Wood Dust Exposure A Lung Function Disorder On Furniture Workers (Study at PT Alis Jaya Ciptatama)
Wood Dust Exposure A Lung Function Disorder On Furniture Workers (Study at PT Alis Jaya Ciptatama)
Wood Dust Exposure A Lung Function Disorder On Furniture Workers (Study at PT Alis Jaya Ciptatama)
2 Oktober 2006
Paparan Debu Kayu Dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel (Studi di PT Alis Jaya Ciptatama)
Wood Dust Exposure a Lung Function Disorder on Furniture Workers (Study at PT Alis Jaya Ciptatama)
PENDAHULUAN Di antara berbagai gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja, debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar. Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu, dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja,
gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. (1) Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh aktivitas manusia dan alam. Debu yang dihasilkan oleh aktivitas manusia sebagai proses pemecahan suatu bahan seperti grinding (penggerendaan), blasting (penghancuran), drilling (pengeboran) dan puverizing (peledakan).
_____________________________________________________________ Wenang Triatmo, SH, M.Kes. DINKES Propinsi Jawa Tengah dr. M. Sakundarno Adi, M.Sc. Program Magister Epidemiologi UNDIP Yusniar Hanani D., STP, M.Kes. Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
69
Debu kayu dapat dihasilkan melalui proses mekanik seperti penggergajian, penyerutan dan penghalusan (pengampelasan). Debu kayu di udara dapat terhirup ke dalam saluran pernapasan dan mengendap di berbagai tempat dalam organ pernapasan tergantung dari diameter dan bentuk partikel. Debu kayu dapat mengendap dalam organ pernapasan melalui mekanisme antara lain : sendimentasi, impaksi inersial dan difusi. (2,13 ) Debu kayu yang dihasilkan akibat proses penggergajian, penyerutan dan pengampelasan dapat menyebabkan pencemaran udara di tempat kerja dan berbahaya bagi tenaga kerja. Untuk mengantisipasi efek negatif paparan debu kayu di tempat kerja, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di udara tempat kerja menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga para pengusaha dapat mengendalikan lingkungan kerja perusahaannya dengan mengacu pada Standar ini. Standar ini memuat tentang Nilai Ambang Batas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) zat kimia di udara tempat kerja, di mana terdapat tenaga kerja yang dapat terpapar zat kimia sehari-hari selama tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, serta cara untuk menentukan Nilai Ambang Batas campuran untuk udara tempat kerja yang mengandung lebih dari satu macam zat kimia .(3,14) Nilai Ambang Batas adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktek higene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan (SE.01/Men/1997). Untuk debu kayu keras seperti debu kayu mahoni, kayu jati telah ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No : SE. 01 / Men / 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja adalah sebesar 1 mg/m. Nilai Ambang Batas menunjukkan kadar dimana manusia dapat bereaksi fisiologis terhadap suatu zat. (1) Debu kayu dalam konsentrasi rendah bila dihisap oleh manusia terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kelainan pada saluran napas yang berupa restriksi, obstruksi atupun kombinasi . Pemaparan debu organik pada umumnya akan menyebabkan obstruksi pada
saluran pernapasan yang ditunjukkan dengan penurunan % FEV-1/FVC. (3,4) Bahaya debu kayu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan partikel (particulate matter) apabila masuk kedalam organ pernapasan manusia maka dapat menimbulkan penyakit pada tenaga kerja khususnya berupa gangguan sistem pernapasan yang ditandai dengan pengeluaran lendir secara berlebihan yang menimbulkan gejala utama berupa batuk berdahak yang berkepanjangan. Gangguan umum yang sering terjadi adalah batuk, napas sesak, kelelahan umum dan berat badan menurun. (4,15) Pekerja yang terpapar debu kayu secara kontinyu pada usia 15 sampai dengan 25 tahun akan terjadi penurunan kemampuan kerja, usia 25 sampai dengan 35 tahun timbul batuk produktif dan penurunan VEP 1 ( volume ekspirasi paksa 1 detik atau Force Expiratory Volume 1 second (FEV 1), usia 45 sampai dengan 55 tahun terjadi sesak dan hipoksemia, usia 55 sampai dengan 65 tahun terjadi cor pulmonal sampai kegagalan pernapasan dan kematian, hal ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan spirometer. (6,7) Pekerja industri mebel kayu mempunyai resiko yang sangat besar untuk penimbunan debu kayu pada saluran pernapasan. Absorpsi dari partikel-partikel debu kayu terjadi hanya lewat paruparu melalui mekanisme pernapasan. Sebagian partikel debu yang tidak larut akan tertahan di jaringan paru-paru, sedangkan bagian larut terbawa oleh darah dan sebagian kecil terbuang lewat air seni. (5) Penelitian mengenai debu kayu respirabel yang ditimbulkan oleh pengolahan kayu ( wood working equipment ) telah dilakukan oleh Vanwiclen dan Beard pada tahun 1993 membuktikan bahwa prosentase terbesar dari debu kayu respirabel partikelnya berdiameter antara 1 sampai 2 mikron, sedangkan prosentase terbesar kedua ditempati dengan diameter 0,5 sampai 0,7 mikron . (12) Gangguan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sebagai akibat frekuensi, lamanya seseorang bekerja pada lingkungan yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat dalam pekerja seperti jenis kelamin, usia, masa kerja, paparan debu kayu, status gizi, kebiasaan merokok, alat pelindung diri, kebiasaan olah raga, dan lama paparan.. ( 6,8 ) Perbedaan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada Parameter yang diperiksa beberapa peneliti terdahulu pada pekerja industri mebel umumnya hanya debu total saja . Sedangkan yang dilakukan peneliti selain debu total sebagai pembanding juga debu kayu terhisap secara perorangan dengan menggunakan
70
alat Personal Dust Sampler. Lokasi Penelitian yang dilakukan di Industri Mebel PT Alis Jaya Ciptatama Jalan Raya Bawu Batealit Km 05 Kabupaten Jepara METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan Cross Sectional (potong lintang). Dalam penelitian ini variabel bebas (faktor risiko) dan terikat (efek) dinilai secara simultan dengan pengukuran pada satu saat dan akan diperoleh efek populasi pada suatu saat sehingga dapat dibandingkan antara prevalensi penyakit pada kelompok dengan risiko dengan prevalensi penyakit pada kelompok dengan risiko serta dapat menentukan hubungan antara faktor risiko dan penyakit.(9,10) Populasi dalam penelitian tersebut adalah semua pekerja pada bagian produksi di PT Alis Jaya Ciptatama Kabupaten Jepara. Seluruh pekerja PT Alis Jaya Ciptatama dalam unit produksi berjumlah 250 orang yang menjadi target peneliti untuk melakukan generalisasi sebagai populasi target dan sejumlah pekerja PT Alis Jaya Ciptatama setelah yang menjadi sasaran (memenuhi syarat inklusi) untuk diambil menjadi sampel sebagai populasi sasaran sebanyak 125 orang. Sampel penelitian ini adalah pekerja pada bagian produksi yang mempunyai potensial hazard yang tinggi yaitu pada bagian ruang mill II (potong belah), ruang sending I, ruang sending II, ruang final finishing. Sistem pengampilan sampel rancangan sistematik probabilitas. Besar sampel penelitian ini 55 orang.Penelitian ini menggunakan kuesioner terstruktur (terlampir) untuk mengumpulkan data umum responden, sedangkan untuk pengukuran kadar debu kayu total menggunakan High Volume Air Sampler (HVS) - 500 dan debu kayu terhisap menggunakan Personal Dust Sampler, pengukuran fungsi paru menggunakan alat Spirometer. Pengolahan data dilakukan menggunakan Statistical Product and Service Solution(SPSS) versi 11,00. Hasil penelitian kemudian dianalisis secara deskriptif dan analisis Backward Sstepwise (conditional). (10,11) Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square untuk menguji pengaruh antara kadar debu kayu dengan gangguan fungsi paru. HASIL DAN PEMBAHASAN PT AJC adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang mebel (kualitas ekspor) dengan tahapan melalui lima proses utama yaitu penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses penyiapan komponen, proses perakitan dan
pembentukan (bending) dan proses akhir (finishing). Kegiatan proses produksi tersebut akan menghasilkan debu kayu dan masuk melalui tuguh manusia melalui inhalasi sehingga akan mengakibatkan gangguan fungsi paru. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. PT AJC telah memiliki Poliklinik Perusahaan sebagai unit pelayanan kesehatan bagi pekerja di bawah seorang dokter perusahaan. Proses produksi pada perusahaan PT Alis Jaya Ciptatama mempunyai 4 (empat) bagian produksi sebagai tempat penelitian, yaitu : Bagian Mill II adalah lokasi proses pembentukan pola dengan menggunakan alat gergaji, sawmill, bend saw, bagian Sending I adalah lokasi proses pengampelasan awal, bagian Sending II adalah lokasi proses pengampelasan akhir (penghalusan), bagian Final Finishing: adalah lokasi proses finishing dengan wax sebelum packing. Sebagian besar responden bekerja dibagian sending I (36,4%), responden sebagian berjenis kelamin perempuan sebanyak 31 orang (56,4%), mayoritas responden yang bekerja di bagian produksi. Masa kerja responden sebagian besar berada pada kelompok 11 20 tahun sebanyak 30 orang (54,5%) dengan rata-rata masa kerja 10,80 tahun. Sedangkan untuk kelompok umur responden sebagian besar yang bekerja di bagian produksi berumur 31 40 tahun sebanyak 32 orang (58,2%) dengan rata rata berumur 31,69 tahun. Hasil pengukuran debu kayu respirabel yang terhisap responden dengan menggunakan alat Personal Dust Sampler sebagian besar diatas Nilai Ambang Batas atau lebih besar dari 1 mg/m sebanyak 39 orang (70,9%) dengan rata rata debu kayu respirabel yang terhisap responden sebanyak 1,403 mg/m , status gizi yang dimiliki responden sebagian besar masuk dalam kelompok baik sebanyak 33 orang (60%) dan rata rata responden mempunyai indeks masa tubuh 23,22 kg/m 2 ( kategori baik). Kebiasaan merokok pada kelompok pekerja yang tidak merokok sebanyak 44 orang (80%) , keadaan tersebut disebabkan kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan , untuk kelompok kebiasaan menggunakan alat pelindung diri sebagian besar responden menggunakan masker sebanyak 42 orang (76,4%), sebagian besar responden tidak berolah raga secara rutin sebanyak 42 orang (76,4%), untuk lama paparan terhadap responden selama bekerja sebagian besar lebih dari 8 jam sebanyak 45 orang (81,8%) dan rata rata
71
responden mempunyai lama paparan adalah 9,69 jam. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat spirometer dari 55 orang responden ternyata yang memiliki gangguan fungsi paru sebanyak 40 orang (72,7%). Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan fungsi paru melalui uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai X= 0,077, p = 0,781 dan odds ratio =0,845 (95% CI = 0,256 -2,783) bahwa jenis kelamin tidak mempunyai pengaruh terhadap gangguan fungsi paru p = 0,781 ( p> ), nilai p lebih besar dibandingkan = 0,05. Baik jenis kelamin laki laki maupun perempuan memiliki risiko yang sama untuk mengalami terjadinya gangguan fungsi paru. Nilai odds ratio 0,845 dengan Confidence Interval antara 0,256-2,783 sehingga merupakan hubungan yang tidak signifikan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Jenis kelamin laki- laki maupun perempuan di PT AJC pada saat penelitian mempunyai risiko yang sama untuk timbulnya gangguan fungsi paru. Hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru melalui hasil uji statistik Chi Square diperoleh X=0,012 nilai p = 0,912 dan odds ratio =1,069 (95% CI = 0,3253,517), masa kerja tidak berpengaruh terhadap gangguan fungsi paru p = 0,912 (p>) nilai p lebih besar dibandingkan = 0,05. Nilai odds ratio 1,068 adalah responden dengan masa kerja 11 - 20 tahun mempunyai kemungkinan terkena gangguan fungsi paru sebesar 1,2 kali dibandingkan responden dengan masa kerja 5 - 10 tahun , pada Confidence Interval antara 0,325 - 3,517 sehingga merupakan hubungan yang tidak signifikan tetapi kemungkinan masa kerja sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. pekerja mebel PT AJC yang mempunyai masa kerja diatas 10 tahun kemungkinan mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi paru, semakin lama masa kerja seseorang, semakin lama pula waktu paparan debu kayu terhadap fungsi paru pekerja mebel. Hasil analisis hubungan antara paparan debu kayu terhisap dengan gangguan fungsi paru melalui uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai X= 11,724, p = 0,001, dan odds ratio 11,333 ( 95% CI = 2,850-45,070) bahwa paparan debu kayu mempunyai pengaruh kuat terhadap kemungkinan responden terpajan sehingga mengakibatkan gangguan fungsi paru (p = 0,001). Nilai odds ratio 11,333 menunjukkan konsentrasi debu kayu terhisap merupakan faktor risiko timbulnya / tejadinya gangguan fungsi paru, kemungkinan responden terkena gangguan fungsi paru sebesar 11,3 kali lebih besar dibandingkan responden yang terpajan debu kayu dibawah NAB
sebesar 1 mg/m pada Confidence Interval antara 2,850 45,070 sehingga merupakan asosiasi yang signifikan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Dari hasil tersebut diatas dapat dikatakan bahwa debu kayu pada konsentrasi diatas Nilai Ambang Batas (1 mg/m) merupakan faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi paru. Sebagai analisis deskriptif hasil pengukuran debu total pada 4 (empat) bagian ternyata hasil diperoleh 4 empat bagian tersebut, ternyata konsentrasi debu total lingkungan kerja berada diatas Nilai Ambang batas sebesar 10 mg/m dan hasil pengukuran debu kayu terhisap terhadap responden ternyata 39 responden telah terpajan debu kayu berada diatas Nilai Ambang Batas sebesar 1 mg/m , sedangkan responden yang terpapar debu kayu dibawah Nilai Ambang Batas sebanyak 16 orang. Pengukuran debu kayu terhisap hanya dapat diukur dengan menggunakan Personal Dust Sampler, sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan Personal Dust Sampler, Hiperkes bahwa diameter filter respirabel berukuran 37 mm (3,7 cm) dan diameter pori-pori filter 0,8 m (mili mikron) yang terbuat dari bahan ester cellulasa serta flow 2 l/menit, sehingga dapat diketahui debu kayu yang terhirup dibawah 10 mikron, karena ukuran partikulat debu kayu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Keadaan ini terjadi karena responden bekerja di bagian dengan konsentrasi debu kayu yang sangat tinggi terutama di bagian sending I, sending II, mill II, keadaan ini telah dibuktikan dengan pengukuran debu personal menggunakan Personal Dust Sampler dan sebagai gambaran deskriptif hasil pengukuran debu total di lingkungan kerja pada 4 (empat) bagian, yaitu bagian sending I ( 13.845 g/M), bagian sending II (11.972 g/M), bagian mill II (12.640 g/M), bagian final finishing (11.316 g/M). Pengukuran debu total di lingkungan kerja menunjukkan diatas nilai ambang batas sebesar 10 mg/m, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Hal ini berkenaan dengan produksi yang dihasilkan terutama pada bagian tersebut merupakan pengolahan hanya menggunakan bahan mentah kayu jati dan kayu mahoni yang termasuk golongan kayu keras, dengan melalui proses pengampelasan baik dengan manual maupun mesin amplas sehingga debu kayu yang dihasilkan mempunyai konsentrasi yang tinggi (diatas Nilai Ambang Batas Debu Kayu) sedangkan di bagian Final Finishing debu
72
kayu yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan bagian Sending I, Sending II, Mill II, karena di bagian tersebut proses produksi mebel sebagai proses akhir tidak ada proses pengampelasan hanya pemolesan dengan mengunakan semir (wax). Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan gangguan fungsi paru melalui uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai X= 0,382, p =0,537, dan odds ratio = 0,686 ( 95% CI = 0,207-2,275 ) dan pengaruh status gizi terhadap gangguan fungsi paru telah dilakukan pengujian secara statistik, hasil yang diperoleh adalah status gizi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap timbulnya gangguan fungsi paru p =0,537 karena nilai p lebih besar dibandingkan = 0,05 (p > ). Odds ratio 0,686 pada Confidence Interval antara 0,207 - 2,275 sehingga status gizi merupakan hubungan yang tidak signifikan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Kesimpulan yang diperoleh bahwa responden dengan gizi baik maupun kurang baik pada saat penelitian di PT AJP mempunyai risiko sama untuk terjadinya gangguan fungsi paru Hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru melalui uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai X= 1,289, p = 0,256 dan odds ratio = 0,353 (95% CI = 0,089-1,404), kebiasaan merokok menunjukkan tidak berpengaruh dengan timbulnya gangguan fungsi paru, p = 0,256, (p> ) = 0,05 dan responden yang mempunyai kebiasaan merokok bukan merupakan faktor risiko timbulnya atau terjadinya gangguan fungsi paru, perbedaan proporsi tersebut secara statistik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan gangguan fungsi paru pada responden. Nilai odds ratio 0,353, pada Confidence Interval 0,089 1,404 sehingga kebiasaan merokok merupakan hubungan yang tidak signifikan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Pada saat penelitian mayoritas adalah responden wanita sehingga responden merokok dan tidak merokok, tidak mempunyai hubungan yang signifikan dan tidak berpengaruh terhadap timbulnya gangguan fungsi paru, dengan p = 0,256 dan odds ratio 0,353 Confidence Interval (0,089 - 1,404). Hasul analisis hubungan antara kebiasaan menggunakan alat pelindung diri dengan gangguan fungsi paru melalui uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai X= 0,463, p = 0,496, dan odds ratio = 0,500 (95% CI = 0,133-1,879) sehingga kebiasaan penggunaan alat
pelindung diri, tidak berpengaruh terhadap gangguan fungsi paru p = 0,496 (p>) dan kebiasaan penggunaan alat pelindung diri bukan merupakan faktor risiko timbulnya gangguan fungsi paru pada pekerja mebel . Nilai odds ratio 0,500 pada Confidence Interval 0,133 - 1,879 sehingga alat pelindung diri merupakan hubungan yang tidak signifikan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Keadaan tersebut sesuai dengan observasi saat penelitian bahwa masker yang dipergunakan pekerja terbuat dari kain kaos dengan pori-pori kain yang tidak menjamin untuk menyaring debu kayu dibawah 10 mikron sebaiknya menggunakan masker yang terbuat dari bahan cellulosa, sehingga hasil penelitian menunjukkan pengguanaan alat pelindung diri (masker) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap timbulnya gangguan fungsi paru dengan p = 0,496. Hasil analisis hubungan antara kebiasaan berolah raga dengan gangguan fungsi paru melalui uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai X= 0,555, p = 0,456, dan odds ratio = 0,406 (95% CI = 0,078-2,096). kebiasaan berolah raga terhadap gangguan fungsi paru menunjukkan tidak berpengaruh untuk terjadinya gangguan fungsi paru p = 0,456 ( p>0,05 ) dan kebiasaan berolah raga bukan merupakan faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Nilai odds ratio = 0,406, pada Confidence Interval 0,078-2,096 sehingga kebiasaan berolah raga merupakan hubungan yang tidak signifikan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Hasil analisis hubungan antara lama paparan dan gangguan fungsi paru bahwa PT AJC mempunyai waktu kerja jam 8.00 jam 16.00, serta jam lembur sampai jam 21.00. Tabel 4.10 menunjukkan bahwa hasil analisis hubungan antara lama paparan dengan gangguan fungsi paru melalui uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai X=0,368, p =0,544, dengan odds ratio = 2,061 ( 95% CI = 0,490-8,665). lama paparan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap timbulnya gangguan fungsi paru p = 0,544 karena nilai p lebih besar dibandingkan = 0,05 (p> ). Nilai odds ratio 2,061 artinya lama paparan lebih dari 8 jam (> 8 jam) perhari mempunyai risiko kemungkinan terkena gangguan fungsi paru sebesar 2,2 kali dibandingkan responden dengan lama paparan kurang dari sama dengan 8 jam perhari pada Confidence Interval antara 0,490-8,665 sehingga lama paparan merupakan hubungan yang tidak signifikan tetapi kemungkinan lama paparan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru.
73
Tabel 1. Hasil Analisis Bivariat Paparan Debu Kayu Dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja PT AJC NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 VARIABEL Sex Umur Masa Kerja Paparan Debu kayu Status Gizi Merokok APD Olah Raga Lama Paparan X 0,077 2,802 0,012 11,724 0,382 1,289 0,463 0,555 0,368 P value 0,781 0,094 0,912 0,001 0,537 0,256 0,496 0,456 0,544 Odds Ratio 0,845 2,786 1,069 11,333 0,686 0,353 0,500 0,406 2,061 95 % CI 0,256 2,783 0,822 9,439 0,325 3,517 2,850 45,070 0,207 2,275 0,089 1,404 0,133 1,879 0,078 2,096 0,490 8,665
Variabel yang masuk kedalam uji multivariat adalah variabel umur mempunyai sig (p) sebesar 0,094 , dan variabel debu kayu mempunyai sig (p) sebesar 0,001.
Setelah dilakukan analisis multivariat diperoleh hasil yaitu variabel umur mempunyai nilai sig (p) sebesar 0,078, paparan debu kayu mempunyai nilai sig (p) sebesar 0,001.
Tabel 2. Hasil Analisis Multivariat Paparan Debu Kayu Dan Gangguan Fungsi ParuPada Pekerja PT Alis Jaya Ciptatama Odds VARIABEL a P value 95 % CI Ratio Paparan debu kayu -1,332 2,619 0,001 13,72 (3,034 62,040) Paparan debu kayu nilai p = 0,001 dan odss ratio = 13,720 dengan 95% CI = (3,.034 62,040 ), dari hasil tersebut paparan debu kayu mempunyai nilai yang signifikan terhadap gangguan fungsi paru yang dialami pekerja mebel PT Alis Jaya Ciptatama. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar peluang faktor paparan debu kayu terhadap gangguan fungsi paru, dilakukan perhitungan: responden dengan konsentrasi debu kayu respirabel yang terinhalasi berada dibawah nilai ambang batas (1 mg/m). Berdasarkan hasil analisis multivariat dengan menggunakan metode regresi logistik dapat diperoleh hasil, paparan debu kayu, diatas nilai ambang batas sebesar 1 mg / m (NAB kayu keras ) mempunyai peluang untuk terjadinya gangguan fungsi paru sebesar sebesar 78,4 % sedangkan 21,6 % disebabkan oleh faktor lain. SIMPULAN Hasil penelitian Paparan Debu Kayu dan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel (Studi Di PT A J C) dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil pengukuran fungsi paru pekerja dengan menggunakan alat spirometer terhadap 55 pekerja mebel adalah 15 pekerja mempunyai fungsi paru normal sedangkan 40 pekerja, fungsi paru mengalami gangguan baik obstruksi, restriksi maupun kombinasi (mixed). Hasil pengukuran debu total lingkungan kerja pada 4 titik bagian produksi telah melebihi Nilai Ambang Batas sebesar 10 mg / m. Konsentrasi debu total di 4 (empat) bagian produksi adalah : ruang sending I (13.845 g / M). ruang mill II (12.640 g / M). ruang sending II (11.972 g / M). ruang final finishing (11.316 g / M). Sedangkan hasil pengukuran debu kayu terhisap dengan menggunakan alat Personal Dust Sampler adalah 15 responden terpapar debu kayu dibawah Nilai
1 1 e
( 1, 332 2 , 619( DebuPerson al ))
P 0,784
Hasil diperoleh bahwa debu kayu dengan paparan diatas nilai ambang batas sebesar 1 mg / m (NAB kayu keras) mempunyai peluang untuk terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 78,4 % sedangkan 21,6 % disebabkan oleh faktor lain ( selain debu kayu). Hasil analisis multivariat diperoleh hasil yaitu umur mempunyai nilai sig (p), paparan debu kayu mempunyai nilai sig (p) sebesar 0,001 dan odss ratio = 13,720 dengan 95% CI = (3,.034 62,040 ), dari hasil tersebut paparan debu kayu mempunyai nilai yang signifikan terhadap gangguan fungsi paru yang dialami pekerja mebel PT Alis Jaya Ciptatama. Nilai odss ratio = 13,720 menunjukkan bahwa pada paparan debu kayu respirabel dengan konsentrasi tinggi diatas nilai ambang batas sebesar 1 mg/m mempunyai risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 14 kali dibandingkan
74
Ambang Batas sebesar 1 mg / m, sedangkan 40 orang responden terpapar debu kayu diatas Nilai Ambang Batas 1 mg / m dengan nilai interval paparan debu kayu tertinggi 1,848 mg/m dan hasil paparan debu kayu terendah 0,833 mg/m. Paparan debu kayu di PT Alis Jaya Ciptatama merupakan faktor risiko yang untuk dapat menimbulkan gangguan fungsi paru, dengan nilai dss ratio = 13,720 menunjukkan bahwa pada paparan debu kayu mempunyai risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 14 kali dibandingkan responden dengan konsentrasi debu kayu berada dibawah nilai ambang batas (1 mg/m). Terdapat hubungan yang bermakna antara paparan debu kayu dengan gangguan fungsi paru dan menunjukkan adanya pengaruh debu kayu terhadap fungsi paru ( p < = 0,005 ) Hasil penelitian terhadap 9 ( sembilan ) variabel ternyata jenis kelamin, status gizi, merokok, penggunaan APD,olah raga, variabel usia, masa kerja dan lama paparan menunjukkan tidak berpengaruh yang signifikan terhadap gangguan fungsi paru ( p > = 0,005 ) dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa debu kayu dengan paparan diatas nilai ambang batas sebesar 1 mg / m (NAB kayu keras ) mempunyai peluang untuk terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 78,4 % sedangkan 21,6 % disebabkan oleh faktor lain artinya bahwa 78,4 % merupakan faktor yang telah diteliti oleh peneliti di PT Alis Jaya Ciptatama sedangkan 21,6 % merupakan faktor diluar yang telah diteliti dalam penelitian ini, sehingga dapat dilanjutkan oleh peneliti lain untuk mengadakan penelitian diluar sembilan variabel yang telah diteliti. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 1407/MENKES/SK/XI/2002/, Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, 19 Nopember 2002 2. Mangkunegoro, H. Diagnosis dan Penilaian Cacat Pada Penyakit Paru Kerja, Bagian Pulmonologi FKUI, Unit Paru RS Persahabatan,Balai Penerbit UI, Jakarta, tahun 2003. 3. Yunus, F. Dampak Debu Industri Pada Pekerja ,FKUI,Bagian Pulmonologi FKUI / Unit Paru RSUP Persahabatan , Cermin Dunia Kedokteran Respir, 2006, Juli 7, 2000 : 5-34, Jakarta (http://www.cermin dunia kedokteran.com/ ) 4. Yunus F, Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliannya , Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Bagian
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. 12.
13.
14.
15.
Pulmonologi FKUI/Unit Paru RSUP Persahabatan Jakart, 8 Agustus 2006 html http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/cdk_ 084_pernafasan_dan_lingkungan.pdf Yunus, F. Peranan Faal Paru Pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Cermin Dunia Kedokteran 2006, Juli 11, 1999, 33-44 Sumakmur, PK, Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, PT Gunung Agung, Jakarta, 2000 Ganong, William F., Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology), Terjemahan dr M Djauhari Widjajakusumah, Edisi 17, Jakarta, EGC (Penerbit Buku Kedokteran), Tahun 1999 American Thoracic Society, Medical Section of the American Lung Association. Standard for diagnostic and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease (COPD) and asthma. Am Rev Respir. July 7, 1999; 136-43 Sastroasmoro, Sudigdo, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Binarupa Aksara, Jakarta Pratiknya WA,dr.,Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003, Cetakan ke V. Sugiyono, DR, Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Cetakan ke II, tahun 1999 Departement of Manpower. National Centre for Industrial Hygiene and accupational Health. Indonesian Journal of Industrial Hygiene, Occupational Health and Safety,2003,Jakarta Tjen Daniel,Dr., Pengaruh Debu Terhadap Kesehatan Paru, Gajah Mada Unversity Press, 1999 Sumakmur, PK, Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, PT Gunung Agung, Jakarta, 2002 Guyton,AC., Buku Teks Fisiologi Kedokteran, Alih bahasa Adji Dharma dan Lukmanto,EGC, Jakarta 2001.
75
76