Pengaruh Pemberian Chitosan Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan Histologi Pankreas Tikus Sprague

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

PENGARUH PEMBERIAN CHITOSAN TERHADAP KADAR

GLUKOSA DARAH DAN HISTOLOGI PANKREAS TIKUS Sprague


dawley YANG DIINDUKSI ALOKSAN
Farida Nur Isnaenia, Lily Arsantib, Woro Rukmi Pratiwic
a

Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan UMS


Jl. A Yani, Tromol Pos I, Pabelan, Kartasura, Surakarta
b
Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
c
Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako-Sekip Utara Yogyakarta

Abstract
Diabetes Mellitus (DM) is a disease that will increase in the future, and most of them occur in
developing countries. In addition, DM also causes many complications. Therefore, the alternative medication is needed to help treatment. One of the substances suspected having hypoglycemic effects is
chitosan. Researcher find that chitosan oligosaccarides (hydrolysis of chitosan) have a dietary fiber
and hypoglycemic effect on the Wistar rat. However, the hypoglycemic effect of chitosan itself is not yet
known. This research was conducted to determine the hypoglycemic effect of chitosan. The aim of this
research was to explore the effect of chitosan on blood glucose level and histology of pancreas in
diabetic Sprague dawley rat induced by alloxan. Fourteen Sprague dawley male rats, aging 2 months,
weighing 141-201 grams were divided randomly into 2 treatment groups. Group I (P1) were given alloxan
80 mg / kg BW i.v until diabetic and then chitosan 500mg/kg BW; group II (P2) were given alloxan and
then metformin 9mg/dose. Both groups were provided with standard diet and drinking water ad libitum.
In day 0, 7, 14, 21, and 28 blood glucose level was measured. The rats were sacrified after 28 days
treatment then the pancreatic organ taken for the histologic examination. The slide had been made
using paraffin method and smeared by Kromium Hematoxilin Floxin. Slides were analyzed by measuring the islets diameter and the number of pancreatic cell. Result of this research showed that
chitosan decreased blood glucose level every week in DM rats (p <0.05). There was not any significant
difference of blood glucose level between the two groups on the measurement on day 0 and 7 (p> 0.05)
and there was significant differences of blood glucose level between the two groups on the measurement on day 14, 21, and 28 (p<0,05). Diameter size and the number of cells in both groups did not
have significant differences (p> 0.05). This research conclude that oral administration of chitosan
500mg/kg BW had similar hypoglycemic effect, even better compared with the metformin 9mg/dose.
Key words: Chitosan, Metformin, Alloxan, Diabetes Mellitus, Sprague Dawley

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi

etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah disertai


dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat

Pengaruh Pemberian Chitosan terhadap Kadar Glukosa Darah. (Farida Nur Isnaeni, dkk.)

131

insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi


fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi
insulin oleh sel-sel Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2005). DM
sering menimbulkan komplikasi yang
bersifat kronis terutama di struktur dan
fungsi pembuluh darah. Jika hal ini
dibiarkan begitu saja, akan timbul
komplikasi lain seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, aterosklerosis,
bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi karena mengalami pembusukan
(Utami, 2007).
Prevalensi DM di dunia sebesar
4%, ini berarti bahwa terdapat lebih
dari 143 juta penduduk penderita DM
di dunia. Diproyeksikan prevalensi
DM akan meningkat menjadi 5,4% (300
Juta penderita) pada tahun 2025 dan
sebanyak 77% diantaranya terjadi di
negara berkembang (Santoso, 2005).
Sedangkan menurut data yang didapatkan dari WHO (World Health
Oganization), Indonesia menempati
urutan keempat terbesar di dunia
dalam jumlah penderita DM (Utami,
2007).
Diluar terapi medis dengan
menggunakan obat antidiabetes, penatalaksanaan makanan juga dipertimbangkan sebagai cara yang efektif untuk mengontrol kadar glukosa darah.
Berdasarkan penelitian, makanan yang
kaya akan serat pangan dapat meningkatkan kontrol glukosa (Yao et al., 2008).

132

Serat pangan yang larut dalam air


memiliki efek hipoglikemik dengan
menurunkan waktu transit di usus
halus sehingga absorbsi glukosa dapat
ditekan dan hiperglikemia berkurang.
Oleh karena itu, pasien diabetes disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang kaya akan serat pangan
(Karam et al., 1995). Dalam era modernisasi dan globalisasi ini sebagian
besar masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan pola makan yang
seimbang. Hal tersebut mendorong
perkembangan berbagai macam makanan kesehatan atau suplemen makanan
(Walujani, 2003).
Salah satu suplemen makanan
yang memiliki efek fungsional pada
kesehatan adalah chitosan, yaitu suatu
biopolimer glukosamin yang diperoleh
dari deasetilasi chitin pada jamur serta
eksoskeleton kerang, udang, kepiting
dan arthropoda lain. Chitosan merupakan polisakarida kationik alami yang
paling banyak ditemukan di alam
setelah selulosa (Hennen, 1996). Secara
kimiawi zat ini memiliki sifat yang
serupa dengan serat pangan yaitu tidak
dapat dicerna oleh enzim pencernaan
mamalia, oleh karenanya chitosan tidak
memiliki nilai kalori. Selain itu, chitosan juga dapat memberikan efek yang
menguntungkan dalam metabolisme
lemak dan kontrol glukosa. Zat ini
adalah polimer yang bersifat biokompatibel dan biodegradable dengan toksisitas rendah (Liu et al., 2007).
Dari beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, dapat

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 4, No. 2, Desember 2011: 131-142

diketahui bahwa chitosan memiliki


efek anti-hipertensi, penurun kolesterol
serum, anti-bakteri, mempercepat
penyembuhan luka, meningkatkan
sistem imun dan anti-diabetes (Hennen,
1996). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2003) menunjukkan
bahwa chitosan oligosaccharides (COS)
dapat menurunkan kadar glukosa
darah puasa sebesar 19% pada tikus
diabetes yang diberi air minum dengan
0,3% COS selama 4 minggu. Sedangkan
berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Liu et al (2007), pemberian COS
pada konsentrasi 500mg/kg tiap harinya memberikan efek penurunan glukosa plasma hingga 16,14 mmol/L
(47,48% dibandingkan dengan glukosa
plasma sebelum terapi).
Penelitian mengenai chitosan
dengan berat molekul rendah (BM ratarata = 20000) yang dilakukan oleh Hayashi dan Ito (2002), mendapatkan bahwa
pemberian chitosan pada konsentrasi
dibawah 0,2% tidak memberikan efek
menguntungkan yang berarti pada
tikus diabetes tipe 2 obes. Sedangkan
pemberian pada konsentrasi 0,2% dan
0,8% di dalam air minum tikus selama
5 minggu, secara signifikan terbukti
efektif menurunkan kadar glukosa
pada serum tikus diabetes tipe 2 obes.
Chitosan telah banyak digunakan fungsinya di berbagai bidang,
termasuk bidang makanan, kosmetik,
biomedis, dan pertanian (Liu et al.,
2007). Senyawa ini memiliki sifat kimia
maupun biokimia yang penting,
sehingga dapat menarik minat para

peneliti untuk melakukan penelitian


mengenai zat ini. Beberapa aktivitas
biologis dari chitosan, seperti efek
antitumor, efek penurun kolesterol, dan
efek antibakteri telah diketahui mekanismenya. Laporan studi mengenai
efek antidiabetes masih sedikit ditemukan (Lee et al., 2003).
METODE PENELITIAN
A. Hewan Percobaan dan Pakan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap, dengan subjek penelitian
tikus jantan jenis Sprague dawley (SD)
berumur + 2 bulan dengan berat + 200
g didapatkan dari Unit Pengembangan
Hewan Percobaan (UPHP) UGM. Penelitian akan dilaksanakan Laboratorium
Gizi Pusat Studi Pangan dan Gizi
UGM. Penelitian akan dilakukan mulai
bulan Juli 2008. Untuk menentukan
jumlah sampel tiap kelompok digunakan kriteria WHO yaitu minimal 5 ekor
tikus untuk tiap kelompok.
Pada penelitian ini, tikus dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan. Kedua kelompok tikus tersebut dikandangkan secara individual dengan
kondisi cahaya dan ventilasi yang
cukup. Tiga hari pertama diberikan
pakan standar secara ad libitum, lalu
dipuasakan 12 jam dan dilakukan
injeksi aloksan secara intravena dengan dosis sesuai berat badan tikus
(80mg/kg BB) untuk menginduksi

Pengaruh Pemberian Chitosan terhadap Kadar Glukosa Darah. (Farida Nur Isnaeni, dkk.)

133

diabetes, lalu dilakukan penimbangan


BB dan analisis glukosa darah setelah
tiga hari injeksi aloksan. Kemudian
tikus secara acak dibagi menjadi dua
kelompok masing-masing 6 tikus dan
diberikan pakan perlakuan secara ad
libitum selama 28 hari. Pengamatan
konsumsi pakan dilakukan tiap hari
dan penimbangan BB dilakukan tiap
tiga hari. Kadar glukosa dalam darah
dipantau seminggu sekali selama 28
hari. Pada akhir percobaan, tikus dianestesi kemudian dibedah dan diambil
pankreasnya. Pankreas dicuci dengan
larutan fisiologis dan difiksasi dalam
larutan formalin sampai uji histologi.
B. Pemeriksaan Glukosa Darah
(Metode GOD-PAP)
Pengambilan darah dilakukan
tiap akhir tahap melalui vena retroorbital dengan pipet hematokrit. Kadar
glukosa darah serum ditentukan
dengan metode GOD-PAP. Prinsip
kerjanya adalah glukosa dioksidasi
oleh enzim glukosa oksidase menghasilkan asam glukonat dan H 2O 2.
Selanjutnya H2O2 direaksikan dengan
amynophenasone dan phenol dengan
bantuan enzim peroksidase menghasilkan quinoneimine. Warna yang dihasilkan dihitung absorbansinya, kemudian
dihitung konsentrasi glukosanya
dengan rumus :

kadar glukosa (mg/dL) =


abs sampel
x konsentrasi standar
abs standar

134

C. Pengamatan Histologi Pankreas


(Kromium Hematoxilin Floksin)
Prinsip kerja dari metode pengecatan Kromium Hematoxilin Floksin
adalah pewarnaan dimana dengan
pemberian warna pada jaringan akan
membentuk warna tertentu sehingga
dapat dibedakan antara sel yang satu
dengan yang lainnya. Dengan demikian dapat diketahui tingkat kerusakan
dari sel yang kita inginkan. Setiap preparat didiagnosa kerusakan yang
terjadi pada pulau langerhans maupun
sel .
D. Analisis Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah dan histopatologi
tikus Sprague dawley dari kedua kelompok. Data yang diperoleh, setelah
diedit dan dikoding, dientri ke dalam
file komputer dengan program SPSS.
Setelah dilakukan cleaning, dilakukan
analisis statistik.Hasil analisis selama
penelitian selanjutnya dianalisis
statistik menggunakan analisis statistik
uji t tidak berpasangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Subjek penelitian yang digunakan adalah tikus putih Sprague dawley
jantan dewasa sebanyak 14 ekor. Dua
belas ekor tikus digunakan untuk percobaan sedangkan 2 ekor tikus sebagai
cadangan untuk menggantikan tikus
yang mati. Dari seluruh binatang coba

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 4, No. 2, Desember 2011: 131-142

yang digunakan selama percobaan


tidak ada yang mati.
Penelitian dilakukan dengan
membagi 14 ekor tikus kedalam 2
kelompok masing-masing kelompok
terdiri dari 7 tikus. Kelompok perlakuan (K1) tikus diinduksi diabetes
dengan aloksan 80mg/kgBB dengan
pemberian chitosan 500mg/kgBB serta
pakan standar dan air minum secara ad
libitum. Kelompok pembanding (K2)
tikus diinduksi diabetes dengan aloksan 80mg/kgBB dengan pemberian
metformin dosis 9mg/dose serta pakan
standar dan air minum secara ad libitum.
Tikus-tikus diadaptasikan pada
lingkungan kandang Laboratorium
Gizi Pusat Studi Pangan dan Gizi
selama 2 hari, sebelumnya dilakukan
pengukuran berat badan pertama
dengan hasil berat badan tikus berada
dalam rentang 141-201 gram. Pada hari
ketiga adaptasi (-6 hari sebelum perlakuan) semua tikus diinjeksi aloksan
dengan dosis 80 mg/kgBB secara intraperitoneal. Pada hari ke-0 (tiga hari

setelah injeksi), ke-7, ke-14, ke-21, dan


ke-28 dilakukan pengambilan sampel
darah tikus untuk diukur kadar glukosa darah. Pengukuran berat badan
tikus dilakukan tiap 3 hari sekali dan
sisa pakan ditimbang tiap hari.
A. Berat Badan Hewan Percobaan
Hasil analisis berat badan awal
tikus dengan menggunakan uji t tidak
berpasangan menunjukkan tidak
didapatkan perbedaan yang signifikan
antara kelompok perlakuan dan
kelompok pembanding (p > 0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa berata badan
tikus kelompok K1 dan K2 homogen
pada awal dan akhir percobaan. Pada
akkhir percobaan berat badan tikus
kelompok K1 lebih rendah dibandingkan dengan K2, akan tetapi tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna
(p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa pemberian chitosan dan
metformin memiliki pengaruh yang
sebanding terhadap berat badan tikus.

Tabel 1. Berat Badan Hewan Percobaan

No

Berat Badan tikus


(gram)

Kelompok Perlakuan
Rerata + SB
K1

p
K2

Awal penelitian

164,28 + 18,65

171,43 + 22,70

0,533

Akhir adaptasi

171,00 + 18,66

177,71 + 21,94

0,551

Setelah injeksi

168,00 + 18,55

175,57 + 22,66

0,507

Akhir penelitian

246,86 + 14,23

252,29 + 22,49

0,599

Keterangan : Nilai disajikan dalam meanSD (n = 7), p < 0,05 = signifikan

Pengaruh Pemberian Chitosan terhadap Kadar Glukosa Darah. (Farida Nur Isnaeni, dkk.)

135

Hasil penelitian menunjukkan


adanya peningkatan berat badan tikus
kelompok K1 dan K2 pada fase adaptasi. Setelah dilakukan injeksi aloksan,
berat badan tikus pada kedua kelompok turun. Penurunan berat badan bisa
jadi karena adanya penurunan insulin
yang memicu hilangnya jaringan adiposa dan karena adanya perubahan
dalam metabolisme karbohidrat dan
protein yang terjadi pada tikus diabetes (Yassin dan Mwafy, 2007). Pada
fase perlakuan tikus DM yang diberi
chitosan maupun tikus DM yang diberi
metformin mengalami peningkatan
berat badan. Peningkatan berat badan
pada tikus DM yang diberi perlakuan
chitosan dikarenakan chitosan memiliki
kemampuan untuk meningkatkan
sensitifitas insulin perifer sehingga glukosa dapat diserap lebih maksimal ke
dalam sel (Liu et al., 2007). Hasil penelitian Li Xue et al. (2007) menunjukkan
bahwa tikus diabetes yang diberi perlakuan trigonella foenum-graecum maupun
metformin tercatat mengalami penambahan berat badan, sedangkan tikus
diabetes yang tidak diberi perlakuan
menunjukkan penurunan berat badan
yang progresif. Hal ini bisa jadi bahwa
perlakuan dengan trigonella foenumgraecum dapat membantu penyerapan
zat gizi pada diet dan kemudian meningkatkan berat badan tikus.
B. Kadar Glukosa Darah Hewan
Percobaan
Hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa pada hari ke-0 me136

nunjukkan bahwa kadar glukosa darah


puasa pada kelompok K1 yaitu 283,08
+ 7,14 yang artinya lebih tinggi dibandingkan kelompok K2 yaitu 280,43
+ 3,2. Kadar glukosa darah tikus pada
hari ke 0 tidak didapatkan perbedaan
bermakna yang antara kelompok K1
dan K2 (p>0,05). Pada hari ke 7 kadar
glukosa darah tikus kelompok K1 dan
K2 turun, akan tetapi tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna kadar antara
kelompok K1 dan K2 (p > 0,05). Pada
hari ke 14, 21, dan 28 terdapat penurunan kadar glukosa darah pada kelompok K1 dan K2. Hasil analisis uji t tidak
berpasangan terhadap kadar glukosa
darah menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna antara kelompok K1
dan K2 pada pengukuran hari ke 14, 21,
dan 28 (p > 0,05).
Pada pengukuran gula darah
hari ke 0 menunjukkan kadar gula darah pada kedua kelompok dinyatakan
diabetes, tikus dinyatakan diabetes jika
kadar glukosa darah > 200 mg/dl
(WHO, 1999). Hasil penelitian pada
hari ke 7, 14, 21, dan 28 menunjukkan
adanya penurunan kadar glukosa
darah pada kelompok tikus DM yang
diberi perlakuan chitosan 500 mg/kg
BB dan tikus DM yang diberi perlakuan metformin. Chitosan memiliki efek
seperti serat makanan yang berfungsi
menghambat aktivitas disakaridase
dalam usus dan memunda pengosongan usus. Hal tersebut dapat memperlambat absorsi glukosa dalam usus dan
meningkatkan sensitivitas insulin di

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 4, No. 2, Desember 2011: 131-142

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Hewan Percobaan


No

Hari ke-

Kadar glukosa darah (mg/dl)


+ SB
K1

Rerata
p
K2

283,08 + 7,14

280,43 + 3,23

0,397

211,25 + 1,93

214,57 + 3,93

0,067

14

159,78 + 3,16

168,93 + 2,56

0,000*

21

126,10 + 8,74

158,06 + 3,61

0,000*

28

80,61 + 1,65

86,11 + 2,51

0,001*

Keterangan : Nilai disajikan dalam meanSD (n = 7), p < 0,05 = signifikan

jaringan perifer sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah


(Yao, 2008).
Hasil penelitian Lee (2003) menunjukkan bahwa pemberian chitosan
oligosakarida selama 4 minggu dapat
meningkatkan toleransi glukosa dan
sekresi insulin pada tikus DM. Menurut Liu et al (2007) pemberian chitosan
oligosakarida dengan dosis 250, 500,
dan 1500 mg/kg BB memberikan efek
dapat menurunkan glukosa darah 2
jam PP dan memperbaiki sensitivitas
insulin, efek terbaik ditunjukkan pada
tikus DM yang diberi chitosan oligosakarida dengan dosis 500 mg/kg BB.
Metformin, suatu obat yang
memperbaiki sensitivitas insulin golongan biguanide, telah menunjukkan
sama efektivitasnya dengan insulin
atau sulfonilurea apabila digunakan
sebagai monoterapi. Sifat antihipreglikemik metformin terutama disebabkan
oleh penekanan produksi glukosa hepar, khususnya glukoneogenesis, dan

penigkatan sensitivitas insulin pada


jaringan perifer. Meskipun mekanisme
efek hipoglikemik metformin masih
belum jelas, namun diduga dengan
menginterupsi proses-proses oksidatif
mitokondria dalam liver dan memperbaiki abnormalitas-abnormlitas metabolisme kalsium intraseluler pada
jaringan yang sensitif terhadap insulin
(liver, otot rangka, dan jaringan lemak)
dan jaringan kardiovaskuler (Hendromartono, 2009).
C. Histologi Pankreas
Pada hari ke 28 semua tikus diterminasi kemudian pankreas diambil
untuk dijadikan preparat histologik
dengan metode parafin, Gambaran
histologis pankreas diperoleh dari hasil
pemeriksaan dan pembacaan secara
mikroskopik dengan pembesaran asli
200X terhadap preparat pankreas tikus
yang pewarnaannya menggunakan
metode hematoksilin floksin (gomori).
Pengamatan gambaran histologis pan-

Pengaruh Pemberian Chitosan terhadap Kadar Glukosa Darah. (Farida Nur Isnaeni, dkk.)

137

kreas dilakukan dengan mengukur


diameter pulau Langerhans terbesar
dalam satu preparat pankreas dan
menghitung jumlah sel beta dalam
pulau Langerhans.
Kelompok K1 memiliki rerata
diameter langerhans 100,02 + 16,36
sedangkan kelompok K2 memiliki
rerata diameter langerhans 92,69 +
13,54 yang berarti diameter langerhans
kelompok K1 lebih lebar dibandingkan
dengan kelompok K2. Hasil analisis

statistik dengan uji t tidak berpasangan


menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap diameter langerhans antara kedua kelompok (p > 0,05).
Jumlah rerata sel pada kelompok K1
yaitu 21,43 + 3,60 dan jumlah rerata sel
pada kelompok K2 adalah 22 + 5,38
yang berarti lebih rendah dari rerata
kelompok K1. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok
tersebut (p > 0,05).

Tabel 3. Histologi Pankreas


No

Parameter

Rerata + SB
Chitosan (K1)

Metformin (K2)

Diameter insula

100,02 + 16,36

92,69 + 13,54

0,385

Jumlah sel beta

21,43 + 3,60

22 + 5,38

0,710

Keterangan : Nilai disajikan dalam meanSD (n = 7), p < 0,05 = signifikan

Stres oksidatif adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh pembentukan berlebihan atau pemersihan
yang tidak sempurna molekul-molekul
yang reaktif seperti reactive oxygen
species (ROS) dan reactive nitrogen species
(RNS). ROS dapat berbentuk radikal
bebas seperti superoksida, hidroksil,
peroksil, dan hidroperoksil, dan yang
berbentuk non-radikal bebas seperti
hidrogen peroksida dan asam hidrokloros (Johansen et al., 2005). Penelitian
Baynes et al. (1997) pada tikus galur
wistar yang dibuat diabetes dengan
aloksan memperlihatkan stres oksidatif
yang tinggi disebabkan karena hiperglikemi yang kronis dan persisten,
138

yang menekan aktivitas pertahanan


antioksidan dan karenanya menyebabkan pembentukan radikal bebas khususnya radikal superoksida (O2-), dan
oksidan hidrogen peroksida (H2O2)
melalui reaksi Haber-Weis dan Fenton
akan membentuk radikal hidroksil
(OH). Radikal bebas dapat merusak
membran sel, menjadi lipid peroksida
atau malondialdehid (MDA), bila berlanjut mengakibatkan kerusakan sistem membran sel dan kematian sel.
Szkudelski (2001) menyatakan bahwa
aksi sitotoksik aloksan dimediasi oleh
ROS yang bersama dengan peningkatan
masif konsentrasi kalsium sitosol
menyebabkan kerusakan cepat sel

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 4, No. 2, Desember 2011: 131-142

pankreas. Sel pankreas yang rusak ini


akan menurunkan jumlah sekresi insulin yang menyebabkan glukosa tidak
dapat masuk ke dalam sel sehingga
kadar glukosa darah meningkat.
Dari hasil penelitian ini terlihat
bahwa gambaran histologis pankreas
menunjukkan bahwa rerata diameter
pulau Langerhans pada kelompok
tikus DM yang diberikan chitosan lebih
lebar dibandingkan pada kelompok
tikus yang diberikan metformin.
Diameter pulau langerhans pada tikus
normal adalah 100-200 mikron (Junqueita et al., 1995). Sedangkan untuk rerata
jumlah sel pada tikus DM yang diberi
chitosan lebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok tikus DM yang diberi metformin. Akan tetapi, perbedaan
diameter insula dan jumlah sel pada
kedua kelompok tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang bermakna
setelah dilakukan analisis menggunakan uji t (p > 0,05). Hasil penelitian
Ashadi dan Mardiyah (2008) menunjukkan rerata jumlah sel pada tikus
DM yang diinduksi aloksan tanpa adanya perlakuan adalah sebanyak 15,7
buah.
Menurut hasil penelitian in vitro
oleh Liu et al. (2007), efek chitosan ologosakarida pada pankreas dapat mempercepat proliferasi pulau langerhans
dan sel pankreas serta meningkatkan
sekresi insulin. Selanjutnya Alvarez et
al. (2004) mengemukakan bahwa
senyawa aktif dengan kemampuan
antioksidan dan penangkap radikal
bebas dapat membantu regenerasi sel

beta dan melindungi sel islet pankreas


dari efek sitotoksik aloksan. Hasil
penelitian Yuan et al. (2009) pada tikus
DM yang diberi perlakuan COS dapat
meningkatkan kemampuan total
antioxidant capacity (TAOC) dan aktivitas superoxide dismutase (SOD), serta
dapat menurunkan kadar MDA. SOD
merupakan enzim yang dapat menetralkan kelebihan superoksida dengan
mengkatalisis perubahan superoksida
menjadi hidrogen peroksida dan oksigen (Vincent et al., 2004)
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pemberian chitosan pada tikus
diabetes dengan dosis 500mg/kg BB
dapat menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna (p<0,05). Pemberian metformin pada tikus diabetes dengan dosis 9mg/dose dapat menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna (p<0,05). Tidak didapatkan perbedaan kadar glukosa darah secara
bermakna antara kedua kelompok pada pengukuran hari ke 0 dan 7 (p>0,05)
dan didapatkan perbedaan kadar
glukosa darah secara bermakna antara
kedua kelompok pada pengukuran
hari ke 14, 21, dan 28. Tidak didapatkan
perbedaan bermakna ukuran diameter
dan jumlah sel pada kedua kelompok
(p>0,05).
B. Saran
Mengacu pada hasil penelitian
ini, perlu penelitian lebih lanjut dengan

Pengaruh Pemberian Chitosan terhadap Kadar Glukosa Darah. (Farida Nur Isnaeni, dkk.)

139

kelompok kontrol normal dan perlakuan kontrol negatif sehingga diketahui


perubahan antara kelompok perlakuan, serta dosis chitosan yang bertingkat
untuk mengetahui dosis yang paling

efektif. Selain itu, perlu dilakukan


penelitian lanjutan hingga tahap klinik
untuk mengetahui efek pemberian
chitosan pada manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Adam, J.M.F., 2000. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru.
Cermin Dunia Kedokteran (127) : 37-40
Alvarez, J.F., Barbera, A., Nadal, B., Barcelo-Batllori, S., Piquer, S., Claret, M.,
Guinovart, J.J., and Gomis, R., 2004. Stable and Functional regeneration of
pancreatic Beta-Cell Population in nSTZ-rats treated with Tungstate.
Diabetologia 47 : 470-477
Anonim. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus, http://www.rusari.com. Diakses
tanggal 3 Juli 2008.
Anonim. Chitase Specificity, http://www.sigmaaldrich.com. Diakses : tanggal 3 Juli
2008.
Anonim, Chitosanase Specificity, http://www.sigmaaldrich.com. Diakses : tanggal 3
Juli 2008.
Anonim. Islets of Langerhans. http://www.histol.chuvashia.com/atlas-en/digestive03en.htm. Diakses: tanggal 3 Juli 2008.
Anonim, Qingdao Reach International Inc. http://www.tradekey.com. Diakses :
tanggal 19 Juli 2008.
Baynes, J.W. and Thorpe, S.R., 1999. Role of oxidative Stress in Diabetic
Complication. Diabetes 48
Departemen Kesehatan RI, 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus,
Jakarta, Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Hayashi, K. and Ito, M., 2002. Antidiabetic Action of Low Molecular Weight Chitosan
in Genetically Obese Diabetic KK-Ay Mice. Biol. Pharm, Bull, 25(2) : 188
192
Hendromartono, 2009. Current Update in the Management of Type 2 Diabetes, Surabaya.
Divisi Endokrinologi dan Metabolisme RS Dr. Soetomo
140

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 4, No. 2, Desember 2011: 131-142

Hennen, W.J., 1996. Chitosan, Woodland Publishing Inc.


Johansen, J.S., Harris, A.K., Rychly, D.J., and Ergul, A., 2005. Oxidative Stress and The
Use of Antioxidant in Diabetes , Lingking Basic Science to Clinical practice. Biomed
Central
Junqueira, L.C., Carneiro, J., and Kelley, R.O., 1995. Histologi Dasar Edisi 8. Jakarta ,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lee, H.W., Park, Y.S., Choi, J.W., Yi, S.Y., and Shin, W.S., 2003. Antidiabetic Effects
of Chitosan Oligosaccharides in Neonatal Streptozotocin-Induced
Noninsulin-Dependent Diabetes Mellitus in Rats. Biol. Pharm. Bull. 26(8)
11001103
Li, Q., Dunn, E.T., Grandmaison, E.W., and Goosen, M.F.A., 1992. Application and
Properties of Chitosan dalam , Application of Chitin and Chitosan, Pennsylvania.
Technomic Publishing Compani Inc.
Li Xue, W., She Li, X., Zhang., Hui Liu, Y., Lun Wang, Z., and Juan Zhang, R., 2007.
Effect of Trigonella Foenum-Graecum (Fenugreek) Extract on Blood Glucose,
Blood Lipid and Hemorheological Properties in Streptozotocin-Induced
Diabetic Rats. Asia pac J Clin Nutr 16 : 422-426
Liu, B., Liu, W.S., Han, B.Q., and Sun, Y.Y., 2007. Antidiabetic Effects of
Chitooligosaccharides on Pancreatic Islet Cells in Streptozotocin-Induced
Diabetic Rats. World Journal of Gastroenterology 13(5): 725-731
Utami, P., 2004, Terapi Jus untuk Diabetes Mellitu. Jakarta , Agro Media Pustaka
Vincent, A.M., Russell, J.W., Low, P., and Feldman, E.L., 2004. Oxidative Stress in
the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Review 25(4): 612-628
Walujani, A., 2003. Mengawasi Suplemen Melindungi Konsumen. http://kompascetak.com. Diakses : tanggal 3 Juli 2008.
WHO, 1999. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its
Complications. Departement of Noncommunicable Disease Surveillance
Geneva
Yao, H.T., Huang, S.Y., and Chiang, M.T., 2008. A Comparative Study on
Hypoglycemic and Hypocholesterolemic Effects of High and Low
molecular Weight Chitosan in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Food
and Chemical Toxicology 46 , 15251534

Pengaruh Pemberian Chitosan terhadap Kadar Glukosa Darah. (Farida Nur Isnaeni, dkk.)

141

Yassin, M.M. and Mwafy, S.N., 2007. Protective Potential of Glimepiride and Nerium
oleander Extract on Lipid Profile, Body Growth Rate, and Renal Function
in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Turk J Biol 31 : 95-102
Yuan, W.P., Liu, B., liu, C.H., Wang, X.J., Zhang, M.S., and Meng, X.M., Xia, X.K.,
2009. Antioxidant Activity of Chito-Oligosaccharides on Pancreatic Islet
Cells in Streptozotocin-Induced Diabetes in Rats. World J Gastroenteral, 15(11)
: 1339-1345

142

Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 4, No. 2, Desember 2011: 131-142

You might also like