating fruits with starch Salacca zalacca peeled banana
skin anti enzymatic browning. Also the characterization of quality changes during
storage barking Salacca zalacca peel. Research using a completely randomized design
(CRD) are arranged with 2 factors. The first factor is starch banana peel which consists
of 3 levels and the second factor namely Na-metabisulfite which consists of 3 levels
with 3 replications. The results showed that the peel fruits Salacca zalacca edible coated
with a coating giving the best average in all observation parameters namely water
content (83.71%), acidity (0.28%), vitamin C (4:53%), texture (246.225 N).
Key Words : Banana Skin Flour, Edible Coating, peeled Salacca zalacca
PENDAHULUAN
Potensi buah pisang di Indonesia sangat
melimpah dengan olahan hasil yang
bermacam macam: seperti keripik,
makanan camilan serta gorengan. Olahan
pisang tersebut menghasilkan limbah
padat berupa kulit pisang, selama ini kulit
pisang belum banyak diolah dan sebagian
besar hanya digunakan sebagai pakan
ternak. Padahal komposisi kulit pisang
masih mengandung karbohidrat sebesar
18.50% terutama jenis amilum. Amilum
atau pati ialah jenis polisakarida
karbohidrat
(karbohidrat kompleks).
Amilum (pati) tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak
10
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
pencoklatan tersebut terjadi akibat
kontak antara substrat polifenol dengan
oksigen akibat pengupasan yang
dikatalisis enzim. Umur simpan buah
salak kupas sangat pendek karena
respirasi yang tinggi tersebut.
Oleh karena itu, minimalisasi
kontak dengan oksigen merupakan salah
satu cara untuk menghambat respirasi
dan reaksi pencoklatan. Kontak dengan
oksigen dapat direduksi dengan proses
penyalutan menggunakaan penyalut
edibel. Menurut Tapia et al. (2007),
penyalut dan lapisan edibel (edible coating
and films) dibuat dari polimer alami
seperti polisakarida dan protein. Salah
satu polisakarida yang telah digunakan
untuk penyalut edibel adalah pati.
Penelitian
sebelumnya
adalah
pemanfaatan biji nangka sebagai penyalut
edibel pada salak pondoh kupas, tetapi
potensi limbah biji nangka yang sedikit
menyebabkan perlu dicari sumber lain
pati yaitu limbah pengolahan pisang yaitu
kulit pisang. Penelitian Sebelumnya yaitu
aplikasi pemanfaatan pati biji nangka
sebagai penyalut edibel pada salak
pondoh kupas dengan penambahan
Natrium
Metabisulfit
berhasil
memperpanjang daya simpan hingga 5
hari (Budi Santosa, 2013)
Bahan dan Metode
Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam
pembuatan pati kulit pisang dan
penyalutan pada salak pondoh kupas
adalah kulit pisang,air,natrium thisulfat,
sorbitol dan natrium metabisulfit
Metode
Penelitian ini mencakup ekstraksi pati
dari kulit pisang dan penyalutan buah
salak kupas dengan pati kulit pisang yang
diinkorporasi anti pencoklatan enzimatis.
11
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
mendapatkan serbuk yang seragam.
Pencoktatan karena enzim dapat terjadi
pada salak pondoh kupas akibat reaksi
antara oksigen dan suatu senyawa fenol
yang dikatalis oleh polypenol oksidase.
Untuk menghindari terbentuknya warna
coklat pada bahan pangan yanakan
dibuat tepung dapat dilakukan dengan
mencegah sedikit mungkin kontak
anatara bahan yang telah dikupas dengan
udara dengan cara direndam dalam air
yang ditambahkan natrium thiosulfat
untuk inaktifasi enzim
Rancangan Percobaan
12
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
Pengamatan
Adapun parameter yang diamati adalah :
1. kadar air dengan metode oven
(Rangana, 1977)
2. kadar vitamin C dengan metode
titrasi (Sudarmadji dkk., 1997)
3. Tekstur buah metode Instrumen
Lloyd
4. Gula Reduksi
5. Analisa Warna
Hasil dan Pembahasan
Kadar Air
Rata-rata kadar air buah salak pondoh
kupas adalah 83,71%, nilai tertinggi kadar
air didapatkan pada perlakuan buah salak
kupas yang disalut dengan pati 3% dan
penambahan Na Metabisulfit 400ppm
sebesar 88.56%. sedangkan nilai terendah
didapatkan pada perlakuan buah salah
kupas yang disalut dengan penambahan
pati 1% dan Na Metabisulfit 200ppm
pada hari ke-6.
Dari hasil grafik didapatkan kadar
air masih terjaga di dalam buah salak ,Hal
ini dikarenakan selama berlangsung
proses respirasi terjadi pemecahan gula
menjadi CO2 dan H2O. adanya
penyalutan edibel pada permuakaan
daging buah salak pondoh kupas
Tabel 1. Rerata Kadar Air Salak Pondoh Kupas Disalut Pati Kulit Pisang
Konsentrasi (pati,Natrium
metabisulfit)
1%,200ppm
1%,400ppm
1%,600ppm
3%,200ppm
3%,400ppm
3%,600ppm
5%,200ppm
5%,400ppm
5%,600ppm
Hari 4
80.55
80.34
85.76
84.77
84.80
83.45
84.05
82.00
83.45
Hari 6
74.66
78.45
80.80
83.34
79.09
79.24
83.78
82.78
82.88
Rerata
79.70
81.44
84.19
83.73
83.30
82.84
84.13
82.37
83.74
13
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
Kadar Vitamin C
Rata-rata kadar vitamin C buah salak
pondoh kupas control adalah 4.11, nilai
tertinggi kadar vitamin C pada
penyimpanan hari ke-6, nilai terendah
didapatkan pada perlakuan buah salak
kupas yang disalut dengan pati 1% dan
penambahan Na Metabisulfit 400ppm
sebesar 2.89%. sedangkan nilai tertinggi
didapatkan pada perlakuan buah salah
kupas yang disalut dengan penambahan
pati 5% dan Na Metabisulfit 600ppm
pada hari ke-6 sebesar 3.78%. Pada
perlauan pendahuluan didapatkan buah
salak pondoh sebesar 8,4 miligram. Hasil
tersebut didapatkan dari melakukan
penelitian terhadap 100 gram buah salak
pondoh, dengan jumlah yang dapat
dimakan sebanyak 59 %.
Dari hasil analisa sidik ragam
Konsentrasi pati dan konsentrasi natrium
metabisulfit tidak terdapat beda nyata
terhadap kadar asam salak pondoh kupas
yang di salut dengan pati kulit pisang dan
natrium metabisulfit. Hal ini tidak
terdapat pengaruh yang nyata dari
Tabel 2. Rerata Kadar Vitamin C Buah Salak Pondoh Kupas Disalut Pati Kulit Pisang
Konsentrasi
(pati,Natrium metabisulfit)
1%,200ppm
1%,400ppm
1%,600ppm
3%,200ppm
3%,400ppm
3%,600ppm
5%,200ppm
5%,400ppm
5%,600ppm
3.78
3.77
3.97
4.00
4.10
4.00
4.11
3.88
4.10
Rerata
Hari ke-4
3.54
3.65
3.88
3.78
3.66
3.88
3.89
3.78
3.89
Hari ke-6
2.98
2.89
3.23
3.43
3.50
3.53
3.56
3.78
3.78
Rerata
3.40
3.47
3.69
3.74
3.75
3.80
3.85
3.81
3.92
33,43ns
14
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
5% dan penambahan Na Metabisulfit
200ppm sebesar 4.56%. sedangkan nilai
terendah didapatkan pada perlakuan
buah salah kupas yang disalut dengan
penambahan pati 1% dan Na
Metabisulfit 200ppm pada hari ke-6
sebesar 3.67%.
Hasil pengamatan didapatkan data
yang
beragam,
semakin
tinggi
konsentarasi Pati dan Na Metabisulfit,
akan menyebabkan kadar gula semakin
meningkat, tetapi terdapat adanya
perbedaan pada perlakuan selain
penambahan pati 5% dan Na
Metabisulfit 600ppm. Hasil penelitian
juga menunjukkan rata-rata kadar gula
reduksi menurun, tetapi jumlahnya tidak
terlalu menunjukkan adanya perbedaan
yang nyata. Peningkatan kematangan
buah-buahan akan meningkatkan kadar
gula yang terdapat di dalamnya. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan
polisakarida yang terdapat dalam sel yang
berupa sumber karbohidrat. Kandungan
gula juga tergantung pada jenis dan
keadaan tempat tumbuhnya. Rasa manis
pada buah disebabkan karena pada masa
pertumbuhan dan pematangan, gula-gula
Total Mikroba
Uji total mikroba dilakukan pada salak
kupas yang disalut pada perlakuan
penyimpanan hari ke-6. Karena dari fisik
salak didapatkan perubahan tekstur,
warna dan uji kesukaan terendah pada
penyimpanan selama 6 hari. Rata-rata
total mikroba pada penyimpanan hari ke
-6 hari adalah 651.9 cell/gram bahan.
Analisa total mikroba hanya dilakukan
pada hari ke-6 dikarenakan kerusakan
buah mencapai 25% terjadi pada hari ke6. Hal ini menunjukkan daya simpan
buah salak kupas yang disalut pati kulit
pisang mampu bertahan hingga hari ke-6
Tabel 3. Rerata kadar gula reduksi buah salak pondoh kupas disalut pati kulit pisang
Perlakuan
1%,200ppm
1%,400ppm
1%,600ppm
3%,200ppm
3%,400ppm
3%,600ppm
5%,200ppm
5%,400ppm
5%,600ppm
Rerata
4.14
4.04
4.33
4.34
4.15
4.11
4.37
4.19
4.41
b
a
c
c
b
b
cd
bc
d
15
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
metabisulfit tidak memberikan pengaruh
yang nyata.
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa pati biji nangka 3% b/v,
400 ppm b/b memberikan rata-rata VQR
tertinggi. Hal ini disebabkan kandungan
air buah salak pondoh kupas pada
perlakuan B2N2 yang paling tertinggi,
dengan adanya kandungan air yang tinggi
kesegaran buah salak pondoh kupas
dapat dipertahankan. Hal demikian
VQR
VQR
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
hari ke-0
hari ke-2
hari-ke 4
hari ke-6
PERLAKUAN
16
Wirawan&B. Santosa/Buana Sains Vol 16 No 1: 9-16, 2016
2. Hasil
penelitian
menunjukkan
perlakuan terbaik sebagai penyalut
salak
pondoh
kupas
adalah
penambahan pati 3% dan nartium
metabisulfit
200
ppm
yang
memberikan rata rata nilai kadar air
(83.73%), Kandungan vitamin C 3.74
miligram), Total gula reduksi (4.34%)
dan VQR (8)
Daftar Pustaka
Dasuki, I.M. Muhamad. 1997. Pengaruh Cara
Pengemasan Dan Waktu Simpan Terhadap
Mutu Buah Salak Enrekang. Jurnal
Hortikultura. (7) 1
Estiasih, T. 2006. Teknologi dan Aplikasi
Polisakarida Dalam Pengolahan Pangan. Jilid
1. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang.
Guilbert, S. 1986. Technology and Application of
Edible Protective Film. Elsavier Applied
Science Publisher. New York.
Guilbert, S. And Biquet, B. 1990. Edible Film
and Coating dalam: Food Packaging Technology
Vol 1. diedit oleh Bureau, G dan J.L.
Multon. VCH Publisher, Inc. New York.